SKRINING AWAL ANTITUMOR MELALUI PENDEKATAN UJI TOKSISITAS KANDUNGAN SENYAWA DALAM EKSTRAK n-HEKSANA RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)
on
ISSN 1907-9850
SKRINING AWAL ANTITUMOR MELALUI PENDEKATAN UJI TOKSISITAS KANDUNGAN SENYAWA DALAM EKSTRAK n-HEKSANA RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)
Wiwik Susanah Rita, I G. A. Gede Bawa, dan Ni Luh Putu Lilis Wirastiningsih
Jurusan kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
ABSTRAK
Isolasi dan identifikasi senyawa sitotoksik dari ekstrak n-heksana rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) telah dilakukan. Ekstraksi dilakukan dengan teknik maserasi. Pemisahan senyawa dilakukan dengan penyabunan untuk memisahkan lemak yang bisa disabunkan dengan lipid yang lain, pemisahan dan pemurnian selanjutnya dilakukan dengan teknik kromatografi. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina L., sedangkan analisis isolat paling toksik dilakukan dengan Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GC-MS).
Ekstraksi 1700 g serbuk kering rimpang temu putih dihasilkan 39,68 g ekstrak pekat n-heksana. Hasil uji toksisitas ekstrak n-heksana dengan larva udang Artemia salina L. diperoleh nilai LC50 sebesar 79,43 ppm. Penyabunan ekstrak kental n-heksana menghasilkan 9,18 g fase n-heksana dan 137,38 g fase air. Hasil uji toksisitas menunjukkan lapisan ekstrak n-heksana memiliki harga LC50 paling kecil yaitu 17,78 ppm. Fase aktif selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan dengan kromatografi kolom gradien dan diperoleh 11 fraksi. Fraksi 11 merupakan fraksi yang paling toksik dengan nilai LC50 3,8 ppm. Hasil kromatografi kolom diperoleh 2 kelompok fraksi (F11a dan F11b), yang mana F11b paling aktif dengan nilai LC50 3,5 ppm.
Hasil analisis dengan Kromatografi Gas Spektroskopi Massa menunjukkan isolat merupakan campuran dari senyawa : tetradekana, heksadekana, 3-metilheptadekana, oktadekana, 2-metileikosan, normal-dokosan, dan heneikosan.
Kata kunci : Toksisitas, Temu Putih, Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe, Artemia salina L.
ABSTRACT
Isolation and identification of cytotoxic compounds from n-hexane extract of white turmeric rhizomes (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) has been performed. Extraction was done by maceration technique. Saponification reaction was applied to separate the fat with another lipid, separation and purification was then performed by chromatographic techniques. Toxicity tests performed by the method of Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) using Artemia salina L. larvae, while the analysis of the most toxic isolates were performed by Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS).
Extraction of 1700 g of dried white turmeric rhizome powder produced 39.68 g of concentrated n-hexane extracts. The results of toxicity tests with n-hexane extract of Artemia salina L. larvae was obtained LC50 values of 79.43 ppm. Saponification of n-hexane extract produced 9.18 g of n-hexane phase and 137.38 g water phase. Toxicity test indicated that n-hexane extract phase was the most toxic with the LC50 of 17.78 ppm. Then the active phase was separated and purified by gradient column chromatography and obtained 11 fractions. Fraction 11 was the the most toxic with the LC50 of 3.8 ppm. The column chromatography obtained two fractions (F11a and F11b), which F11b was the most active with LC50 of 3.5 ppm.
The analysis of isolate by Gas Chromatography Mass Spectroscopy showed a mixture of compounds: tetradecane, hexadecane, 3-methylheptadecane, octadecane, 2-methyleicosane, n-docosane, and heneicosane.
Keywords : Toxicity, White Turmeric, Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe, Artemia salina L
PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan dalam semua aspek kehidupan manusia. Keanekaragaman hayati (biodiversity) yang dimiliki Indonesia dapat digunakan sebagai pustaka kimia bahan alam (chemodiversity) yang dapat dimanfaatkan secara maksimal melalui proses isolasi senyawa aktif ataupun skrining bioaktivitasnya (Farnsworth,1966; Hariana, 2004). Obat tradisional merupakan satu bentuk nyata pemanfaatan sumber daya hayati tersebut. Pemanfaatan sumber daya hayati sebagai obat dalam pengobatan tradisional telah dikenal oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang. Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Bagian dari tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah akar, rimpang, batang, buah, dan bunga (Sriningsih, 2010; Wikipedia, 2010).
