JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 15 (1), JANUARI 2021 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2021v15.i01.p02

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740


EKSPLORASI EKSTRAK TUMBUHAN YANG MENUNJUKKAN AKTIVITAS ANTIJAMUR TERHADAPJAMUR CURVULARIA VERRUCULOSSA PENYEBAB PENYAKIT BERCAK DAUN PADA TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.)

I G. A. G. Bawa

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Eksplorasi bahan baku fungisida nabati untuk mengendalikan jamur Curvularia verruculosa penyebab penyakit bercak daun pada tanaman padi telah dilakukan. Dari 55 species tumbuhan yang diteliti menghasilkan 73 ekstrak etanol dari berbagai komponen tumbuhan. Beberapa ekstrak tumbuhan mampu menghambat pertumbuhan jamur C. verruculosa dengan sangat kuat, diantaranya ekstrak kulit kayu dan daun Michelia champaca dengan diameter zona hambatan masing-masing sebesar 30,07dan 22,07 mm, ekstrak kulit buah, daging buah dan daun Pangium edule Reinw (29,12;27,17; dan 20,16 mm), ekstrak daun Tamarindus indica L. (26,10 mm), ekstrak daun Michelia alba (26,03 mm) dan ekstrak daun Allamanda cathartica (23,00 mm). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa mayoritas ekstrak tumbuhan yang memiliki daya hambat yang sangat kuat terhadap jamur C. verruculosa mengandung senyawa metabolit sekunder jenis terpenoid.

Kata kunci: aktivitas antijamur, C. verruculossa, ekstrak tumbuhan, kandungan kimia ekstrak tumbuhan.

ABSTRACT

Exploration of raw materials for vegetable fungicides in controlling the Curvularia verruculosa fungal causing leaf spot disease in rice has been carried out. Extraction of various plant components of 55 plant species studied resulted in 73 ethanol extracts. Several plant extracts were able to very strongly inhibit the growth of C. verruculosa fungal, namely the extracts of bark and leaves of Michelia champaca showed inhibition zone diameters of 30.07 and 22.07 mm, respectively; the extracts of the frut rind, pulp and leaves of Pangium edule Reinw showed inhibition zone diameters of 29.2; 27.17; and 20.16 mm, respectively; the leaves extract of Tamarindus indica L., Michelia alba and Allamanda cathartica showed inhibition zone diameters of 26.10 mm; 26.03 mm, and 23.00 mm, respectively. The phytochemical test results indicated that the majority of plant extracts showing very strong inhibitory activity against C. verruculosa contain secondary metabolites of the terpenoid.

Keywords: antifungal activity, chemical content of plant extracts, C. verruculossa, plant extracts.

PENDAHULUAN

Jamur Curvularia verruculosa telah diketahui sebagai penyebab penyakit bercak daun pada tamanan padi (Oryzasativa L.) (Bawa, 2019). Penyakit ini mampu menyerang tanaman padi dengan intensitas penyakit mencapai 26,45%, sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Dalam mengendalikan penyakit ini, petani bertumpu pada penggunaan fungisida sintetik setelah gejala penyakit muncul. Dewasa ini, penggunaan fungisida sintetik telah dibatasi penggunaannya, karena dapat menimbulkan berbagai permasalahan, baik bagi manusia maupun lingkungannya (Yoon et al., 2013). Sebagai alternatif penggunaan fungisida nabati merupakan solusi terbaik dalam pengendalian penyakit bercak daun ini, karena tidak berbahaya

bagi manusia dalam penyiapan maupun pemakaiannya, serta tidak mencemari lingkungan (Rout and Tiwari, 2012). Penggunaan fungisida nabati untuk mengendalikan penyakit bercak daun pada tanaman padi yang disebabkan oleh jamur C. verruculosa telah dilakukan. Bawa, 2019 telah menemukan bahwa ekstrak kulit kayu cempaka putih mampu menghambat pertumbuhan jamur C. verruculosa dengan nilai MIC sebesar 0,5% dan menghambat pertumbuhan koloni jamur dan produksi biomassa jamur secara sempurna pada konsentrasi 0,6% dan 2,0%. Di samping itu, percobaan di rumah kaca telah menunjukkan bahwa formula fungisida nabati berbahan aktif ekstrak kulit kayu cempaka putih pada konsentrasi 1,5% telah mampu menurunkan intensitas penyakit bercak daun sampai 62,68% dan meningkatkan hasil produksi padi sebesar

60,62%. Namun, pengembangan fungisida nabati berbahan aktif ekstrak kulit kayu cempaka putih terkendala oleh sulitnya mencari bahan baku tumbuhan ini, karena tumbuhan ini memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan jarang dibudidayakan.

