ISSN 1907-9850

SKRINING POTENSI JENIS BIJI POLONG-POLONGAN (Famili Fabaceae) DAN BIJI LABU-LABUAN (Famili Cucurbitaceae) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI PENGGANTI TAWAS

Ni Komang Ariati1* dan Ketut Ratnayani1

1Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

*E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Skrining Potensi Beberapa Jenis Biji Polong-polongan (Famili Fabaceae) dan Biji Labu-labuan (Famili Cucurbitaceae) Sebagai Kuagulan Alami Pengganti Tawas. Potensi biji-bijian ditentukan dengan metode turbidimetri dengan menghitung persentase penurunan turbiditas dari masing-masing biji-biji tersebut yang diujikan pada sampel air. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa serbuk biji asam jawa dari suku polong-polongan terbukti mampu berperan sebagai kuagulan alami, sedangkan biji bari suku labu-labuan kurang potensial menurunkan kekeruhan air. Persen penurunan kekeruhan dengan menggunakan kuagulan biji dari suku polong-polongan (lamtoro, merak, asam jawa) berturut-turut 32,35%, 39,99%, 62,75% dan biji dari suku labu-labuan (labu kuning, melon, semangka) berturut-turut 47,50%, 44,71%, 51,81%.

Kata Kunci: Kuagulan Alami, Biji asam jawa, Persen penurunan kekeruhan

ABSTRACT

This report discribes the study about screening of the potential of some types of grain legumes (Family Fabaceae) and pumpkin (Family Cucurbitaceae) as a natural kuagulan for alum substitution. The potential of grain was determined by turbidimetry method by calculating the decrease percentage in water turbidity after being applyed by each grain. The results shown that the powdered tamarind was proved to be capable to act as a natural kuagulan, while the pumpkin seeds were less potential in lowering the turbidity of the water. The percent decrease in turbidity by using cuagulan seeds of legumes (lamtoro, peacock, tamarind ) was of 32.35 % , 39.99 % , 62.75 % , respectively and the seeds of the pumpkin group (pumpkin, melon, watermelon) was of 47.50 % , 44.71 % , and 51.81 %, respectively.

Keywords: Natural Kuagulan, tamarind seeds , Percent decrease in turbidity

PENDAHULUAN

Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi partikel koloid dan partikel tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektriknya untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel sehingga partikel-partikel tersebut dapat saling bergabung. Bahan atau senyawa yang digunakan untuk penetralan muatan elektrik tersebut disebut koagulan. Flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan partikel partikel yang tidak stabil setelah

proses koagulasi melalui proses pengadukan (stirring) lambat sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang dapat diendapkan atau disaring pada proses pengolahan selanjutnya (Hadi, 1997).

Untuk menjernihkan air, masyarakat umumnya menggunakan tawas Al2(SO4).H2O sebagai bahan koagulan. Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia, tawas ini akan mengendap dalam air bersama dengan bahan kimia pencemar air. Pengendapan terjadi bila zat-zat itu tercampur

dengan baik dalam air. Karena itu begitu diberi tawas, air harus diaduk dan dialirkan melalui saluran yang berbelok-belok (Onny, 2008). Mengingat tawas merupakan bahan kimia yang mengandung logam aluminium, maka penggunaan tawas secara rutin dikhawatirkan memberi efek samping terutama bagi konsumen pengguna air hasil olahannya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu diupayakan penggunaan bahan koagulan pengganti tawas yang bersifat dapat diperbaharui dan alami misalnya dari tumbuhan. Meskipun koagulan kimia lebih efektif dari pada koagulan alami, koagulan kimia relatif mahal dan menghasilkan endapan yang sulit untuk ditangani. Selama ini biji tanaman kelor (Moringa oleifera) telah dikenal dan diteliti secara intensif sebagai koagulan alami pengganti tawas. Koagulan alami yang biasa digunakan berasal dari biji tanaman karena mengandung protein polikationik karena mengandung asam amino kationik di dalam rantai polipeptidanya (Eckenfelde, 2000).