Salah satu keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg).Roscoe). Temu putih di Indonesia dikenal dengan nama temu kuning, white tumeric di Inggris, sedangkan di India dikenal dengan nama kencur atau ambhalad dan cedoaria di Spanyol (Heyne,1987). Bagian yang digunakan dalam pengobatan adalah rimpangnya. Kandungan kimia rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) terdiri dari kurkuminoid (diarilheptanoid), minyak atsiri, polisakarida, dan golongan lainnya. Rimpang temu putih banyak digunakan dalam pengobatan karena memiliki khasiat seperti antikanker dan antioksidan. Selain itu rimpang temu putih juga berkhasiat memulihkan gangguan pencernaan (dispepsia), sakit gigi, batuk, mengobati radang kulit, pencuci darah, insektisida, dan lain-lain. (Windono dkk, 2002).
Penyakit kanker merupakan salah satu ancaman yang utama terhadap kesehatan. Kanker adalah pertumbuhan sel tubuh yang tidak normal, tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol, menekan jaringan tubuh sehingga
akan mempengaruhi fungsi organ tubuh. Bila pertumbuhan ini tidak segera dihentikan dan diobati maka sel kanker akan terus berkembang (Anderson, 2001; Kartono, 2007).
Tumor adalah istilah yang sering digunakan untuk segala jenis pembengkakan atau benjolan yang disebabkan oleh apapun, baik oleh pertumbuhan jaringan baru maupun pengumpulan cairan seperti kista atau benjolan yang berisi darah akibat benturan (Dalimartha, 1999). Kanker merupakan penyakit penyebab kematian peringkat kedua di negara berkembang setelah penyakit jantung. Hal ini menyebabkan pengembangan penelitian untuk menemukan obat-obatan baru terus berkembang, bahkan dari bahan alampun banyak diteliti untuk mengobati penyakit kanker ini.
Seo et al., (2005) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang temu putih berperanan dalam menghambat penyebaran sel kanker melanoma B16, sementara Kim et al., (2005) menyatakan bahwa ekstrak air rimpang temu putih tersebut dapat digunakan untuk terapi penyakit liver kronis. Rimpang segar temu putih pada konsentrasi 50, 100, 150, dan 200 mikrogram/mL mempunyai potensi kematian sel kanker di atas 50 persen. Sedangkan untuk sediaan jadi temu putih (ZF kapsul) mempunyai potensi kematian sel kanker di bawah 50 persen pada dosis yang sama (Gklinis, 2004).
Sukmana (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak Curcuma zedoaria pada mencit jantan dapat meningkatkan jumlah sel mukosa kolon mencit yang mengalami apoptosis setelah dipapar 9,10-Dimethyl-1,2-benz-(a)anthracene (DMBA), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak temu putih dapat digunakan untuk mengobati kanker kolon.
Metode skrining awal untuk bahan-bahan yang bersifat toksik adalah dengan uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach. Metode ini sering digunakan karena mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antikanker, di samping itu, karena relatif murah, cepat, dan hasilnya dapat dipercaya. Apabila uji yang dilakukan memiliki nilai LC50 di bawah 1000 ppm, maka senyawa tersebut berpotensi sebagai antikanker (Meyer dkk,1982). Uji toksisitas terhadap ekstrak n-heksana, kloroform, dan etilasetat telah
dilakukan oleh Rita (2009) dan menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, koroform, dan etilasetat bersifat toksik dengan LC50 berturut-turut sebesar 79,43; 28,2; dan 302,0 ppm. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak kloroform bersifat paling toksik, dimana pada konsentrasi 28,2 ppm menyebabkan kematian larva sebesar 50%, dan diikuti oleh berturut-turut ekstrak n-heksana dan etilasetat.
