DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2019.v13.i02.p15

p-ISSN 1907-9850 e-ISSN 2599-2740


SPESIASI DAN BIOAVAILABILITAS LOGAM BERAT Cu DAN Zn DALAM TANAH PERTANIAN ORGANIK DAN ANORGANIK

N. W. B. S. Devi*, I M. Siaka, dan K. G. D. Putra

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pertanian di Indonesia secara umum cenderung memanfaatkan agrokimia untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, namun tanah maupun produknya dapat tercemar khususnya oleh logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan logam total, spesiasi, dan bioavailabilitas Cu dan Zn dalam tanah pertanian organik dan anorganik di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar. Metode ekstraksi bertahap digunakan untuk melepaskan ikatan logam berat tersebut dalam setiap komponen tanah dan penentuan konsentrasi logamnya dilakukan dengan menggunakan AAS. Berdasarkan kandungan logam total Cu dan Zn baik tanah organik maupun anorganik tersebut masih tergolong sebagai tanah yang belum tercemar karena kandungannya berada jauh di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 45,3922 mg/kg Cu dan 47,7645 mg/kg Zn pada tanah organik dan 48,9121 mg/kg Cu dan 49,9474 mg/kg Zn pada tanah anorganik. Tanah organik dan anorganik dengan fraksi EFLE (easly, freely,leachable, and exchangeable), reducible, oxidisable, dan resistant yang berasosiasi dengan logam berturut-turut yaitu F4>F3>F2>F1 untuk Cu dan F4>F3>F1>F2 untuk Zn. Bioavailabilitas Cu dan Zn dalam tanah organik berturut tutut: 10.52-23,79% dan 3,797,21% bioavailable, 10.03-25.50% dan 14.99-32.68% berpotensi bioavailable, 38,64-63,19% dan 41.20-60.28% non bioavailabel. Sementara pada tanah anorganik:18,31-32.63% dan 4.54-7,85% bioavailable, 9,86-13,85% dan 15,26-32.55% berpotensi bioavailable, 40,20-59,14% dan 42,84-58,26% non bioavailable. Dengan demikian, kedua jenis tanah pertanian tersebut tidak berbahaya jika digunakan untuk menanam berbagai jenis padi.

Kata Kunci : bioavaibilitas, Cu dan Zn, spesiasi, tanah pertanian

ABSTRACT

Agriculture in Indonesia generaly applies agrochemical to improve the quality and quantity of the products, but the impact is, both lands and their products could be contaminated by pollutans especially heavy metals. This study aimed to determine the total metals, speciation, and bioavailability of Cu and Zn in organic and inorganic agricultural soils in Blahbatuh District, Gianyar Regency. The sequential extraction method was performed to release the bonds of heavy metals in each soil component and the determination of the metal concentration was carried out using AAS. The total metals of Cu and Zn in both organic and inorganic soils indicated that both type of soils were still classified as uncontaminated soils because the metal contents were below the maximum limit allowed. The total contents of Cu and Zn in the organic soil were of 45.3922 mg/kg and 47.7645 mg/kg, respectively, while Cu and Zn in the inorganic soil were 48.9121 mg/kg and 49.9474 mg/kg, respectively. Fractination in the organic and inorganic soil EFLE (easly, freely,leachable, and exchangeable), reducible, oxidisable, dan resistant including F4> F3> F2> F1 for Cu and F4> F3> F1> F2 for Zn. The bioavailability of Cu and Zn in the organic soils were 10.52-23.79% and 3.79-7.21% bioavailable, 10.03-25.50% and 14.9932.68% potentially bioavailable, 38.64-63.19% and 41.20- 60.28% non bioavailable, while in the inorganic soil and were 18.31-32.63% and 4.54-7.85% bioavailable, 9.86-13.85% and 15.26-32.55% potentially bioavailable, and 40.20-59.14% and 42.84-58.26% non bioavailable. Consuquenthy, both types of the agricultural soils would be safe for planting various types of rice.

