PENGARUH PRETREATMENT MAKROALGA ULVA RETICULATA MENGGUNAKAN MICROWAVE IRRADIATION UNTUK PRODUKSI BIOETANOL
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 16 (2), JULI 2022 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2022.v16.i02.p12
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
PENGARUH PRETREATMENT MAKROALGA ULVA RETICULATA MENGGUNAKAN MICROWAVE IRRADIATION UNTUK PRODUKSI BIOETANOL
S. M. D. Kolo*, N. M. Obenu dan M. Y. C. Tuas
Program Studi Kimia, Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia *Email: [email protected]
ABSTRAK
Produksi bahan bakar fosil setiap tahun hingga saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini seiring dengan peningkatan konsumsi energi secara signifikan sebagai akibat bertambahnya populasi penduduk, pertumbuhan ekonomi, akitivtas industri dan transportasi. Energi alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah pemanfaatan makroalga Ulva reticulata menjadi bioetanol. Kandungan lignoselulosa Ulva reticulata dapat dikonversi menjadi etanol melalui proses pretreatment dan hidrolisis asam encer menggunakan microwave irradiation, yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi dan distilasi. Morfologi permukaan sampel makroalga Ulva reticulata dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Gula pereduksi dianalisis menggunakan metode Dinitrosalisilat (DNS). Kadar etanol dianalisis menggunakan Gas Chromatography-Flame Ionization Detector (GC-FID). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pretreatment dan hidrolisis asam encer menggunakan microwave irradiasi mencapai waktu dan suhu hidrolis yang optimum pada 50 menit dan suhu 1500C, dengan konsentrasi gula pereduksi sebesar 27,97 g/L dan efisisensi hidrolisisnya sebesar 69,93%. Hasil analisis kadar etanol Ulva reticulata menggunakan GC-FID adalah 7,76%. Produksi bioetanol dari makroalga Ulva reticulata diharapkan menjadi sumber baru energi terbarukan yang potensial karena tidak digunakan sebagai bahan pangan. Hasil penelitian ini sebagai sumber informasi baru bagi industri untuk meningkatkan nilai ekonomi dari makroalga Ulva reticulata.
Kata Kunci: bioetanol, fermentasi, microwave irradiasi, pretreatment, ulva reticulata.
ABSTRACT
The production of fossil fuels every year until now has decreased significantly. This is in line with the significant increase in energy consumption as a result of increasing population, economic growth, industrial and transportation activities. Alternative energy that can be used as a substitute for fossil fuels is the use of macroalgae Ulva reticulata into bioethanol. The lignocellulosic content of Ulva reticulata can be converted into ethanol through a pretreatment process and dilute acid hydrolysis using microwave irradiation, which is then followed by a fermentation and distillation process. Surface morphology of Ulva reticulata macroalgae samples were analyzed using Scanning Electron Microscopy (SEM). Reducing sugars were analyzed using the Dinitrosalicylate (DNS) method. Ethanol content was analyzed using Gas Chromatography-Flame Ionization Detector (GC-FID). The results showed that the pretreatment and hydrolysis of dilute acid using microwave irradiation reached the optimum hydraulic time and temperature of 50 minutes and 150, with a reducing sugar concentration of 27.97 g/L and a hydrolysis efficiency of 69.93%. The results of the analysis of the ethanol content of Ulva reticulata fermentation using GC was 7.76%. Bioethanol production from the macroalga Ulva reticulata is expected to be a potential new source of renewable energy because it is not used as food. The results of this study serve as a new source of information for the industry to increase the economic value of the macroalga Ulva reticulata.
Keywords: bioethanol, fermentation, microwave irradiation, pretreatment, ulva reticulata.
PENDAHULUAN
Peningkatan konsumsi energi hingga saat ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk Indonesia, yang menyebabkan bahan bakar fosil semakin menipis (Setiawati et al, 2013). Berdasarkan
Rencana Strategi (Renstra) Kementrian ESDM 2015-2019, dijelaskan bahwa 13 tahun mendatang diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan menipis sebesar 3,6 miliar barel. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan alternatif energi sebagai pengganti energi fosil. Telah dilakukan upaya penelitian tentang bahan
bakar alternatif yang berasal dari biomassa seperti biodiesel dan bioetanol (Sa’adah et al, 2017) .