Hasil uji pendahuluan yang dilakukan dengan skrining fitokimia menunjukkan bahwa dalam ekstrak n-heksana temu putih mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Secara kualitatif ditunjukkan dengan intensitas perubahan warna yang kuat.
Uji toksisitas dan pemisahan senyawa aktif dalam ekstrak kloroform telah dilaporkan oleh Rita et al. (2011). Sementara pemisahan senyawa dalam ekstrak n-heksana rimpang temu putih belum dilakukan.
Mengingat belum ditemukan adanya informasi mengenai senyawa aktif antitumor khususnya pada ekstrak n-heksana rimpang temu putih, maka pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi senyawa yang bersifat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach dari ekstrak n-heksana rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam ekstrak n-heksana rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) yang bersifat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). Bahan biologi untuk uji toksisitas adalah larva udang (Artemia salina Leach).
Bahan kimia yang digunakan antara lain etanol (teknis dan p.a), n-heksana (teknis dan p.a), kloroform (teknis dan p.a), etil asetat (p.a), silika gel GF254, silika gel 60, asam klorida pekat, metanol (p.a), feri klorida1%, karbon tertaklorida, asam sulfat pekat, natrium
hidroksida 10%, asam asetat anhidrat, benzena, ragi, dimetilsulfoksida, dan akuades.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi blender, pisau, toples, seperangkat alat gelas, cawan petri, akuarium, kertas hitam, plat tetes, penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator), kertas saring, pipet mikro, botol tempat sampel, plat KLT, bejana, seperangkat alat kromatografi kolom, lampu UV untuk penampak bercak noda, botol semprot, dan Kromatogarfi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)QP2010S SHIMADZU.
Cara Kerja
Rimpang temu putih yang sudah di potong-potong dikeringkan serta dihaluskan, selanjutnya dimaserasi dengan n-heksana sebanyak 5 L hingga diperoleh ekstrak kental dan diuji toksisitasnya. Proses penyabunan dilakukan dengan merefluk 10 g ekstrak kental yang dicampur dengan 14,0 g KOH dan 100 mL etanol 96%. Tujuan dari penyabunan ini ialah untuk membebaskan lemak yang terdapat pada ekstrak n-heksana. Hasil dari penyabunan yang diperoleh terdiri dari fase air dan fase n-heksana dan di uji toksisitasnya dengan Artemia salina Leach.
Fase yang paling aktif terhadap Artemia salina Leach dilanjutkan untuk uji selanjutnya yaitu uji fitokimia, kemudian dilanjutkan dengan pemisahan dengan kromatografi kolom gradien dengan perbandingan fase gerak n-heksana:kloroform (100%-0%). Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom gradien diperoleh 11 fraksi selanjutnya diuji toksisitasnya. Fraksi yang paling aktif di uji lagi dengan uji fitokimia dan dipisahkan, serta dimurnikan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan campuran dan perbandingan eluen yang berbeda.
Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom dianalisis dengan KLT untuk menggabungkan fraksi yang mempunyai pola noda dan nilai Rf yang sama. Fraksi hasil penggabungan selanjutnya di uji toksisitasnya. Fraksi yang paling aktif selanjutnya diuji kemurnian dengan KLT menggunakan berbagai campuran pelarut yang polaritasnya berbeda-beda. Identifikasi isolat aktif dilakukan dengan
uji fitokimia dan identifikasi menggunakan GC-MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebesar 1700 g serbuk rimpang temu putih dengan kadar air 12% dimaserasi dengan etanol, dan diperoleh ekstrak kental berwarna coklat sebanyak 39,68 g. Dua fase hasil penyabunan diperoleh fase n-heksan lebih toksik dengan nilai LC50 17,78 ppm, setelah dilakukan uji fitokimia dalam fase n-heksana terkandung senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, dan fenol.
Pemisahan dengan kromatografi kolom gradien diperoleh 11 fraksi dimana setelah diuji toksisitasnya fraksi 11 lebih toksik dengan nilai LC50 3,8 ppm dan senyawa yang terkandung di dalam fraksi 11 adalah alkaloid dan saponin.
Pemilihan eluen yang cocok untuk pemisahan menggunakan kromatografi kolom
pada fraksi 11 yang bersifat toksik dilakukan dengan KLT menggunakan campuran berbagai macam pelarut sebagai fase gerak (Tabel 1).