Keywords: bioavailability, Cu and Zn, speciation, agricultural soil

PENDAHULUAN

Pertanian merupakan salah satu mata pencarian penduduk Indonesia yang utama, karena Indonesia memiliki kekayaan alam

yang melimpah dan tanah yang subur sehingga sektor pertanian berkembang pesat. Walaupun tanah pertaniannya subur, namun pengolahannya, para petani cenderung mengaplikasikan agrokimia (pupuk anorganik

dan pestisida sintetis) untuk meningkatkan hasil pertaniannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Hampir semua petani di Indonesia mengendalikan hama dengan mengaplikasikan pestisida seperti insektisida organofosfat hingga 59 % (Departemen RI 2009). Dampak negatif penggunaan Agrokimia dapat menimbulkan pencemaran logam berat, karena agrokimia banyak mengandung logam berat dan logam berat ini akan masuk ke dalam tanah dan terakumulasi sehingga terjadi pencemaran tanah. Cemaran logam berat seperti Cu dan Zn dalam tanah dapat mengakibatkan tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut dapat terkontaminasi oleh logam berat tersebut, karena bioavailabilitasnya.

Selain pupuk anorganik, pupuk organikpun dapat meningkatkan cemaran logam berat. Pemberian nutrisi melalui aplikasi pupuk organik yang berasal dari kotoran sapi secara berlebihan dengan jangka waktu lama dapat meningkatkan kandungan logam berat Cu dan Zn (Widaningrum, dkk, 2007). Alloway dan Ayres (1997) juga menyatakan bahwa kotoran babi dapat mengandung logam berat Cu dan Zn yang tinggi berturut-turut berkisar 300-2000 mg/kg dan 200-1500 mg/kg. Residu pestisida dalam tanah juga banyak mengandung logam berat ( Widowati, 2008) seperti As, Cu, Co, Cr, Cd, Fe, Hg, Mn, Ni, Pb, dan Zn dan jika logam berat tersebut mengkontaminasi buah dan sayuran, maka sangat berbahaya jika dikonsumsi (Priyoni, 2006).

MATERI DAN METODE

Bahan

Tanah organik, anorganik, akuades, asam nitrat, asam asetat, asam klorida, hidroksilamin klorid, hidrogen peroksida, logam Cu, Zn. Semua bahan yang digunakan memiliki derajat proanalisis.

Peralatan

Sendok plastik, plastik polietilen, oven, mortar, ayakan ukuran 63 µm, neraca analitik, penggojog (shaker), sentrifuge, pH meter, ultrasonic bath, dan seperangkat alat gelas, dan instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), Shimadzu A.7000.

Cara Kerja

Lokasi Pengambilan Sampel

Sampel tanah diambil pada 4 lahan yaitu 2 lahan pertanian organik dan 2 lahan pertanian anorganik. Setiap lahan sawah diambil tanah pada tiga petak lokasi yaitu pada Hilir, Hulu dan tegah, setiap petak dibagi 5 titik sampel, Sampel tanah diambil menggunakan sendok plastik, kemudian dimasukkan ke dalam plastik kantong polietilen. Sampel diambil pada kedalaman 0-20 cm sebanyak 500 gram. tanah pada setiap titik sampling.

Perlakuan Sampel Tanah

Sampel yang telah terkumpul dibawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut. Sampel tanah organik dan tanah anorganik di masukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu tidak lebih dari 600C, sehingga diperoleh berat konstan. Sempel tanah yang sudah kering kemudian digerus dan diayak dengan ayakan 63 µm. Sampel tanah yang akan dianalisis adalah sampel tanah yang berukuran ≤ 63 µm (Siaka et al., 2006).

Pembuatan Larutan Standar Cu dan Zn

Larutan induk Cu dan Zn 100mg/L dibuat dengan menimbang sebanyak 0.249. 5 g CuSO4.5H2O, dan 0,315 g Zn(NO3)2.7H2O kemudian dilarutkan dengan HNO3 0,01 M dan diencerkan hingga volume 100 mL. Larutan standar Cu konsentrasi 0, 1, 2, 4 ppm dan Zn 0, 0.25, 0.5 dan 1 ppm Masing masing larutan standar diukur dengan AAS untuk pembuatan kurva kalibrasi.

Ekstraksi Tahapan 1 (Fraksi Easly, Freely, Leachable, and Exchangeable).

1 g tanah dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi, ditambahkan 40 mL CH3COOH 0,1 M. Campuran di gojog selama 2 jam, disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm 10 menit, Lapisan cairan yang terbentuk didekantasi ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan HNO3 0.01 M sampai tanda batas. Sempel dianalisis dengan AAS. Residu digunakan untuk ekstraksi tahap II.

