ISSN 1907-9850

PERTUMBUHAN Streptococcus mutans PADA BIOAKTIVITAS EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS SECARA in vitro DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ZAT AKTIF PADA PASTA GIGI

Tiurlina Siregar1), Ferdinand Saras Dhiksawan1), dan Anna Farida2)

1)Universitas Cenderawasih, Jalan Raya Abepura, Kampus UNCEN Jayapura, Papua 2)SMAN 5 Jayapura, Papua

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengisolasi senyawa dan menguji bioaktivitas ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpuruta) dan lengkuas putih (Alpinia galanga) terhadap bakteri Staphylococcus aureus serta memanfaatkannya sebagai zat aktif pada pasta gigi buatan. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana dari lengkuas merah memiliki aktivitas terhadap Staphylococcus aureus. Hasil uji pasta gigi buatan terhadap Staphylococcus aureus dengan penambahan 1% zat aktif (ekstrak n-heksana, fraksi D, dan fraksi J) menunjukkan diameter hambatan yang terbentuk oleh fraksi D lebih tinggi (15,5 mm) dibanding kontrol positif (14 mm), sedangkan pada penambahan zat aktif 1,5% fraksi D dan fraksi J menunjukkan diameter hambatan yang lebih tinggi (16,2 mm dan 14,7 mm) dibanding kontrol positif. Sementara itu terhadap Staphylococcus aures diameter hambatan yang terbentuk oleh pasta gigi buatan dengan penambahan zat aktif (0,5%, 1%, dan 1,5%) lebih tinggi dibandingkan kontrol positif. Analisis data spektroskopi IR dan GC-MS menunjukkan bahwa senyawa dominan yang terdapat dalam fraksi D adalah 2-metil -1-(o-tolil)pentanol sedangkan senyawa dominan yang terdapat dalam fraksi J, adalah asam 2- etil- 5-metilbenzoat.

Kata kunci : Ekstrak rimpang lengkuas, Staphylococcus aureus, bioaktivitas, zat aktif, pasta gigi.

ABSTRACT

The study aims to (i) isolate white galangal (Alpinia galanga) and red (Alpinia purpuruta) rhizome extract compound, (ii) examine its bioactivity against Staphylococcus mutans, and (iii) investigate its usage as an active substance in tooth paste in the laboratory. The result of the study indicates that the extract of n-hexane of red galangal has a higher bioactivity effect against Staphylococcus aureus compared to the white one. The examination of the experimental tooth paste with an addition of 1 % active substance (extract of n-hexane, namely D and J fractions) indicates that the diameter of resistance against Staphylococcus aureus formed by D fraction is higher (15.5 mm) than the positive control (15 mm). Meanwhile, an addition of active substance of 1.5 % D and J fractions indicates a higher diameter of resistance (16.2 mm and 14.7 mm) compared to positive control.. IR and GC-MS analysis indicates that the most dominant compound existing in D fraction is 2-metil -1-(o-tolil)pentanol, while the most dominant compound in the J fraction is 2--ethyl-5-methyl benzoic acid.

Keywords : Galangal rhizome extract, bioactivity, Staphylococcus aureus, active substance, tooth paste

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis perekonomian berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif mahal

harganya. Oleh karena itu salah satu pengobatan alternatif yang dilakukan adalah dengan meningkatkan penggunaan tumbuhan berkhasiat obat di kalangan masyarakat. Agar peranan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat meningkat, perlu dilakukan upaya pengenalan, penelitian, pengujian serta

pengembangan khasiat dan keamanan suatu tumbuhan obat.

Salah satu jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae yang telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah lengkuas (Alpinia galanga). Bagian dari tanaman lengkuas yang sering digunakan sebagai obat adalah rhizome atau rimpangnya. Rimpang lengkuas secara tradisional sering dipergunakan sebagai obat penyakit perut, kudis, panu, dan menghilangkan bau mulut (Atjung, 1990; Itokawa, 1993).

