Jurnal Agribisnis dan Agrowisata

ISSN: 3685-3809

Vol. 8, No. 3, Juli 2019

Peran Kemitraan Agribisnis Petani Tebu dengan PG Rejo Agung Baru Madiun Jawa Timur

MARDA SIXMALA, MADE ANTARA, I KETUT SUAMBA

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232 Email: sixmalamarda@gmail.com antara_unud@yahoo.com

Abstract

The Role of the Sugarcane Farmer Agribusiness Partnership with Sugar Factory Rejo Agung Baru Madiun East Java

The partnership that exists between sugarcane farmer with PG Rejo Agung Baru Baru is motivated by the demand and needs that can not be fulfilled by themselves. If seen from the benefits that can be achieved from sugar cane farmers’s participation in the partnership that is carried out by PG Rejo Agung Baru, they should have became more interested in participating this partnership. This study aims to understand and find out the partnership pattern implementation between PG Rejo Agung Baru and sugar cane farmers, the income comparison of partnered sugar cane farmers and non-partner sugar cane farmers, and also the constraints of this sugar cane agribusiness partnership.The t-test results of cash receipts, total revenues, cash costs, total costs, income cash costs and revenues from total costs show a pretty significant different result between partnered farmers and the non-partner ones. The constraints faced by partnered sugar cane farmers include low bargaining position, late disbursement of capital loan and also milling queue, while for non-partner sugar cane farmers, the constraint is the hard time during milling season, especially when no wholesaler wants to buy their sugar cane. As for PG Rejo Agung Baru themselves, the constrains circulate around the quality and quantity of raw sugar materials, sugar cane production from partnered farmers does not qualify MBS standard (Sweet, Clean, Fresh), sugar cane land that’s getting narrower each day, also the worker that’s getting rarer and requires high paid. Judging from the benefit income that partnered sugar cane farmers get from this partnership, the non-partner sugarcane farmers should have joint this partnership, because by joining, the nonpartner farmers can get a market guarantee, technical guidance, capital loans and also a much more competitive selling price instead of the price they got from the wholesaler.

Keywords: income, partnership, sugar cane

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Upaya pencapaian swasembada gulaKementerian Pertanian (Kementan) menargetkan Indonesia swasembada gula konsumsi pada 2019, sehingga untuk mewujudkan target tersebut komoditas dari subsektor perkebunan yang harus dikembangkan adalah tanaman tebu.Sektor perkebunan tidak lepas dari peran kemitraan, dengan adanya kemitraan dapat memberikan keuntungan bagi petani dan pengusaha besar.

Wilayah Madiun memiliki tiga pabrik gula yang sudah lama berdiri, salah satunya yaitu PG Rejoagung Baru.Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Holtikultura, perbandingan produksi pabrik gula yang berada di wilayah Madiun tahun 2017 produksi gula PG Rejoagung Baru sebanyak 39.404,1 ton. PG Rejo Agung Baru mempunyai wilayah kerja yang tersebar di 4 Kabupaten di exs Karisidenan Madiun dalam memperoleh bahan bakuyaitu Madiun, Ponorogo, Ngawi, Magetan dan juga di wilayah Kabupaten Nganjuk

Kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri melatarbelakangi terjalinnya kemitraan antara petani tebu dengan PG Rejoagung Baru, dimana petani tebu membutuhkan kepastian jaminan pasar, pasokan input, dan bimbingan teknologi. Pabrik gula juga membutuhkan pasokan input secara kontinu untuk menjamin keberlangsungan usahanya. Kemitraan yang dijalankan antara PG Rejoagung Baru dengan petani tebu merupakan alternatif yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Petani tebu di Madiun tidak semuanya bermitra, terdapat juga yang petani tebu yang non mitra. . Manfaat yang dapat dilihat dari keikutsertaan petani terhadap kemitraan yang dilakukan pabrik gula, seharusnya petani lebih tertarik untuk mengikuti kemitraan.Hal ini melatarbelakangi penulis untuk meneliti kemitraan petani tebu dengan PG Rejo Agung Baru di Madiun Jawa Timur.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pola kemitraan antara PG Rejo Agung Baru dengan petani tebu?