Bioetanol diproduksi dari selulosa yang terdapat dalam biomassa melalui hidrolisis asam, dilanjutkan dengan proses fermentasi, kemudian didistilasi (Erna et al, 2016). Sumber biomassa yang diproduksi menjadi bioetanol yakni singkong, tebu, ubi jalar, dan jagung. Namun, pembudidayaan sumber biomassa tersebut masih terbatas, lambat, diperlukan lahan yang luas dan bersaing dengan kebutuhan pangan manusia (Putri and Supartono, 2015).
Makroalga Ulva reticulata merupakan biomassa yang ideal dan berpotensi sebagai bahan baku sintesis bioetanol (Gouveia and Oliveira, 2009). Makroalga Ulva reticulata terkandung air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar (3%) dan abu (22,25%) (Dompeipen and Dewa, 2015). Makroalga Ulva reticulata memiliki kandungan polisakarida misalnya selulosa dan monosakarida yaitu glukosa, galaktosa (Lokollo, 2019).
Microwave selain digunakan untuk proses pretreatment, juga dapat digunakan dalam proses hidrolisis selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa dihidrolisis dengan asam dan dipanaskan menggunakan metode microwave. Dibandingkan dengan pemanasan biasa (refluks), konversi selulosa/pati menggunakan microwave berlangsung dalam waktu singkat, laju reaksi hidrolisis pati menjadi glukosa meningkat 50–1000 kali. (Kolo et al, 2022) menyatakan bahwa penggunaan pelarut dengan konsentrasi yang rendah saat reaksi pada microwave lebih efektif karena waktu produksi lebih cepat, lebih ramah lingkungan serta menghemat biaya. Terdapat banyak hasil penelitian yang menggunakan microwave pada proses hidrolisis karbohidrat dan memperoleh kadar gula pereduksi yang tinggi antara lain pada rumput gajah sebesar 26,63 g/L (Kolo et al., 2020), Euchema denticulatum sebesar 51,47 g/L (Teh et al., 2017), Chorella vulgaris sebesar 98,11 g/L (Yu et al., 2020).
Penelitian mengenai produksi bioetanol dari Ulva reticulata pertama kali dilakukan oleh (Kolo et al, 2021) menghasilkan kadar bioetanol 5,02% melalui proses delignifikasi dan hidrolisis menggunakan pelarut H2SO4. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang produksi bioetanol dari Ulva reticulata tanpa perlakuan delignifikasi. Makroalga ini
dikonversi menjadi bioetanol melalui tahap pretreatment, hidrolisis menggunakan asam sulfat encer dan dilanjutkan dengan tahap fementasi menggunakan Saccaromyces cerevisiae dan distilasi.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan dalam penelitian ini adalah: Makroalga Ulva reticulata yang berasal dari pulau Timor, aquades, H2SO4, NaOH, kultur murni saccharomyces cerevisiae yang diambil dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, kertas saring, aluminium foil, plastik wrapping, kertas label, tisu, kapas, glukosa, alkohol, media PDA, media inokulum (Glukosa 10 g/l, Yeast extract 0,1 g/l, KH2PO40,1 g/l, MgSO4.7H2O 0,1 g/l, dan (NH4)2 SO4 0,1 g/l), media fermentasi.
Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah: Pipet tetes, spatula, labu erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, cawan petri, tabung reaksi, timbangan neraca analitik, hot plate, pipet volum, microwave, Autoklaf, corong, batang pengaduk, kaca arloji, rangkaian alat destilasi, termometer, inkubator, ayakan ukuran 35 mesh, blender, dan alat analisis UV – VIS (DNS), SEM, dan GC-FID.
Cara Kerja
Preparasi Sampel
Makroalga Ulva reticulata yang diambil dari pantai pasir panjang Kupang dicuci hingga bersih, dikeringkan selama 3 hari, dipotong berukuran kecil, kemudian dihaluskan dengan blender lalu diayak menggunakan ayakan ukuran 18 mesh.