Campuran etil asetat:kloroform (1:9) memberikan pola pemisahan yang baik, sehingga eluen ini digunakan dalam pemisahan dengan kromatografi kolom dan diperoleh 131 fraksi. Hasil penggabungan fraksi dari kromatografi kolom diperoleh dua fraksi dengan nilai Rf dan pola noda yang sama yaitu fraksi 11a dan fraksi 11b, setelah diuji toksisitas fraksi 11b lebih toksik dengan nilai LC50 3,5 ppm (Tabel 2; Gambar 1). Isolat yang lebih aktif terhadap larva udang diuji kemurnian dengan KLT menggunakan berbagai macam campuran pelarut dengan polaritas yang berbeda.
Identifikasi isolat aktif dengan uji fitokimia diperoleh positif alkaloid dan saponin. Hasil analisis isolat aktif dengan GC-MS diperoleh 42 puncak (Gambar 2).
Tabel 1. Hasil pemisahan fraksi 11 dengan KLT menggunakan berbagai campuran eluen
Pengembang |
Nilai Rf (cm) |
Keterangan |
Etil asetat : kloroform (1:9) |
0,2; 0,47; 0,67 |
Noda terpisah baik |
Etil asetat : kloroform (5:9) |
0,41; 0,66 |
Noda terpisah baik |
n-heksana : kloroform (4:6) |
0,23; 0,33; 0,43 |
Bentuk noda yang dihasilkan tidak bagus |
Etil asetat : kloroform (0,5:9,5) |
0,58; 0,76; 0,9 |
Bentuk noda yang dihasilkan tidak bagus |
n-heksana : kloroform (6:4) |
- |
Tidak menghasilkan noda |
Tabel 2. Hasil uji toksisitas fraksi hasil penggabungan kromatografi kolom
Fraksi |
Jumlah larva udang yang mati setelah 24 jam |
Persentase kematian |
LC50 (ppm) | |||||||||||
0 ppm |
10 ppm |
100 ppm |
1000 ppm |
10 Ppm |
100 ppm |
1000 ppm | ||||||||
I |
II |
III |
I |
II |
III |
I |
II |
III | ||||||
Fraksi 11a |
0 |
8 |
8 |
9 |
9 |
10 |
9 |
10 |
10 |
10 |
79% |
98,3% |
100% |
3,9 |
Fraksi 11b |
0 |
8 |
9 |
9 |
9 |
10 |
9 |
10 |
10 |
10 |
84,3% |
98,3% |
100% |
3,5 |
Tabel 3. Hasil kemurnian isolat aktif secara KLT
No |
Eluen |
Jumlah Noda |
Nilai Rf (cm) |
1 |
Etil asetat : kloroform (1:9) |
1 |
0,23 |
2 |
n-heksana : kloroform (1:9) |
1 |
0,03 |
3 |
n-heksana : etil asetat : kloroform (1:2:2) |
1 |
0,73 |
4 |
n-heksana : etil asetat : kloroform (1:1:8) |
1 |
0,05 |

Konsentrasi {ppm)
Gambar 1. Grafik perhitungan LC50 ekstrak n-heksana Fraksi 11b
CluoiimoaMii EkMiak Klciofcmii Twuu Putih. UEtC GCMS⅛ιioιιData Piojetll JL1ιlOLιE⅜ 09710 ⅜g<l

Gambar 2. Kromatogram Gas Kromatografi isolat aktif ekstrak n-heksana temu putih
Hasil kromatografi menunjukkan bahwa isolate yang murni secara KLT ternyata masih mengandung banyak senyawa. Uji fitokimia terhadap isolat aktif dinyatakan mengandung senyawa alkaloid dan saponin, namun kedua senyawa ini tidak tampak saat diidentifikasi
dengan GC-MS. Senyawa ini memiliki titik didih di atas 300oC, kondisi kolom pada alat GC yang digunakan maksimal hanya 300oC. Berdasarkan kesesuaian fragmentasi MS dengan database, maka isolat aktif dari ekstrak n-heksana mengandung 8 komponen senyawa utama yaitu
asam benzoat, tetradekana, heksadekana, 3-metilheptadekana, oktadekana, 2-metileikosan, normal-dokosan, dan heneikosan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
-
1. Hasil analisis dengan GC-MS menunjukkan isolat aktif (F11b) ekstrak n-heksana temu putih (Curcuma zedoaria (Roscoe).Berg) mengandung asam benzoat, tetradekana, heksadekana, 3-metilheptadekana,
oktadekana, 2-metileikosan, normal-dokosan, dan heneikosan.