  • 2.    Bagaimana pendapatan petani tebu yang bermitra dan yang non mitra?

  • 3.    Apa saja kendala-kendala petani tebu bermitra dengan PG Rejo Agung Baru?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

  • 1.    Mengidentifikasi pola kemitraan antara PG Rejo Agung Baru dengan petani tebu.

  • 2.    Menganalisis perbandingan pendapatan yang diperoleh petani tebu yang bermitra dan non mitra.

  • 3.    Mengidentifikasi kendala-kendala kemitraan agribisnis tebu dengan PG Rejo Agung Baru.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada petani mitra PG Rejo Agung Baru yang berada di Madiun.Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) bahan baku produksi gula yang di dapat PG Rejo Agung Baru sekitar 70 persen tebu rakyat melalui kemitraan dan 30 persen dari tanaman sendiri; (2) Pg rejo Agung Baru memiliki kapasitas giling lebih tinggi dari PG Pagotan yaitu sebesar 6000 TDC, sedangkan PG Pagotan sebesar 4000 TDC; (3) Pg Rejo Agung Baru memiliki produksi gula terbesar yaitu 39.404,1 ton jika dibandingkan dengan Pagotan yang hanya 18.217,3 ton. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan bulan April 2018.

  • 2.2    Data dan Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini berupadata kuantitatif dan data kualitatif yang berasal dari sumber primer dan sumber sekunder.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

  • 2.3    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani tebu mitra di Madiun yang merupakan wilayah kerja PG Rejoagung Baru adalah 46 petani tebu mitra dan petani tebu non mitra di Madiun.Sampel petani responden petani tebu mitra dibuat bagian dari populasi yang menjadi objek pengolahan data menggunakan metode slovin menghasilkan jumlah responden sebanyak 36 orang. Penentuan responden petani non mitra dilakukan dengan metode snowball samplingmenghasilkan 10 responden.

  • 2.4    Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif.Analisis kualitatif berupa analisis deskriptif berguna untuk menggambarkan dengan sistematis kemitraan dan kendala yang dilakukan oleh PG Rejo Agung Baru dengan petani tebu.Analisiskuantitatif ini terdiri dari analisis usahatani dan analisis uji beda rata-rata untuk mengetahui tingkat perbandingan pendapatan. Analisis kuantitatif yang akan digunakan sebagai berikut: 1. Analisis Usahatani

Pd = TR-TC

= F.Py — (∑0Xi.PXi + BT........................(1)

Keterangan :

Pd : Pendapatan petani tebu atau keuntungan usahatani tebu mitra (Rp)

TR : Total revenue (penerimaan total) usahatani tebu (Rp)

TC : Total cost (biaya total) usahatani tebu (Rp)

Y      : Kuantitas Tebu (Kg)

Py     : Harga Tebu (Rp/Kg)

Xi : Kuantitas input usahatani Tebu (Rp), meliputi bibit (kg), pupuk (kg), obat-obatan (liter atau kg), tenaga kerja (HOK), dan lain sebagainya

PXi : Harga input usahatani tebu (Rp), meliputi bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan lain sebagainya

BT : Biaya tetap usahatani tebu (Rp), meliputi pajak, sewa lahan, bunga kredit, dan biaya penyusutan alat-alat pertanian

  • 2.    Analisis R/C Ratio

    R/C Ratio atas Biaya Tunai =


    totalpenerimaan (Rp) totalbiayatunai (Rp)


    …………………...…….(2)


    R/C Ratio atas Biaya Total =


    total penerimaan (Rp) total biaya total (Rp)


    ………………………..(3)