Perlakuan Awal (Pretreatment)
Sebanyak 10 gram disuspensi menggunakan larutan NaOH 2% sebanyak 300 ml. Dipanaskan menggunakan microwave irradiasi pada suhu 1000C selama 30 menit, kemudian dicuci menggunakan akuades hingga pH netral, lalu dipanaskan dengan oven selama 2 jam pada suhu 1000C, setelah itu sampel diblender dan diayak untuk memperoleh serbuk (Kolo et al, 2021).
Hidrolisis
Pada proses ini serbuk Ulva reticulata ukuran 35 mesh sebanyak 10 gram disuspensi menggunakan larutan H2SO4 2% sebanyak 250
ml, dipanaskan menggunakan microwave irradiasi dengan variasi suhu 75, 100, 125, 150, 1750C dan variasi waktu 30, 40, 50, 60 menit. Hasil pemanasan selanjutnya disaring dan dinetralkan menggunakan NaOH, kemudian dilakukan analisis kandungan glukosa menggunakan UV-Vis sedangkan residu hasil hidrolisis dianalisis permukaan menggunakan SEM (Kolo and Sine, 2019).
Stok Peremajaan Saccharomyces cerevisiae
Stok Sacharomyces cerevisiae
diinokulasi pada 250 ml media PDA (9,75 gr PDA), kemudian diinkubasi selama 48 jam. Selanjutnya S. cerevisiae hasil peremajan diinokulasi pada 50 mL media inokulum, kemudian diinkubasi 48 jam dengan shaker pada kecepatan 120 rpm (Dompeipen and Dewa, 2015).
Pembuatan Medium Fermentasi dan Starter
Medium fermentasi menggunakan 250 ml hidrolisat dalam erlenmeyer 250 ml (Kolo et al, 2020). Dalam proses pembuatan starter atau media inokulum, langkah pertama yang dilakukan adalah menginokulasi kultur ragi S. cerevisiae hasil peremajan dari kultur cair ke dalam 150 ml media fermentasi, lalu diinkubasi pada suhu kamar sampai terjadinya pertengahan fase stasioner.
Pengukuran pH
Pengukuran pH medium dilakukan dengan tujuan mengetahui perubahan pH medium 4,5 selama fermentasi. Terjadinya aktivitas biologis yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan adanya perubahan pH.
Produksi Bioetanol
Hidrolisat yang digunakan saat fermentasi adalah 250 ml, namun sebelum difermentasi hidrolisat Ulva reticulata dinetralkan terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH, kemudian media fermentasi dimasukkan dan disterilisasi pada 1210C selama 30 menit lalu didinginkan dan ditambahkan dengan media inokulum. Fermentasi dilakukan secara anaerobik pada pH 4,5 dengan temperatur 300C. Sampling dilakukan pada hari ke-5 (Dompeipen and Dewa, 2015).
Distilasi
Hasil fermentasi selanjutnya dilakukan proses distilasi bertingkat pada suhu 78oC untuk
memperoleh bioetanol yang terdapat dalam sampel Ulva reticulata.
Karakterisasi dan Analisis
Analisis Tekstur Permukaan Serbuk
Serbuk Ulva reticulata sebelum dan sesudah pretreatment, sesudah hidrolisis dianalisis tekstur permukaannya menggunakan SEM. Analisis dilakukan dengan cara bubuk Ulva reticulata sebelum dan sesudah pretreatment, sesudah hidrolisis dimasukkkan ke dalam chamber peralatan SEM untuk pengaturan posisi dan perekaman gambar. Gambar SEM diambil dengan pembesaran 800 kali.
Analisis Gula Pereduksi
Analisis gula pereduksi ditentukan menggunakan spektrofotometer UV-VIS (Kolo et al, 2022) dengan langkah-langkah yakni: a. Larutan glukosa standar dibuat dengan konsentrasi 1000, 2000, 3000, 4000, 5000 ppm.
-
b. Diambil 1 mL masing-masing larutan lalu ditambahkan 1,75 mL reagen DNS.
-
c. Larutan-larutan tersebut dibuat homogen dan dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit.
-
d. Setelah larutan dingin diencerkan 5x dan dihomogenkan lagi.
-
e. Absorbansi diukur menggunakan
spektofotometer pada panjang gelombang 540 nm, lalu dibuat kurva standar untuk mendapatkan persamaan regresi linear.
