Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Subak Sesetan
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809 Vol. 10, No. 2, Desember 2021
Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Subak Sesetan
RAJA DOLI SINAGA, I MADE SUDARMA*, RATNA KOMALA DEWI
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan PB Sudirman-Denpasar, 80232, Bali
Email: [email protected]
Abstract
The Impact of Land Use Changes on the Socio-Economic Conditions of Farmers in Subak Sesetan
The dense population of Denpasar city causes the increasing demand for land. The largest rice field conversion in Denpasar in 2017-2019 occurred in South Denpasar Sub-district, which replaced 268.15 ha of rice fields. Subak Sesetan is one of the subaks which underwent land use change in the area. The conversion of agricultural land for non-agricultural purposes in Subak Sesetan is expected to continue and affect the socioeconomic condition of farmers. This research aims to analyze the impact of land use change on social, economic, technical, and environmental conditions as well as farmers' endeavours in improving the family economy. The method used is descriptive statistics and interactive data analysis techniques with Miles and Huberman model. The result shows the social impact of land use change is characterized by conflict in the communities around the rice fields due to constructions that blocked the water flow. The economic impact of land use change is characterized by changes in farmers' working hours, and land area changes that affect productivity and income. The land use change in Subak Sesetan also impacted the water needed for agriculture. Environmental damage caused by land use change includes polluted water due to household waste and blocked water flow due to garbage.
Keywords: social, economic, land transfer, farmer, subak
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Bali (2019) Kota Denpasar dengan luas wilayah mencapai 127,78 km2 menjadi wilayah dengan kepadatan penduduk terbesar di Provinsi Bali pada tahun 2018 dengan jumlah sebanyak 930.600 jiwa. Padatnya jumlah penduduk di Kota Denpasar sejalan dengan kebutuhan akan lahan yang semakin bertambah. Sebagian kecil masyarakat Kota Denpasar menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian perkotaan. Pesatnya kegiatan pembangunan yang dilakukan tanpa melihat keterbatasan lahan yang ada,
akan berpotensi menimbulkan masalah yang dapat memicu penggunaan lahan dari penggunaan sebelumnya ke penggunaan lain yang umumnya disebut sebagai alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang berpotensi menimbulkan dampak negatif atau masalah terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus umumnya disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti untuk pemukiman penduduk, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain yang bertujuan menunjang perkembangan pembangunan masyarakat (Lestari, 2010). Menurut Irawan dan Friyanto (2002) proses alih fungsi lahan pertanian pada tingkat mikro dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan pihak lain. Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain secara umum memiliki dampak yang lebih besar terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena proses alih fungsi lahan tersebut biasanya mencakup hamparan lahan yang cukup luas, terutama ditujukan untuk pembangunan kawasan perumahan.
Kustiawan (1997) menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga faktor penting yang menjadi penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non sawah, yaitu (1) faktor eksternal yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan baik itu fisik atau spasial, demografi maupun ekonomi; (2) faktor internal yang mengarah pada kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan; dan (3) faktor kebijakan yang merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Berdasarkan BPS Kota Denpasar (2019) Kota Denpasar yang terbagi dalam empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Selatan adalah kecamatan terluas di Kota Denpasar dengan luasan wilayah 49,99 km2. Menurut BPS Kota Denpasar (2018 dan 2019) pertambahan jumlah penduduk Kota Denpasar terbanyak tahun 2017-2018 berada di Kecamatan Denpasar Selatan yaitu 6.380 jiwa.
Subak Sesetan merupakan subak yang mengalami alih fungsi lahan di Kecamatan Denpasar Selatan. Subak ini mengalami alih fungsi lahan dan menjadikannya sebagai salah satu subak dengan luas terkecil di Kecamatan Denpasar Selatan. Sejak tahun 2016 sampai dengan 2019 Subak Sesetan mengalami pengurangan luas lahan sawah berturut-turut yaitu 14 ha, 12 ha, 5 ha, dan 4,46 ha. Berdasarkan tinjauan lapangan pada tahun 2020 luas Subak Sesetan adalah 1,6 ha. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian diperkirakan akan terus berlangsung dan dapat mempengaruhi kondisi sosial dan perekonomian masyarakat yang berprofesi sebagai petani.
