DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI pH
on
ISSN 1907-9850
DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI pH
Ketut Widyani Astuti1), Yeyet C. Sumirtapura2), dan Ni Nyoman Wiwik S.2)
1)Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran 2)Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Bandung
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai difusi natrium diklofenak pada gel Methocel 400 pada berbagai pH. Uji difusi dilakukan menggunakan sel difusi dengan membran buatan dari kertas saring Whatman no.1 yang dibacam dengan larutan Spangler. Pengukuran konsentrasi bahan aktif yang berdifusi dilakukan menggunakan spektrofotometer ultra violet pada panjang gelombang 277 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa difusi natrium diklofenak paling tinggi terjadi pada pH 7 dengan rerata persentase natrium diklofenak yang berdifusi setelah 240 menit adalah 56,88 + 13,70%. Rerata persentase natrium diklofenak yang berdifusi dari sediaan gel Methocel 400 pada pH 6 setelah 240 menit adalah 30,39 + 1,08% sedangkan pada sediaan gel Methocel 400 pada pH 8 adalah 46,84 + 6,24%.
Kata kunci : difusi, natrium diklofenak, pH, gel Methocel 400
ABSTRACT
Diffusion of sodium diclofenac in Methocel 400 gel at various pH has been studied. Diffusion test was performed in diffusion cells with artificial membranes of Whatman no.1 filter paper which was immersed in Spangler solution. Measurement of active ingredient concentration that diffuses was performed using UV spectrophotometer at a wavelength of 277 nm.
The results showed that highest diffusion of diclofenac sodium occured at pH 7 with a mean percentage of diclofenac sodium diffuses after 240 minutes of 56,88 + 13,70%. The mean percentage of diclofenac sodium which diffuses from the gel Methocel 400 at pH 6 after 240 minutes was 30,39 + 1,08% while that from the Methocel 400 gel at pH 8 was 46,84 + 6,24%.
Keywords: diffusion, diclofenac sodium, pH, gel Methocel 400
PENDAHULUAN
Natrium diklofenak merupakan salah satu obat untuk artritis reumatoid, osteoartritis atau nyeri otot rangka akut yang memiliki potensi lebih besar tetapi memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat lain yang sejenis. Natrium diklofenak merupakan penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek analgesik dan antipiretik. Pemberian diklofenak secara sistemik mengakibatkan efek samping tukak lambung karena berkurangnya
sifat proteksi mukosa lambung (Mutschler, 1994). Oleh karena itu, saat ini banyak dikembangkan sediaan topikal untuk pemakaian lokal agar dapat mengurangi efek samping dan mengatasi penurunan ketersediaan hayati oleh efek metabolisme di hati.
Gel banyak sekali digunakan dalam sediaan farmasi akhir – akhir ini. Sifat gel yang tidak lengket di kulit, nyaman digunakan serta penampilan yang baik membuat gel menjadi pilihan pembawa sediaan topikal (Banker, 1990).
Hal ini menyebabkan terjadinya perkembangan pada formulasi sediaan gel.
Sediaan topikal dengan bahan aktif natrium diklofenak harus memiliki kemampuan berdifusi melalui kulit agar dapat mencapai ke dermis. Salah satu parameter mutu untuk sediaan topikal adalah kemampuan bahan aktif untuk berdifusi melalui kulit (Mohammed, 2000). Penelitian dilakukan terhadap kemampuan natrium diklofenak untuk berdifusi dari sediaan semisolida gel Methocel 400. Difusi dari sediaan juga dipengaruhi oleh pH sediaan, maka pada penelitian ini diteliti pengaruh pH terhadap difusi (Utomo, 2011). Penentuan jumlah bahan aktif yang berdifusi dilakukan secara in vitro melalui membran yang dibaca dengan larutan Spangler. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap difusi natrium diklofenak pada gel Methocel 400. Dengan diketahuinya hal ini diharapkan dapat dikembangkan sediaan semisolida yang efektif sebagai pembawa natrium diklofenak.
MATERI DAN METODE
Bahan
Natrium diklofenak, Methocel 400, etanol 95%, propilen glikol, sodium benzoat, kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, minyak kelapa, asam oleat, vaselin putih, kolesterol, asam stearat, skualen, parafin cair, asam palmitat, dan minyak zaitun.
Peralatan
Sel difusi, spektrofotometer ultra violet, timbangan digital dan alat gelas kimia yang lazim digunakan di laboratorium.
Cara Kerja
Pembuatan sediaan gel Methocel 400
Methocel 400 dan natrium benzoat didispersikan dalam air mendidih lalu diamkan selama 1 malam. Kemudian, ke dalamnya ditambahkan natrium diklofenak yang sudah dilarutkan dalam etanol dan propilen glikol. Untuk mengatur pH ke dalam campuran ditambahkan larutan pengatur pH natrium hidroksida 0,1 M atau asam klorida 0,1 M hingga diperoleh pH yang diinginkan. Campuran ini diaduk dengan stirer pada kecepatan 600 putaran per menit hingga homogen.Komposisi formula dapat dilihat pada Tabel 1.
