Peranan Membran Amnion Kering terhadap Jumlah Sel Fibroblas pada Proses Penyembuhan Luka Trakea Kelinci
on
Cdirectory of OPEN ACCESS ∕ JOURNALS
P-ISSN: 2548-5962 ORIGINAL ARTICLE
E-ISSN: 2548-981X
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jbn
Peranan Membran Amnion Kering terhadap Jumlah Sel Fibroblas pada Proses
Penyembuhan Luka Trakea Kelinci
Erick Corputty1*, Nico Lumintang2, Sherly Tandililing3, Fima L. F. G. Langi4, Sri Adiani5
-
1 Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-I) Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
2 Staf Pengajar Ilmu Bedah Divisi Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
3 Staf Pengajar Ilmu Bedah Divisi Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
4 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado.
-
5 Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado.
*Penulis korespondensi: [email protected].
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui peranan membran amnion kering terhadap jumlah sel fibroblas pada proses penyembuhan luka trakea kelinci. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimen dengan pengukuran berulang pada 24 kelinci lokal jantan Lepus nigricollis. Subjek dibagi dalam dua kelompok. Salah satunya diberikan membran amnion kering pada defek trakea sementara kelompok yang lain menjadi kontrol dan lukanya mengalami penyembuhan primer. Hasil: Pada pengukuran hari pertama dan hari ke-7 paska operasi, rata-rata jumlah sel fibroblas pada kelompok perlakuan lebih banyak daripada kelompok kontrol [(Hari 1 = 12,5 ± 3,3 ; 8,5 ± 1,3, p = 0,066) ; (Hari 7 = 28,5 ± 1,7 ; 20,2 ± 6,9, p = 0,059)]. Jumlah sel fibroblas kelompok perlakuan pada hari ke-14 lebih sedikit dibanding kelompok kontrol (25,5 ± 4,2 ; 34,2 ± 5,3, p = 0,041). Diskusi: Hasil ini menunjukan proses penyembuhan luka lebih cepat pada kelompok perlakuan. Adanya MAK pada kelompok perlakuan menghasilkan growth factor yang meningkatkan angiogenesis dan suplai nutrisi serta oksigen pada sel-sel yang terlibat dalam proses penyembuhan, sehingga mempercepat regenerasi dan remodeling. Simpulan: Penggunaan MAK pada defek trakea mempercepat peningkatan jumlah sel fibroblast yang mengindikasikan adanya percepatan proses penyembuhan luka trakea kelinci.
Kata kunci: Defek trakea, Fibroblas, Membran amnion
DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2020.v04.i02.p01
ABSTRACT
Aim: To determine the role of freeze-dried amniotic membrane on fibroblast cell counts of rabbit tracheal wound healing process. Methods: This study was an experiment with repeated measurements on 24 local male rabbits of Lepus nigricollis. Subjects were divided into two groups. One group is given a freeze-dried amniotic membrane to the tracheal defect while the other group is control with primary healing wound. Results: On the first and 7th day postoperative, the average number of fibroblasts cells in the treatment group was greater than the control group [(Day 1 = 12.5 ± 3.3 ; 8.5 ± 1.3, p = 0.066); (Day 7 = 28.5 ± 1.7 ; 20.2 ± 6.9, p = 0.059)]. The number of fibroblasts cells in the treatment group on day 14th was less than the control group (25.5 ± 4.2 ; 34.2 ± 5.3, p = 0.041). Discussion: These results show a faster wound healing process in the treatment group. The application of freeze-dried amniotic membrane in the treatment group produces growth factors that increase angiogenesis and supply of nutrients and oxygen to cells involved in the healing process, thereby accelerating regeneration and remodelling. Conclusion: The application of freeze-dried amniotic membrane on tracheal defects accelerates the increase number of fibroblast cells which indicates the acceleration of the rabbit tracheal wound healing process.