Adanya kendala pengembangan fungisida nabati berbahan aktif ekstrak kulit kayu cempaka putih mendorong dilakukannya eksplorasi tumbuhan-tumbuhan yang menunjukkan aktivitas antijamur terhadap C. verruculosa penyebab penyakit bercak daun pada tanaman padi ini. .

BAHAN DAN METODE

Bahan Tumbuhan

Berbagai tumbuhan yang tumbuh di wilayah Provinsi Bali. Jamur Curvularia verruculosa yang diisolasi dari tanaman padi jenis Ciherang. Sampel diekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan metode maserasi. Pelarut diuapkan dengan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kasar metanol berbagai tumbuhan.

Uji aktivitas antijamur ekstrak kulit kayu cempaka putih (Michelia alba) dengan metode sumur difusi

Uji aktivitas antijamur ekstrak metanol berbagai tumbuhan terhadap jamur patogen penyebab penyakit bercak daun pada tanaman padi dilakukan dengan metode sumur difusi. Cawan Petri yang berdiameter 9 cm sebanyak lima buah masing-masing diisi dengan 200 µL biakan jamur Curvularia verruculosa yang telah dicincang halus dan dilarutkan dalam air steril, kemudian masing-masing ditambahkan dengan 10 ml media Potato Dextrose Agar (PDA) encer (suhu sekitar 45oC) digoyang-goyang horizontal agar jamur dan media PDA tercampur merata. Setelah media memadat sebanyak dua buah sumur difusi dibuat dengan menggunakan cork borer (berdiameter 5 mm) pada setiap cawan Petri. Setiap sumur difusi diisi dengan 20 µl ekstrak tumbuhan. Biakan ini ditaruh pada tempat gelap pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona hambatan yang terbentuk di sekitar sumur difusi. Menurut Ardiansyah (2005) jika zona hambatan yang terbentuk ≥ 20 mm berarti daya hambatan sangat kuat, jika zonanya antara 10-20 mm daya hambatannya kuat, jika zonanya antara 5-10 mm

daya hambatannya sedang dan jika zonanya ≤ 5 mm daya hambatannya kurang atau lemah.

Analisis fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak berbagai tumbuhan dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Harborne dalam Yadav and Agarwaia, (2011).

Uji flavonoid

Ekstrak kasar dicampur dengan beberapa keping pita magnesium kemudian ditambahkan tetes demi tetes HCl pekat. Warna pink yang muncul setelah beberapa menit menunjukkan kehadiran flavonoid.

Uji saponin

Ekstrak kasar dicampur dengan 5 ml air distilasi dalam tabung reaksi, kemudian dikocok kuat-kuat. Pembentukan busa yang stabil menunjukkan kehadiran saponin.

Uji steroid

Ekstrak kasar dicampur dengan 2 ml kloroform dan ditambahkan H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi. Warna merah dihasilkan pada lapisan kloroform menunjukkan kehadiran steroid.

Uji terpenoid

Ekstrak kasar dilarutkan dalam 2 ml kloroform dan diuapkan sampai kering. Dua (2) ml H2SO4 pekat ditambahkan dan dipanaskan selama 2 menit. Warna keabu-abuan menunjukkan kehadiran terpenoid.

Uji alkaloid

Ekstrak kasar dicampur dengan 2 ml HCl 1% kemudian dipanaskan secara kuat. Reagen Mayer’s dan Wagner’s kemudian ditambahkan ke dalam campuran. Kekeruhan dari endapan yang dihasilkan diambil sebagai bukti kehadiran alkaloid.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi terhadap 55 jenis tumbuhan menunjukkan bahwa beberapa ekstrak tumbuhan menunjukkan aktivitas antijamur terhadap jamur Curvularia verruculosa (data tidak ditampilkan). Ekstrak-ekstrak tumbuhan yang menunjukkan daya hambat yang sangat kuat yang dicirikan memiliki diameter zona hambatan > 20 mm,

yaitu ekstrak kulit kayu dan daun cempaka kuning (Michelia champaca), daun, kulit buah dan daging buah pangi (Pangium edule Reinw),

daun asem bukit (Tamarindus indica L), dan daun nilam (Allamanda cathartica) seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ekstrak tumbuhan yang menunjukkan aktivitas antijamur dalam katagori sangat kuat terhadap jamur Curvularia verrucolussa

No

Nama Ekstrak

Bagian Tumbuhan

Daya Hambat (mm)

1

Allamanda cathartica

Daun

23,00

2

Tamarindus indica L.