-
2. Nilai LC50 untuk isolat aktif (F11b) terhadap Artemia salina L bersifat toksik yaitu sebesar 3,5 ppm.
Saran
Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut terhadap isolat aktif ekstrak n-heksana rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Roscoe).Berg) sehingga diperoleh senyawa tunggal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana dan Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai penyandang dana serta semua pihak atas saran dan masukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson R. N, 2001, Deaths: Leading causes for 1999, National Vital Statistics
Reports. Hyattsville, Maryland, National Center for Health Statistics, 49:11
Anonim, 2008, Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.)Roscoe)., href=http://bobcatre
viewnat.bogspot.com”><img, 28 Januari 2010
Fransworth, N. R., 1966, Biological and
Phytochemical screening of Plant, J Pharm. Sci, 55, 3,225-276
Hariana, A., 2004, Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya, Seri I, Penebar Swadaya, Jakarta
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, Yayasan Sarana Wana, Jakarta
Kartono, Mohamad., 2007, Deteksi Awal Kanker, [email protected]., 18 September 2009.
Kim, D-I; Lee, T-K; Jang T-H; and Kim, C-H, 2005, The inhibitory effect of a Korean herbal medicine, Zedoariae rhizoma, on growth of cultured human hepatic myofibroblast cells, Life Sciences, 77 (Issue 8): 890-906.
McLafferty, F. W., 1998, Interprestasi Spektra Massa, Edisi Ketiga, terjemahan Sastrohamidjojo, H., Fakultas MIPA, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Mclaughlin, Jerry L., 1991, Crawn Gall Tumor on Potato Dics and Brine Srimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screning and Fractionation, Method in Plant Bioshemistry
Meyer, B. N., Ferrigni, N. R., and Mclaughlin, J.
-
L., 1982., Brine Shrimp : a convenient general biosay for active plant constituenys., Plant Medica, 45 : 31-34
Pdpersi, 2006, Temu Putih (Curcuma zedoria [Berg.]Rosc.), http//www.pdpersi.co.id./ temu putih. Akses 12/02/2008
Rita, W. S., 2009, Penapisan Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.). Medicina, 40(2): 104-108.
Rita, W. S., Swantara, I M. D, and Sumahiradewi, L. G., 2011,
Identification of Anticancer Compounds Against Myeloma and HeLa Cells from White Turmeric (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Chloroform Extract, Proceeding, The 3rd International
Conference on Biosciences and Biotechnology (not yet published)
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik
Tanaman Tingkat Tinggi, Penerbit ITB, Bandung
Sastrohamidjojo, H., 1995, Sintesis Bahan Alam, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Seo, W-G; Hwang J-C; Kang, S-K; Jin, U-H; Suh, S-J; Moon, S-K; and Kim, C-H., 2005, Suppressive effect of Zedoariae rhizoma on pulmonary metastasis of B16 melanoma cells, Journal of Ethnopharmacology, 101 (Issue 1-3):
249-257.
Sukmana, Judya, 2006, Efek Curcuma zedoaria terhadap Peningkatan Apotosis Sel Mukosa Kolon Mencit Jantan yang Terpapar 9,10-dimethyl-1, 2-
benz(a)anthracene, Master Theses dari JIPTUNAIR, Airlangga University.
Sriningsih, dkk., 2010. Analisis Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.), Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika Deputi Bidang TAB BPPT, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
Wikipedia, 2010, Obat Tradisional,
id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia, 27
Januari 2010
Windono, M. S., dan Parfiati, N, 2002, Curcuma zedoaria Rosc., Kajian Pustaka Kandungan Kimia dan Aktivitas Farmakologik, Artocarpus, 2 (1) : 1-10
61
Discussion and feedback