  • 3.    Analisis Uji Beda T-test

Menurut Martono (2010) uji beda t-test merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel bila datanya berada pada skala interval atau rasio. Pada uji t untuk dua sampel atau lebih, kedua sampel diambil dari dua populasi yang mempunyai varians sama atau bisa dianggap sama. Menurut Sujadna (2005) rumus uji homogenitas varian (pooled/equal variance) adalah:

(4)

Keterangan:

%1    = rata-rata sampel 1

%1    = rata-rata sampel 2

S1    = simpangan baku sampel1

S2    =simpangan baku sampel 2

S12   = varians sampel 1

S22   = varians sampel 2

R = korelasi antara dua sampel

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pola Kemitraan PG Rejo Agung Baru dengan Petani Tebu

Menurut Sumardjo et. at (2004) pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra.Kemitraan yang terjalin antara PG Rejo Agung Baru dengan petani adalah Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) dan pelaksanaan kemitraan petani tebu dengan PG Rejo Agung Baru sesuai dengan konsep kemitraan Kerja Operasional Agribisnis (KOA). Kemitraan ini melakukan sistem bagi hasil yang ditentukan dari rendemen tebu yang diperoleh petani.

PG Rejo Agung Baru mempunyai dua jenis ikatan dalam menjalin kemitraan dengan petani tebu, yaitu TRK (Tebu Rakyat Kemitraan) dan (Tebu Rakyat Mandiri.Perbedaan antara TRK dengan TRM adalah mengambil kredit atau tidak mengambil kredit. Proses pelaksanaan petani tebu TRM yaitu langsung terjadi begitu saja dalam arti PG langsung mendatangi petani tebu untuk membeli tebu petani. Proses TRK (Tebu Rakyat Kemitraan) dimulai pada saat awal musim tanam dengan cara petani mendaftar menjadi anggota kemitraan.

  • 3.2    Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Tebu

    • 3.2.1    Analisis perbandingan pendapatan usahatani tebu secara deskriptif

      • 3.2.1.1    Produksi tebu per ku/ha

Produksi tebu pada setiap masing-masing per Ku/Ha pada setiap responden petani miliki berbeda-beda, baik mitra maupun non mitra. Pengelompokkan responden berdasarkan jumlah produksi tebu per Ku/Ha dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1

Sebaran Responden Berdasarkan Produksi Tebu Per Ku/Ha

No

Produksi Tebu Per Ku/Ha

Mitra (orang)

Presentase

Non Mitra (orang)

Presentase

1

700-950 per Ku/Ha

14

38,89

6

60,00

2

950-1100 per Ku/Ha

22

61,11

4

40,00

Total

36

100

10

100

Tabel diatas menunjukkan bahwa produksi tebu per Ku/Ha pada responden petani mitra didominasi oleh produksi tebu per Ku/Ha yaitu 950-1100 per Ku/Ha dengan

presentase 38,89 persen. Responden petani non mitra didominasi oleh 700-950 per Ku/Ha dengan presentase 60 persen.

  • 3.2.1.2    Penerimaan usahatani tebu

Menurut Soekartawi (2002), penerimaan merupakan perkalian antara hasil produksi yang diperoleh dengan harga jual. Produksi tebu rata-rata petani mitra sebesar 1004.2 kuintal per ha, dengan rata-rata harga tebu per kuintal sebesar Rp 60.301.

Tabel 2

Penerimaan Usahatani Petani Tebu Mitramusim giling 2017.

Komponen

Produksi tebu (ku/ha)

Harga gula (Rp/kg)

Harga tetes (Rp/kg)

Total (Rp/ha)

Penerimaan tunai

1.Hasil     gula

tunai

1004,2

9.800

48.359.259,4

2.Gula natura

1004,2

14.000

7.676.104,8

3.Tetes

1004,2

1.500

4.518.900

Penerimaan total

60.554.265,2

Produksi tebu rata-rata petani mitra sebesar 950 kuintal per ha. Komponen

penjualan non mitra digunakan dengan cara kuintalan. Cara kuintalan adalah tengkulak

langsung menerima hasil tebu yang sudah di panen.Perhitungan produksi tebu pada

sistem kuintalan sebagai berikut:

nilai borongan tebu

---;—;—“—

harga rata-rata sistem kuintalan


Produksi tebu kuintalan (kw per ha)