-
f. Pengukuran kadar gula pereduksi pada sampel dilakukan dengan cara yang sama pada poin b hingga e.
Analisis Kualitatif Etanol
Langkah – langkah analisis kualitatif etanol yaitu:
-
a. 2 ml K2CrO7 2% dimasukkan dalam tabung reaksi.
-
b. Ditambahkan 5 tetes H2SO4 pekat.
-
c. Dimasukkan 1 ml sampel etanol hasil distilasi.
-
d. Digojog dan didiamkan hingga terjadi perubahan dari warna orange menjadi hijau.
Analisis Kuantitatif Etanol (Piknometer)
Pada penelitian ini kadar etanol dapat dilakukan pengukuran menggunakan
piknometer. Piknometer yang digunakan adalah botol piknometer 10 ml. Langkah – langkah
pengukuran menggunakan piknometer sebagai berikut: a. Ditimbang botol piknometer 10 ml yang kosong.
-
b. Dimasukkan sampel etanol hasil distilasi ke dalam botol piknometer sampai penuh, lalu ditimbang.
-
c. Ditimbang juga aquades yang telah diisi dalam piknometer.
-
d. Hitung kadar etanol menggunakan persamaan berat massa jenis.
_ W3-Wλ
P1 IV2-W1 X (1)
Analisis Kuantitatif Etanol Menggunakan GC - FID
Langkah-langkah menganalisis kadar menggunakan GC yaitu:
-
a. Menyiapkan sampel dengan komposisi yang belum diketahui dan larutan baku yang telah diketahui.
-
b. Dilakukan running alat menggunakan detektor FID dengan kondisi maksimum 2000C.
-
c. Mengukur tekanan nanometer pada tabung sebesar 3,5 kg/m.
-
d. Mengatur kecepatan gas pembawa (Helium) ke kanan atau ke kiri sebesar 300 ml/min.
-
e. Menyuntikkan larutan baku minimal 1 µL etanol dan tampak puncak etanol pada kromatogram.
-
f. Hasil analisa tertulis oleh integrator dalam bentuk laporan RT (waktu retensi), AREA (luas puncak), TYPE (tipe puncak), AREA% (persen senyawa dalam larutan).
-
g. Larutan cuplikan 1 µL etanol disuntikkan dan dibuat kromatogramnya.
-
h. Kromatogram baku dibandingkan dengan kromatogram cuplikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Morfologi Permukaan Ulva reticulata Menggunakan Scanning Elektron Microscope (SEM)
Bubuk Ulva reticulata sebelum dan sesudah pretreatment, sesudah hidrolisis
dikarakterisasi menggunakan analisis Scanning electron microscope (SEM). Tujuan dari analasis SEM adalah untuk mengetahui morfologi permukaan sampel Ulva reticulata. Hasil analisis SEM dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
a. Sebelum Pretreatment b. Sesudah Pretreatment
c. Sesudah Hidrolisis
Gambar 1. Hasil Analisis SEM Ulva reticulata dengan pembesaran 800x
Berdasarkan hasil analisis SEM yang terdapat pada Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara gambar a, b, dan c. Pada Gambar 1(a) terlihat bahwa sebelum proses pretreatment dari pembesaran 800x bentuk morfologi permukaan dari bubuk Ulva reticulata bentuknya masih tersusun rapat, kaku, dinding selnya tumbuh padat, dan utuh. Hal ini disebabkan Ulva reticulata masih terikat dengan lignin, hemiselulosa, juga komponen–komponen lain yang masih mengikat selulosa (Nata et al, 2014). Bentuk morfologi setelah proses pretreatment dan sesudah hidrolisis dari pembesaran 800x pada permukaan serbuk mengalami kerusakan yang signifikan dimana strukturnya lebih kasar, pecah dan berukuran kecil karena larutan NaOH dapat menghilangkan lignin yang menutupi struktur selulosa (Gambar 1b dan 1c). Sedangkan proses hidrolisis menggunakan H2SO4 2% dapat mereduksi dan mendegradasi sehingga menghasilkan struktur padatan yang lebih hancur dan berukuran kecil (Kolo et al, 2020).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selain terjadi perubahan bentuk morfologi, terjadi juga perubahan warna pada sampel Ulva reticulata, dimana sampel yang sebelum dilakukan pretreatment berwarna hijau, sedangkan setelah dilakukan proses pretreatment sampel berubah menjadi hijau kecoklatan.
