Analisa Hubungan Antara Kadar Sel Monosit Darah Tepi pada Pasien Kanker Payudara Stadium Lanjut Sebelum dan Sesudah Terapi
on
P-ISSN: 2548-5962
E-ISSN: 2548-981X
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Analisa Hubungan Antara Kadar Sel Monosit Darah Tepi pada Pasien Kanker
Payudara Stadium Lanjut Sebelum dan Sesudah Terapi
Priscilia Kalitouw*, Victor Pontoh, Marselus Merung, Christian Manginstar, Fima Langi
Divisi Bedah Onkologi, Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dan Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado.
*Penulis korespondensi: [email protected].
ABSTRAK
Tujuan: Untuk menganalisa hubungan kadar monosit sel darah tepi pada sebelum dan sesudah terapi pada penderita kanker payudara. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan kohort prospektif, untuk menganalisa kadar monosit darah tepi sebelum dan sesudah terapi pada penderita kanker payudara. Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu: pasien wanita dengan diagnosa kanker payudara stadium lanjut, umur 35-75 tahun dan pasien menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusinya adalah pasien wanita dengan diagnosa kanker payudara stadium dini, adanya keganasan atau kelainan hematologi sebelumnya, dan pasien yang meninggal selama waktu penelitian. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan sebelum terapi median monosit adalah 5% (IQR 310%) dan sesudah pasien mendapatkan pengobatan mediannya turun menjadi 3% (IQR 1,0-7,7 menjadi lebih nyata dan bermakna (p<0,001). Analisis regresi linear dilakukan dalam analisis data orisinil dan data hasil resampling. Hasil estimasi perubahan kadar monosit menggunakan kedua data ini tidak berbeda jauh (-3,47 vs -3,63% masing-masing pada model dengan data orisinil dan resampling), yang menandakan penurunan monosit darah tepi setelah terapi. Perbedaanya adalah hasil analisis menggunakan data resampling menghasilkan interval estimasi yang lebih sempit (95% CI -4,23 hingga -3,03%) dengan nilai p<0,001 yang menandakan perhitungan yang bermakna secara statistik. Simpulan: Terdapat penurunan kadar monosit sel darah tepi pada pasien kanker payudara setelah dilakukan terapi.
Kata kunci: monosit sel darah tepi, kanker payudara stadium lanjut, terapi.
DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2023.v07.i01.p01
ABSTRACT
Aim: To analyze the correlation of peripheral blood cell monocyte levels before and after therapy. Methods: This research is an observational analytic study with a prospective cohort approach to evaluate peripheral blood monocyte levels before and after therapy in breast cancer patients. The inclusion criteria for this study were: female patients diagnosed with advanced breast cancer, aged 3575 years, and the patients agreed to be included in the study. The exclusion criteria were female patients diagnosed with early-stage breast cancer, previous presence of malignancy or hematological disorders, and patients who died during the study period. Results: In this study, it was found that before, the median monocyte therapy was 5% (IQR 3-10%), and after the patient received treatment, the median fell to 3% (IQR 1.0-7.7 became more real, and meaningful (p<0,001). Linear regression analysis was carried out to analyze the original and resampled data. The results of estimation of changes in monocyte levels using these two data were not significantly different (-3.47 vs. -3.63% respectively in the model with original data and resampling), indicating a decrease in peripheral blood monocytes after therapy. The difference is that the analysis results using resampling data produce a narrower estimation interval (95% CI -4.23 to -3.03%) with a p value <0.001, indicating a statistically significant calculation. Conclusion: There is a decrease in the level of peripheral blood cell monocytes in breast cancer patients after treatment.
Keywords: peripheral blood cell monocytes, advanced breast cancer, therapy.