Biji-bijian dari suku polong-polongan (famili Fabaceae) dan suku labu-labuan(famili Cucurbitaceae) umumnya memiliki kadar protein yang tinggi dibandingkan dengan biji-bijian dari suku lainnya. Kadar protein yang tinggi ini merupakan potensi yang perlu didayagunakan terutama biji-bijian yang kaya akan asam amino kationik yang menyusun rantai proteinnya, sehingga dapat berfungsi sebagai koagulan alami. Jenis protein penyusun biji-bijian bervariasi, tiap jenis biji akan memiliki jenis protein yang khas yang membedakannya dengan biji lainnya. Sementara itu, protein yang merupakan polimer dari asam amino dibedakan satu sama lain oleh komposisi, urutan, dan jumlah asam aminonya. Dari 20 jenis asam amino penyusun protein hanya terdapat tiga jenis asam amino yang merupakan asam amino kationik yaitu lisin, arginin, dan histidin. Asam amino kationik merupakan asam amino dengan rantai

samping yang mengandung gugus amina yang bermuatan positif (Lehninger, 1990). Makin banyak komposisi asam amino kationik yang menyusun protein biji-bijian, makin tinggi potensi dan kemampuan biji-bijian tersebut sebagai koagulan (Purnomo dan Surodjo, 2012).

Selain biji kelor, masih banyak jenis biji lain yang perlu diteliti kemampuannya sebagai koagulan. Dengan demikian, dapat memberi nilai tambah terhadap biji-bijian terutama yang belum memiliki nilai ekonomis dan belum ditemukan manfaatnya seperti biji asam jawa, biji labu, biji semangka, biji melon, merak, lamtoro (Ngili,Y,2013).

Serbuk biji diminimalisir kadar lemaknya melalui maserasi dengan heksan sehingga diperoleh serbuk biji bebas lemak. Setelah perlakuan koagulasi dan pengadukan pada sampel air keruh, maka dilakukan pengukuran nilai turbiditasnya dengan alat turbidimeter, sehingga dapat ditentukan persentase penurunan kekeruhan air (% penurunan turbiditas) yang menunjukkan kemampuannya sebagai koagulan (Hadi, 1997).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk melakukan uji daya koagulasi dari beberapa biji-bijian dari suku polong-polongan dan dari suku labu-labuan tersebut sebagai penjernih air sehingga dapat dibandingkan satu sama lain dan ditentukan jenis biji yang paling potensial sebagai pengganti tawas .

MATERI DAN METODE

Bahan

Serbuk biji tanaman dari suku polong-polongan yaitu biji asam jawa, biji lamtoro, biji merak dan labu-labuan seperti biji labu kuning,biji melon, biji semangka, sampel air keruh, n-heksana, tawas, kertas saring, akuades, KHPO4, dan KH2PO4.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan gelas, blender, alat pengaduk magnetik, pHmeter, turbidimeter, ayakan ukuran 100 mesh, oven, neraca analitik.

Cara Kerja

Sampel biji tanaman yang sudah tua dan kering, kemudian dihancurkan menggunakan blender sampai menjadi serbuk halus.

Serbuk halus dimaserasi dengan cara direndam menggunakan n-Heksan selama 5 hari untuk mendapatkan serbuk biji yang bebas lemak dan berbagai metabolit sekunder.

Serbuk biji selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman pada corong Buchner, lalu dikeringkan dengan dioven pada suhu 60oC hingga berat konstan.

Sampel yang telah berupa serbuk kering ini selanjutnya diayak menggunakan ayakan dengan ukuran 100 mesh dan disimpan dalam wadah tertutup.

Sebanyak 5 g serbuk biji tanaman hasil maserasi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas dan dikocok. Larutan serbuk biji 5% ini selanjutnya dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL dan diaduk menggunakan pengaduk magnetic selama 30 menit. Selanjutnya campuran ini disaring agar diperoleh larutan induk koagulan biji tanaman.

Sebanyak 100 mL sampel air keruh yang akan dijernihkan, ditambah dengan 10 mL larutan koagulan induk biji 5%, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Campuran ini selanjutnya diukur pH nya dengan alat pH-meter dan pHnya dicatat, jika pH campuran jauh dari kisaran 6-8 maka perlu dilakukan penambahan buffer fosfat pH 7 sampai pH berada pada kisaran 6-8. Selanjutnya dilakukan tahap flokulasi dengan cara melakukan pengadukan terhadap campuran tersebut selama 30 menit menggunakan pengaduk magnetic agar terjadi

flokulasi. Kemudian campuaran didiamkan selama 2 jam, dan dilakukan 3 kali pengulangan untuk masing-masing sampel biji tanaman.