Salah satu manfaat lengkuas sebagai tumbuhan obat adalah sebagai antibakteri yang dipergunakan sebagai penghilang bau mulut. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyebab beberapa masalah yang menimpa rongga mulut di antaranya bau mulut adalah karena adanya dental plaque atau plak gigi. Bakteri yang biasanya terdapat di dalam mulut di antaranya adalah Streptococcus mutans, Streptococcus viridans, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus pneumoniae, dan Staphylococcus aureus (Volk dan Wheeler, 1993). Di antara kuman-kuman tersebut, Streptococcus mutans sering dipakai dalam pengujian sebagai indikator adanya plak pada lapisan gigi (Rachdie, 2005).

Khasiat obat yang diyakini masyarakat secara turun-temurun serta kandungan metabolit sekunder dari rimpang lengkuas yang dapat dipergunakan sebagai antibakteri, maka penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi dan mengisolasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung di dalam rimpang lengkuas merah (alpinia purpuruta) dan lengkuas putih (alpinia galanga), menguji bioaktivitasnya terhadap bakteri streptococcus mutans penyebab plak gigi yang paling utama pada manusia, serta memanfaatkan ekstrak rimpang lengkuas sebagai zat aktif pada pasta gigi buatan (Todar, K., 2002).

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas rimpang lengkuas merah (Alpinia purpuruta) dan putih (Alpinia galanga), larutan metanol (teknis

dan p.a.), n-heksan (p.a.), kloroform (p.a.), etil asetat (p.a.), aseton (teknis dan p.a.), silika gel kasar untuk impregnasi (merck, no.katalog 7733), silika gel untuk KKV (merck, no.katalog 7730), plat KLT (merck, no.katalog 1.05553), CeSO4.H2SO4, bahan uji kualitatif (H2SO4 p.a., HCl p.a., asam asetat anhidrat, FeCl3, dan serbuk Mg), DMSO (merck, no.katalog 802912), media Nutrien agar, Muller Hinton Agar (MHA), dan bakteri Streptococcus mutans.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat-alat kaca yang umum digunakan di laboratorium, rotary evaporator, timbangan digital, corong pisah, alat fraksinasi (kolom KKV), alat KLT (chamber KLT, pipa kapiler untuk penotol, pensil, cutter, mistar, lampu UV), alat uji antibakteri (autoklaf, sentrifugasi, shaker incubator, mikropipet, kawat ose, cawan petri), dan spektrometer IR (Shimadzu FT-IR), GC-MS (Shimadzu GCMS-QP).

Cara Kerja

Pengumpulan bahan dan preparasi sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang lengkuas merah (Alpinia purpuruta) yang diperoleh dari pasar Yotefa Jayapura-Papua dan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga) yang diidentifikasi secara biologi di laboratorium Taksonomi Jurusan Pendidikan Biologi UPI Bandung.

Rimpang lengkuas merah (Alpinia purpuruta) dan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga) segar dicuci bersih, dipotong tipis-tipis ± 1-2 mm, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, dan selanjutnya dihaluskan.

Ekstraksi dan partisi

Serbuk rimpang lengkuas merah dan lengkuas putih masing-masing seberat 1,25 kg dimaserasi dengan larutan metanol p.a pada suhu kamar selama 3 x 24 jam sebanyak 3 kali. Maserat yang dihasilkan sebanyak 10 liter dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak selanjutnya dipartisi dengan cara ekstraksi cair-cair dari pelarut non polar

hingga pelarut polar, yaitu dari n-heksana, kloroform, dan etil asetat. Hasil-hasil partisi selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya.

Fraksinasi

Hasil partisi dengan aktivitas antibakteri tertinggi yaitu n-heksan selanjutnya difraksinasi melalui kolom kromatografi (KKV) menggunakan eluen yang sesuai berdasarkan analisis dengan KLT. Setiap hasil fraksinasi dimonitor pula melalui analisis dengan KLT.