Keywords: Tracheal defect, Fibroblasts, Amniotic membrane
PENDAHULUAN
Trakea merupakan saluran pernapasan di bagian leher yang bagian superior nya dikelilingi oleh struktur kartilago laring. Luka di trakea khususnya luka paska trakeostomi dibiarkan sembuh secara sekunder. Penyembuhan luka trakea secara sekunder dapat menimbulkan beberapa masalah. Jaringan granulasi yang terbentuk disekitar luka akan menyebabkan fibrosis dan kontraktur. Jaringan parut yang berkontraksi dapat bersentuhan dengan trakea, sehingga terjadi perlekatan trakea. Bekas luka trakea yang tertekan menyebabkan fiksasi trakea ke kulit sehingga terjadi tarikan kulit ketika trakea bergerak. Tarik menarik trakea dan kulit menyebabkan disfagia dan nyeri, dan bekas luka yang dihasilkan umumnya tidak baik secara estetika.1
Teknik yang berbeda telah dikembangkan dan berhasil digunakan untuk mengobati luka trakea maupun mencegah stenosis, namun teknik ini memakan waktu dan biaya serta menimbulkan stres tambahan bagi pasien karena intervensi bedah lebih lanjut sering tidak dapat dihindari.2
Insiden trakeostomi di dunia dilaporkan rata-rata sebanyak 25.056 kasus pertahun. Defek trakea terjadi sebanyak 3/1.000.000 kasus di dunia. Penatalaksanaan defek trakea masih merupakan kontroversi dan tantangan bagi ahli bedah karena belum ada material yang dianggap ideal sebagai pengganti trakea serta banyaknya komplikasi yang terjadi paska rekonstruksi. Pada kasus defek yang memerlukan reseksi trakea dengan ukuran yang kecil, anastomose langsung dapat dilakukan. Pada kasus dengan defek trakea melintang/horizontal yang berukuran besar (lebih dari 50%) terdapat beberapa pilihan rekonstruksi, yaitu slide tracheoplasty, pemakaian prosthesis atau implan, autograft (transplantasi dari jaringan tubuh lain pada individu yang sama), allograft (transplantasi
jaringan dari tubuh lain pada spesies yang sama), dan rekayasa jaringan.2-4
Beberapa tahun belakangan ini penggunaan membran amnion untuk penyembuhan luka semakin meningkat. Karena sifatnya yang menguntungkan sehingga secara klinis membran amnion banyak digunakan sebagai promotor penyembuhan luka, seperti penelitian Tseng tahun 2001 yang meneliti tentang transplantasi membran amnion sebagai graft untuk berbagai penyakit konjungtiva dan kornea dan sebagai patch dalam kasus luka bakar kimia dan termal, keratitis refraktori dan sebagai substrat yang sangat baik untuk memperluas sel induk epitel ex vivo. Begitu juga penelitian Syahredi tahun 2014 yang meneliti penggunaan selaput amnion segar pada insisi luka operasi seksio sesarea. Membran amnion memiliki keunggulan dalam membantu proses penyembuhan luka ulkus kronis, pencegahan adhesi tendon, penyembuhan luka periodontologi. Penelitian terbaru Darmika tahun 2018 di Surabaya tentang peranan membran amnion kering terhadap integritas mukosa pada penutupan defek trakea yang menyimpulkan bahwa adanya keunggulan dalam epitelisasi penggunaan polypropylene mesh yang dikombinasikan dengan membran amniotik kering pada kelinci dengan defek trakea.5-8
Membran amnion adalah lapisan terdalam dari plasenta yang mengandung membrana basalis yang tebal dan matriks stroma yang avaskuler. Membran amnion mempunyai kemampuan untuk mengurangi inflamasi dan terjadinya jaringan sikatrik, serta meningkatkan epitelisasi dan penyembuhan luka, juga mempunyai efek antimikroba. Membran amnion juga memiliki beberapa substansi biologi aktif yaitu angiogenetik yang berperan pada pembentukan jaringan granulasi dalam penyembuhan luka, serta Epidermal Growth Factor (EGF),
Keratinocyte Growth Factor (KGF), dan Hepatocyt Growth Factor (HGF) yang mempercepat proses epitelisasi luka. Menurut penelitian Rinastiti tahun 2017 dijelaskan bahwa aplikasi membran amnion kering pada luka gingiva kelinci dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas pada penyembuhan luka yang memberikan hasil kualitas penyembuhan luka yang lebih baik.5,9,10,11
Fibroblas merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam fase proliferasi. Fungsi utama fibroblas adalah memproduksi kolagen dan protein Extra Cellular Matrix (ECM) yang merupakan komponen penting pada proses regenerasi atau perbaikan jaringan. ECM diperlukan untuk menunjang sel dan pertumbuhan pembuluh darah baru yang berfungsi membawa nutrisi untuk mendukung penyembuhan luka.5,12
Pada penelitian ini digunakan model trakea hewan coba kelinci lokal jantan Lepus nigricollis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan membran amnion kering terhadap jumlah sel fibroblas pada proses penyembuhan luka trakea.