Sebagai pembanding koagulan kimia, maka dilakukan perlakuan yang sama hanya saja sampel koagulan digunakan larutan koagulan tawas.

Pengukuran turbiditas dilakukan dengan cara sampel air yang telah dijernihkan hasil perlakuan pada tahap flokulasi selanjutnya diambil pada bagian permukaannya agar endapan yang telah terpisah dengan filtratnya tidak bercampur kembali. Sampel air ini selanjutnya diukur nilai turbiditasnya dengan alat turbidimeter dan dicatat hasil pembacaannya sebagai nilai turbiditas akhir atau NTU akhir.

Pengukuran nilai turbiditas juga dilakukan terhadap sampel air keruh asal yang belum mendapat perlakuan koagulasi dan dicatat sebagai nilai turbiditas awal (NTU awal).

Pengukuran turbiditas juga dilakukan terhadap sampel air yang telah diperlakukan dengan koagulan tawas.

Efektivitas koagulasi dari tiap koagulan biji tanaman ditentukan dengan menghitung Persentase Penurunan Turbiditas menggunakan rumus sebagai berikut:

[(NTUawal - NTUakhir) x100%] / (NTUawal)

Persentase penurunan turbiditas tertinggi menunjukkan serbuk biji tanaman tersebut paling potensial sebagai penjernih air.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biji-bijian pada prinsipnya mengandung protein yang mampu berperan sebagai koagulan. Protein yang larut dalam air yang akan menghasilkan protein yang bermuatan positif sehingga memiliki sifat seperti polielektrolit tawas dan merupakan polimer yang dapat mengikat partikel koloid dan

membentuk flok yang dapat mengendap (Ngili, 2013).

Adanya aktivitas asam amino kationik yang mampu mengadsorbsi dan membentuk ikatan antar partikel air keruh dan asam amino kationik sehingga terbentuk ikatan-ikatan yang stabil dapat mengendap. Pada prinsipnya dengan pengaruh pengadukan cepat akan meningkatkan penambahan muatan listrik, sehingga partikel stabil dalam koloid akan pecah (Lehninger, 1990).

Pengadukan lambat dilakukan setelah pengadukan cepat secara kontinyu agar partikel-partikel yang tidak stabil dapat membentuk flok. Flok-flok yang terbentuk akan mengendap pada dasar gelas beker setelah didiamkan beberapa waktu. Setelah 6 menit mikroflok-mikroflok tersebut cenderung untuk bersatu dan membentuk makroflok karena sudah mengalami destabilisasi dan akhirnya mengendap pada dasar gelas beker (Lehninger, 1990).

Campuran kemudian dipipet pada bagian permukaan dan dimasukkan ke dalam tabung turbidimeter untuk pengujian penurunan angka kekeruhan setelah penambahan larutan koagulan. Teori pengikatan partikel koloid oleh polimer

menyebabkan bahwa molekul polimer akan mengikat partikel koloid pada satu sisi. Bagian dari rantai yang tidak mengikat koloid dapat berikatan dengan rantai lain yang telah mengikat koloid. Rangkaian tersebut membentuk suatu jembatan kimia. Semakin banyak ikatan yang terjadi maka makin banyak koloid yang bergabung. Penggabungan tersebut membentuk gumpalan atau flok yang dapat mengendap (Lehninger, 1990). Akan tetapi bila rantai yang bebas tidak berhasil berikatan dengan rantai lain kemungkinan rantai tersebut akan menutupi seluruh permukaan partikel koloid yang diikatnya. Hal itu mengakibatkan partikel koloid kembali dalam keadaan stabil. Penambahan koagulan berlebih dapat menyebabkan kegagalan pembentukan flok, dengan mekanismenya adalah polimer-polimer yang berlebih akan menutupi seluruh permukaan partikel koloid sehingga tidak ada tempat untuk rantai akhir menempel dan proses flokulasi tidak terjadi . Keadaan ini bisa mengakibatkan partikel koloid kembali stabil atau tidak dapat bergabung dengan partikel lain karena memiliki muatan yang sama (Lehninger, 1990).