Penetapan kadar bahan aktif dalam sediaan
Sebanyak 100 mg gel diencerkan dengan menggunakan dapar fosfat ph 7,4 dalam labu takar hingga volume 50 mL. Larutan tersebut diukur serapannya dengan spektrofotometer ultra violet pada panjang gelombang 277 nm.
Pengukuran panjang gelombang absorpsi maksimum di dalam larutan dapar fosfat ph 7,4
Larutan natrium diklofenak dibuat dengan konsentrasi 10 µg/mL di dalam larutan dapar fosfat pH 7,4. Serapan larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan alat spektrofotometer ultra violet (Dibbern, 1980).
Tabel 1. Komposisi sediaan gel methocel 400
Bahan |
Persentase bahan dalam sediaan (% b/b) pH 6 pH 7 pH 8 |
Natrium Diklofenak Methocel 400 Sodium benzoate Etanol 95% Propilen glikol Pengatur pH Air suling |
1 1 1 5 5 5 0,1 0,1 0,1 10 10 10 10 10 10 qs ad pH 6 qs ad pH 7 qs ad pH 8 ad 100 ad 100 ad 100 |
Pembuatan kurva kalibrasi di dalam larutan dapar fosfat ph 7,4
Dibuat larutan natrium diklofenak dengan konsentrasi 1mg/mL di dalam larutan dapar fosfat pH 7,4. Dari larutan tersebut diambil 2,5 mL larutan lalu diencerkan hingga 50 mL dan diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 50µg/mL. Dari larutan stok diambil berturut-turut 0,5; 2,5; 5,0; 7,5; 10; 12,5 dan 15,0 mL larutan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan digenapkan hingga volume 25 mL dengan larutan dapar fosfat pH 7,4. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 1; 5; 15; 20; 25 dan 30 µg/mL. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang yang sesuai dengan hasil pengukuran panjang gelombang maksimum.
Pembuatan cairan penerima
Dibuat cairan penerima berupa larutan dapar fosfat pH 7,4 dengan cara mencampurkan 500 mL larutan kalium dihidrogen fosfat 0,1 M dan 391 mL larutan natrium hidroksida 0,1 N. Larutan digenapkan dengan air suling bebas karbondioksida hingga tepat 1 L.
Pembuatan membran buatan
Kertas Whatman no.1 dibacam dengan cairan Spangler. Komposisi cairan Spangler : minyak kelapa 15%, asam oleat 15%, vaselin putih 15%, kolesterol 5%, asam stearat 5%, skualen 5%, parafin cair 10%, asam palmitat 10% dan minyak zaitun 20%. Seluruh bahan dileburkan diawali dengan bahan bertitik lebur tertinggi. Kertas Whatman ditimbang, direndam dalam cairan Spangler selama 15 menit. Kertas diangkat dan diletakkkan diantara 2 kertas saring agar cairan Spangler terhisap. Membran buatan yang telah siap, ditimbang untuk mengetahui jumlah cairan yang diserap. Jumlah cairan yang terserap dihitung dengan rumus :
Persentase cairan Spangler terserap = [(W1 - W0) / W0] x 100%, dengan W0 adalah berat membran sebelum dibacam dan W1 adalah berat membran sesudah dibacam.
Membran memenuhi syarat uji keseragaman membran jika persentase cairan Spangler terserap antara 102,19-131,22 % (Wirawan, 1993).
Pengujian difusi dari sediaan semisolida
Sediaan sebanyak 2 g ditimbang dan diratakan pada pelat sel difusi kemudian ditutup dengan membran Spangler. Hindari masuknya udara. Jepit membran dengan cincin penjepit. Larutan dapar pH 7,4 disiapkan sebagai cairan penerima. Luas permukaan difusi membran adalah 2.545 cm2. Sambungan antara kompartemen donor dan reseptor dipasang. Pada sambungan dioleskan vaselin agar tidak terjadi kebocoran.