Ekstraksi Tahapan II (Fraksi Mn dan Fe Oksida).

Residu pada ekstraksi tahap I ditambahkan 40 mL NH2OH.HCl 0,1 M campuran di asamkan hingga pH 2 dengan asam nitrat. Campuran digojog selama 2 jam, disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm 10 menit. Cairannya di dekantasi dan diencerkan dalam labu ukur 50 mL menggunakan HNO3 0.01 M sampai tanda batas. Sampel dianalisis dengan AAS.

Ekstraksi Tahapan III (Fraksi Organik dan Sulfida).

Residu fraksi II ditambahkan 10 mL H2O2 8,8 M dan ditutup dengan kaca arloji, campuran sampel didiamkan pada suhu ruangan selama 1 jam sambil sekali-sekali dikocok. Campuran dipanaskan pada suhu 850C selama 1 jam dalam penangas air. Perlakuan di ulang kembali dengan penambahan hydrogen peroksida dengan pemanasannya. Campuran didinginkan, ditambahkan dengan 20 mL CH3COONH4 1M, campuran di asamkan dg asam nitrat hingga pH 2, campuran di gojok 2 jam dan di sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm 10 menit. Cairannya didekantasi ke dalam labu ukur 50 mL, dan di encerkan dengan akuades hingga tanda batas. Larutan dianalisis menggunakan AAS.

Ekstraksi Tahapan IV (Fraksi Resistant)

Residu tahap III ditambahkan 10 mL reverse aquaregia (campuran HNO3 dan HCl (3:1)). Campuran didigesti dengan ultrasonic bath selama 45 menit pada suhu 600C. campuran dipanaskan pada hotplate selama 45 menit pada suhu 1400C. Hasil digesti ditambah akuades sekitar 30 mL dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambah akuades hingga tanda batas. Semua larutan dari hasil ekstraksi diukur konsentrasi logam Cu dan Zn nya menggunakan AAS pada panjang gelombang 324,7 nm Cu dan 213,9 nm untuk logam Zn. Penentuan konsentrasi dilakukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi standar (Siaka et al., 2006). Selanjutnya kandungan tiap fraksi dihitung menggunakan rumus:

M= CXVXf B

Logam total dari Cu dan Zn dihitung dengan cara menjumlahkan kandungan setiap fraksinya ( fraksi 1-4).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Kalibrasi Larutan Standar

Gambar 1. Kurva kalibrasi standar logam Cu

Gambar 2. Kurva kalibrasi standar logam Zn

Persamaan regresi linier untuk logam Cu yaitu y = 0.1894x + 0.0054 dengan nilai regresi (R2) = 0,9998 dan persamaan regresi linier logam Zn yaitu y = 0.7587x + 0.0074 dengan nilai regresi (R2) = 0,9992. Kurva kalibrasi logam Cu dan Zn ditunjukkan oleh Gambar 4.1 dan 4.2

Nilai regresi kurva kalibrasi yang diperoleh menunjukkan linearitas yang cukup, karena memiliki nilai > 0,9970, sehingga absorbansi logam setiap sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan regresi liniernya. Nilai regresi ini sesuai pendapat Chan et al.,(2004) bahwa linieritas kurva kalibrasi yang baik dan valid memiliki nilai regresi (R2) minimal 0,9970 . Hasil dari persamaan regresi linier pada Gambar 4.1 dan 4.2 digunakan untuk menghitung konsentrasi logam Cu dan Zn pada masing-masing fraksi. Dengan menghitung konsentrasi setiap fraksi dan menjumlahkannya maka didapatkan konsentrasi Cu dan Zn total pada tanah organik dan anorganik.

Kandungan Cu total Tanah Organik dan Anorganik

Kandungan rata-rata logam Cu dalam tanah Organik dan anorganik berkisar 35,175446,9754 mg/kg dan 44,5033-52,4543 mg/kg Kisaran ini masih berada dalam kategori tidak tercemar, seperti tanah yang sudah dinyatakan tercemar oleh GLC (the former greater London council) bahwa katagori tidak tercemar untuk logam Cu berkisaran 0-100 mg/kg (Alloway,1990). Ini berarti bahwa tanah pertanian organik tersebut belum dikatakan tercemar baik oleh Cu. Secara umum kandungan Cu total dalam tanah anorganik lebih tinggi dibandingkan dengan tanah organik, seperti grafik yang disajikan pada Gambar 3.