Identifikasi

Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom vakum (KKV) yang digunakan sebagai zat aktif diidentifikasi kandungan senyawanya dengan analisis spektroskopi IR dan GC-MS.

Uji Bioaktivitas

Pengujian aktivitas antibakteri dari zat aktif lengkuas diawali dengan pembuatan pasta gigi. Kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak total metanol, ekstrak-ekstrak hasil partisi, fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom vakum (KKV), dan pasta gigi buatan secara in vitro terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan metode difusi agar menggunakan cakram pencadang silinder besi.

Medium Muller Hinton (MHA) dicairkan di atas penangas air, setelah cair dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml untuk membuat lapisan dasar (based layer). Selanjutnya disiapkan agar inokolum sebagai lapisan kedua yaitu medium ditambah bakteri uji (Streptococcus mutans) dengan perbandingan 5:1. Setelah based layer memadat, dituang 5 ml agar inokolum ke atas permukaannya untuk membentuk lapisan kedua (seed layer).

Setelah itu beberapa pencadang silinder besi steril dapat diletakkan di atas seed layer tersebut dengan jarak pencadang satu dengan yang lain 2-3 cm. Kemudian ke dalam pencadang diteteskan 0,25 ml ekstrak rimpang lengkuas yang telah disiapkan pada konsentrasi 10 % dan cawan petri diberi tanda untuk membedakan masing-masing ekstrak pada pencadang. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter daerah hambatan

pertumbuhan bakteri di sekeliling pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi dan partisi komponen senyawa dari rimpang lengkuas

Hasil maserasi dengan metanol terhadap 1,25 kg serbuk rimpang lengkuas merah dan putih adalah suatu maserat metanol pekat. Selanjutnya, masing-masing maserat metanol tersebut dipartisi secara kontinyu menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat, yaitu pelarut non polar n-heksan,     semipolar

kloroform, dan polar etil asetat, dan dihasilkan ekstrak pekat n-heksana, kloroform, dan etil asetat.

Fraksinasi

Sebanyak 5,5 gram ekstrak n-heksan rimpang lengkuas merah yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling tinggi difraksinasi melalui kromatografi kolom vakum (KKV) dengan eluen yang kepolarannya ditingkatkan yaitu n-heksan, kloroform: n-heksan, kloroform, EtOAc:kloroform, EtOAc, aseton:EtOAc, aseton, dan metanol. Pada tahap ini dihasilkan 16 fraksi, dan berdasarkan hasil uji KLT maka beberapa fraksi tersebut dapat digabungkan sehingga diperoleh 14 fraksi utama, yakni A - N.

Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom vakum (KKV) kemudian diuji bioaktivitasnya terhadap S. mutans untuk menentukan fraksi yang aktif. Dari hasil uji aktivitas antibakteri tersebut maka fraksi D dan fraksi J digunakan sebagai zat aktif antibakteri pada pasta gigi buatan dan selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut menggunakan spektrofotometer IR dan GC-MS.

Identifikasi dengan Metode Spektroskopi Hasil Identifikasi fraksi D dengan spektroskopi IR dan GC-MS

Fraksi D berbentuk pasta berminyak berwarna kuning dengan bau khas yang menyengat dan pada kromatogram KLT menunjukkan adanya beberapa noda. Analisis dengan spektrofotometer FTIR terhadap fraksi D memberikan spektrum seperti pada Gambar 1.

EJ Skiimadzu

Gambar 1. Spektrum IR fraksi D


Analisis GC-MS kromatogram fraksi D menunjukkan adanya 26 puncak dengan puncak

dominan, yaitu puncak 5 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kromatogram GC-MS dari fraksi D ekstrak rimpang lengkuas


Hasil analisis spektroskopi GC-MS terhadap fraksi D menunjukkan adanya 26 puncak (peak) dalam kromatogram, dengan puncak dominan yaitu puncak 5 dengan waktu retensi (tR) 23,618 dan kelimpahan 27,81 %.

massa puncak 5 pada kromatogram ditampilkan pada Gambar 3 (A), sedangkan Gambar 3 (B, C, D, E, F) merupakan spektrum massa senyawa dari data base GC-MS (Wiley 7. Lib) yang mirip dengan senyawa puncak 5 fraksi D.