Hasil Uji Kuagulasi biji-bijian suku polong-polongan

Tabel 1. Angka kekeruhan pada uji kemampuan kuagulasi biji asam jawa, merak,

lamtoro (suku polong – polongan)

Sampel

NTUawal

PHAwal

Penambahan Kuagulan (ml)

NTUAkhir

PHAkhir

% Penurunan Turbiditas

Rata – rata %Penurunan Turbiditas

340

7,81

2,5

230

7,80

32,529

340

7,70

5,0

238

7,70

30

Lamtoro

340

7,50

7,5

240

7,48

29,4118

32,35

340

7,47

10

244

7,46

28,2353

340

7,41

12,5

248

7,40

27,0588

340

7,25

15,0

180

7,25

47,0588

340

7,99

2,5

228

1,99

32,9412

340

7,97

5,0

207

7,97

39,1176

Merak

340

7,91

7,5

205

7,91

39,7059

39,99

340

7,87

10

193

7,85

43,2353

340

7,80

12,5

190

7,78

44,1176

340

7,77

15,0

201

7,77

40,8823

340

8,00

2,5

128

8,00

62,3529

340

7,99

5,0

122

7,99

64,1176

Asam

340

7,97

7,5

127

7,97

62,6470

62,75

Jawa

340

7,94

10

126

7,93

62,9412

340

7,93

12,5

132

7,93

61,1765

340

7,90

15,0

125

7,88

63,2353

Hasil uji kuagulasi biji-bijian suku labu-labuan

Tabel 2. Angka kekeruhan pada uji kemampuan kuagulasi biji labu kuning, melon, semangka (suku labu – labuan)

Sampel

NTUawal

PHAwal

Penambahan Kuagulan (ml)

NTUAkhir

PHAkhir

% Penurunan Turbiditas

Rata – rata %Penurunan Turbiditas

340

7,89

2,5

176

7,87

48,2353

340

7,85

5,0

178

7,84

47,6470

Labu

340

7,80

7,5

179

7,80

47,3529

47,50

Kuning

340

7,75

10

182

7,73

46,4706

340

7,69

12,5

187

7,68

45

340

7,62

15,0

169

7,62

50,2941

340

7,99

7,98

7,98

7,94

7,90

7,70

2,5

228

7,98

41,7647

340

5,0

207

7,96

43,5294

Melon

340

7,5

205

7,97

44,1176

44,71

340

10

193

7,93

45,5882

340

12,5

190

7,89

46,1765

340

15,0

201

7,70

47,0588

340

7,89

2,5

163

7,87

52,0588

340

7,88

5,0

159

7,88

53,2353

Semangka

340

7,86

7,5

167

7,85

50,8823

51,81

340

7,84

10

169

7,84

50,2941

340

7,81

12,5

164

7,81

51,7647

340

7,78

15,0

161

7,77

52,6470

Hasil uji kuagulasi tawas

Tabel 3. Angka kekeruhan pada uji kemampuan kuagulasi tawas

Sampel   NTUawal

Penambahan                           %       Rata – rata

PHAwal    Kuagulan    NTUAkhir   PHAkhir    Penurunan   %Penurunan

(ml)                               Turbiditas     Turbiditas

108

108

108

Tawas     108

108

108

7,60        2,5         0,60      7,40       99,44

7,60        5,0         0,37      6,90       99,65

7,60        7,5         0,34      6,70       99,68

7,60         10         0,34      6,50       99,68        99,63

7,60        12,5        0,35      6,10       99,67

7,60        15,0        0,35      6,00       99,67

Perbandingan Penurunan Angka Kekeruhan Koagulan Biji polong-polongan dan biji labu-labuan dibandingkan dengan kuagulan Tawas

Berdasarkan hasil perbandingan koagulan biji polong-polongan dan biji labu-labuan dengan koagulan tawas diketahui bahwa koagulan alami biji asam jawa, terbukti mampu menurunkan angka kekeruhan air baku walaupun tidak sebesar tawas. Sedangkan biji-biji yang lain kurang mampu dalam menurunkan angka kekeruhan air baku.