Keterangan : H= Hulu; T= Tengah; HI= Hilir

Gambar 3. Perbedaan kandungan logam Cu total pada tanah pertanian organik dan anorganik

Menurut Jones et al (1991) tidak semua unsur hara dapat diserap tanaman karena tanaman umumnya menyerap lebih dari 50 unsur, berarti sekitar 70% unsur- unsur ini bukan hara tanaman. Berdasarkan bobot kering (mg/kg) kebutuhan unsur hara tanaman terhadap logam-logam Cu < Zn yang berkisaran 6-20 mg/kg.

Kandungan logam Cu pada tanah organik yang diperoleh pada penelitian ini sudah memenuhi persyartan, dimana kebutuhan unsur hara tanaman dalam bobot kering maksimal 20 mg/kg (Jonnes et al., 1991). Walaupun unsur hara Cu dan Zn yang diperoleh lebih tinggi dari batasan maksimal yang ditentukan, namun tidak semua logam Cu dan Zn total tersebut bioavailable. Kekurangan Cu pada tanaman akan mengakibatkan daun tanaman layu. Defisiensi Cu tanaman terjadi lebih sering pada tanah organik dan tanah berpasir dengan

intensitas pelinding yang tinggi karena logam Cu cenderung terikat pada bahan organik. Hal ini juga dapat terjadi pada logam Zn, namun afinitas Zn terhadap organik lebih keci dari pada Cu.

Kandungan Zn Total dalam Tanah Organik dan Anorganik

Konsentrasi rata-rata logam Zn dalam tanah organik anorganik 1 dan 2 berkisaran 40,2590-49,8446 mg/kg dan 43,5953-54,1797 mg/kg. Kandungan logam Cu dan Zn total pada tanah anorganik berada dalam kisaran logam yang belum tercemar, sesuai dengan persyaratan GCL (the former greater London council) untuk logam Zn yang belum mengalami pencemaran berkisaran 0-250 mg/kg (Alloway,1990). Kandungan logam yang diperoleh dari tanah anorganik lebih tinggi dibandingkan pada tanah pertanian organik yang di klaim sudah berlangsung selama 2 tahun. Perbedaan kandungan Zn total dalam ke dua jenis tanah pertanian tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Kisaran kandungan logam yang diperlukan oleh tanaman dalam penyerapan unsur hara untuk logam Cu dan Zn adalah 6-20 mg/kg, dan pada tanah anorganik kandungan logamnya sudah melebihi ambang batas kebutuhan tanaman, sehingga tidak akan terjadinya defisiensi logam Zn pada tanah anorganik.

  • ■    Anorganik ■ Organik

Keterangan : H= Hulu; T= Tengah; HI= Hilir

Gambar 4. Perbedaan kandungan logam zn total pada tanah pertanian organik dan anorganik

Bioavailabilitas Logam Cu dan Zn dalam Tanah Organik dan Anorganik

Spesiasi dan Bioavailabilitas logam berat Cu dan Zn dapat ditentukan melalui proses ekstraksi bertahap. Berdasarkan spesies logam Cu dan Zn dapat ditentukan logam-logam yang

bioavailable, berpotensi bioavailable, dan non bioavailable. Hasil dari tahapan tahapan tersebut berupa konsentrasi masing-masing fraksi, Konsentrasi masing-masing fraksi tersebut dijumlahkan untuk menghitung konsentrasi total, dan selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan persentase logam terekstraksi pada setiap fraksi.

  • ■    Cu(%) ≡Z∏ (%)

30 25 - 20 ⅛ 15 & 10 5 0

ol o2 al a2


Keterangan : o = organic; a = anorganik.