1 | JBN (Jurnal Bedah Nasional)
PENDAHULUAN
Kanker payudara adalah kanker yang paling sering ditemukan pada wanita. The Cancer Statistic Worldwide mendokumentasikan lebih dari satu juta kasus kanker payudara didiagnosis setiap tahunnya, yang mencakup sepertiga dari 4,7 juta diagnosis kanker pada perempuan.1 Di negara berkembang kanker payudara (KPD) menjadi masalah kesehatan utama oleh karena faktor sosial, biaya pengobatan yang tinggi serta meningkatnya angka insiden KPD yang terdiagnosis setiap tahunnya.2 Tingkat insidens bervariasi diantara berbagai kelompok etnis, yaitu; 122,6 per 100.000 kasus pada ras kulit putih, 118 per 100.000 kasus pada ras kulit hitam/Afrika, 92,8 per 100.000 kasus pada ras Hispanik, 87,9 per 100.000 kasus ras Asia/ Pasifik, dan 65.6 per 100.000 di Amerika Indian.3Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi karsinoma di Indonesia adalah 1,4 per 1.000 penduduk dimana KPD adalah yang tertinggi pada wanita. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, KPD adalah kasus rawat inap yang tertinggi yaitu 12.014 kasus (28,7%).4
Sel kanker memiliki karakteristik dalam patogenesisnya yang berkaitan dengan kemampuannya (enabling characteristics), yaitu kemampuan untuk memodifikasi atau memprogram-ulang (reprogram) metabolisme seluler agar dapat menunjang proliferasi neoplastik secara efektif dan kemampuan yang memungkinkan sel karsinoma menghindar dari perlawanan sistim imun, khususnya destruksi oleh sel T dan B, makrofag dan sel Natural Killer (NT). Proses invasi sel kanker membutuhkan beberapa mutasi, tetapi juga formal membutuhkan dukungan dari sel-sel stroma normal yang memungkinkan pertumbuhan dan invasi sel-sel kanker. Adanya sitokin dan sel-sel
inflamasi pada jaringan stroma sekitar tumor menunjukkan reaksi pertahanan tubuh di mana akan menggambarkan baik atau buruknya prognostik kanker payudara.5
Dalam penelitian secara retrospektif terhadap 2008 penderita kanker payudara yang menjalani pembedahan ditemukan hanya sel monosit absolut yang mempunyai nilai faktor prognostik independen, sedangkan nilai prognostik sel limfosit dan rasio sel limfosit terhadap monosit tidak dapat di konfirmasi. Kadar monosit absolut yang tinggi ditemukan seiring dengan memburuknya keadaan klinis pada stadium lanjut dan penderita dengan luminal B, HER-2 over ekspresi serta subtipe triple negative pada kanker payudara.6
Keterkaitan antara kadar monosit sel darah tepi dengan prognosis klinis penderita telah didokumentasikan pada penelitian- penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menggunakan kadar monosit sel darah tepi untuk menganalisa hubungan yang terjadi sebelum dan sesudah terapi pada penderita kanker payudara.
METODE
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan kohort prospektif. Subyek penelitian adalah 36 orang wanita yang menderita kanker payudara yang mengunjungi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu: pasien wanita dengan diagnosa kanker payudara stadium lanjut, umur 35-75 tahun dan pasien menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusinya adalah pasien wanita dengan diagnosa kanker payudara stadium dini, adanya keganasan atau kelainan hematologi sebelumnya, dan pasien yang meninggal selama waktu penelitian.
Pengumpulan data dilakukan tepat sebelum terapi dan sekitar tiga bulan sesudahnya. Sampel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah darah tepi. Darah yang diambil, ditempatkan di dalam tabung EDTA. Darah kemudian dibawa ke laboratorium untuk analisis hitung jenis leukosit (monosit) sebelum dan sesudah terapi. Pengambilan sampel dilakukan sebelum pasien dilakukan terapi dan 2 minggu sesudah pasien dilakukan terapi (operasi atau kemoterapi atau kombinasi).