Ke dalam kompartemen reseptor dimasukkan 200 mL larutan dapar fosfat pH 7,4 Kedua kompartemen ditutup dan diaduk dengan kecepatan 40 ppm. Sel difusi dimasukkan ke dalam tangas air 37o C, kemudian diamati selama 4 jam. Dilakukan pengambilan sampel dari kompartemen reseptor pada waktu 5, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120, 150 , 180, 210, 240 menit sebanyak 10 mL. Larutan tersebut digantikan dengan 10 mL larutan dapar pH 7,4. Serapan larutan natrium diklofenak diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang yang diperoleh dari penentuan panjang gelombang maksimum. Koreksi dilakukan dengan penggunaan larutan dapar pH 7,4 sebagai blangko. Dibuat kurva hubungan antara persentase natrium diklofenak yang berdifusi dari sediaan terhadap waktu (Wirawan, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai difusi pada membran kulit berfungsi untuk mengetahui bagaimana fluks obat melintasi kulit apakah obat terikat pada stratum korneum atau membentuk depot dalam lemak subkutan. Data ini penting untuk mengetahui kemampuan sediaan yang diberikan secara topikal sepertil gel natrium diklofenak untuk menembus barrier kulit.
Untuk menguji difusi pada membran kulit dapat digunakan suatu membran buatan yang menyerupai sifat kulit seperti selulosa asetat, karet silikon, isopropil miristat atau membran cangkang telur. Dalam penelitian ini digunakan membran yang dibacam dengan cairan Spangler yang terdiri dari minyak kelapa 15%, asam oleat 15%, vaselin putih 15%, kolesterol 5%, asam stearat 5%, skualen 5%,
parafin cair 10%, asam palmitat 10% dan minyak zaitun 20%. Komponen dalam cairan Spangler ini menyerupai kondisi kulit manusia. Meskipun memiliki sifat menyerupai kulit tetapi bahan– bahan tersebut tidak memiliki sifat sekompleks kulit sebenarnya.
Agar dapat diabsorpsi melalui kulit, mula-mula obat harus terdisolusi dalam pembawa lalu berdifusi dari pembawa ke permukaan kulit. Untuk melewati kulit, obat dapat melalui rute transepidermal atau transfolikular.
Pada rute transepidermal obat akan mengalami partisi ke stratum korneum kemudian berdifusi melalui matriks lipid-protein pada stratum korneum. Pada rute transfolikular obat akan mengalami partisi ke sebum lalu berdifusi melalui lipid dalam pori sebaseus. Setelah melalui salah satu rute tersebut maka obat akan berpartisi ke epidermis aktif lalu berdifusi melalui massa selular pada epidermis. Setelah itu akan berdifusi melalui massa berserabut dari dermis bagian atas dan terjadi penetrasi terhadap pembuluh kapiler dan mengalami pengenceran sistemik.
Kinetika transdermal mengikuti hukum Ficks tentang difusi yakni Js = (Km . D . Cs) / E,
dengan Js adalah fluks kesetimbangan dari zat terlarut, Km adalah koefisien distribusi obat antara pembawa dengan stratum korneum, Cs adalah perbedaan konsentrasi zat terlarut yang melintasi membran, E adalah ketebalan stratum korneum dan D adalah koefisien difusi rata-rata membran untuk zat terlarut di dalam stratum korneum.
Dengan demikian jumlah obat yang diabsorpsi per unit area dalam satuan waktu bergantung pada kelarutan obat dan karakteristik distribusi, perbedaan konsentrasi obat yang melintasi membran, sifat pembawa yang digunakan dan ketebalan stratum korneum.
Hasil pengujian difusi natrium diklofenak dari sediaan gel Methocel 400 pada pH 6,7 dan 8 dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa difusi natrium diklofenak paling tinggi terjadi pada pH 7 dengan rerata persentase natrium diklofenak yang berdifusi setelah 240 menit adalah 56,88 + 13,70%. Rerata persentase natrium diklofenak yang berdifusi dari sediaan gel Methocel 400 pada pH 6 setelah 240 menit adalah 30,39 + 1,08% sedangkan pada sediaan gel Methocel 400 pada pH 8 adalah 46,84 + 6,24%.
