J. Agric. Sci. and Biotechnol.

ISSN: 23020-113

Vol. 4, No. 1, Juli 2015

APLIKASI CAMPURAN BIOURIN DENGAN AGEN PENGENDALI HAYATI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa Var. Parachinensis L.)

I Gusti Agung Oka Hendrawati1, I Made Sudana 2*), G N Alit Susanta Wirya 2

  • 1Program Magister Bioteknologi Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana 2

  • 2Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

  • ) Corresponding author: Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali Indonesia E-mail: [email protected]

Abstract

The research was conducted in Pancasari Village, District Sukasada, Buleleng regency from July to November 2013. Purpose of this study was to determine the effectiveness of combination of bio urine with biological control agent in improving productivity and control pests and diseases in greens mustard plants. This study used a randomized block design (RBD) with one bio urine treatment factors, namely bio urine added crushed with Balinese spices (base genep), crushed mimba leaves, crushed leaves of the sour sop, chopped tobacco leaves, Bacillus thuringiensis, Trichoderma viride, Beauveria sp., bio urine without a mixture of biological control agents, chemical pesticides and is equipped with controls (just doused with water). The results of this study showed that bio urine with combination of the biological control agent variables significantly application of affect to plant height, leaf area index, chlorophyll quantity, above-ground fresh weight, fresh roots weight, above-ground dry weight, root dry weight, the percentage of club root, number of leaves damaged, the intensity of leaf damage and abundance imago of Liriomyza sp. Based on these results of this research it can be concluded that the treatment bio urine can control pest grasshoppers, control club root disease and improve productivity of greens mustard.

Keywords: bio urine, green mustard, productivity, biological control agents

  • 1.    Pendahuluan

Secara umum salah satu masalah yang dihadapi para petani di negara yang beriklim tropis dan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia adalah permasalahan hama dan penyakit tanaman serta ketersediaan pupuk bagi tanaman. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menerapkan sistem pertanian yang ramah lingkungan seperti zero waste management (Sitohang, 2009; Nurlambang dan Kristiastomo, 2001). Urin sapi merupakan

limbah ternak yang jarang dimanfaatkan. Urin ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair dan pestisida organik melalui proses fermentasi yang hasilnya disebut biourin (Sudana, dkk. 2012). Biourin disamping mengandung unsur hara yang tinggi, juga mengandung zat pengatur tumbuh dan mengandung senyawa penolak dari beberapa jenis serangga hama (Phrimantoro, 1995).

Pestisida merupakan semua racun yang digunakan untuk membunuh organisme hidup yang mengganggu. Agen pengendali hayati yang digunakan sebagai pestisida organik dapat berasal dari hasil hancuran bagian tanaman ataupun mikroorganisme antagonis yang berfungsi sebagain pengendali Organisme Pengganggu Tanaman. Hancuran tanaman yang digunakan memiliki senyawa metabolit sekunder yang bersifat racun. Hancuran tanaman yang umum digunakan oleh petani diantaranya adalah hancuran base genep, hancuran daun mimba (Azadirachta indica A. Juss), hancuran daun sirsak (Annona muricata L) dan daun tembakau rajangan (Nicotiana tabacum). Formulasi miroorganisme antagonis mengandung mikroba tertentu seperti jamur, bakteri, protozoa ataupun nematoda yang bersifat antagonis atau antibiosis terhadap patogen penyebab penyakit ataupun bersifat racun terhadap hama (Nadiah dan Nugroho, 2012). Mikroorganisme antagonis yang telah banyak dikomersilkan umum sebagai pestisida hayati diantaranya adalah Bacillus thuringiensis, Trichoderma viride dan Beauveria sp. (Bio Pesticides, 2000). Penggunaan pestisida hayati dan pestisida nabati seringkali mengalami kendala pada aplikasinya karena sifat dari bahan aktifnya yang sangat spesifik dan memerlukan beberapa kali aplikasi untuk dapat mengendalikan hama.