Analisis Gula Pereduksi Menggunakan Metode Dinitrosalicyc Acid (DNS)
Data kadar gula pereduksi yang diperoleh dari Ulva reticulata dengan variasi waktu hidrolisis dapat dlihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pada Tabel 1, terlihat bahwa peningkatan waktu hidrolisis seiring dengan meningkatnya kadar gula pereduksi namun terjadi penurunan kadar pada waktu 60 menit. Menurunnya kadar gula pereduksi dikarenakan terlalu lama waktu yang digunakan untuk hidrolisis, dapat menyebabkan gula pereduksi yang telah dikonversi mengalami kerusakan
akibat pemanasan yang lama. Penurunan kadar gula pereduksi juga disebabkan oleh terlalu lama waktu hidrolisis maka glukosa yang telah terbentuk dikonversi menjadi produk lain seperti Hydroksymethylfurfural (HMF) dan bereaksi lebih lanjut membentuk asam formiat (Risnawati et al., 2020). Kadar gula pereduksi tertinggi pada variasi waktu adalah 27,97 g/L dengan efisiensi hidrolisis mencapai 69,93% dan waktu hidrolisis optimum 50 menit.
Tabel 1. Pengaruh Waktu Hidrolisis terhadap Kadar Glukosa. | ||
Waktu (Menit) |
Kadar Gula Pereduksi (g/L) |
Efisiensi Hidrolisis (%) |
30 |
16,41 |
41,03 |
40 |
19,52 |
48,80 |
50 |
27,97 |
69,93 |
60 |
19,30 |
48,25 |
Kadar gula tertinggi pada variasi waktu kemudian dipakai untuk optimasi suhu hidrolisis. Proses hidrolisis serbuk Ulva reticulata hasil pretreatment dilakukan dengan variasi suhu hidrolisis yang berkisar antara 75,100,125,150,1750C. Proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan konsentrasi H2SO4 2% (v/v) selama 50 menit dengan proses pemanasan menggunakan microwave irradiasi. Hasil analisis gula pereduksi menggunakan DNS dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Suhu Hidrolisis Terhadap Kadar gula pereduksi
Temperatur (0C) |
Kadar Glukosa (g/L) |
Efisiensi Hidrolisis (%) |
75 |
5,80 |
14,50 |
100 |
18,30 |
45,75 |
125 |
21,30 |
53,25 |
150 |
27,30 |
68,25 |
175 |
24,30 |
60,75 |
Data Tabel 2 menunjukkan terjadi peningkatan kadar gula pereduksi seiring dengan suhu hidrolisis dari 750C hingga 1500C dengan jumlah gula pereduksinya adalah 5,80 g/L hingga 27,30 g/L dan efisiensi hidrolisisnya adalah 14,5% hingga 68,25%. Kadar gula pereduksi mengalami penurunan pada suhu 1750C yakni 24,30 g/L dengan efisiensi hidrolisisnya adalah 60,75%. Kadar gula pereduksi mengalami penurunan karena terjadinya karamelisasi yang dibuktikan pembentukkan arang pada dinding erlenmeyer setelah terjadinya proses pemanasan pada suhu tinggi. Kadar gula pereduksi tertinggi hasil analisis yakni 27,30 g/L pada suhu 1500C. Hasil penelitian disimpulkan bahwa kadar gula pereduksi yang diperoleh pada suhu 1500C lebih rendah dibandingkan dengan kadar gula pereduksi yang diperoleh dengan waktu hidrolisis 50 menit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni pH hidrolisis, dan proses penyimpanan yang terlalu lama sebelum dilakukan analisis.
Analisis Kadar Etanol
Analisis Kualitatif Etanol
Analisis kualitatif etanol dilakukan menggunakan metode oksidasi dengan kalium dikromat (K2Cr2O7). Perubahan warna dari
jingga menjadi biru membuktikan sampel atau larutan standar positif mengandung etanol. Perubahan warna pada Tabel 3 terjadi karena alkohol teroksidasi Cr6+ (kuning) di dalam larutan K2Cr2O7 mengalami reduksi menjadi Cr3+ (biru) menurut reaksi berikut (Sania, 2015). 3CH3CH2OH + Cr2O72- + 8H+ ÷ 3CH3CHO +2Cr3++7H2O.