Daun

26,10

3

Michelia champaca

Daun

22,07

Kulit kayu

30,07

4

Pangium edule Reinw

Daun

20,16

Daging buah

27,17

Kulit buah

29,12

Aktivitas antijamur suatu tanaman umumnya ditunjukkan oleh kandungan senyawa bioaktif yang berasal dari metabolit sekunder yang dikandungnya. Uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak-ekstrak tumbuhan yang menunjukkan aktivitas antijamur dengan sangat kuat mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder, seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, dan saponin, namun mayoritas ekstrak-ekstrak aktif antijamur terhadap jamur C. verruculosa mengandung senyawa terpenoid (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak tumbuhan yang menunjukkan daya hambat yang sangat kuat

terhadap jamur C. verruculosa

No

Nama Tumbuhan

Bagian Tumbuhan

Flavonoid

Alkaloid

Hasil Uji Terpenoid

Steroid

Saponin

1

Allamanda cathartica

daun

++

-

++

+

++

2

Tamarindus indica L.

daun

++

++

++

-

-

3

Michelia champaca

daun

+

-

+++

+

-

kulit kayu

++

-

+++

++

-

4

Pangium edule Reinw

daun

++

++

+

+

++

daging buah

-

+

+++

+

++

kulit buah

-

+

+

-

-

Ket. : + = positif mengandung metabolit sekunder yang dicari - = tidak mengandung metabolit sekunder yang dicari

Beberapa senyawa terpenoid khususnya kelompok senyawa seskuiterpen telah diketahui bersifat antijamur. Senyawa seskuiterpen jenis risitindan lubimin merupakan senyawa fitoaleksin utama yang mengendalikan infeksi jamur pada umbi kentang (Kúc 1995). Seskuiterpen lakton jenis niveusin B, ethoxyniveusin B, dan leptocarpin yang diisolasi dari spesies-spesies Helianthus merupakan senyawa fungisidal (Spring et al., 1982). Senyawa tomentosin merupakan senyawa terpenoid jenis sesquiterpen lakton yang merupakan senyawa pertahanan (defensive compounds) yang dapat melindungi tumbuh-tumbuhan terhadap berbagai herbivora dan pengganggu alami lainnya, seperti bakteri, jamur, moluska, serangga dan mamalia (Rodriguez et al., 1976; Picman, 1986; Schmidt, 1999). Senyawa farnesol mampu menghambat pembentukan tabung kecambah jamur Candida

albicans (Hogan et al., 2004; Wang et al., 2004). Zhang et al.(2011) melaporkan bahwa senyawa farnesol pada konsentrasi 300 µM mampu menghambat pembentukan tabung kecambah jamur C. albicans sampai 60%. Yang et al.(1999) melaporkan bahwa senyawa caryophyllene oxide pada konsentrasi 5% mampu menghambat 100% pertumbuhan jamur Trychophyton rubrum, T. mentagrophytes var. mentagrophytes, dan T. mentagrophytes var. interdigitale. Tomentosin yang diisolasi dari Dittrichia viscosamampu menunjukkan aktivitas anti-jamur secara in vitro (Mamoci et al., 2011). Senyawa tomentosin yang diisolasi dari Inula viscosa mampu menghambat pertumbuhan jamur Plasmopara viticola (Cohen et al., 2006). Senyawa terpenoid jenis xanthatin, xanthinin, dan 8-epi-xanthatin yang diisolasi dari Xanthium stumarium juga menunjukkan aktivitas antijamur (Nibret et al., 2011).