-
1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi petani di Subak Sesetan sebelum dan sesudah terjadinya alih fungsi lahan?
-
2. Bagaimana dampak teknis dan lingkungan akibat alih fungsi lahan di Subak Sesetan?
-
3. Apa upaya atau usaha yang dilakukan petani dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga petani?
-
1. Menganalisis kondisi sosial ekonomi petani di Subak Sesetan sebelum dan sesudah terjadinya alih fungsi lahan
-
2. Menganalisis dampak teknis dan lingkungan akibat alih fungsi lahan di Subak Sesetan
-
3. Mengetahui upaya atau usaha yang dilakukan petani dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga petani.
Penelitian ini dilakukan di Subak Sesetan Kecamatan Denpasar Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive. Subak Sesetan dipilih sebagai lokasi penelitian karena Subak Sesetan berada tepat di dekat daerah pabrik industri pengolahan ikan dan berada di dekat komplek perumahan modern padat penduduk yang mengakibatkan sangat mudahnya alih fungsi lahan terjadi.
Jenis data yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, nama petani, jenis kelamin, dan pendidikan. Data kuantitatif yaitu umur, biaya kebutuhan keluarga dan modal usahatani, luas lahan yang digarap, jumlah tanggungan keluarga, dan penerimaan usahatani dan non usahatani, serta data perubahan luas lahan sawah di Subak Sesetan. Sumber data yang dikaji dalam penelitian ini yaitu data primer data yang diperoleh melalui kuisioner, dan data sekunder yaitu secara tidak langsung dari sumbernya tetapi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain observasi, wawancara, studi literatur/pustaka dan dokumentasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Subak Sesetan. Lahan sawah yang ada di Subak Sesetan seluruhnya diusahakan oleh petani penyakap. Berdasarkan data dari Pekaseh Subak Sesetan (2020) jumlah petani penyakap di Subak Sesetan adalah sebanyak tujuh orang. Berdasarkan data tersebut maka jumlah populasi penelitian ini adalah berjumlah tujuh petani.
Dalam menentukan besarnya sampel, penelitian berpedoman pada pendapat Suharsimi (2006) yang menyatakan apabila populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua populasi sehingga penelitian ini merupakan penelitian sensus dengan
metode pengambilan sampel adalah metode sampling jenuh. Berdasarkan pendapat tersebut maka sampel penelitian ini berjumlah sama dengan jumlah populasinya yaitu sebanyak tujuh petani penyakap.
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah karakteristik responden, golongan keluarga, dampak sosial alih fungsi lahan, dampak ekonomi alih fungsi lahan, tingkat kemiskinan, dampak teknis alih fungsi lahan dan dampak lingkungan alih fungsi lahan di Subak Sesetan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statsitik deskriptif tanpa uji hipotesis. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik interaktif yang mengacu pada model Miles & Huberman (1992) yang terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.
Karakteristik responden yang dikaji dalam penelitian ini disusun ke dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 1.
Karakteristik Responden
No. |
Inisial |
Jenis Kelamin |
Usia |
Pendidikan |
Luas Lahan Garapan Sekarang |
Pekerjaan di luar Pertanian |
1. |
I Wayan Mega |
Laki-laki |
62 |
SD |
0,35 are |
Tidak ada |
2. |
I Ketut Rune |
Laki-laki |
68 |
SMP |
0,34 are |
Tidak ada |
3. |
I Made Nade |
Laki-laki |
70 |
SD |
0,04 are |
Tidak ada |
4. |
I Nyoman Molog |
Laki-laki |
73 |
SD |
0,25 are |
Bisnis kostan |
5. |
Inting |
Laki-laki |
75 |
SD |
0,09 are |
Tidak ada |
6. |
I Komang Duna |
Laki-laki |
50 |
SMP |
0,03 are |
Ojek online |
7 |
Uin |
Laki-laki |
49 |
SMP |
0,53 are |
Pedagang |
Berdasarkan tabel 1 diatas diperoleh karakteristik petani meliputi nama-nama petani sebanyak tujuh nama. Petani di Subak Sesetan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Jenjang umur petani di Subak Sesetan adalah antara 49 tahun sampai dengan 73 tahun. Luas lahan garapan petani di Subak Sesetan adalah antara 0,04 ha sampai dengan 0,53 ha.