Penggunaan biourin sebagai biopestisida dan pupuk organik dalam usaha budidaya tanaman sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis L.) sangat perlu untuk dilakukan mengingat belum banyaknya literatur yang menunjukkan efektivitas biourin untuk mengendalikan hama dan penyakit serta meningkatkan produktivitas tanaman khususnya sawi hijau. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengungkapkan fenomena yang penulis tuangkan dalam judul tesis ”Aplikasi Campuran Biourin yang dengan Agen Pengendali Hayati

untuk Meningkatkan Produktivitas pada Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var. parachinensis L.)”.

  • 2.   Bahan dan Metode

    • 2.1  Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng dengan ketinggian tempat 1142 m di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Juli sampai dengan bulan November 2013. Pengujian kandungan klorofil dan pengukuran variabel setelah panen dilakukan di Laboratorium Biopestisida Program Studi Bioteknologi Pertanian, Pascasarjana Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan memakai 3 ulangan dengan 10 perlakuan. Perlakuan yang diuji cobakan antara lain biourin yang ditambahkan hancuran base genep, hancuran daun mimba, hancuran daun sirsak, daun tembakau rajangan, Bacillus thuringiensis, Trichoderma viride, Beauveria sp., biourin tanpa campuran agen pengendali hayati, pestisida kimia (Deltametrin 25 g/l dan Dimehipo 400 g/l) dan dilengkapi dengan kontrol (hanya disiram dengan air).

  • 2.2    Pembuatan Biourin dengan Campuran Agen Pengendali Hayati

Sebanyak 70 liter biourin hasil fermentasi dengan A. chroococcum, dimasukan dalam 7 jerigen ukuran 20 liter, kemudian kedalam jerigen tersebut juga dimasukan 1 liter pestisida nabati perlakuan yang diperoleh dari 2 kg hancuran tanaman. Bahan perlakuan yang dimaksud adalah hancuran base genep, hancuran daun mimba, hancuran daun sirsak dan daun tembakau rajangan. Kemudian difermentasi selama 1 minggu. Pada jerigen lainnya, dimasukan 1 liter larutan yang telah diinakolasi dengan Bacillus thuringiensis, Trichoderma viride dan Beauveria sp. dengan konsentrasi 105 CFU, kemudian dimasukan 5 liter air kelapa dan difermentasi selama 1 minggu.

  • 2.3    Persiapan Lahan, Penanaman dan Pemeliharaan

Bibit sawi hijau disemaikan pada media yang telah dicampur dengan pupuk kandang. Persemaian dilakukan pada tempat teduh dan dijaga kelembabannya selama 14 hari atau bibit telah memiliki 3-4 helai daun. Sebelum dilakukan penanaman, tanah diolah terlebih dahulu dan dibuat petak-petak perlakuan berukuran 1m x 2 m dengan jarak antar petak 50 cm. Setelah itu diberikan pupuk dasar berupa pupuk organik dan kemudian dilakukan penutupan dengan mulsa hitam perak. Bibit yang telah berumur 14 hari kemudian dipindahkan ke petak percobaan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Pemupukan pertama dilakukan 7 hari setelah penanaman dan dilakukan 2 kali seminggu hingga menjelang panen. Pemberian perlakuan campuran biourin ditambah agen hayati dilakukan dengan dosis 10% larutan, sedangkan petak yang diberi perlakuan control dan pestisida tidak di lakukan pemupukan. Penyemprotan biourin dilakukan dengan menyemprot seluruh bagian tanaman, termasuk bagian belakang daun. Penyiraman dilakukan apabila diperlukan. Penyemprotan pestisida dilakukan setiap minggu hanya pada petak I (petak yang diberi perlakuan pestisida).Serangan hama dan penyakit pada sawi hijau dilakukan secara alami.