Data yang dikumpulkan diolah menggunakan Microsoft Excel dan software statistik R versi 3.5.2. Analisis deskriptif untuk melihat distribusi variabel-variabel penelitian dilakukan secara univariat maupun bivariat. Analisis univariat mencakup penilaian distribusi setiap variabel, termasuk normalitas variabel numerik. Evaluasi ini dilakukan menggunakan grafik seperti histogram, boxplot, dan kurva densitas, disamping uji normalitas Shapiro-Wilk. Pada variabel kategori, penilaian distribusi dilakukan melalui tabel frekuensi. Nilai pemusatan dan penyebaran dihitung menurut jenis variabel dan normalitas distribusi untuk yang numerik.
Untuk variabel numerik dengan distribusi normal, nilai diberikan dalam bentuk mean dan standar deviasi (SD). Bila ketidaknormalan distribusi dapat dibuktikan, nilai median dan rentang antar kuartil (interquartile range, IQR) yang justru
diberikan. Untuk variabel kategori, nilai proporsi ditampilkan pada masing-masingnya. Perbedaan setiap variabel menurut jenis kelamin selanjutnya diberikan dan diuji menggunakan uji T ataupun Mann-Whitney U untuk variabel numerik, dan uji chi-square atau Fisher’s Exact untuk variabel kategori.
Pengaruh terapi terhadap kadar monosit sel darah tepi akan dievaluasi dalam tingkat bivariat and multivariat. Analisis bivariat hubungan setiap faktor utama penelitian ini dilakukan secara visual melalui scatter-plot atau grafik pencar, dan secara analitik menggunakan uji T ataupun padanan non-parametriknya. Kuantifikasi atas besar hubungan mereka akan diteliti menggunakan model regresi sederhana. Model regresi linear multivariabel akan dipakai untuk menilai hubungan kedua variabel tersebut setelah faktor-faktor yang berpotensi merancu dikontrol.
HASIL
Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan subyek penelitian sebanyak 36 orang penderita kanker payudara stadium lanjut yang masuk dan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Tabel 1. Karakteristik Pasien Kanker Payudara dalam Penelitian
Karakteristik |
Mean (SD) |
n (%) |
Usia |
52,2 (10,0) |
- |
Stadium Kanker | ||
IIIA |
- |
4 (12) |
IIIB |
- |
21 (58) |
IIIC |
- |
9 (26) |
IV |
- |
2 (5) |
Jenis Terapi | ||
Kemoterapi |
- |
2 (5) |
Operasi |
- |
1 (2) |
Kemoterapi dan Operasi |
- |
33 (93) |
Selama masa penelitian, 36 pasien
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dengan usia termuda 35 tahun dan usia tertua 71 tahun dengan rata-rata usia 52,2 tahun dengan standard deviasi 10,0 tahun (Tabel 1).
Sebanyak 36 wanita dengan kanker payudara stadium lanjut dalam penelitian ini diperiksa kadar lekosit dan neutrofilnya dalam darah tepi, selain kadar monosit yang menjadi pokok penelitian (Tabel 2). Sayangnya, hanya hitung lekosit yang dapat dilakukan pada keseluruhan pasien sebelum dan sesudah terapi. Nilai neutrofil dan monosit, sebaliknya,
hanya dihitung pada sejumlah pasien. Kadar monosit misalnya hanya diperoleh pada 15 pasien sebelum terapi; setelah terapi, angka ini menurun drastis menjadi 3 orang pasien. Hasil pemeriksaan berdasarkan data yang dikumpulkan menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada tingkat neutrofil. Dalam hal ini, para penderita kanker payudara stadium lanjut memperlihatkan kecenderungan peningkatan kadar neutrofil yang cukup bermakna paska terapi (mean 9,5 menjadi 24 × 1000 per mm3; p = 0,016).