-
3.2 Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Sosial Petani di Subak Sesetan
-
3.2.1 Perubahan aktivitas ritual subak
-
Ritual subak yang dilakukan para petani di Subak Sesetan pada dasarnya tidak terlalu dipengaruhi oleh kegiatan alih fungsi lahan secara kuantitatif. Aktivitas ritual
subak di Subak Sesetan tetap dilakukan sebagaimana kebiasaan para petani di Subak Sesetan tersebut. Ritual ini bertujuan memohon kepada Tuhan YME agar kegiatan usahatani dapat berjalan dengan hasil yang baik. Berdasarkan wawancara dengan pekaseh dan para petani di Subak Sesetan, terdapat empat ritual utama subak yang dilakukan para petani secara individual dalam berusahatani. Empat ritual tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 2.
Aktivitas Ritual di Subak Sesetan Secara Individual
No. |
Upacara |
Waktu |
Tujuan |
1. |
Memungkah |
Pada saat akan memulai kegiatan bertanam |
Permakluman kepada Tuhan YME (Dewa-Dewi yang bersemayam di sawah sebagai manifestasi Tuhan YME), bahwa petani akan melakukan aktivitas pertanian di sawah. |
2. |
Ngurit |
Segera setelah benih ditanam |
Memohon kepada Tuhan agar bibit yang disemai dapat tumbuh dengan baik. |
3. |
Biukukung |
Setelah padi berumur dua bulan (70 hari) |
Memohon kepada Tuhan agar padi tumbuh subur, berbuah lebat dan hasilnya berlipat-lipat. |
4. |
Ngusaba |
Saat menjelang panen |
Memohon kepada Tuhan YME agar panen padi berhasil dengan baik. |
Sumber: Windia dkk, (2015).
Selain upacara yang dilakukan petani secara individual, ada juga ritual subak yang dilakukan pada tingkat subak dan dilaksanakan oleh semua anggota subak yang menanam padi. Upacara tersebut adalah Piodalan di Pura Subak Puran Ulun Danu di Jalan Sidakarya.
Terjadinya kegiatan alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan dampak alih fungsi lahan itu sendiri pada dasarnya akan menimbulkan konflik sosial. Berdasarkan pengamatan di lapangan, konflik sosial yang terjadi adalah antara petani di Subak Sesetan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar lahan sawah Subak Sesetan. Hal ini dikarenakan terputusnya aliran irigasi akibat pembangunan pemukiman di sekitar daerah sawah serta banyaknya sampah rumah tangga yang menyebabkan terhambatnya aliran air akibat menumpuknya sampah rumah tangga.
Air menjadi salah satu kebutuhan utama dalam menjalankan kegiatan usahatani di Subak Sesetan. Adanya kegiatan alih fungsi di lahan sawah Subak Sesetan yang tidak memperhatikan aliran air menyebabkan permasalahan pada aspek kebutuhan air untuk kegiatan pertani di Subak Sesetan.
Berdasarkan informasi yang didapat dari Pekaseh Subak Sesetan, pada kenyataannya Subak Sesetan sudah tidak memiliki saluran irigasi karena terjadi penutupan di berbagai titik dikarenakan banyaknya sampah rumah tangga yang menjadi penyebab terputusnya aliran irigasi. Pada akhirnya petani di Subak Sesetan hanya menunggu air dari Subak Kerdung untuk dapat digunakan pada kegiatan usahatani.