950


nilai borongan tebu 60.000

= Rp. 57.000.000

Berdasarkan hasil perhitungan harga per kuintal tebu dikalikan dengan produksi tebu (kuintal per ha) diperoleh penerimaan total petani tebu mitra sebesar Rp. 60.554.265,2 per ha. Penerimaan total rata-rata petani tebu non mitra sebesar Rp.57.000.000 per ha.

  • 3.2.1.3    Biaya produksi usahatani tebu

Menurut Hafsah (2002) biaya produksi usahatani merupakan semua pengeluaran yang dipergunakan dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi, termasuk di dalamnya modal, input-input, dan jasa-jasa yang digunakan di dalam produksi. Berikut rincian biaya tunai usahatani tebu petani mitra dan non mitra per hektar musim tanam 2017.

Tabel 3

Biaya Produksi Petani Tebu Mitra dan Non Mitra

Komponen

Satuan

Petani Mitra

Petani Non Mitra

Biaya (Rp)

Presentase

Biaya (Rp)

Presentase

A. Biaya Tunai Bibit (Kuintal)

Ku/ha

8.024.000

15,10

9.869.000

18,33

Pupuk

- ZA

Kg/ha

2.106.667

3,97

2.203.500

4,09

- Phonska

Kg/ha

1.955.556

3,69

1.739.500

3,23

- Petroganik

Sak/ha

1.027.778

1,93

997.500

1,85

Obat Tanaman

Liter/ha

1.107.778

2,08

1.109.500

2,06

Sewa Lahan

Tahun/ha

12.027.778

22,64

12.900.000

23,96

Pajak Lahan

Tahun/ha

119.478

0,22

108.000

0,20

Sewa Traktor

Unit/ha

2.855.556

5,38

2.345.000

4,35

Pengairan

Tahun/ha

1.036.667

1,95

2.900.000

5,38

TKLK

6.878.054

12,79

6.105.000

11,34

Tebang Angkut

Ku/ha

13.058.333

24,58

13.300.000

24,71

Bunga Pinjaman

Tahun/ha

2.800.000

5,27

-

Total biaya tunai

52.997.645

99,78

53.577.000

99,53

B. Biaya non tunai Penyusutan peralatan

47.742

0,09

49.920

0,09

TKDK

116.348

0,22

204.527

0,38

Total biaya non tunai

164.090

0,31

254.447

0,47

Biaya total

53.113.993

100

53.831.447

100

  • 3.2.1.4    Pendapatan usahatani tebu

Menurut Soekatawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi (modal, lahan, TK dan pengelolaan).Penerimaan tunai petani mitra sebesar Rp 60.554.264,2per ha, dan biaya tunai petani mitra sebesar Rp52.997.645.Penerimaan tunai petani non mitra sebesar Rp 57.000.000. Untuk biaya tunai petani non mitra sebesar Rp 53.577.000, sehingga dengan mengurangi penerimaan tunai dengan biaya tunai petani mitra dan non mitra, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai pada petani mitra sebesar Rp 7.440.271,2 dan petani non mitra sebesar Rp 3.168.553.

R/C ratio merupakan salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan (Soekartawi 2002). Hasil R/C atas biaya tunai dan atas biaya total petani mitra sebesar 1,142 dan 1,140. R/C atas biaya tunai dan atas biaya total petani non mitra sebesar1,063 dan 1,058. Nilai R/C petani tebu mitra dan petani tebu non mitra > 1, maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan.