Gambar 5. Persentase Cu dan Zn pada fraksi 1 (EFLE)

Tahapan pertama ekstraksi bertahap menggunakan larutan asam asetat untuk mengekstraksi logam-logam yang mudah terionisasi, terkikis, mudah tertukarkan, dan yang berikatan dengan karbonat tanpa merusak spesies yang lain. fraksi 1 juga merupakan fraksi yang sangat labil sehingga logam pada fraksi ini akan bersifat bioavailable atau bersifat toksik. Pada fraksi 1 senyawa logam yang larut dengan air dan asam lemah, akan membentuk ion, dan yang cenderung berupa senyawa karbonat maupun ionik (Gasparatos et al., 2005). Tanah pertanian organik dengan % ekstraksi pada tahap 1 untuk logam Cu berkisar 10,52-23,79% dan tanah pertanian anorganik berkisar 18,31-32,63%. Persentase logam Zn dalam tanah organik dan anorganik yang terekstraksi pada tahap ini berturut-turut pada sasaran 3,66-7,21% dan 4,54-7.58% dan persentse fraksi ini terendah dibanding fraksi-fraksi lainnya. Ini berarti bahwa logam Zn yang bioavailabel dari kedua jenis tanah tersebut tidak lebih dari 6% dari logam totalnya. Akan tetapi % Cu yang bioavailable lebih tinggi dari pada Zn yaitu sekitar 3-4 kali Zn seperti gambar yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Zn yang tersedia atau bioavalabel berada pada kisaran yang dibolehkan (6-20 mg/kg), sedangkan Cu dalam tanah anorganik di atas batas maksimum yang diperbolehkan (Jonnes et al., 1991). Ini mengindikasikan bahwa baik Cu maupun Zn kemungkinan besar tidak menyebabkan tanaman yang tumbuh pada tanah organik mengalami kelebihan kontaminasi Cu dan Zn, kecuali pada tanah anorganik yang Cu bioavailabelnya di atas 20 mg/kg

Keterangan : o = organic; a = anorganik.


Gambar 6. Persentase Cu dan Zn pada fraksi 2 (reducible)

Fraksi 2 diperoleh dari ekstrak menggunakan Hydroxylamine hidro klorida yang berfungsi untuk mengekstrak logam-logam secara potensial dapat direduksi oleh reduktor kuat yang terikat pada lapisan oksida Mn/Fe. Logam – logam yang terikat dengan Mn/Fe oksida atau hidroksida akan mudah lepas ketika direduksi dengan asam pada keadaan tertentu (Tersier et al, 1979). Logam yang terekstrak dari tahapan ini dapat berpotensi bioavailable. Logam-logam yang terikat pada fraksi 2 cendrung lebih kuat dan stabil dari fraksi 1, stabilitas ikatan ini akan lepas jika keadaan potensial redox (Eh) dalam tanah rendah sehingga logamnya dapat lepas membentuk ion. (Gasparatos et al, 2005). Berbeda dengan fraksi 1, persentase Cu yang terikat pada Fe/Mn oksida pada kedua jenis tanah lebih rendah dibandingkan dengan Zn. Spesies Cu yang bersifat reducible ini tidak lebih dari 13% dalam ke dua jenis tanah tersebut, sedangkan Zn sekitar 18% berada dalam fraksi reducible (Gambar 6)

Keterangan : o = organic; a = anorganik

Gambar 7. Persentase Cu dan Zn pada fraksi 3 (oxidisable)

Fraksi 3 diperoleh dengan mengekstraksi tanah dengan oksidator kuat hydrogen peroksida untuk melepaskan ikatan-ikatan logam berat yang berasosiasi atau terikat pada senyawa organik dan sulfida. Rata-rata persentase terekstraksi logam berat Cu pada tanah organik lebih tinggi dibandingkan pada anorganik seperti terlihat pada Gambar 4.7. Ini membuktikan bahwa tanah pertanian yang diklaim sebagai tanah organik cukup masuk akal karena Cu lebih bnyak terikat pada tanah yang mengandung bahan organik, sebab Cu mempunyai afinitas lebih besar terhadap bahan organik. Berbeda dengan Zn, terlihat bahwa baik pada tanah organik maupun anorganik Zn terikat hampir sama. Fraksi 3 dikatakan sebagai fraksi oxidizable, namun logam-logam yang terikat pada fraksi 3 cenderung lebih stabil dari fraksi 2 dan ikatan ini dapat terdegradasi oleh keberadaan oksidator kuat di lingkungan logam-logam Cu dan Zn pada fase ini merupakan logam yang berpotensi bioavailabel persentase Cu yang terekstraksi dari tanah organik lebih besar pada tanah anorganik,, maka dapat dikatakan bahwa tanah pertanian organik yang sudah berlangsung selama 2 tahun dapat memiliki kandungan organik yang lebih besar. Keberadaan organik yang lebih besar, Keberadaan organik yang cukup tinggi pada tanah dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk organik, namun pada kenyataannya, kandungan C-organik pada tanah organik justru lebih rendah disbanding C-organik pada tanah anorganik.