Tabel 2. Kadar Leukosit, Neutrofil, dan Monosit Para Pasien Kanker Payudara dalam Penelitian
Karakteristik |
Waktu pa Sebelum Sesudah Median Mean Median Mean (SD) (Q1-Q3) (SD) (Q1-Q3) |
Leukosit (x103/mm3) Neutrofil (x103/mm3) Monosit (%) Orisinilb Resamplingc |
- 7,6 (5,1 - 10,7) - 12,2 (7,9-17,3) 0,130 9,5 (7,9) - 24 (12,1) - 0,016 - 5,0 (3,0-10,0) - 4,0 (4,0-5,5) 0,551 - 5,0 (2,0-10,0) - 3,0 (1,0-7,0) <0,001 |
Catatan: Med - median, Q1 - kuartil I, Q3 - kuartil III. a Uji T atau Mann-Whitney U menurut normalitas distribusi. b Data sebelum terapi tersedia pada 15 pasien, sesudah terapi hanya pada 3 pasien. c Data Resampling masing-masing waktu pengukuran n = 1000.
Data orisinal pada ke-36 pasien menunjukkan kecenderungan median monosit darah tepi yang turun setelah terapi. Tabel 2 memperlihatkan bahwa sebelum terapi median monosit adalah 5% (IQR 3-10%) dan sesudah pasien mendapatkan pengobatan mediannya turun menjadi 4% (IQR 4-5,5%). Tidak bermaknanya penurunan ini dapat dimengerti dari jumlah penderita yang tersedia data monositnya sesudah terapi, yakni hanya tiga wanita. Jumlah yang sangat terbatas ini tentunya memperlebar variasi data sehingga perbedaan bermakna sulit ditentukan. Untuk mengatasi permasalahan ini, perhitungan perbedaan kadar monosit darah tepi dilakukan menggunakan data resampling dengan n 1000
untuk setiap waktu pengukuran (sebelum dan sesudah terapi). Hasilnya jelas tampak pada Tabel 2 cukup membantu pembuatan kesimpulan karena perbedaan yang ada menjadi lebih nyata dan bermakna (p<0,001).
Perubahan kadar sel monosit darah tepi sesudah terapi dibandingkan dengan sebelum terapi diperjelas oleh grafik-grafik dalam Gambar 1. Tujuannya adalah mempertegas perubahan monosit secara visual, maka data yang digunakan untuk menggambar grafik-grafik tersebut adalah data hasil resampling. Grafik pertama adalah perbandingan densitas kadar monosit sebelum dan sesudah terapi; terlihat jelas bahwa grafik cukup tumpang tindih namun densitas kadar monosit sesudah
terapi jelas menumpuk pada nilai yang lebih rendah. Pada grafik kedua, distribusi kadar monosit sesudah terapi tampak berada di sebelah kiri distribusi monosit sebelum terapi pada sepanjang kisaran nilai distribusi. Selanjutnya pada grafik ketiga, boxplot dari kadar monosit sesudah terapi relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan boxplot kadar monosit sebelum terapi. Gambaran yang diperlihatkan ketiga grafik ini merujuk kepada kesimpulan yang sama, yakni nilai monosit darah tepi cenderung turun sesudah terapi.
Kuantifikasi dari perubahan yang tampak pada Gambar 1 dilakukan menggunakan analisis regresi linear sebagaimana ditampilkan Tabel 3. Kedua data, yaitu data
yang diperoleh dalam penelitian dan data hasil resampling, digunakan untuk pemodelan regresi. Berhubung terbatasnya data, hanya persamaan regresi sederhana (univariabel) yang digunakan dalam analisis. Hasil estimasi perubahan kadar monosit menggunakan kedua data ini tidak berbeda jauh (-3,47 vs -3,63% masing-masing pada model dengan data orisinil dan resampling), yang menandakan penurunan monosit darah tepi setelah terapi. Perbedaaanya adalah hasil analisis menggunakan data resampling menghasilkan interval estimasi yang lebih sempit (95% CI -4,23 hingga -3,03%) dengan konsekuensi nilai p<0,001 yang menandakan perhitungan yang bermakna secara statistik.