Adanya kegiatan alih fungsi lahan secara langsung menyebabkan terjadinya perubahan terhadap lingkungan. Lahan sawah garapan responden I Wayan Mega dan I Ketut Rune mengalami pengurangan sampai dengan 50% pada lahan garapan masing-masing pada tahun 2019. Dampaknya adalah kedua responden tersebut hanya melakukan penanaman pada musim kemarau saja, dan tidak pada saat musim hujan.
Responden I Nyoman Molog merasakan dampak dari kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan pada lahan garapnnya. Berdasarkan tinjauan lapangan ditemukan banyaknya sampah di daerah aliran air dekat dengan lahan garapan milik I Nyoman Molog. Sampah-sampah tersebut menghambat aliran air, sehingga menyebabkan sulitnya dalam mengatur ketersediaan air pada lahan garapnnya.
Responden Inting adalah petani yang lahan sawah garapannya sama sekali tidak dialiri air irigasi. Ini disebabkan lahan garapan milik Inting berada tepat di tengah-tengah pemukiman, sehingga hampir tidak ditemukan sumber air untuk kebutuhan usahatani Responden Inting. Untuk memenuhi kebutuhan air, pada akhirnya Inting menggunakan air bekas dari penggunaan rumah tangga dan kost-kostan yang terdapat di selokan dekat dengan lahan garapannya.
-
3.3 Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Ekonomi Petani di Subak Sesetan
-
3.3.1 Perubahan mata pencaharian
-
Adanya kegiatan alih fungsi lahan di Subak Sesetan yang berdampak pada kesejahteraan petani sebagian besar tidak mendorong para petani di Subak Sesetan untuk mencari pekerjaan baru dengan tujuan mendapatkan penghasilan tambahan untuk rumah tangga petani itu sendiri, kecuali responden I Komang Duna dan Uin yang masing-masing bekerja sebagai ojek online dan pedagang sembako. Petani lainnya tidak mencari pekerjaan baru dikarenakan alasan keterampilan dan juga umur.
Adanya perubahan luas lahan sawah di Subak Sesetan mempengaruhi durasi dalam melakukan kegiatan usahatani. Para petani di Subak Sesetan berbeda-beda jam kerja di lahan garapan masing-masing. Rata-rata petani padi berada di sawah selama empat sampai dengan lima jam sehari. Jam kerja ini mengalami perubahan dari yang sebelumnya sekitar delapan jam sehari.
Berdasarkan wawancara dengan petani padi dan petani sayuran didapat kesimpulan bahwa kegiatan alih fungsi lahan memberi perubahan dalam hal jam kerja petani khususnya petani padi di Subak Sesetan. Perubahan luas lahan akan memperpendek jam kerja petani di lahan garapnnya masing-masing.
Asmara (2011) mengatakan bahwa alih fungsi lahan pertanian berdampak pada pendapatan petani penyakap yang bekerja di sektor pertanian saat terjadinya alih fungsi lahan sawah di mana pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perubahan pendapatan usahatani petani kemudian disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 3.
Perubahan Pendapatan Usahatani Petani di Subak Sesetan
Nama |
Luas lahan sebelumnya (are) |
Luas lahan sekarang (are) |
Pendapatan sebelumnya (Rp) |
Pendapatan sekarang (Rp) |
I Wayan Mega |
70 |
35 |
8.652.000 |
3.570.000 |
I Ketut Rune |
90 |
34 |
11.124.000 |
3.468.000 |
I Made Nade |
60 |
4 |
7.416.000 |
345.000 |
I Nyoman Molog |
65 |
25 |
8.034.000 |
2.550.000 |
Inting |
9 |
9 |
955.000 |
955.000 |
I komang Duna |
3 |
3 |
6.925.000 |
6.925.000 |
Uin |
100 |
53 |
72.810.000 |
38.515.000 |
Berdasarkan Tabel 3 mengenai perubahan pendapatan usahatani petani di Subak Sesetan dapat diketahui bahwa terdapat perubahan luas lahan yang mempengaruhi penggunaan modal, produktivitas, penerimaan dan pendapatan usahatani yang cenderung menurun. Data pendapatan non usahatani petani di Subak Sesetan kemudian disajikan pada tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4. |
Pendapatan Non Usahatani Petani di Subak Sesetan
Nama |
Pekerjaan Non Usahatani Pendapatan Per Bulan (Rp) |
I Wayan Mega I Ketut Rune I Made Nade I Nyoman Molog Inting I Komang Duna Uin |
Tidak ada 0 Tidak ada 0 Tidak ada 0 Pemilik kost-kostan 2.000.000 Tidak ada 0 Ojek online 1.600.000 Pedagang sembako 6.000.000 |
Berdasarkan analisis pendapatan pada Tabel 3 dan Tabel 4 diatas diketahui adanya perubahan pendapatan rumah tangga petani sebelum dan saat terjadinya alih fungsi lahan. Perubahan tersebut tidak sepenuhnya bersifat negatif terhadap
kesejahteraan para petani tersebut. Adanya pendapatan di luar usahatani pada dasarnya dapat membantu petani dalam mencukupi kebutuhan keluarganya.