  • 2.4    Uji Perlakuan

Uji perlakuan biourin ditambah dengan agen pengendali hayati pada tanaman sawi menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan memakai 10 perlakuan dengan 3 (tiga) kali ulangan, sehingga diperoleh 30 unit petak percobaan. Adapun masing-masing perlakuan adalah : A = biourin yang ditambah hancuran base genep; B = biourin yang ditambah hancuran daun mimba; C = biourin yang ditambah hancuran daun sirsak; D = biourin yang ditambah daun tembakau rajangan; E = biourin yang ditambah Bacillus thuringiensis; F = Biourin yang ditambah Trichoderma viride; G = Biourin yang ditambah Beauveria,sp.; H = Biourin; I = Pestisida kimia dan J = Kontrol

  • 2.5    Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan setiap minggu meliputi jumlah daun tanaman, tinggi tanaman dan observasi hama dan penyakit tanaman yang menyerang. Pengamatan saat panen dilakukan meliputi:

  • a.   Berat basah dan kering tanaman

  • b.    Jumlah klorofil

  • c.    luas daun

  • d.   Mengamati kelimpahan Liriomyza sp. dengan cara memotong daun

dan meletakkannya dalam gelas plastik yang bagian atasnya telah di tutup dengan kain kasa.

  • e.    Mengamati dan menghitung persentase penyakit tanaman dan kerusakan daun pertanaman yang menyerang tanaman dengan rumus (Sudarma, 2011) :

P = -x 100 %...............................................................................................1

N

Keterangan :

P = persentase penyakit atau kerusakan daun pertanaman

n = jumlah tanaman yang terserang penyakit atau jumlah daun yang rusak

N = jumlah tanaman yang diamati atau jumlah daun yang diamati pertanaman

  • f.    Mengamati dan menghitung intensitas kerusakan daun tanaman terhadap hama dengan rumus (Natawigena, 1989):

    P = Σ(n×v) × 100% Z×N


………………………………………………………...2

Tabel . 1 Kriteria Penilaian Intensitas Kerusakan

Skala

Persentase kerusakan

Katagori

0

0

Normal

1

1 < x ≤ 25

Ringan

2

25 < x ≤ 50

Sedang

3

50 < x ≤ 75

Berat

4

x > 75

Sangat berat

keterangan :

P = Intensitas kerusakan;

n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan;

v = Nilai skala dari tiap kategori serangan;

41


Z =Nilai skala dari kategori serangan tertinggi

N = Jumlah daun yang diamati

  • 2.5    Panen

Panen dilakuka pada umur 30 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman hingga ke akar.

  • 2.6    Penyajian dan Analisis Data

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis varian (sidik ragam) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5%. Data persentase akar gada ditransformasi dengan rumus (Hanafiah, 2010) kemudian dianalisis.

x’ = √x+0,5 ............................................................................................. 3

Keterangan :

x’ = nilai transformasi x = nilai awal

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaruh Aplikasi Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati

pada Tanaman Sawi Hijau

Pada Gambar 1 dan 3 dapat diketahui terjadi peningkatan pertumbuhan pada tanaman sawi hijau. Hasil analisi statistik pada hari ke-21 atau pada minggu ke-3 menunjukkan perlakuan biourin berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, namun pada jumlah daun menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Hal tersebut disebabkan karena sifat genetik tanaman dan kondisi lingkungan pada saat itu

sesuai untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman seragam (Kuswanto, 2012).

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 dapat diketahui bahwa campuran biourin yang ditambah dengan agen pengendali hayati pada tanaman sawi di hari ke-21 berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi, luas daun, jumlah klorofil, berat segar diatas tanah, berat segar akar, berat kering diatas tanah dan berat kering akar. Perlakuan biourin berbeda nyata dengan kontrol disebabkan karena biourin yang difermentasi dengan menggunakan A. chroococcum selain memiliki kandungan hara yang lengkap, juga mengandung zat pengatur tumbuh tanaman yang tinggi, yaitu auksin, sitokinin dan giberelin (Sudana, dkk., 2012).