Gambar 1. Grafik Densitas, Distribusi Kumulatif, dan Boxplot Kadar Sel Monosit Darah Tepi Sebelum dan Sesudah Terapi
Tabel 3. Model Regresi Linear Perubahan Kadar Sel Monosit Darah Tepi
Variabel |
Besar Perubahan Monosit (%) | |||
Orisinil |
Resampling | |||
β (95% CI) |
p |
β (95% CI) |
p | |
Sesudah vs Sebelum Terapi (%) |
-3,47 (-14,52 - 7,59) |
0,516 |
-3,63 (-4,23 - -3,03) |
<0,001 |
Catatan: CI - confidence interval
DISKUSI
Kemoterapi sitotoksik di gunakan sebagai pengobatan konvensional untuk kanker payudara adalah neoadjuvant dan adjuvant dan sebagai terapi induksi pada kanker payudara stadium IV de Novo.7 Kemoterapi dan radioterapi menyebabkan neutropenia dan penurunan sistem pertahanan tubuh. Gangguan fungsional granulosit dan monosit
yang berat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang mengalami neutropenia.8 Neutropenia dan infeksi yang terjadi tidak hanya menghentikan kemoterapi tetapi juga berpotensi mengancam jiwa.1 Pada penelitian ini, 36 pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dengan usia termuda 35 tahun dan usia tertua 70 tahun dengan rata-rata usia 52,2 tahun dengan standard deviasi 10.0
tahun. Data orisinal pada ke-36 pasien menunjukkan kecenderungan median monosit darah tepi yang turun setelah terapi. Sebelum terapi median monosit adalah 5% (IQR 310%) dan sesudah pasien mendapatkan pengobatan mediannya turun menjadi 4% (IQR 4-5,5%). Tidak bermaknanya penurunan ini dapat dimengerti dari jumlah penderita yang tersedia data monositnya sesudah terapi, yakni hanya tiga wanita. Hal ini karena hanya 3 pasien yang kembali untuk menjalani kemoterapi sampai selesai. Sisanya putus kemoterapi atau tidak kembali sampai selesai dengan berbagai alasan. Untuk mengatasi permasalahan ini, perhitungan perbedaan kadar monosit darah tepi dilakukan menggunakan data resampling dengan n 1000 untuk setiap waktu pengukuran (sebelum dan sesudah terapi). Sehingga Hasil yang di dapat menjadi sebelum terapi median monosit adalah 5% (IQR 3-10%) dan sesudah pasien mendapatkan pengobatan mediannya turun menjadi 3% (IQR 1,0-7,7 menjadi lebih nyata dan bermakna (p<0,001). Penurunan kadar monosit sel darah tepi setelah dilakukan operasi disebabkan pengangkatan massa tumor berarati menghilangkan sel tumor yang menarik sel-sel proinflamasi di daerah perifer.9
Limfosit dan monosit adalah sel imun utama dalam respons inflamasi.1 Setelah matang di sumsum tulang monosit memasuki darah dan beredar di seluruh tubuh. Fungsi utamanya fagositosis dan penghancuran mikroba yang mati di sel jaringan.9 Kadar monosit absolut yang tinggi ditemukan seiring dengan memburuknya keadaan klinis pada stadium lanjut dan penderita dengan luminal B, HER-2 over ekspresi serta subtipe triple negative pada karsinoma payudara.6 Penelitan-penelitian yang lain membuktikan adanya hubungan antara sel monosit dengan perkembangan sel karsinoma.10,11
Perubahan kadar sel monosit darah tepi sesudah terapi dibandingkan dengan sebelum terapi diperjelas oleh grafik-grafik dalam Gambar 1. Tujuannya adalah mempertegas perubahan monosit secara visual, maka data yang digunakan untuk menggambar grafik-grafik tersebut adalah data hasil resampling. Gambaran yang diperlihatkan ketiga grafik ini merujuk kepada kesimpulan yang sama, yakni nilai monosit darah tepi cenderung turun sesudah terapi. Kuantifikasi dari perubahan yang tampak pada Gambar 1 dilakukan menggunakan analisis regresi linear sebagaimana ditampilkan Tabel 3 Hasil estimasi perubahan kadar monosit menggunakan kedua data ini tidak berbeda jauh (-3,47 vs -3,63 % masing-masing pada model dengan data orisinil dan resampling), yang menandakan penurunan monosit darah tepi setelah terapi. Perbedaaanya adalah hasil analisis menggunakan data resampling menghasilkan interval estimasi yang lebih sempit (95% CI -4,23 hingga -3,03 %) dengan konsekuensi nilai p<0,001 yang menandakan perhitungan yang bermakna secara statistik.