METODE
Penelitian ini didesain sebagai eksperimen dengan pengukuran berulang (repeated measures design) pada 24 kelinci lokal jantan Lepus nigricollis yang sudah dikondisikan baik lingkungan kandang maupun makanannya dan secara acak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (P). Masing-masing kelompok terdiri dari 12 ekor kelinci yang dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil, masing-masing terdiri dari 4 ekor kelinci, sesuai dengan hari pengambilan jaringan luka di trakea, yaitu hari 1, 7, dan 14 paska operasi.
Kelinci dibius menggunakan Ketamin HCL 80 mg/KgBB secara intramuskular pada paha. Kemudiam masing-masing kelinci dicukur bulu leher bagian depan, dan desinfeksi
dengan Alkohol 70 %, lalu ditutup dengan duk steril. Kedua kelompok kemudian dibuat defek pada trakea seluas 0,6 x 0,6 cm secara persegi.
Pada kelompok K dilakukan penutupan defek trakea dengan jahitan simple interrupted benang nylon 5-0. Pada kelompok P dilakukan penutupan luka trakea dengan ditambahkan membran amnion kering diatasnya berukuran 0,6 x 0,6 cm ketebalan 6 lapis, kemudian dijahit pada 4 sisi defek, meliputi seluruh ketebalan trakea, dengan benang nylon 5-0. Kulit dijahit simple interrupted dengan benang nylon 3-0. Luka dibersihkan dengan NaCL 0,9% dan dioles dengan larutan antiseptik kemudian di bungkus kassa steril. Antibiotik harian (penisilin 50.000 unit/kg) secara intramuskular mulai diberikan pada saat pembedahan dan dilanjutkan selama 5 hari.
Paska operasi hari ke-1, 7, dan 14, kelinci diterminasi dengan inhalasi chloroform. Spesimen diambil dari daerah luka operasi trakea sepanjang 1,2 cm cranio-caudal dengan melibatkan jaringan yang tampak sehat (0,6 cm) dan patologis (0,6 cm), lebar secara medio-lateral 0,6 cm, meliputi seluruh ketebalan trakea. Kemudian spesimen tersebut dimasukkan ke dalam larutan neutral bufferred formalin 10% dan dikirim untuk dibuat blok parafin dan pemeriksaan histopatologi.
Persiapan kelinci percobaan dan tindakan operatif pembuatan luka trakea pada hewan-hewan tersebut dilakukan di Laboratorium Riset Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado dan Laboratorium Pusat Diagnostik Patologi Anatomi Manado. Pengumpulan data berlangsung mulai Juli hingga September 2019.
HASIL
Penelitian ini berhasil mengumpulkan data dari dua puluh empat kelinci dalam tiga kali
pengukuran sesuai desain, yakni hari pertama (baseline), ke-7, dan ke-14. Tabel 1 memperlihatkan bahwa kelinci rata-rata berumur 17 minggu (standar deviasi 2 minggu). Tidak terdapat perbedaan bermakna
antara umur kelinci dalam kelompok perlakuan dan kontrol (p = 0,564).
Berat kelinci bervariasi dari 1.900 - 2.500 gram dengan rata-rata 2.500 gram. Berat rata-rata kelinci pada kelompok kontrol ialah 2.262,5 ± 179,7 gram. Berat rata-rata kelinci pada kelompok perlakuan ialah 2.312,5 ± 249,6 gram. Sekalipun kelinci pada kelompok perlakuan terlihat sekitar 50 gram lebih berat daripada kelinci kontrol, perbedaan tersebut tidak bermakna (p = 0,756).
Tabel 1. Karakteristik kelinci-kelinci percobaan.