Golongan keluarga berdasarkan pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan garis kemiskinan absolut Sajogyo (1990) dimana terdapat tiga ukuran garis kemiskinan dimana 1) miskin, dimana pengeluaran rumah tangga di bawah 480 kg nilai tukar beras/orang /tahun, (2) miskin sekali, dimana pengeluaran rumah tangga di bawah 380 kg nilai tukar beras/orang /tahun; dan (3) paling miskin, dimana pengeluaran rumah tangga di bawah 270 kg nilai tukar beras/orang/tahun. Golongan keluarga petani pada penelitian ini kemudian disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 5.
Pendapatan Per Bulan Petani di Subak Sesetan
No. |
Inisial |
Jumlah Anggota Keluarga (Orang) |
Pendapatan dalam Satu Tahun (Rp) |
Golongan Keluarga Berdasarkan Sajogyo |
1 |
I Wayan Mega |
3 |
7.140.000 |
Paling miskin |
2 |
I Ketut Rune |
4 |
6.936.000 |
Paling miskin |
3 |
I Made Nade |
3 |
1.035.000 |
Paling miskin |
4 |
I Nyoman Molog |
4 |
34.200.000 |
>Ambang Kecukupan Pangan |
5 |
Inting |
4 |
11.460.000 |
Paling Miskin |
6 |
I Komang Duna |
3 |
27.924.000 |
>Ambang Kecukupan Pangan |
7 |
Uin |
4 |
378.000.000 |
>Ambang Kecukupan Pangan |
Berdasarkan analisis garis kemiskinan Sajogyo pada Tabel 5 maka dapat diketahui bahwa Responden I Nyoman Molog, I Komang Duna, dan Uin berada di atas ambang kecukupan pangan. Responden I Wayan Mega dan I Ketut Rune berada pada golongan keluraga miskin sekali menurut Sajogyo karena konsumsi beras yang lebih rendah dari 380 kg/orang/tahun. Terakhir adalah Responden I Made Nade dan Inting yang merupakan golongan keluarga paling miskin menurut Sajogyo karena konsumsi beras yang kurang dari 270 kg/orang/tahun.
Air menjadi salah satu kebutuhan utama dalam menjalankan kegiatan usahatani di Subak Sesetan. Kebutuhan air masing-masing petani adalah berbeda. Adanya kegiatan alih fungsi di lahan sawah Subak Sesetan yang tidak memperhatikan aliran air menyebabkan permasalahan pada aspek kebutuhan air untuk kegiatan pertanian di Subak Sesetan. Terputusnya aliran air akibat pembangunan pemukiman di daerah sawah Subak Sesetan mengakibatkan permasalahan kebutuhan air. Kondisi ini mempengaruhi pola tanam yang ada di Subak Sesetan. Lahan sawah di bagian hulu subak sangat kesulitan dalam mengatur
kebutuhan air. Hal ini berbanding terbalik dengan lahan sawah di bagian hilir mengalami kelebihan air sehingga menyebabkan terbentuknya rawa-rawa yang mengakibatkan sebagian lahan sawah di bagian hilir tidak dapat digunakan untuk kegiatan usahatani.