Tabel 3. Hasil Analisis Kualitatif Etanol | |||
Sampel |
Hasil Uji |
Gambar | |
Etanol Murni |
Positif (+) |
I | |
Etanol Ulva reticulata |
Positif (+) |
V |
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 terlihat bahwa secara kualitatif hasil fermentasi Ulva reticulata positif mengandung etanol ditandai dengan terjadinya perubahan warna larutan kalium dikromat dari jingga menjadi biru baik pada etanol murni maupun sampel Ulva reticulata. Terjadinya perubahan warna tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian (Putri and Supartono, 2015) menggunakan bahan baku tandan kelapa dimana perubahan warna dari jingga menjadi hijau kecoklatan.
Analisis Berat Jenis (Piknometer)
Analisis menggunakan piknometer dilakukan untuk mengetahui densitas etanol hasil fermentasi. Hasil densitas etanol yang diperoleh dicocokkan dengan tabel konversi berat jenis konsentrasi untuk mengetahui konsentrasi etanol. Berdasarkan data hasil pengukuran, kadar etanol yang diperoleh pada sampel Ulva reticulata adalah sebesar 5,25% dengan konsentrasi inokulumnya adalah 8%. Etanol yang diperoleh jumlahnya sangat sedikit karena volume hidrolisat yag digunakan untuk distilasi juga sedikit. Hasil penelitian yang diperoleh lebih tinggi dibanding penelitian oleh (Herdini et al, 2020) dengan menggunakan bahan baku kulit petai diperoleh etanol sebesar 3% menggunakan piknometer dengan waktu hidrolisisnya adalah 120 menit.
Analisis Kadar Etanol dengan Gas Chromatography (GC)
Analisis dapat dilakukan dengan larutan yang mengandung etanol, toluena (larutan standar internal), heksana (pelarut). Alasan menggunakan larutan standar internal dalam penelitian ini adalah adanya fluktuasi parameter alat yang mempengaruhi keakuratan dalam analisis, dan juga sebagai faktor koreksi volume larutan yang masuk dalam loop injektor (Hermanto et al., 2020).
Analisis kadar etanol menggunakan GC-FID pada sampel Ulva reticulata, standar internal yang digunakan adalah toluena. Hal ini dikarenakan toluena memiliki waktu retensi yang hampir sama dengan etanol, toluena juga tidak bersifat reaktif dengan etanol atau dengan fase gerak (helium), dan memiliki karakteristik yang hampir sama denga etanol (Yanti, 2018).
Pelarut yang digunakan untuk menganalisis GC-FID dalam penelitian ini adalah heksana, karena heksana merupakan
senyawa non polar sedangkan etanol dan toluena merupakan senyawa polar sehingga heksana tidak dapat berinteraksi dengan fase diam (silika). Fase diam yang digunakan harus bersifat polar karena etanol bersifat polar sehingga fase diam akan berinteraksi dengan sampel dan sampel akan tertambat dalam fase diam pada waktu retensi tertentu (Kolo et al, 2021).
Gambar 2. Kromatogram Etanol Ulva reticulata
Hasil kromatogram yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat tiga peak dan puncak yang muncul pada sampel penelitian dengan waktu retensi yang berbeda-beda. Waktu retensi dari heksana muncul pada 3,004 menit. Waktu retensi dari etanol muncul pada 3,271 menit. Toluena muncul pada waktu retensi 4,307 menit. Heksana yang muncul pada waktu retensi 2,972 menit pada etanol standar 3,004 pada sampel merupakan pelarut yang digunakan pada analisis menggunakan GC-FID. Waktu retensi dari heksana keluar terlebih dahulu karena memiliki titik didih lebih rendah dari toluena dan etanol (Kolo et al, 2022).