Tabel 4

Analisis pendapatan usahatani dan R/C usahatani tebu pada petani mitra dan non mitra di Madiun 2017

Uraian

Satuan

Petani Mitra

Petani     Non

Mitra

A. Penerimaan Tunai

Rp/Ha

Rp 61.343.481

Rp 57.000.000

B. Penerimaan Total

Rp/Ha

Rp 61.343.481

Rp 57.000.000

C. 1 Biaya Tunai

Rp/Ha

Rp.52.997.645

Rp 53.577.000

2 Biaya Non Tunai

Rp/Ha

Rp. 164.090

Rp. 204.527

Biaya Total

Rp/Ha

Rp.53.113.993

Rp.53.831.447

D. Pendapatan Atas Biaya Tunai

Rp/Ha

Rp 8.345.836

Rp 4.002.355

E. Pendapatan Atas Biaya Total

Rp/Ha

Rp. 8.229.488

Rp. 3.168.553

F. R/C Ratio Atas Biaya Tunai

Rp/Ha

1,157

1,063

G. R/C Atas Biaya Total

Rp/Ha

1,154

1,058

  • 3.2.2    Analisis PerbandinganPendapatan Usahatani Tebu Secara Statistik

  • 1.    Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang akan diuji berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas untuk variabel biaya total, penerimaan tunai dan pendapatan adalah sebagai berikut:

Tabel 5 Uji Normalitas

Penerimaan tunai

Penerimaan total

Biaya tunai

Biaya total

Pendapatan atas biaya tunai

Pendapatan atas biaya total

N

46

2

46

2

46

2

Normal    Mean

60402433,7

59171740,5

50793786,9

53472720,0

19324929,3

5699020,5

Parametersa Std.

,b            Deviation

4781248,8

3071304,9

4447262,4

507316,6

20276601,0

3578621,4

Most       Absolute

,183

,260

,106

,260

,365

,260

Extreme    Positive

,182

,260

,106

,260

,365

,260

Differences Negative

-,183

-,260

-,092

-,260

-,244

-,260

Kolmogorov-Smirnov Z

1,244

,368

,717

,368

2,478

,368

Asymp. Sig. (2-tailed)

,091

,999

,683

,999

,000

,999

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Data SPSS diolah peneliti, 2018

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai sig untuk biaya total, penerimaan tunai dan pendapatan. Nilai sig untuk penerimaan tunai sebesar 0,091, penerimaan total sebesar 0,999, biaya tunai sebesar 0,683, biaya total sebesar 0,999, pendapatan atas biaya tunai sebesar 0,000, dan pendapatan atas biaya total sebesar 0,999 ini berarti bahwa nilai sig penerimaan tunai, penerimaan total, biaya tunai, biaya total, pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan ats biaya total > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan data untuk biaya total, pendapatan, penerimaan tunai berdistribusi normal. 2. Uji Beda T-Test

Menurut Martono (2010) uji beda t-test merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel bila datanya berada pada skala interval atau rasio. Pada penelitian ini dua populasi yang akan dibandingkan adalah petani mitra dan petani non mitra, nilai rata-rata yang akan diuji adalah nilai rata-

Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 3685-3809 Vol. 8, No. 3, Juli 2019 rata biaya total per ha, rata-rata penerimaan per ha dan rata-rata pendapatan per ha masing-masing populasi, yaitu petani mitra dan non mitra. Berikut disajikan hasil analisis uji beda t test.