Siaka (2016) melaporkan bahwa konsentrasi logam Cu tertinggi sekitar 40% (32.42-46,73%) terikat pada fraksi 3. Fasa organik dan sulfida, dapat mengikat dan menyerap Cu dalam tanah lebih banyak karena afinitas Cu sangat kuat terhadap organik (Reichman,2002). Rata- rata persentase logam

Zn yang terekstraksi dari tanah organik dan anorganik berada pada kisaran 22,58-25,36% dan 21,33-25,90% (Gambar 7). Logam Zn yang berasosiasi dengan fasa organik baik pada tanah pertanian organik maupun anorganik terlihat sama sehingga keberadaan spesies organik/sulfida lebih besar. Hal ini dapat dikatakan bahwa yang di klaim sebagai tanah organik ternyata masih dipengaruhi oleh residu pupuk anorganik, karena tanah ini baru 2 tahun mengalami peralihan. Tanah organik memiliki sifat yang sepenuhnya organik minimal selama 6 tahun (Diara, 2015).

Gambar 8. Persentase Cu dan Zn pada fraksi 4 (resistant)

Fraksi 4 ( Fraksi Resistant) merupakan fraksi yang paling stabil dan paling sulit diekstraksi dalam tanah. Logam-logam yang ada pada fraksi ini merupakan logam yang terikat pada mineral-mineral primer dan silikat. Logam-logam pada fraksi ini dapat diekstraksi melalui proses digesti dengan reverse aquaregia pada ultrasonic bath dan hot plate. Dengan demikian, logam-logam yang berasosiasi pada fraksi ini merupakan fase inert dan tidak mungkin menjadi ion, sehingga logam tersebut bersifat non bioavailable. Spesies logam Cu dan Zn pada fasa ini bukan berasal dari pencemaran dari aktivitas manusia. Spesies pada fase 4 ini merupkan fraksi yang paling tinggi diantara fraksi-fraksi yang lainnya. Rata-rata persen ekstraksi Cu dan Zn pada kedua jenis tanah ini terlihat hampir sama seperti yang disajikan pada gambar 8

Persen ekstraksi logam Cu tanah organik dan anorganik berkisaran 50,02-53,77% dan 49,12-57,01% dan logam Zn yaitu 51,8355,20% dan 51,23-56,66%. berdasarkan hasil tersebut ini berarti, tidak kurang 55% dari logam total baik Cu maupun Zn terikat kuat dalam mineral kuat atau sebagai silikat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa logam-logam ini berasal dari alam seperti

pelapukan bebatuan sehingga tidak perlu di khawatirkan terjadinya kontaminasi hasil pertanian karena bersifat non bioavailable (tidak tersedia oleh hayati), dan sumber pencemaran pada fraksi ini berasal dari alam (Yap et al, 2003).

Secara umum pola penyebaran spesiasi logam pada tanah Organik adalah F4 > F3 > F2 > F1 untuk logam Cu, F4 > F3 > F1 > F2 untuk Zn dan lahan pertanian Anorganik F4 > F3 > F2 > F1 untuk logam Cu, F4 > F3 > F1 > F2 untuk Zn. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa logam terikat lebih banyak pada fraksi sisa atau resistan dan yang paling sedikit terikat padal fraksi 1 EFLE.

Bioavailabilitas logam berat Cu dan Zn dapat dilihat dari spesies-spesies logam tersebut yang berasosiasi pada fase masing-masing fraksinya. Logam yang bioavailable adalah spesies yang berada pada fraksi 1 (EFLE), logam yang berpotensi bioavailable adalah spesies-spesies yang berasosiasi pada fraksi Fe/Mn oksida dan fraksi organik/sulfida, dan logam yang tidak bioavailable adalah spesies-spesies logam yang terdapat pada fraksi resistant (F4).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Konsetrasi rata-rata logam berat Cu dan Zn total pada tanah pertanian yang diperoleh berturut-turut 37,6990-45,3922 mg/kg dan 44,7237-47,7648 mg/kg pada tanah organik dan 47,1440-48,9121 mg/kg dan 45,273349,9474 mg/kg pada tanah anorganik. Kedua jenis tanah pertanian tersebut dikatagorikan belum tercemar.