Hasil perhitungan konsentrasi bioetanol, dan efisisensi fermentasi dari sampel Ulva reticulata dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Kadar Bioetanol Secara Kuantitatif
Konsentrasi Etanol (%) |
Yield (%) |
Efisisensi Fermentasi (%) | |
Berat Jenis (Piknometer) |
GC-FID | ||
5,25 |
7,76 |
18,79 |
36,80 |
Hasil pada Tabel 4 menunjukkan konsentrasi etanol berdasarkan berat jenis sebesar 5,25%, dan dari analisis GC sebesar 7,76% dengan yield sebesar 18,79%, dan efisiensi fermentasi sebesar 36,8%. Analisis
menggunakan piknometer dilakukan untuk mengetahui densitas etanol hasil fermentasi sampel Ulva reticulata. Hasil densitas etanol yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan tabel konversi berat jenis untuk mengetahui konsentrasi etanol, dan efisiensi fermentasi dari sampel Ulva reticulata konsentrasi etanol yang diperoleh. Penelitian menggunakan sampel Ulva reticulata memiliki kadar etanol yang sangat sedikit yakni 7,76 %, dibandingkan etanol yang diperoleh dengan bahan baku rumput gajah yakni 10 % (v/v) (Kolo et al, 2020).
Faktor yang dapat mempengaruhi proses fermentasi sehingga kadar etanol yang diperoleh sedikit adalah selama berlangsungnya proses fermentasi, glukosa selain dikonversi menjadi etanol glukosa juga dapat mengkonversi produk lain seperti asam laktat, asam piruvat, dan asam suksinat. Produk samping yang dihasilkan berupa asam dapat membuat pH larutan makin rendah, sehingga menyebabkan produktivitas dari mikroba menurun karena nutrisi yang tersedia telah habis atau mati (Wardani, 2018). Kadar etanol yang diperoleh sedikit karena pada saat proses distilasi, distilasinya hanya dilakukan satu kali tidak secara berulang-ulang sehingga hasil distilasi yang diperoleh lebih banyak mengandung air.
SIMPULAN
Analisis menggunakan SEM, morfologi permukaan dari bubuk Ulva reticulata sebelum dilakukan proses pretreatment bentuknya masih tersusun rapat, bersifat kaku, dinding selnya tumbuh padat, dan utuh. Bentuk morfologi permukaan sesudah pretreatment dan hidrolisis terdapat perbedaan yang signifikan. Kadar gula pereduksi yang diperoleh melalui proses pretreatment sebesar 27,30 g/L pada waktu dan suhu hidrolisis yang optimum yakni waktu 50 menit dan suhu 1500C. Kadar etanol yang diperoleh dari hasil fermentasi Ulva reticulata menggunakan konsentrasi inokulum 8% yang dianalisis menggunakan piknometer sebesar 5,25%, sedangkan kadar etanol yang diperoleh menggunakan GC sebesar 7,76%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada LPPM Universitas Timor yang telah mendanai peneltian ini, Laboratorium Faperta dan Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Timor, UPT
Laboratorium Kimia Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Laboratorium Energi dan Lingkungan Universitas Sepuluh Nopember Surabaya dan Laboratorium PT. Gelora Djaja Surabaya yang telah menganalisis sampel pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dompeipen, E .J. and Dewa, R. P. 2015. Pengaruh Waktu Dan pH Fermentasi Dalam Produksi Bioetanol Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Menggunakan Asosiasi Mikroba (Sacchromyces
cerevisiae, Aspergilus Niger dan Zymomonas Mobilis). MAJALAH BIAM. 11(2): 63–75.
Erna, E., Said, I. and Abram, P. H. 2016. Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Melalui
Proses Fermentasi. Jurnal Akademika Kimia, 5(3), pp. 121–126.
doi:10.22487/j24775185.2016.v5.i3.8045 .
Gouveia, L. and Oliveira, A. C. 2009. Microalgae as a Raw Material for Biofuels Production. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology. 36(2):269–274. doi:10.1007/s10295-008-0495-6.
Herdini, H., Rohpanae, G. and Hadi, V. 2020. Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Petai (Parkia Speciosa Hassk) Menggunakan Metode Hidrolisis Asam Dan Fermentasi Saccharomyces cerevisiae.
TEKNOSAINS: Jurnal Sains, Teknologi dan Informatika, 7(2): 119–128.
doi:10.37373/tekno.v7i2.9.