Berdasarkan data spektrum GC-MS,

maka senyawa yang memberikan spektrum

Gambar 3. Spektra massa puncak 5 dari fraksi D (A) dan senyawa dari data base (B, C, D, E, F)


Spektrum massa senyawa puncak 5 fraksi D kemudian dicocokkan dengan spektrum massa senyawa standar berdasarkan data base GC-MS (Wiley 7. Lib) dan dengan data spektrum IR (Gambar 2). Berdasarkan spektrum data base GC-MS, pola fragmentasi dan spektrum IR, maka dapat diduga bahwa senyawa yang memiliki kemiripan dengan senyawa pada

puncak 5 adalah 2-metil -1-(o-tolil)pentanol dengan berat molekul 192.

Berdasarkan spektra massa senyawa pada puncak 5 tersebut, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak 5 dengan base peak pada m/z 43 mengalami fragmentasi, dengan pola fragmentasi ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola fragmentasi senyawa pada puncak 5 dari fraksi D


Analisis data spektroskopi IR (KBr) memperlihatkan adanya pita serapan (υ ) pada bilangan gelombang 3394 dan 3371 cm-1 yang mengindikasikan adanya uluran gugus hidroksil (-OH) dari suatu alkohol. Hal ini didukung oleh adanya serapan C-OH pada 1226, 1203, dan 1095 cm-1. Adanya serapan pada bilangan gelombang 3100 cm-1 mengindikasikan adanya gugus tak jenuh (=C-H). Keberadaan puncak serapan pada bilangan gelombang 1612 dan 1512 cm-1 menyatakan bahwa gugus tak jenuh tersebut adalah aromatik. Adanya serapan yang tajam pada 725 dan 840 cm-1 menunjukkan pola aromatik disubstitusi. Serapan pada daerah 2924 dan 2854 cm-1 mengindikasikan adanya gugus C-H jenuh alifatik yang didukung oleh serapan pada daerah 1458 dan 1390 cm-1 yang masing-masing spesifik untuk tekukan metilen (-CH2) dan metil (-CH3) (Gambar. 2).

Berdasarkan hasil analisis data spektroskopi IR maka dapat diusulkan bahwa senyawa puncak 5 dari fraksi D memiliki gugus hidroksil (OH), C-H alifatik, dan pola aromatik

disubstitusi, dengan struktur seperti terlihat pada Gambar 5.

OH


CH - CH - CH2- CH2 - CH3

CH3

Gambar 5. struktur senyawa 2-metil -1-(o-tolil)pentanol

Hasil Identifikasi Fraksi J dengan Spektroskopi IR dan GC-MS

Fraksi J (365,5 mg) berbentuk pasta berwarna coklat dengan bau khas yang menyengat, dan pada kromatogram KLT menunjukkan adanya beberapa noda. Hasil analisis dengan spektrofotometer FTIR terhadap fraksi tersebut diperlihatkan dalam Gambar 6.

^ Bi-IIMADZU

Gambar 6. Spektrum IR Fraksi J


Data hasil analisis kromatogram GC-MS fraksi J ekstrak n-heksan rimpang lengkuas

merah ditampilkan pada Gambar 7.

____________________QπαM⅛M] SampaDAna ^W>!Sκ⅛⅛'J⅛⅛^ Dqri

J1DCC1COO


10.D               2D.D               3⅛0               40.0               JM               SM

Gambar 7. Kromatogram GC-MS dari fraksi J ekstrak rimpang lengkuas

Data spektroskopi GC-MS terhadap fraksi J menunjukkan adanya 23 puncak (peak), dengan puncak dominan puncak 5 dan waktu retensi tR 23,393 dan memiliki kelimpahan 43,24 %.