Spesiasi Cu dan Zn dalam tanah baik tanah organic maupun anorganik didominasi oleh spesies resistant dan terkecil adalah spesies EFLE untuk logam Cu dan reducible untuk Zn dengan urutan sebagai berikut F4>F3>F2>F1 untuk Cu dan F4>F3>F1>F2 untuk Zn.

Logam Cu dan Zn yang bioavailable, berpotensi bioavailable dan non bioavailabel berturut-turut 16,04-22,67% dan 5,02-5,05%; 10,55-17,22% dan 17,20-25,36%; 50,0253,77% dan 51,83-55,20% pada tanah organik dan 20,43-27,73% dan 5,11-6,04%; 10,53-

12,21% dan 16,84-25,90%; 49,12-57,01% dan 51,23-56,66% pada tanah anorganik.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spesiasi dan bioavailabilitas logam Cu dan Zn dan logam berat lainnya pada tanah pertanian organik yang sudah bersertifikasi organik untuk menentukan penurunan tingkat bioavailability logam berat tersebut terhadap lama waktu penggunaan sebagai tanah pertanian organik.

UCAPAN TERMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini, baik pada saat penulisan dan publikasi jurnal.

DAFTAR PUSTAKA

Alloway, B. J. 1990. Heavy Metal in Soil. New York: John Willey and Sons Inc .

Alloway, B. J. and Ayres, D. J. 1997. Chemical Principles of Environmental Pollution 2nd ed, UK: Blackie Academic & Professional. 5-46.

Diara, I. W. 2015. Sekuestraksi Karbon Organik, Kualitas Tanah dan hasil Padi (Oryza sativa L.) pada Sistem Pertanian Organik dan Konvensional. Disertasi, Pascasarjana Universitas udayana, Denpasar Bali.

Depkes. 2009. Pengenalan dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Gasparatos, D., Haidouti, C., Ardinopoulos, F., and Areta, O. 2005. Chemical Speciation and Bioavailability of Cu, Zn and Pb in Soils from The National Garden of Athens, Greece. Proceedings of the 9Th International Conference on Enfiromental Sciece and Technology,  Rhodes Island.

Geece, 1-3 September, A-438-A-444.

Jones, J. B, Wolf, B, Mills, H. 1991. Plant analysis Hand Book. United State of Amarika: Micromakro Publishing, Inc.

Priyono, J. 2006. Kimia Tanah, Mataram: Mataram University Press.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002, Ilmu Kesuburan Tanah, Yogyakarta: Kanisius.

Siaka, M., C. M. Owens, G. F. Birch. 2006. Evaluation of some digestion methods for the determination of heavy metals in sediment samples by flame-AAS. Analyitcal letters. 31(4) : 703-718.

Siaka, M. 2016. Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Berat dalam Tanah dan Akumulasinya dalam Sayuran Sebagai dasar Penentuan Tingkat Aman Konsumsi. Disertasi. Pascasarjana Universitas Udayana, Falkutas Pertanian. Denpasar Bali.

Steinfeld, H., Gerbe, P., Wassena, T., Castel, V., Rosales V., de Haan, C. 2006. Livestock’s Long Shadow: Environmental Issues and Options, FAO. Pp.90-91.

Steven, R. T., Somasco, O. A., Mary, K., Friedman, D. 1994. Conventional Low-Input and Organic Farming Systems Compared. California agriculture, 48(5):14-19.

Tersier, A., Campbell, P. G. C. and Bisson, M. 1979. Sequential Extraction Procedure for the Speciation of Particulate Trace Metals. Analitical Chemistry, 51 (7): 844-851.

Yap, C. K., Ismail, A., dan Tan, S. G. 2003. Concentration, Distribution and Geochemical Speciation of Copper in Surface Sedimen of the Strait of Malacca. Pakistan Journal of Biological Science, 6(12): 1021-1026.

Widaningrum, M., dan Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran Dan Alternatif Pencegahan Cemarannya, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, (3): 1-12.

Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi.

220