Hermanto, D., Andayani, I. G. A. S., Honiar, R., Shofiyana, L.M., Ismillayli, N. 2020. Penentuan Kandungan Etanol dalam Makanan dan Minuman Fermentasi Tradisional Menggunakan Metode Kromatografi Gas. Chempublish Journal. 5(2): 105–115. Available at:
https://online-journal.unja.ac.id/chp/article/view/8979.
Kolo, S. M. D., Pardosi, L. and Baru, A. E. 2022. The Effect of Hydrolysis Time Using Microwave on Bioethanol Production from Sorghum Waste (Sorghum Bicolor L.). Jurnal Sains dan Terapan Kimia. 16(1):28.
doi:10.20527/jstk.v16i1.11404.
Kolo, S. M. D., Presson, J. and Amfotis, P. 2021. Produksi Bioetanol sebagai Energi Terbarukan dari Rumput Laut Ulva reticulata Asal Pulau Timor. ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia. 17(2): 159.
doi:10.20961/alchemy.17.2.45476.159-167.
Kolo, S. M. D. and Sine, Y. 2019. Produksi Bioetanol dari Ampas Sorgum Lahan Kering dengan Perlakuan Awal Microwave Irradiasi. Jurnal Saintek Lahan Kering. 2(2622): 39–40.
Kolo, S. M. D., Wahyuningrum, D. and Hertadi, R. 2020. The Effects of Microwave-Assisted Pretreatment and
Cofermentation on Bioethanol Production from Elephant Grass. International Journal of Microbiology. 2020: 1–11.
doi:10.1155/2020/6562730.
Lokollo, F. F. 2019. Komunitas Makro Alga di Perairan Pantai Eri Teluk Ambon.
TRITON. 15(1): 40–45.
doi:10.30598/tritonvol15issue1page40-45.
Nata, I. F., Prayogo, J. H. and Arianto, T. 2014. Produksi Bioetanol Dari Alkali-Pretreatment Jerami Padi Dengan Proses Simultaneous Sacharification and Fermentation (SSF). Konversi. 3(1): 10– 16. doi:10.20527/k.v3i1.132.
Putri, E. S. and Supartono, S. 2015. Pemanfaatan Limbah Tandan Kelapa Untuk Pembuatan Bioetanol Melalui Proses Hidrolisis Dan Fermentasi. Indonesian Journal of Chemical Science. 4(3): 178– 183.
Sa’adah, A. F., Fauzi, A. and Juanda, B. 2017. Peramalan Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia dengan
Model Sistem Dinamik. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. 17(2): 118–137. doi:10.21002/jepi.v17i2.661.
Setiawati, D. R., Sinaga, A. R. and Dewi, T. K. 2013. Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok. Jurnal Teknik Kimia. 19(1): 9–15. Available at:
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id &as_sdt=0%2C5&q=PROSES+PEMBU ATAN+BIOETANOL++DARI+KULIT+ PISANG+KEPOK+++&btnG=, di akses tanggal 21.
Teh, Y. Y., Lee, K. T., Chen, W. H., Shih-Cheng Lin. 2017. Dilute Sulfuric Acid
Hydrolysis of Red Macroalgae Eucheuma Denticulatum with Microwave-Assisted Heating for Biochar Production and Sugar Recovery. Bioresource
Technology. 246: 20–27.
Wardani, A. K. 2018. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi pada Pembuatan Bioetanol dari Sargassum sp Menggunakan Metode Hidrolisis Asam dan Fermentasi Menggunakan Mikroba Asosiasi
(Zymomonas mobilis, Saccharomyces cerevisiae dalam Ragi Tape dan Ragi Roti). Skripsi. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Yanti, A. 2018. Optimalisasi Metode Penentuan Etanol dan Metanol pada Minuman Keras Oplosan Menggunakan Kromatografi Gas (KG). Skripsi. Program Studi Kimia. Universitas Negeri Semarang.
Yu, K. L., Chen, W. H., Sheen, H. K., Chang, J. C., Lin, C. S., Ong, H. C., Show, P. L., Ling, T. C. 2020. Bioethanol Production From Acid Pretreated Microalgal Hydrolysate Using Microwave-Assisted Heating Wet Torrefaction. Fuel. 279(May): 1–11.
219
Discussion and feedback