Berdasarkan data spektroskopi GC-MS tersebut, maka senyawa yang memberikan

spektrum massa puncak 5 fraksi J pada kromatogram ditampilkan pada Gambar 8 (A), sedangkan Gambar 8 (B, C, D, E, F) merupakan spektrum massa senyawa dari data base (Wiley 7. Lib) yang mirip dengan senyawa puncak 5 fraksi J.

«=■= Γ*ιmιt≈

Lld⅛c5 R Timnc23.392JSrin=Ji

RDwModttSmgla 23.3S⅛424) Ba

BGMtxfacPHk Slut 23.1K⅛2!4αl


HilSJ EπħτlMJifi LitanncUTLEYT. LIB

SfcTi EonnnkcCliHJ-LOS GSfcH-ZB-T M⅛iIWα⅛ħ2C6 Rnlliidud

CtniipKfamDcFluBBl, 2-mπfiu>xy-i-{2-pπιp<πιy^-. <ctam (CAS) AotaDUBMiD] SS AfDtjfcmgnmiL Sl Eugenol LCDtzfa ft Engτπrd κσfa1


LTO IM 210 231 IJD


Gambar 8. Spektra massa puncak 5 dari fraksi J (A) dan spektra massa dari data base (B, C, D, E, F)

Spektrum massa puncak 5 fraksi J kemudian dicocokkan dengan spektrum massa senyawa standar berdasarkan data base GC-MS (Wiley 7. Lib) dan dengan data spektrum IR. Berdasarkan spektrum data base GC-MS, pola fragmentasi dan spektrum IR, maka dapat diduga bahwa senyawa yang memiliki kemiripan dengan senyawa pada puncak 5 fraksi J adalah

asam 2- etil- 5-metilbenzoat dengan berat molekul 164.

Berdasarkan spektra massa senyawa pada puncak 5, dapat diasumsikan bahwa senyawa metabolit sekunder pada puncak 5 dengan base peak pada m/z 133 dapat mengalami fragmentasi dengan pola fragmentasi puncak 5 dari fraksi J ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Pola fragmentasi senyawa pada puncak 5 dari fraksi J


Berdasarkan analisis data spektroskopi IR (KBr) memperlihatkan adanya pita serapan ( υ ) yang cukup tajam pada bilangan gelombang 3332 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus hidroksil (O-H) dari suatu asam karboksilat. Hal ini didukung oleh adanya serapan C=O asam karboksilat pada 1705 cm-1, dan didukung dengan adanya serapan C-OH untuk asam karboksilat pada 1234 cm-1. Adanya serapan pada bilangan gelombang 3024 cm-1 mengindikasikan adanya gugus tak jenuh (=C-H). Keberadaan puncak serapan pada bilangan gelombang 1612 dan 1512 cm-1 menyatakan bahwa gugus tak jenuh tersebut adalah aromatik. Adanya serapan yang tajam pada 833 cm-1 menunjukkan pola aromatik trisubstitusi yang didukung dengan adanya overtone pada 2029 dan 1890 cm-1. Serapan pada daerah 2924 cm-1 mengindikasikan adanya gugus C-H jenuh alifatik yang didukung oleh serapan pada daerah 1450 dan1365 cm-1 yang masing-masing spesifik untuk tekukan metilen (-CH2) dan metil (-CH3).

Berdasarkan hasil analisis data spektroskopi IR maka dapat diusulkan bahwa senyawa puncak 5 dari fraksi J mempunyai gugus karboksilat, alifatik, dan pola aromatik

tersubstitusi, dengan struktur seperti pada Gambar 10.

Gambar 10. struktur senyawa asam 2- etil- 5-metilbenzoat

Uji Bioaktivitas

Hasil uji bioaktivitas ekstrak rimpang lengkuas

Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus mutans pada ekstrak etil asetat, ekstrak n-heksan, kloroform, dan total metanol dari rimpang lengkuas merah dan putih ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Hasil pengamatan diameter daerah hambat ekstrak rimpang lengkuas merah terhadap

Staphylococcus mutans.