Tinggitanaman (cm)


Gambar 1. Grafik tinggi tanaman perminggu pada sawi hijau yang diberi perlakuan biourin ditambah agen pengendali hayati


Gambar 2. Grafik jumlah daun tanaman perminggu pada tanaman sawi hijau yang diberi perlakuan biourin ditambah agen pengendali hayati


Kandungan auksin, sitokinin dan giberelin memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Keseimbangan dari ketiga hormon ini dan interaksinya dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kandungan komponen senyawa pendukung pertumbuhan yang lengkap

menyebabkan tanaman memiliki kualitas yang baik. meningkatkan proses fisiologis tumbuhan seperti fotosintesis yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan (Wahid, dkk., 2013). Hal ini terlihat juga pada jumlah klorofil tertinggi pada hari ke-21 setelah perlakuan biourin, yaitu 43,30 SPAD unit.

Tabel 2. Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Jumlah Daun, Tinggi Tanaman, Luas Daun dan Jumlah Klorofil pada Tanaman Sawi Hijau pada Hari Ke-21 Setelah Perlakuan

Perlakuan

Variabel pengamatan

Jumlah daun (helai)

Tinggi tanaman (cm)

Luas daun

(cm2)

Jumlah klorofil (SPAD unit)

A

(Biourin ditambah hancuran base genep )

9.47 a

37.67 ab

230.36 aaa

36.23 bcc

B

(Biourin ditambah hancuran daun mimba)

9.33 a

39.18 aaa

213.67 abc

36.97 bc

C

(Biourin ditambah hancuran daun sirsak)

9.53 a

38.07 abb

224.61 aaa

35.77 bcc

D

(Biourin ditambah daun tembakau rajangan)

9.27 a

40.10 aaa

243.09 aaa

40.93 abb

E

(Biourin ditambah Bacillus thuringiensis )

9.53 a

36.03 abb

240.96 aaa

41.16 abb

F

(Biourin ditambah Trichoderma viride )

9.73 a

34.5 abb

199.75 abc

39.67 abc

G

(Biourin ditambah Beauveria sp.)

9.4 a

32.47 bbb

232.69 aaa

40.92 abb

H

(Biourin)

9.07 a

32.37 bbb

227.91 abb

43.30 aaa

I

(Pestisida)

8.73 a

32.39 bbb

180.22 bcc

40.99 abb

J

(Kontrol)

9.47 a

36.07 abb

174.64 ccc

33.98 ccc

Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada taraf    Uji DMRT 5%

Tabel 3. Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Berat Segar dan Berat Kering Tanaman Sawi Hijau pada Hari Ke-21 Setelah Perlakuan

Perlakuan

Variabel pengamatan

Berat segar diatas tanah (g)

Berat segar akar (g)

Berat kering diatas tanah (g)

Berat kering akar (g)

A

(Biourin ditambah hancuran base genep )

215.44 abcc

11.89 abcc

23.42 aaa

4.18 abb

B

(Biourin ditambah hancuran daun mimba)

198.90 abcd

9.26 bccc

14.81 cccc

1.87 ccc

C

(Biourin ditambah hancuran daun sirsak)

210.30 abcc

9.25 bccc

16.36 bcc

2.10 ccc

D

(Biourin ditambah daun tembakau rajangan)

257.39 aaaa

12.06 abcc

20.85 abb

3.41 abc

E

(Biourin ditambah Bacillus thuringiensis )

166.34 bcdd

10.66 bccc

21.185 ab

2.55 bcc

F

(Biourin ditambah Trichoderma viride)

253.81 abbb

13.19 abbb

22.79 a

4.06 abb

G

(Biourin ditambah Beauveria sp.)

156.50 cddd

10.50 bccc

19.27 abc

3.41 abc

H

(Biourin)

185.80 abcd

15.80 aaaa

20.02 abb

4.75 aaa

I

(Pestisida)

190.68 abcd

9.34 bccc

20.03 abb

2.59 bcc

J

(Kontrol)

122.99 dddd

8.21 c

10.77 ddd

2.72 bcc

Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada taraf Uji DMRT 5%

Campuran biourin yang ditambah dengan daun tembakau rajangan memiliki pertumbuhan, jumlah klorofil, berat segar dan berat kering tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut disebabkan karena tanaman tembakau memiliki kandungan kalium yang tinggi. Kalium tersebut berperan dalam membentuk dan mengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan protein, mengatur kegiatan berbagai unsur mineral, menetralkan reaksi dalam sel terutama dari asam organik, menaikan pertumbuhan jaringan meristem, mengatur pergerakan stomata, memperkuat tegaknya batang sehingga tanaman tidak mudah roboh, mengaktifkan enzim baik langsung maupun tidak langsung, meningkatkan kualitas tanaman, membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit, serta membantu perkembangan akar tanaman (Yusuf, 2012; Syakir dan Gusmaini, 2012).