KESIMPULAN

Hasil eksplorasi spesies tumbuhan yang bersifat antijamur terhadap jamur C. verruculosa diperoleh 4 spesies tumbuhan yang menunjukkan aktivitas antijamur dengan sangat kuat, yaitu spesies Allamanda cathartica, Tamarindus indica L., Michelia champaca, dan Pangium edule Reinw. Keempat ekstrak ini mengandung senyawa metabolit sekunder jenis terpenoid.

SARAN

Adanya empat spesies tumbuhan yang menunjukkan aktivitas antijamur dengan sangat kuat terhadap jamur C. verruculosa penyebab penyakit bercak daun pada tanaman padi, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi dan memformulasikan bahan aktif yang terkandung agar diperoleh bahan baku fungisida nabati pengendali penyakit bercak daun pada tanaman padi.

DAFTAR PUSTAKA

Bawa, I G. A. G. 2019. “Senyawa Aktif dan Aktivitas Fungisida Ekstrak Kulit Kayu Cempaka Putih   (Michelia   alba)

Terhadap Jamur Curvularia verruculosa Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Padi    (Oryza    sativa

L.)”(Disertasi). Denpasar: Universitas Udayana.

Cohen, Y., Wang, W., Ben-Daniel, B.H., and Ben-Daniel, Y. 2006. Extracts of Inula viscosa Control Downy Mildew of Grapes Caused by Plasmopora viticola. The American Phytopathological Society 96(4): 417-424.

Hogan, D. A., Vik, A.and Kolter, R. 2004. A Pseudomonas      aeruginosaquorum

sensing molecule influences Candida albicans morphology.Mol Microbiol, 54: 1212–1223.

Kuc, J. 1995. Phytoalexins, Stress Metabolism, and Disease Resistance in Plants. Annu. Rev. Phytopathol 33: 275-297.

Mamoci, E., Cavoski, I., Simeone, V., Mondelli, D., Al-Bitar, L., and Caboni, P. 2011. Chemical Composition and In Vitro Activity of Plant Extracts from Ferula communis and Dittrichia viscosa

Against Postharvest Fungi. Molecule 16: 2609-2625.

Nibret, E., Youns, M., Krauth-Siegel, R.L., and Wink, M. 2011. Biological Activities of Xanthatin from Xanthium stumarium Leaves. Phytother. Res 25: 1883-1890

Picman, A.K. 1986. Biological Activities of Sesquiterpene Lactones. Biochem. Syst. Ecol. 14: 255-281.

Rodriguez, E., Towers, G.H.N., and Mitchell, J.C. 1976. Biological Activities of Sesquiterpene Lactones. 15: 1573-1580.

Rout, S., and Tewari, S.N. 2012. Fungitoxic Spectrum of Amalaba Against Fungal Pathogens in Rice Under In Vitro. J. Biopest. 5: 161-167.

Schmidt, T.J. 1999. Toxic Activities of Sesquiterpene Lactones: Structural and Biochemical Aspects. Curr. Org. Chem. 3: 577-608.

Spring, O., Albert, K., Hager, A. 1982. Three Biologically Active Heliangolides from Helianthus annuus. Phytochemistry. 21(10): 2551-2553).

Wang, L.H., He, Y., Gao, Y., Wu, J. E., Dong, Y.H., He, C., Wang, S. X., Weng, L.X., and Xu, J.L. 2004. A bacterial cell– cellcommunication signal with crosskingdom structural analogues. Mol Microbiol. 51: 903–912.

West, J.S., Bravo, C., Oberit, R., Lemaire, D., Moshou, D., McCartney, H.A. 2003. The Potential of Optical Canopy Measurement for Targeted Control of Field Crop Diseases. Annual Review of Phytopathology 41: 593–614.

Yang, D., Michel, L., Chaumont, J.P and Millet-Clerc, J. 1999. Use of caryophyllene oxide as an antifungal agent in an in vitro experimental model of onychomycosis. Mycopathologia. 148: 79–82,

Yoon, M.Y., Cha, B., Kim, Jin-Cheol. 2013. Recent Trends in Studies on Botanical Fungicides in Agriculture, Plant Pathol J. 29: 1–9.

Zhang, Y.Q., Cai, C., Yang, Y.X., and Weng, L. 2011. Blocking of Candida albicans biofilm formation bycis-2-dodecenoic acid and trans-2-dodecenoic acid. Journal of Medical Microbiology. 60: 1643–1650.

11