Berdasarkan pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara dengan responden diperoleh informasi bahwa adanya kerusakan lingkungan di lahan sawah Subak Sesetan akibat dari kegiatan alih fungsi lahan di subak tersebut dan kerusakan yang paling mudah ditemukan adalah tercemarnya air akibat dari limbah rumah tangga di sekitar daerah sawah, dan tertutupnya aliran air karena menumpuknya sampah pada aliran tersebut.
Umur dan keterampilan menjadi faktor utama yang dijadikan alasan atas ketidakmampuan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Untungnya masih ada anggota keluarga yang telah bekerja dan telah mampu membantu sedikit banyak kebutuhan keluarga, namun jika di lihat pada kenyataan, anggota keluarga yang telah bekerja juga sebagian ada yang tehambat penghasilannya akibat pandemi Covid-19. Hal ini menyebabkan terganggunya keuangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden dapat diketahui bahwa adanya anggota keluarga yang telah bekerja pada dasarnya dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Kebutuhan tersebut kebanyakan dalam bentuk sembako serta tagihan air dan listrik. Hal tersebut dirasa oleh petani dapat membantu meringankan beban rumah tangga pada saat terjadinya alih fungsi lahan.
Dampak sosial yang dialami oleh petani di Subak Sesetan akibat alih fungsi lahan adalah (1) ritual subak; (2) konflik sosial yang terjadi adalah antara petani di Subak Sesetan dengan masyarakat di sekitar lahan sawah Subak Sesetan Dampak ekonomi yang dialami oleh petani di Subak Sesetan akibat alih fungsi lahan adalah (1) adanya pekerjaan baru; (2perubahan jam kerja petani; dan (3) perubahan luas lahangarapan. Kegiatan alih fungsi di lahan sawah Subak Sesetan yang tidak memperhatikan aliran air menyebabkan permasalahan pada aspek kebutuhan air untuk kegiatan pertanian di Subak Sesetan serta kerusakan lingkungan
Perlu dilakukan negosiasi oleh perangkat di Subak Sesetan kepada pihak-pihak yang turut menyebabkan tertutupnya saluran irigasi dan masalah lain yang
menyebabkan permasalahan kebutuhan air di Subak Sesetan. Mengingat beberapa petani di Subak Sesetan yang merupakan golongan umur tidak produktif, tapi masih memiliki keinginan dalam meningkatkan pendapatan keluarga sebaiknya mencari alternatif lain seperti beternak, karena menurut peneliti kegiatan beternak yang tidak terlalu menghabiskan tenaga serta perputaran ekonomi yang cepat dapat membantu petani dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan jurnal ini sehingga jurnal ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dan dapat digunakan dengan sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Asmara, A. 2011. Pendapatan Petani setelah Konversi Lahan (Studi Kasus di Kelurahan Mekar Wangi, Kota Bogor). Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
BPS Kota Denpasar. 2018. Luas Lahan menurut Penggunaan Kota Denpasar 2018. Denpasar.
BPS Kota Denpasar. 2019. Luas Lahan menurut Penggunaan Kota Denpasar 2019. Denpasar.
BPS Provinsi Bali. 2019. Bali dalam Angka 2019. Bali
Irawan, B., & Friyatno, S. 2002. Dampak konversi lahan sawah di Jawa terhadap produksi beras dan kebijakan pengendaliannya. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 2(2), 43858.
Kustiawan, I. 1997. Konversi lahan pertanian di Pantai Utara Jawa. Pustaka LP3ES: Jakarta
Miles, B., & Huberman, M. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Lestari, T. 2010. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Taraf Hidup Rumah Tangga Petani (Kasus Pembangunan X di Kampung Cibeureum Sunting dan Kampung Pabuaran, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi.
Sajogyo, P. 1990. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suharsimi, A. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Windia, W. Sumiyati, Sedana, G. 2015. Aspek Ritual pada Sistem Irigasi Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia. Jurnal Kajian Bali, 5(01), 23-56.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
736
Discussion and feedback