Keterkaitan antara kadar monosit sel darah tepi dengan prognosis klinis penderita telah didokumentasikan pada penelitian- penelitian terdahulu. Pada penelitian tahun 2018 oleh Ouyang, dkk terhadap perubahan jumlah monosit sel darah tepi untuk memprediksikan terjadinya neutropenia post kemoterapi menunjukkan bahwa perubahan jumlah monosit sama dengan jumlah neutrofil dan peningkatan atau perubahan jumlah monosit adalah sebelum perubahan jumlah neutrofil. Oleh karena itu, peningkatan atau penurunan jumlah monosit dapat menjadi prediktor berguna dan signifikan untuk pemantauan jumlah neutrofil selanjutnya.12
SIMPULAN
Terdapat penurunan kadar monosit sel darah tepi pada pasien kanker payudara
setelah dilakukan terapi. Penurunan kadar monosit sel darah tepi setelah dilakukan operasi disebabkan pengangkatan massa tumor berarti menghilangkan sel tumor yang menarik sel-sel proinflamasi di daerah perifer.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga dan para pembimbing penelitian.
PERNYATAAN
Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, dkk. Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA Cancer J Clin. 2018;68:394-424.
-
2. DeSantis C, Siegel R, Bandi P, Jemal A. Breast cancer statistics, 2011. CA Cancer J Clin. 2011;61:408-18.
-
3. Miller JW, King JB, Joseph DA, dkk. Breast cancer screening among adult women--Behavioral Risk Factor
Surveillance System, United States, 2010. MMWR Suppl. 2012;61:46-50.
-
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. Kemenkes [serial online] 8 Mei 2014. [diakses 30 November 2022]. Diunduh dari:
https://www.kemkes.go.id/article/view/2 01407070001/hilangkan-mitos-tentang-kanker.html.
-
5. Kleer CG, van Golen KL, Merajver SD. Molecular biology of breast cancer
metastasis. Inflammatory Breast Cancer: Clinical Syndrome and Molecular Determinants. Breast Cancer Res. 2000;2:423-29.
-
6. Wen J, Ye F, Huang X, dkk. Prognostic Significance of Preoperative Circulating Monocyte Count in Patients With Breast Cancer: Based on a Large Cohort Study. Medicine (Baltimore). 2015;94:e2266.
-
7. Liu L, Yang L, Yan W, dkk.
Chemotherapy Induces Breast Cancer Stemness in Association with Dysregulated Monocytosis. Clin Cancer Res. 2018;24:2370-82.
-
8. Hafiz TA, Alghamdi AA, Aljameel NM, dkk. Efficiency of granulocytes and monocytes in breast cancer patients following radiotherapy in KSA. Biomed Res. 2018;29:3880-7.
-
9. Feng AL, Zhu JK, Sun JT, dkk. CD16+ monocytes in breast cancer patients: expanded by monocyte chemoattractant protein-1 and may be useful for early diagnosis. Clin Exp Immunol.
2011;164:57-65.
-
10. Botta C, Barbieri V, Ciliberto D, dkk. Systemic inflammatory status at baseline predicts bevacizumab benefit in advanced non-small cell lung cancer patients. Cancer Biol Ther. 2013;14:469-75.
-
11. Bishara S, Griffin M, Cargill A, dkk. Pretreatment white blood cell subtypes as prognostic indicators in ovarian cancer. Eur J Obs Gynecol Reprod Biol. 2008;138:71-5.
-
12. Ouyang W, Liu Y, Deng D, dkk. The change in peripheral blood monocyte count: A predictor to make the
management of chemotherapy-induced neutropenia. J Cancer Res Ther. 2018;14:S565-70.
7
Discussion and feedback