Bahan Uji

Diameter Daerah Hambatan (mm) Staphylococcus mutans

1

2

3

Rata-rata

Ekstrak etil asetat

14,0

14,0

13,0

13,7

Ekstrak n-heksana

13,5

14,0

15,0

14,2

Ekstrak kloroform

13,0

14,0

13,0

13,3

Ekstrak total metanol

14,0

12,0

13,0

13,0

Tabel 2. Hasil pengamatan diameter daerah hambat ekstrak rimpang lengkuas putih terhadap

Staphylococcus mutans

Bahan Uji

Diameter Daerah Hambatan (mm) Staphylococcus mutans

1

2

3

Rata-rata

Ekstrak etil asetat

13,0

12,0

13,0

12,7

Ekstrak n-heksana

14,0

13,0

13,0

13,3

Ekstrak kloroform

12,0

12,0

13,0

12,3

Ekstrak total metanol

12,0

13,0

12,0

12,3

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa secara umum hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak rimpang lengkuas merah terhadap Staphylococcus mutans lebih tinggi dibandingkan dengan rimpang lengkuas putih, dimana ekstrak n-heksana memiliki bioaktivitas yang paling tinggi dibanding ekstrak rimpang lengkuas yang lain yaitu daerah zona hambatan yang terbentuk sebesar 14,2 mm dan 16 m.

Hasil uji bioaktivitas fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom

Uji aktivitas antibakteri fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom terhadap bakteri Staphylococcus mutans dilakukan untuk mendapatkan fraksi aktif yang akan digunakan sebagai zat aktif dalam pasta gigi buatan. Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan DDH fraksi-fraksi KKV terhadap Staphylococcus mutans.

Bahan Uji

Diameter Daerah Hambatan (mm) S. mutans

1

2

3

Rata-rata

Fraksi 1   = A

14,0

15,5

15,0

14,8

Fraksi 2  = B

15,0

15,5

15,0

15,2

Fraksi 3   = C

12,0

13,5

14,0

13,2

Fraksi 4+5 = D

16,0

16,0

15,5

15,8

Fraksi 6+7 = E

14,0

14,0

15,0

14,3

Fraksi 9  = F

16,0

15,5

15,0

15,5

Fraksi 10 = G

13,0

14,0

12,0

13,0

Fraksi 11 = H

14,5

14,0

15,0

14,5

Fraksi 12 = I

14,0

14,0

14,0

14,0

Fraksi 13 = J

15,5

15,5

14,5

15,2

Fraksi 14 = K

12,0

12,5

13,5

12,7

Fraksi 15 = L

11,0

11,0

11,0

11,0

Pada Tabel 3 terlihat bahwa semua fraksi n-heksan hasil kromatografi kolom vakum (KKV) aktif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus mutans sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai zat aktif antibakteri. Fraksi D dan J yang digunakan sebagai zat aktif pada pasta gigi buatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektroskopi IR dan GC-MS.

Hasil uji bioaktivitas zat aktif ekstrak rimpang lengkuas pada pasta gigi buatan

Hasil uji aktivitas antibakteri pasta gigi buatan yang masing-masing diberi zat aktif ekstrak n-heksan, fraksi D, dan fraksi J dengan beberapa variasi konsentrasi dan pasta gigi non herbal merek tertentu sebagai kontrol positif, dan kontrol negatif pasta gigi buatan tanpa zat aktif ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan uji aktivitas antibakteri ekstrak rimpang lengkuas sebagai zat aktif pada pasta gigi buatan