Tabel 6

Hasil Analisis Uji Beda T-test

Variabel

P-value

Kesimpulan

Penerimaan Tunai

0,009

Signifikan

Penerimaan Total

0,000

Signifikan

Biaya Tunai

0,000

Signifikan

Biaya Total

0,000

Signifikan

Pendapatan Atas Biaya

0,000

Signifikan

Tunai

Pendapatan Atas Biaya

0,000

Signifikan

Total

Hasil t-hitung terhadap penerimaan tunai petani menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) sebesar 0,009<0,05 dan hasil t-hitung terhadap penerimaan total artinya hasil penerimaan total petani menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) sebesar 0,000<0,05. Hasil t-hitung terhadap biaya tunai petani menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) sebesar 0,000<0,05, artinya hasil biaya tunai antara petani mitra dan non mitra berbeda secara signifikan. Hasil analisis dari t-hitung terhadap biaya total menunjukkan nilai sig.(2-tailed) 0,000<0,05, artinya terdapat perbedaan yang nyata atau signifikan antara biaya total yang dikeluarkan petani mitra dan non mitra.Hasil penelitian dari t-hitung terhadap pendapatan atas biaya tunai petani menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) sebesar 0,000<0,05, artinya pendapatan per ha yang diterima oleh petani mitra dan non mitra berbeda secara nyata dengan pendapatan per ha petani mitra. Hasil analisis dari t-hitung terhadap pendapatan atas biaya total menunjukkan nilai sig.(2-tailed) 0,000<0,05, artinya pendapatan per ha yang diterima oleh petani mitra dan non mitra berbeda secara nyata

Hasil uji bedat-test penerimaan tunai, penerimaan total, biaya tunai, biaya total, pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total menunjukkan hasil berbeda nyata antara petani mitra dan non mitra. Berbeda nyata artinya kemitraan yang dijalankan memberikan dampak positif pada biaya tunai, penerimaan dan pendapatan.

  • 3.3    Kendala-kendala Kemitraandan Solusi

    3.3.1    Kendala pihak petani dan solusi

  • a.    Kendala yang dihadapi oleh petani mitra yaitu tawar yang rendah mengakibatkan petani mengeluh akan hal ini. Posisi tawar rendah mempengaruhi pendapatan petani tebu sehingga petani tebu tidak merasa diuntungkan dengan menanam tebu.Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan untuk mestabilkan harga gula dan lebih berpihak kepada petani

  • b.    Keterlambatan pencairan modal pinjaman juga menjadi kendala bagi petani tebu mitra sedangkan modal faktor penting dalam usahatani petani mitra. Rata-rata petani mitra memanfaatkan fasilitas ini dengan harapan bisa menanam tebu dengan modal yang tidak terlalu besar. Perkiraan dari musim tanam untuk

meminjam modal harus diperkiraan, sehingga tidak terjadi saat sudah musim tanam modal belum ada.

  • c.    Antri giling terlalu lama membuat biaya menjadi bertambah, jika terjadi antrian giling truk akan menginap di pabrik. Truk yang enginap akan menambah biaya sewa truk dan biaya sopir. Pabrik gula sebaiknya mengkoordinir atau lebih merencanakan kegiatan giling tebu pada musim giling

  • 3.3.2    Kendala pihak perusahaan dan solusi

  • a.    Kualitas dan Kuantitas Bahan Baku

Kesulitan yang dihadapi oleh pihak perusahaan yaitu kualitas dan kuantitas bahanbaku.Rata-rata tebu yang dihasilkan petani mitra tidak memenuhi standart dari perusaahan yaitu MBS (Manis, Bersih, Segar).Melakukan pembinaan dan pengawasan perlu untuk menjamin kualitas dan kuantitas tebu. Pembinaan kepada petani harus dilakukan sesering mungkin guna petani selalu ingat akan kewajiban sebagai petani tebu mitra.

  • b.    Lahan Pertanian Sempit

Lahan pertanian menjadi kendala tersediri oleh perusahaan.Sempitnya lahan untuk ditanami tebu dan minat petani menanam tebu menjadi berkurang karena tebu hanya satu kali dalam setahun jika dibandingkan padi yang bisa tiga kali panen dalam setahun.Inovasi dan kreativitas perlu dilakukan kedepannya, misalnya dengan bibit unggul dengan begitu waktu tanam pendek tapi produksinya melimpah.Begitu juga dengan teknologi tepat guna yang canggih harus diperhatikan juga agar ongkos yang dikeluarkan tidak mahal.