Tabel 2. Hasil uji difusi sediaan gel Methocel 400
Waktu (menit) |
Persentase Natrium diklofenak yang berdifusi (%) | ||
pH 6 |
pH 7 |
pH 8 | |
5 |
2,27 + 0,79 |
1,96 + 0,78 |
3,57 + 1,37 |
15 |
3,51 + 0,89 |
4,92 + 1,53 |
4,55 + 1,01 |
30 |
5,37 + 1,29 |
9,01 + 2,67 |
7,46 + 0,64 |
45 |
8,80 + 0,97 |
11,72 + 2,59 |
10,99 + 0,65 |
60 |
11,27 + 1,35 |
14,69 + 2,96 |
13,86 + 1,19 |
75 |
14,16 + 2,00 |
18,26 + 3,13 |
17,49 + 1,15 |
90 |
16,17 + 2,22 |
21,46 + 2,00 |
19,95 + 2,51 |
120 |
20,56 + 2,58 |
29,09 + 4,64 |
25,26 + 2,02 |
150 |
23,70 + 1,61 |
35,42 + 6,69 |
29,28 + 1,86 |
180 |
25,84 + 2,40 |
44,44 + 12,55 |
34,14 + 2,54 |
210 |
27,83 + 2,03 |
50,66 + 14,38 |
42,05 + 6,82 |
240 |
30,39 + 1,08 |
56,88 + 13,70 |
46,84 + 6,24 |

Gambar 1. Kurva persentase difusi Natrium diklofenak terhadap waktu pada pH 6, 7, dan 8
Suatu zat harus terlarut terlebih dahulu dalam medium pembawanya untuk dapat berdifusi dengan baik. Difusi natrium diklofenak dari gel Methocel 400 paling besar terjadi pada pH 7. Hal ini mungkin disebabkan karena kelarutan natrium diklofenak paling tinggi pada pH 7. Dengan jumlah zat aktif terlarut lebih banyak maka zat yang dapat berdifusipun semakin banyak. Difusi natrium diklofenak dari basis gel metil selulosa pada pH 8 cukup baik meskipun lebih rendah dibandingkan dari basis gel metil selulosa pada pH 7. Pemilihan pH pada pH 6, 7 dan 8 berdasarkan pendekatan pada pH kulit alami yaitu pada pH 7. Pembuatan gel Methocel pada pH 6 - 8 diharapkan tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan memiliki tingkat penetrasi yang baik. Pembuatan gel Methocel 400 pada pH 7 memiliki keunggulan difusi yang baik dan sama dengan pH alami kulit.
Data yang diperoleh diplot menjadi kurva persentase natrium diklofenak yang berdifusi terhadap waktu. Kemiringan pada
kurva persentase natrium diklofenak yang berdifusi terhadap waktu ini sebanding dengan laju difusi natrium diklofenak menembus membran.
Kurva pada gambar 1 menunjukkan bahwa laju difusi natrium diklofenak dari gel Methocel 400. Pada kurva tersebut terlihat bahwa laju difusi natrium diklofenak dari gel Methocel 400 paling tinggi pada pH 7.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
-
1. Persentase natrium diklofenak yang berdifusi dari gel Methocel 400 paling tinggi pada pH 7.
-
2. Rerata persentase natrium diklofenak yang berdifusi dari sediaan gel Methocel 400 pada pH 6 setelah 240 menit adalah 30,39 + 1,08%, pada pH 7adalah 56,88 + 13,70% dan pada pH 8 adalah 46,84 + 6,24%.
Saran
Untuk mendapatkan difusi zat aktif yang lebih tinggi dan stabilitas fisik sediaan yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian difusi dengan menggunakan bahan pembantu pembentuk sediaan semisolida yang lain dengan memperhatikan faktor viskositas sediaan.
UACAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih pada PT Sanbe Farma yang telah memberikan bantuan berupa bahan aktif untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Banker, G. S. and C. T. Rhodes, 1990, Modern Pharmaceutics, 2nd ed., Marcell Dekker Inc., New York, 264 : 302
Council of the Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th ed., The Pharmaceutical
Press, London, 835-838
Dibbern, H. W., 1980, UV and IR Spectra of Some Important Drugs, 1st ed., Editio Carbor, Aulendorf, 771
Mohammed, F. A., 2000, Topical Permeation Characteristics of Diclofenac Sodium from NaCMC Gels in Comparison with
Conventional Gel Formulations, J. PubMed, Indexed for Medline
Mutschler E., 1994, Dinamika Obat, ed. 5, a.b. Mathilda B. W. dan Anna S. R., Penerbit ITB, Bandung, 196, 206, 208
Society of Japanese Pharmacopeia, 1991, The Pharmacopeia of Japan, 12th ed.,
Society of Japanese Pharmacopeia Publ., Tokyo, 258-259
Utomo, F. S., 2001, Studi Mekanisme Absorpsi dan Kecepatan Difusi Natrium diklofenak pada pH 3,0 , 3,8 dan 4,5, Tugas Akhir Sarjana Farmasi,
Departemen Farmasi, FMIPA, ITB, Bandung, 20
Van Abbe, N. J., R. I. C. Spearman, and A. Jarrent, 1969, Pharmaceutical and
Cosmetics Products for Topical Administration, William Heunemann
Medical Book Ltd., London, 116
Wade, A. and P. J. Weller, 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2nd ed., The Pharmaceutical Press, London, 7, 45, 7173, 82-83, 99-103, 306-313, 327-328, 433-435, 538-539
Wirawan, T., 1993, Pengaruh pH dan Tween 80 Terhadap Laju Difusi Natrium diklofenak Melalui Membran yang Dibacam dengan Larutan Spangler,
Tugas Akhir Sarjana Farmasi,
Departemen Farmasi, FMIPA, ITB, Bandung, 18-22
22
Discussion and feedback