Persen penurunan kekeruhan dengan menggunakan koagulan biji asam ini cukup besar yaitu 62,75% mendekati kemampuan tawas yang mampu menurunkan kekeruhan sebesar 99,63%. Koagulan alami biji asam jawa, tidak mengalami perubahan pH yang besar, hanya ≤ 1, sedangkan koagulan tawas mengalami perubahan pH dari pH 7 menjadi 6. Hal ini menunjukkan salah satu kelebihan koagulan alami dibandingkan dengan koagulan tawas. Penggunaan tawas sebagai kuagulan cenderung menurunkan pH air menjadi dalam suasana asam, sehingga harus dinetralkan kembali agar dapat memenuhi standar baku mutu air yaitu mendekati pH 7. Kemampuan dari biji-bijian tersebut untuk menurunkan angka kekeruhan air baku sangat

tergantung pada kandungan protein yang kaya asam amino kationik dalam rantai penyusunnya. Kandungan Asam amino kationik dari setiap biji-bijian tersebut berbeda-beda,sehingga kemampuan untuk menetralkan partikel-partikel koloid berbeda dan ini salah satu penyebab mengapa kemampuan dari biji-bijian untuk menurunkan angka kekeruhan air baku juga berbeda (Yuliastri, 2010).

Biji-bijian pada prinsipnya mengandung protein yang mampu berperan sebagai koagulan. Protein yang larut dalam air yang akan menghasilkan protein larut air yang bermuatan positif larutan tersebut memiliki sifat seperti polielektrolit tawas dan merupakan polimer yang dapat mengikat partikel koloid dan membentuk flok yang dapat mengendap. Adanya aktivitas asam amino kationik yang mampu mengadsorbsi dan membentuk ikatan antar partikel air keruh dan asam amino kationik sehingga terbentuk ikatan-ikatan yang stabil dapat mengendap (Ngili, 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menghasilkan simpulan sebagai berikut :

  • 1.    Serbuk biji asam jawa, (suku polong-polongan) terbukti mampu berperan sebagai koagulan alami yaitu mampu menurunkan angka kekeruhan air baku.

  • 2.    Persen penurunan kekeruhan dengan menggunakan koagulan biji asam jawa ini cukup besar yaitu 62,75% .

  • 3.    Hasil penelitian serbuk biji asam jawa yang paling potensial digunakan sebagai kuagulan alami pengganti tawas dibandingkan dengan serbuk biji lamtoro, merak, melon, semangka, dan labu kuning.

Saran

Berdasarkan penelitian yang dihasilkan dapat disarankan untuk meneliti Jenis sampel biji dan pelarut lain yang di gunakan serta menentukan kadar asam amino kationiknya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala PDAM Kotamadya Denpasar beserta staf laboratorium, LPPM Universitas Udayana dan Yunita, serta semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Eckenfelde, W.,    2000, Industrial Water

Pollution Control, 3th Ed, McGraw- Hill Inc., New York.

Hadi, W.,  1997, Perencanaan Bangunan

Pengolahan Air Minum, Makalah, FTSP-ITS, Surabaya.

Hendrawati, 2013, Penggunaan biji Asam Jawa dan Biji Kecipir Sebagai koagulan alami Dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah, Program Proiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 179-191.

Lehninger, 1990, Dasar-dasar Biokimia, jilid 1, Penerbit Erlangga, Surabaya.

Ngili, Y., 2013, Protein dan Enzim, Rekayasa Sains, Bandung.

Onny, U., 2008, Menjernihkan Air Kotor, Puspa Swara, Jakarta.

Purnomo, H. dan Surodjo, S., 2012, Pengaruh Penambahan Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Koagulan Alami Pada Pengolahan Air Limbah Penggilingan Kedelai Industri Tempe, Prosiding Seminar nasional Kimai Unessa, 142150.

Yuliastri, R.I., 2010, Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Koagulan dan Flokulan   Dalam

Perbaikan Kualitas Air Limabh dan Air Tanah, Skripsi UIN Syarif Hidayatulah, Jakarta

22