  • 3.2    Pengaruh Campuran Biorin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Hama yang Menyerang Tanaman Sawi Hijau

Hasil penelitian menunjukkan kehilangan hasil terhadap produktivitas tanaman sawi hijau diakibatkan oleh serangan hama dengan tipe mulut menggigit-mengunyah yang dimiliki oleh belalang (Gambar 3). Pada saat penanaman dilakukan bulan Juli hingga Agustus 2013 curah hujan yang terjadi mengalami

peningkatan setelah beberapa bulan sebelumnya mengalami musim kemarau. Sudarsono dkk. (2011) juga menyatakan bahwa serangan hama belalang mengalami peningkatan luas serangan pada musim penghujan setelah beberapa bulan mengalami curah hujan yang rendah.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa campuran biourin dengan agen pengendali hayati pada tanaman sawi hijau di hari ke-21 berpengaruh nyata terhadap variabel kerusakan daun dan intensitas kerusakan daun. Jumlah daun rusak dan intensitas kerusakan daun terendah akibat hama belalang pada tanaman sawi hijau ditunjukkan oleh perlakuan biourin ditambah dengan B. thuringiensis dengan nilai 1 helai daun rusak dan nilai intensitas kerusakan daun 27,23%. B. thuringiensis dapat mengendalikan hama yang merusak tanaman dengan cara merusak sistem pencernaan. Kristal protein (δ-endotoksin) jika larut dalam usus serangga yang mengalami aktifitas proteolisis. Bt-protoksin akan menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat racun. Racun akan menyebabkan terbentuknya pori-pori pada sel membran pencernaan serangga sehingga mengganggu keseimbangan osmotik sel, sehingga sel akan membengkak dan pecah, akhirnya menimbulkan kematian (Bahagiawati, 2002).

Gambar 3. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama belalang

Nilai kerusakan daun dan intensitas kerusakan daun terendah ke-2 akibat serangan belalang ditunjukkan oleh perlakuan biourin ditambah dengan hancuran base genep. Hancuran base genep juga mengandung berbagai macam kandungan

senyawa yang bersifat pestisida sehingga dapat menolak hama untuk memakan dan apabila daun termakan maka akan mengakibatkan efek terbakar pada serangga. Diantaranya senyawa capsaicin pada cabai, saponin, flavonoid, tanin, minyak atsiri, eugenol pada cengkeh maupun zingeron pada jahe. Kandungan minyak bunga cengkeh (Eugenia aromatica) efektif mengendalikan hama trips (Thrips palmi) dan ulat bulu Gempinis dengan tingkat kematian (mortalitas) tertinggi sebesar 100%. Selain itu, kandungan zingeron pada jahe dan minyak atsiri pada pala juga dapat meningkatkan mortalitas pada ulat bulu (Atmaja dan Ismanto, 2010; Astuthi, dkk., 2012).

Nilai kerusakan daun dan intensitas kerusakan daun terendah ke-3 akibat serangan belalang ditunjukkan oleh perlakuan biourin ditambah dengan daun tembakau rajangan. Hal itu disebabkan karena tembakau merupakan tanaman yang paling toksik dibanding kandungan jenis tanaman lainnya dan memiliki nilai LD-50 (lethal dose 50%) antara 50 dan 60 ppm. Selain itu, racun dari senyawa nikotin yang dimiliki oleh tembakau dapat membunuh serangga dengan cara bekerja cepat dan bekerja secara kontak dan meracuni syaraf serangga (Wiryadiputra, 2006).