  • c.    Tenaga Kerja Langka dan Mahal

Tenaga kerja yang semakin langka dan mahal menjadi salah satu tantangan dalam perusahaan.Perkebunan tebu menjadi salah satu termasuk yang menghadapi kendala tenaga kerja.Perusahaan sangat sulit mendapatkan kualitas hasil kerja sesuai standar atau mutu yang dipersyaratkan untuk pertumbuhan tanaman tebu optimal. Kelangkaan tenaga kerja akan berakibat pada mundurnya penanaman, produktivitas dan kualitas produk kurang, sehingga perlunya inovasi teknologi guna mengatasi kurangnya tenaga kerja dan mahalnya tenaga kerja. Teknologi penebang tebu bisa menjadi solusi untuk mengatasi tenaga kerja yang semakin langka dan mahal.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    4.1    Kesimpulan

  • 1.    Pola kemitraan yang terjalin antara PG Rejo Agung Baru dengan petani tebu adalah Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Kemitraan ini melakukan sistem bagi hasil yang ditentukan dari rendemen tebu yang diperoleh petani.

  • 2.    Hasil t-test terhadap penerimaan, biaya tunai dan pendapatan menunjukkan hasil berbeda nyata antara petani mitra dan non mitra. Berbeda nyata artinya kemitraan yang dijalankan memberikan dampak positif pada penerimaan dan biaya tunai.

  • 3.    Kendala-kendala yang dihadapi oleh petani mitra yaitu posisi tawar yang rendah, keterlambatan pencairan modal pinjamandan antri giling menjadi kesulitan tersendiri bagi petani mitra. Sedangkan yang dihadapi oleh pihak perusahaan yaitu kualitas dan kuantitas bahan baku. Rata-rata tebu yang dihasilkan petani mitra tidak memenuhi standart dari perusaahan yaitu MBS (Manis, Bersih, Segar), lahan pertanian yang semakin sempit dan tenaga kerja yang semakin langka dan mahal.

  • 4.2    Saran

  • 1.    Pabrik gula sebaiknya lebih mensosialisasikan cara perhitungan rendemen kepada petani, karena petani belum mengetahui secara pasti metode penghitungan angka rendemen tebu. Hal ini dilakukan agar petani mengetahui rendemen yang didapatkan dan kegiatan kemitraan lebih transparan.

  • 2.    Dilihat dari keuntungan pendapatan petani mitra sebaiknya petani non mitra mengikuti kemitraan dengan pabrik gula. Karena dengan mengikuti kemitraan petani akan mendapatkan jaminan pasar, bimbingan teknis, pinjaman modal dan harga yang lebih baik daripada harga yang ditawarkan oleh tengkulak.

  • 3.    Dalam menyetorkan hasil tebu ke pabrik gula, petani sebaiknya lebih menaati peraturan yang diminta pabrik untuk menjaga kualitas tebu yang disetorkan agar lebih bersih dan sesuai syarat manis, bersih, dan sehat (MBS).

  • 4.    Perlu dilakukan penelitian dan analisis lanjutan dengan menambah variabel lain seperti optimalisasi penggunaan input-input produksi yang paling ideal untuk memperoleh hasil panen yang maksimal.

  • 5.    Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada general manager, terutama kabag tanaman PG Rejo Agung Baru Madiun dan petani tebu di Madiun yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi mengenai penelitian ini sehingga e-jurnal ini dapat diselesaikan.

Daftar Pustaka

Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Holtikultura. 2017. Perbandingan Produksi Pabrik Gula di Wilayah Madiun tahun 2017. Dinas Perkebunan: Madiun.

Hafsah M J. 2000. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta.

Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Sumardjo, Sulaksana J, Darmono W A. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis.

Penebar Swadaya: Jakarta

Sugiono.2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta: Bandung.

Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya: Jakarta.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press: Jakarta.

Soekartawi, Soeharja A, L Dillon John, Hardaker J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia: Jakarta.

Pratiwi.2014. Evaluasi Kemitraan antara PG Pagottan dengan Petani Tebu di Madiun Jawa Timur.Institut Petanian Bogor: Bogor.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

320