Karakteristik |
Total (N=16) |
Kontrol (n=8) |
Perlakuan (n=8) |
p |
Umur |
17,0 ± 2,1 |
16,5 ± 1,0 |
17,5 ± 3,0 |
0,564 |
(minggu) | ||||
Berat (gram) |
2.287,5 ± |
2.262,5 ± |
2.312,5 ± |
0,756 |
203,1 |
179,7 |
249,6 |
Pada hari pertama paska operasi, rata-rata jumlah sel fibroblas pada kelompok perlakuan lebih banyak dibanding kelompok kontrol (12,5 ± 3,3 ; 8,5 ± 1,3) dengan p = 0,066. Pada hari ke-7 paska operasi, rata-rata jumlah sel fibroblas pada kelompok perlakuan lebih banyak dibanding kelompok kontrol (28,5 ± 1,7 ; 20,2 ± 6,9) dengan p = 0,059. Pada hari ke-14 paska operasi, rata-rata jumlah sel fibroblas pada kelompok perlakuan lebih sedikit dibanding kelompok kontrol (25,5 ± 4,2 ; 34,2 ± 5,3) dengan p = 0,041. Data ini ditunjukkan pada Tabel 2.
Kelinci-kelinci yang mendapatkan membran amnion paska operasi terlihat mengalami peningkatan hitung fibroblas yang lebih cepat dan lebih tinggi pada minggu pertama (antara hari pertama dan ke-7), namun
langsung turun cukup jauh di bawah kelompok kontrol pada hari ke-14. Kelinci-kelinci kontrol sebaliknya mengalami peningkatan hitung fibroblas yang stabil dari hari pertama hingga pengukuran ketiga di hari ke-14.
Pengujian formal pengaruh membran amnion pada jumlah sel fibroblas dari kelinci-kelinci yang sebelumnya mendapatkan sayatan operatif di trakea dalam penelitian ini dilakukan dengan repeated-measure ANOVA. Setelah pengamatan selama 14 hari paska operasi, terlihat bahwa pemberian membran amnion sendiri sesungguhnya tidak menghasilkan jumlah sel fibroblas yang berbeda bermakna dengan jumlah sel dalam penyembuhan luka primer (F1,6 = 8,167; p = 0,588). Hanya setelah waktu pengukuran
diperhitungkan maka terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok penelitian. Terdapat interaksi antara group dan waktu pengukuran (F2,12 = 10,68; p = 0,002). Efek waktu pengukuran (hari) sendiri bermakna kuat (F2,12 = 54,43; p < 001) terhadap perubahan jumlah sel fibroblas kelinci-kelinci percobaan.
Berdasarkan hasil repeated-measure ANOVA tersebut dan perubahan hitung fibroblas yang diperlihatkan Gambar 1, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh membran amnion terhadap jumlah sel fibroblas paska operasi adalah sebagai berikut: adanya
Tabel 2. Perbandingan rata-rata jumlah sel fibroblas membran amnion mempercepat peningkatan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan jumlah sel fibroblas luka operasi trakea
Waktu |
Rata-rata jumlah sel fibroblas |
p |
disekitar minggu pertama, dan setelah itu | ||
(hari) |
Total |
Kontrol |
Perlakuan | ||
1 |
10,5 ± 3,2 |
8,5 ± 1,3 |
12,5 ± 3,3 |
0,066 |
penambahan sel fibroblas perlahan-lahan |
7 14 |
24,4 ± 6,4 29,9 ± 6,4 |
20,2 ± 6,9 34,2 ± 5,3 |
28,5 ± 1,7 25,5 ± 4,2 |
0,059 0,041 |
turun. Sebaliknya pada penyembuhan primer, |
peningkatan jumlah sel fibroblas berlangsung |
sedikit lebih lambat namun stabil dalam dua
minggu paska operasi.
Han
Gambar 1. Boxplot dan interaction plot jumlah fibroblas kelinci-kelinci percobaan menurut kelompok dan hari pengambilan sampel.
DISKUSI
Secara deskriptif tampak jumlah rata-rata sel fibroblas pada kelompok Perlakuan (P) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok Kontrol (K) pada hari pertama dan hari ke-7 namun mengalami penurunan jumlah sel fibroblas pada hari ke-14.