Selain serangan belalang, adapula kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan Liriomyza sp.. Kelimpahan liriomyza sp. terendah ditunjukkan oleh perlakuan insektisida sebanyak 13,33 imago. Menurut Soenarko (2009) Jenis pestisida yang paling ampuh untuk mengendalikan serangan hama Liriomyza sp. adalah pestisida yang bersifat sistemik karena serangan yang paling merugikan adalah pada fase larva yang tinggal di bawah lapisan epidermis daun kemudian memakannya (Gambar 4). Setelah masa larva selesai, barulah larva akan keluar daun untuk menjadi pupa. Pestisida yang digunakan pada perlakuan merupakan pestisida yang bersifat racun kontak dan sistemik dengan kandungan bahan aktif Deltametrin dan Dimehipo sehingga kematian dapat terjadi pada fase imago maupun fase larva.

Tabel 4. Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Jumlah Daun Rusak, Intensitas Kerusakan Daun Akibat Serangan Hama Belalang serta Kelimpahan Liriomyza sp. Pada Sawi Hijau pada Hari Ke-21 Setelah Perlakuan

Perlakuan

Variabel pengamatan

Jumlah daun rusak (helai)

Intensitas kerusakan daun (%)

Kelimpahan Liriomyza sp. (imago)

A

(Biourin ditambah hancuran base genep)

2.56 bb

27.96 cc

23.33 ab

B

(Biourin ditambah hancuran daun mimba)

2.89 ab

36.65 aa

50.00 aa

C

(Biourin ditambah hancuran daun sirsak)

3.33 ab

35.97 ab

27.00 ab

D

(Biourin ditambah daun tembakau rajangan)

2.56 bb

28.97 bc

50.67 aa

E

(Biourin ditambah Bacillus thuringiensis)

1.00 cc

27.23 cc

50.00 aa

F

(Biourin ditambah Trichoderma viride)

2.00 bc

34.99 ab

38.33 ab

G

(Biourin ditambah Beauveria sp.)

2.33 bc

37.29 aa

30.00 ab

H

(Biourin)

2.33 bc

37.00 aa

31.00 ab

I

(Pestisida)

2.56 bb

29.44 bc

13.33 bb

J

(Kontrol)

4.44 aa

42.97 aa

52.67 aa

Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada taraf Uji DMRT 5%

Gambar 4. Liriomyza sp. yang menyerang tanaman sawi hijau

Faktor perkembangan serta pertumbuhan tanaman yang baik juga dapat menurunkan resiko kerusakan tanaman. Hal ini didukung oleh data yang disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Daun yang memiliki serat yang lebih tinggi akan memiliki berat kering yang relatif lebih tinggi. Kandungan serat tanaman yang tinggi diakibatkan oleh optimalnya proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman, sehingga tanaman akan mengalami kehilangan bobot berat segar yang

lebih kecil akibat akumulasi fotosintat yang tinggi pada sel tanaman. Kualitas tanaman yang baik menyebabkan imago Liriomyza sp. relatif lebih sulit untuk menembus lapisan daun untuk meletakkan telur. Imago Liriomyza sp. mencucuk tidak hanya untuk meletakkan telurnya, namun adapula untuk makan (Soenarko, 2009).Serangan Liriomyza sp. umumnya terjadi pada empat (4) helai daun terbawah tanaman percobaan. Empat helai daun terbawah merupakan daun tua (daun awal) pada hari ke-0 setelah perlakuan (Gambar 2).