Bahan Uji

Diametar Daerah Hambatan (mm) Staphylococcus mutans

1

2

3

Rata-rata

Ekstrak n-heksana 0,5%

10,5

11,0

12,0

11,2

Ekstrak n-heksana 1%

12,0

12,0

13,0

12,3

Ekstrak n-heksana 1,5%

14,0

14,0

14,0

14,0

Fraksi D 0,5%

12,0

13,0

14,0

13,0

Fraksi D 1%

16,0

15,0

15,5

15,5

Fraksi D 1,5%

17,0

17,0

16,5

16,2

Fraksi J 0,5%

11,5

11,0

11,0

11,2

Fraksi J 1%

13,5

12,0

13,5

13,0

Fraksi J 1,5%

15,0

15,0

14,0

14,7

Pasta gigi X (kontrol +)

14,0

14,0

14,0

14,0

Pasta gigi buatan (kontrol -)

6,0

6,0

6,0

6,0


Dari hasil uji aktivitas antibakteri pada pasta gigi, terlihat bahwa pasta gigi yang diberi zat aktif dari fraksi D menunjukkan aktivitas yang paling tinggi dibanding dengan pasta gigi buatan yang diberi zat aktif ekstrak n-heksan, fraksi J, maupun terhadap kontrol positif. Dan secara umum dari tabel terlihat bahwa pasta gigi buatan dengan zat aktif ekstrak n-heksan, fraksi D, dan fraksi J menunjukkan daerah hambatan yang lebih baik dibanding kontrol positif. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hasim (2003) yang membandingkan aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih dan NaF ditemukan bahwa daya hambat minyak atsiri daun sirih lebih besar hingga tiga kali lipat dibandingkan NaF pada semua konsentrasi uji. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pratiwi (2005) yang melakukan uji antibakteri terhadap beberapa pasta gigi herbal dan pasta gigi non herbal, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pasta gigi herbal memiliki kemampuan antibakteri lebih besar dibandingkan pasta gigi non herbal. Bioaktivitas yang cukup baik dari ekstrak n-heksan, fraksi D, dan fraksi J membuktikan bahwa ekstrak rimpang lengkuas memiliki potensi sebagai zat aktif herbal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak lengkuas mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus mutans secara in vitro. Dan dari hasil uji aktivitas antibakteri

ekstrak rimpang lengkuas sebagai zat aktif herbal pada pasta gigi, ternyata ekstrak tersebut masih menunjukkan kemampuan aktivitas antibakteri nya. Hasil ini merupakan langkah awal kemungkinan pemanfaatan bahan alam ini sebagai salah satu bahan antikaries alternatif di bidang kedokteran gigi pencegahan, tentu saja masih diperlukan serangkaian uji lainnya, misalnya perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan antibakteri ekstrak rimpang lengkuas secara in vivo, dan diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan antibakteri ekstrak rimpang lengkuas terhadap bakteri lain yang terdapat pada rongga mulut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1.    Hasil uji bioaktivitas ekstrak rimpang lengkuas merah dan lengkuas putih terhadap bakteri      Staphylococcus      mutans

menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan dari rimpang lengkuas merah memiliki aktivitas antibakteri yang paling baik, dengan terbentuknya diameter daerah hambat sebesar 15 mm untuk Staphylococcus mutans.

  • 2.    Berdasarkan data hasil identifikasi spektroskopi FTIR dan GC-MS maka diketahui bahwa komponen senyawa aktif yang dominan dari fraksi D adalah 2-metil -1-(o-tolil)pentanol, sedangkan komponen senyawa aktif yang dominan dari fraksi J adalah asam 2- etil- 5-metilbenzoat.

  • 3.    Pada penambahan zat aktif 1 %, fraksi D menunjukkan DDH lebih tinggi dari kontrol positif, sedangkan pada penambahan konsentrasi zat aktif sebesar 1,5 % ekstrak n-heksana, fraksi D, dan fraksi J mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus mutans lebih baik dibanding dengan pasta gigi merek X sebagai kontrol positif dengan zat aktif NaF

Saran

Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut terhadap fraksi D dan J untuk mendapatkan senyawa murni dan perlu juga dilakukan analisis NMR untuk mengetahui senyawa murni yang akan dipergunakan sebagai zat aktif pada pasta gigi, sehingga bioaktivitasnya terhadap Staphylococcus mutans menjadi lebih maksimal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Atjung, 1990, Tanaman Obat dan Minuman Segar , Penerbit Yasaguna, Jakarta