Pada 24-48 jam setelah terjadinya luka, respon awal yang terjadi adalah inflamasi, dimana PMN adalah sel infiltrasi pertama yang memasuki lokasi luka yang berperan dalam membatasi infeksi maupun pengendapan kolagen. Sel fibroblas akan muncul pada fase berikutnya, yaitu fase proliferasi yang normalnya dimulai pada hari ke-4. Pada hari pertama penelitian ini, tampak jumlah sel fibroblas pada kelompok P lebih banyak daripada kelompok K. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Niknejad dkk tahun 2008, terbukti bahwa
kandungan PDGF dan TGF-β pada membran amnion dapat memacu terjadinya migrasi fibroblas yang lebih cepat.3,5
Pada hari ke-7 penelitian ini, tampak jumlah rata-rata sel fibroblas meningkat pada kelompok P dan masih lebih banyak daripada kelompok K. Hari ke-7 merupakan fase proliferasi pada proses penyembuhan luka. Pada fase proliferasi, growth factor bertanggung jawab terhadap migrasi dan proliferasi sel fibroblas. Membran amnion mengandung growth factor sehingga meningkatkan migrasi dan proliferasi sel fibroblas.3,5,12
Pada hari ke-14 penelitian ini, jumlah rata-rata sel fibroblas pada kelompok P mengalami penurunan, sedangkan pada kelompok K masih terjadi peningkatan jumlah sel fibroblas. Penurunan jumlah rata-rata sel fibroblas pada kelompok P menunjukkan proses penyembuhan luka sudah mencapai tahap akhirnya, yaitu fase maturasi. Peningkatan jumlah rata-rata sel fibroblas pada kelompok K menandakan bahwa fase proliferasi belum berakhir sehingga masih membutuhkan waktu untuk mencapai tahap akhir penyembuhan luka. Hasil ini menunjukkan bahwa proses penyembuhan luka lebih cepat pada kelompok perlakuan. Adanya membran amnion pada kelompok perlakuan menghasilkan growth factor yang meningkatkan angiogenesis dan suplai nutrisi serta oksigen pada sel-sel yang terlibat dalam proses penyembuhan, dengan demikian mempercepat regenerasi dan remodeling sel fibroblas.3,5,12
SIMPULAN
Penggunaan membrane amnion kering pada defek trakea mempercepat peningkatan jumlah sel fibroblas yang mengindikasikan adanya percepatan proses penyembuhan luka trakea kelinci.
Penggunaan membran amnion kering pada defek trakea merupakan metode graft trakea yang menjanjikan untuk mempercepat proses penyembuhan luka di trakea kelinci. Perlu penelitian lebih lanjut sebelum dapat diaplikasikan secara klinis pada manusia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga dan para pembimbing penelitian.
PERNYATAAN
Tidak ada konflik kepentingan dalam laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Castel N, Karian L, Datiashvili R. Revision of a Hypertrophic Tracheostomy Scar. Eplasty. 2016;16:ic49.
-
2. G Grendel T, Sokolský J, Vaščáková A, dkk. Early stages of trachea healing process: (immuno/lectin) histochemical monitoring of selected markers and adhesion/growth-regulatory endogenous lectins. Folia Biol (Praha). 2012;58:135-43.
-
3. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Schwartz's Principles of Surgery, Tenth Edition. New York: Mc-Graw Hill; 2015; p.241-251.
-
4. Aukhil I. Biology of Wound Healing. Peridontology. 2000;22:44-50.
-
5. Rinastiti M. Pengaruh Membran Amnion Terhadap Jumlah Sel Fibroblas pada proses penyembuhan Luka (Kajian
Histologis pada Gingiva Kelinci). Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2003;10:639-43.
-
6. Tseng SC. Amniotic Membrane Transplantation for Ocular Surface Reconstruction. Biosci Rep. 2001;21:481-9.
-
7. Syahredi SA, Bachtiar H. Penggunaan Selaput Amnion Segar pada Insisi Luka Operasi Seksio Sesarea. Andalas Obstetrics and Gynecology Journal. 2017;1:41-8.
-
8. ElHeneidy H, Omran E, Halwagy A, dkk. Amniotic membrane can be a valid source for wound healing. Int J Womens Health. 2016;8:225-31.
-
9. Chopra A, Thomas BS. Amniotic Membrane: A Novel Material for
Regeneration and Repair. J Biomim Biomater Tissue Eng. 2013;18:106.
-
10. Mamede AC, Carvalho MJ, Abrantes AM, dkk. Amniotic Membrane: From Structure and Functions to Clinical Applications. Cell Tissue Res. 2012;349:447-58.
-
11. Insausti CL, Blanguer M, García-Hernández AM, dkk. Amniotic membrane-derived stem cells:
immunomodulatory properties and potential clinical application. Stem Cells Cloning. 2014;7:53-63.
-
12. Darmika IKW. Peranan Membran Amnion Kering Terhadap Integritas Mukosa Pada Penutupan Defek Trakea (Suatu Studi dengan Kelinci Coba) [tesis]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2018.
42
Discussion and feedback