  • 3.3    Pengaruh Campuran Biorin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap

Penyakit Akar Gada yang Menyerang Tanaman Sawi Hijau

Berdasarkan hasil analisis statistik yang disajikan dalam Tabel 5. menunjukkan bahwa aplikasi biourin terbukti menekan terjadinya pembentukan penyakit akar gada dibandingkan dengan kontrol. Penyakit akar gada memiliki ciri khusus yaitu akar yang membengkak akibat dari rusaknya susunan jaringan akar (Gambar 5), sehingga pengangkutan metabolisme dari akar menuju ke bagian organ tanaman lain seperti batang dan daun menjadi terganggu, begitupun sebaliknya. Persentase serangan penyakit akar gada yang tinggi pada kontrol menyebabkan tanaman yang terserang memiliki berat kering, berat basah, jumlah klorofil dan luas daun yang lebih rendah dibanding dengan tanaman yang diberi perlakuan biourin. Aplikasi biourin pada daun, dapat langsung membuat unsur hara serta ZPT yang terkandung segera dimanfaatkan karena langsung mengenai bagian daun (stomata) tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Sehingga, tanaman tidak terganggu oleh adanya penyakit akar gada yang menyerang pada saat itu. Selain itu, tanaman sawi hijau berumur pendek yang mengakibatkan serangan patogen Plasmodiophora brassicae Wor. belum menginfeksi seluruh bagian akar. Sebagian besar bagian akar masih ada yang berfungsi dengan baik.

Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam biourin yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan patogen Plasmodiophora brassicae Wor. ada kemungkinan tidak mengalami gangguan setelah ditambahkan dengan hancuran daun tembakau, Bacillus thuringiensis, Beauveria sp., dan Trichoderma viride

karena memiliki nilai yang sama dengan perlakuan biourin tanpa tambahan agen pengendali hayati dalam mengendalikan persentase penyakit akar gada pada tanaman sawi hijau. Pemberian pupuk yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit dengan cara meningkatkatkan kualitas tanaman. Penelitian yang dilakukan Morgan dkk. (2005) menjelaskan pemberian bahan organik akan memperbaiki rhizosfer yang dapat membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit dan membantu toleransi tanaman terhadap senyawa toksik.

Gambar 5. Penyakit akar gada yang menyerang tanaman sawi hijau


Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik juga terdapat pada perlakuan biourin yang ditambah dengan Trichoderma viride. Penggunaan Trichoderma spp. sangat baik diberikan dalam fase tanaman masih muda atau pada fase perkembangan awal pertumbuhan tananaman sebagai pencegahan terserang patogen. Selain itu, Trichoderma spp. mampu menyerang jamur lain namun sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan jamur ini dapat berperan sebagai biokontrol dan biodekomposer sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman (Ismail dan Terinwawe, 2012).

Tabel 5. Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Persentase Penyakit Akar Gada Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var. parachinensis L.)

Perlakuan


Variabel pengamatan

Persentase penyakit akar gada (%)

A

(Biourin ditambah hancuran base genep)

0.008 bb

B

(Biourin ditambah hancuran daun mimba)

0.008 bb

C

(Biourin ditambah hancuran daun sirsak)

0.017 ab

D

(Biourin ditambah daun tembakau rajangan)

0.000 cc

E

(Biourin ditambah Bacillus thuringiensis)

0.000 cc

F

(Biourin ditambah Trichoderma viride)

0.000 cc

G

(Biourin ditambah Beauveria sp.)

0.008 bb

H

(Biourin)

0.000 cc

I

(Pestisida)

0.008 bb

J

(Kontrol)

0.042 aa

Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada taraf Uji DMRT 5% data telah ditransformasi dengan rumus x' = √ x + 0,5

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka diperoleh simpulan (1) aplikasi campuran biourin yang ditambahkan dengan Bacillus thuringiensis, hancuran base genep dan daun tembakau rajangan mampu mengendalikan hama dengan belalang dan Liriomyza sp. pada tanaman sawi hijau; (2) aplikasi biourin, ataupun biourin yang ditambahkan dengan daun tembakau rajangan dan Trichoderma viride mampu mengendalikan penyakit akar gada pada tanaman sawi hijau; (3) aplikasi campuran biourin yang ditambahkan dengan daun tembakau rajangan mampu meningkatkan produktivitas tanaman sawi hijau dibandingkan dengan kontrol.

Daftar Pustaka

Astuthi, M. M. M., K. Sumiartha, I W. Susila, G. N. A.S. Wirya, I P. Sudiarta. 2012.