Hasim, 2003, Daun sirih sebagai antibakteri pasta gigi, http://www.kompas.co.id/ kesehatan/news/gizi, 25 November 2008

Buchbauer, G., Jirovetz, L., Shafi, M. P., and Leela, N. K., 2003, Analysis Of The Essential Oil Of The Leaves, Stems, Rhizomes and Roots Of The Medicinal Plants Alpinia Galanga From Southern India, Acta. Pharm, 53 : 73-81

De Pooter, H. L., Omar, M. N., Coolsaet, B. A., and Schamp, N. M., 1985, The Essential Oil of Greater Galanga  (Alpinia

galanga) From  Malaysia.  Journal

Phytoche mistry, 24 : 93–96

Itokawa, H. and Takeya, K., 1993, Antitumor Substances From Higher Plants, Heterocyles 35 : 1467-1501

Itokawa, H., Morita, H., Sumitomo, T., Totsuka, N., and Takeya, K., 1987, Antitumour Principles From Alpinia galanga, Planta Med., 53 (1) : 32-33

Mallavarapu, G. P., Rao, R., Ramesh, S., Dimri, B. P., Rajeswara Rao, B. R., Kaul, P. N., and Bhattacharya, A. K.,   2002,

Composition of The Volatile Oils Of Alpinia galangal rhizomes and Leaves From India, Journal of Essential Oil Research, 14 : 397-399

Natta, L., Orapin, K., Krittika, N., and Pantip, B., 2008, Essential Oil From Five Zingiberaceae For Anti Food-Borne Bacteria, International Food Research Journal, 15

Noor, S. H. dan Tjahjadi P., 2003, Aktivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) Terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus spp. Sebagai Penghasil Aflatoksin dan Fusarium Moniliforme, Jurnal Biodiversitas, 9 (3) : 161-164

Oka Adi Parwata, I. M. dan Fanny Sastra Dewi, P.,  2008, Isolasi dan Uji Aktivitas

Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L.), Jurnal Kimia, 2 (2) : 100-104

Oonmetta-aree, J., Suzuki T., Gasaluck, P., and Eumheb, G.,   2005, Antimicrobial

properties and action of galangal (Alpinia     galanga     Linn.)     on

Staphylococcus     aureus,      http://

www.elsevier.com/locate/lwt

Pratiwi, R., 2005, Perbedaan Daya Hambat

Terhadap Streptococcus mutans Dari Beberapa Pasta Gigi Yang Mengandung Herbal, Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal), 38

Rachdie, M., 2005, Pengaruh Ekstraks Serbuk Siwak (Salvadora persica) Terhadap Pertumbuhan  Bakteri Streptococcus

mutans dan  Staphylococcus aureus

dengan Metode Difusi Agar, Proposal skripsi,    http://www.skripsi.blogsome.

com, 23 November 2008

Raina, V. K., Srivastava, S. K., and Syamasunder, K. V., 2002, The Essential Oil of Greater  Galangal  (Alpinia

galangal (L.) willd) From The Lower Himalaya Region of India. Flavour Fragr. Journal. 17 : 358-360

Todar, K., 2002, Staphylococcus. University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology, http://www.bact.wisc. edu/

Volk, W.A. and Wheeler, 1993, Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta

Yasukawa, K., Sun, Y., Kitanaka, S., Tomizawa, M., Miura, M., and Matohashi, S., 2008, Inhibitory Effect of The Rhizomes of Alpinia Officinarum on TPA-Induced Inflammation and Tumor Promotion In Two-Stage Carcinogenesis In Mouse Skin, Jour. Nat. Med., 62 : 374-378

Yuharmen, Eryanti, Y., dan Nurbalatif, 2002, Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galangal), Jurnal Nature Indonesia, 4 (2) : 178-183

23