Efikasi Minyak Atsiri Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry), Pala (Myristica fragrans Houtt), dan Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis dari Famili Lymantriidae. Journal Agriculture Science and Biotechnology 1(1) : 12-23.

Atmaja, W. R., A. Ismanto. 2010. Pengujian Enam Jenis Insektisida Nabati Terhadap Trips (Thrips palmi) Pada Tanaman Kentang. Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.

Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin AgroBio 5(1):21-28

Bio Pesticides. 2000. Bacillus Thuringiensis var Kurstaki. Diakses 26 Februari 2013 (http:perperwww.indiamart.comperjunnalifesciencesperbio-pesticides. html)

Hanafiah, K. A. 2010. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali Pers

Ismail, N., A. Tenrirawe. 2010. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp. sebagai Agens Pengendali Hayati. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara.

Morgan, J.A.W., G.D. Bending, P.J. White. 2005. Biological costs and benefits to plantmicrobe interactions in the rhizosphere. J. Exp. Bot. 56:1729-1739.

Nadiah, A., B. A. Nugroho. 2012. Biopestisida Sebagai Alternatif Pengendalian OPT dan Prospeknya. POPT Pertama. Surabaya : BBP2TP.

Natawigena. 1954, Pestisida dan Kegunaanya. Bandung : Penerbit Cv Armico.

Phrimantoro.1995. Pemanfaatan Urine Sapi Yang Difermentasi Sebagai Nutrisi Tanaman. Diakses 23 Februari 2013 (http:perperagribisnis.deptan.go.idperPustakaperPengantarperpdf)

Phrimantoro. 2003. Pemanfaatan Urine Sapi yang Difermentasi Sebagai Nutrisi Tanaman. Diakses           23           Februari           2013           (http:perper

agribisnis.deptan.go.idperPustakaperPengantar perpdf.)

Soenarko, H. 2009. Ekologi Thrips, Liriomyza dan Kutu Kebul (B. tabaci). Diakses pada 26 Februari 2014 (http:perperherrysoenarko.blogspot.comper2009per03perekologi-thrips-liriomyza-dan-kutu-kebul.html)

Sudana, M., G.N.A.S. Wirya, P. Sudiarta. 2012. Pemanfaatan Biourin Sebagai Biopestisida Dan Pupuk Organik Pada Usaha Budidaya Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var. parachinensis L) Organik. Laporan Penelitian Tahun I. Denpasar : Universitas Udayana.

Sudarma, I M. 2011. Epidemologi Penyakit Tumbuhan : Monitoring, Peramalan dan Strategi Pengendalian. Denpasar : Universitas Udayana.

Sudarsono, H., R. Hasibuan, I G. Swibawa. 2011. Hubungan antara Curah Hujan dan Serangan Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis Meyen) di Provinsi Lampung. Jurnal Hama Penyakit Tanaman Tropika 11(1):95-101

Syakir, M. 2011. Status Penelitian Pestisida Nabati Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Seminar Nasional Pestisida Nabati IV. Jakarta.

Syakir, M., Gusmaini. 2012. Pengaruh Penggunaan Sumber Pupuk Kalium Terhadap Produksi dan Mutu Minyak Tanaman Nilam. Jurnal Littri 18(2) : 60-65

Wahid, T. S., A. I. Latunraa, Baharuddinb, A. Masniawatia. 2013. Optimalisasi Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Hijau Brassica juncea L. Secara Hidroponik dengan Pemberian Berbagai Bahan Organik Cair. Makasar : Universitas Hasanudin

Wiryadiputra, S. 2006. Keefektifan Pestisida Nabati Daun Ramayana (Cassia spectabilis) dan Tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Hama Utama Tanaman Kopi dan Pengaruhnya Terhadap Arthropoda Lainnya. Pelita Perkebunan 22(1):25-39

Yusuf, T. 2012. Pengaruh Kalium dan Clhor Terhadap Hasil Tembakau. Diakses 15 Mei 2014 (http:perpertohariyusuf.blogspot.comper2012per08perpengaruh-kalium-dan-clhor-terhadap.htm)

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JASB

53