Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Buncis di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 3685-3809 Vol. 8, No. 3, Juli 2019
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Buncis di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
DANY NOVAN ARDIANSAH, I DEWA GEDE RAKA SARJANA, A.A.A. WULANDIRA SAWITRI DJELANTIK
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232 Bali
Email: danynovanvan@gmail.com idewagederakasarjana@yahoo.com
Abstract
Factors that Influence the Production of Beans in Antapan Village, Baturiti Sub-District, Tabanan Regency
Bean is a horticultural commodity that has potential and health benefits, and its consumption can increase because of the FAO recommendations and an increase in population, but the production of beans is volatile. This condition causes no adequate national bean consumption and reduces the bean farmers' income. The purpose of the study was to determine the factors that influence the bean production in the village of Antapan. The research location was determined intentionally. The sampling method used a census method for all bean farmers in Antapan Village, totalling of 30 people.The research method uses the Cobb-Douglas production function. The research findings indicate that the F test results of six variables: seeds, labor, organic fertilizer, NPK fertilizer, fungicides, and insecticides affect simultaneously. Partially only organic fertilizer and NPK fertilizer had an effect (P <0,05) on the bean production.
Keywords : bean, production factors, influence
Hortikultura Indonesia memiliki potensi yang didukung dengan adanya regulasi, keanekaragaman hayati, lahan pertanian yang cukup tersedia, iklim yang sesuai, kemajuan teknologi, tersedianya tenaga kerja dan tersedianya pasar untuk menjual hasil produksi hortikultura (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2015). Ekspor sayuran pada tahun 2017 seperti kubis, buncis dan selada air menempati tiga urutan tertinggi untuk ekspor sebesar 132.878 ton (Kementrian Pertanian, 2017). Salah satu komoditi hortikultura adalah buncis. Buncis memiliki potensi untuk dikembangkan dengan adanya peluang pasar, baik untuk didalam maupun luar negeri. Pasar potensial untuk ekspor buncis adalah Singapura dan Jepang (Rukmana, 1995).
Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu sayuran kelompok kacang-kacangan yang digemari masyarakat karena merupakan salah satu sumber protein nabati dan kaya akan vitamin A, B dan C (Rihana, 2013). Manfaat buncis bagi kesehatan juga cukup banyak. Buncis berkhasiat untuk menurunkan kadar gula darah, kandungan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar dan kanker payudara (Adiyoga, dkk, 2004).
Buncis memiliki potensi untuk dikembangkan seiring adanya rekomendasi dari Food and Agricultural Organization (FAO) untuk konsumsi sayuran yakni sebesar 73 kg/kapita/tahun. Konsumsi buncis di Indonesia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Tahun 2015 perkiraan total konsumsi buncis nasional mencapai 291.260 ton/tahun dan perkiraan total konsumsi buncis nasional pada tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 297.960 ton/tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya (BPS, 2017).
Peluang serta potensi buncis tidak diiringi dengan produksinya yang stabil. Produksi buncis pada tahun 2015 mencapai 291.314 ton dengan luas panen 25.645 Ha, namun pada tahun 2016 mengalami penurunan produksi menjadi 275.509 ton dengan luas panen 25.104 Ha (BPS, 2016). Provinsi Bali merupakan salah satu Provinsi penghasil buncis dimana sentra produksinya berada pada Kabupaten Tabanan, tepatnya pada Kecamatan Baturiti (Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, 2017). Produksi buncis di Kecamatan Baturiti juga mengalami permasalahan produksi yang tidak stabil. Salah satu desa penghasil buncis di Kecamatan Baturiti adalah Desa Antapan. Desa Antapan juga mengalami permasalahan produksi buncis yang dikarenakan sulitnya mendapatkan benih. Benih buncis di Desa Antapan diperoleh secara generatif dari tanaman buncis sebelumnya. Permasalahan produksi buncis yang terjadi mempengaruhi petani dalam mendapatkan benih untuk budidaya buncis berikutnya, selain permasalahan benih juga karena kurangnya air dan diduga penggunaan faktor – faktor produksi buncis yang belum tepat. Produksi yang maksimal akan tercapai dengan penggunaan faktor – faktor produksi yang tepat, maka perlu diteliti faktor - faktor produksi mana yang berpengaruh terhadap produksi buncis.
Berdasarkan uraian yang dijelaskan diatas, maka dapat diambil rumusan permasalahan yang lebih spesifik yaitu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi buncis di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi buncis di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), atas dasar pertimbangan Desa Antapan merupakan salah satu desa penghasil buncis di Kecamatan Baturiti, yang mana Kecamatan Baturiti merupakan sentra penghasil sayur-sayuran di Kabupaten Tabanan dan Provinsi Bali, produksi buncis di Desa Antapan fluktuatif dan produktivitasnya mengalami penurunan dalam tahun-tahun terakhir, pertimbangan berikutnya yaitu Desa Antapan memiliki keadaan iklim yang cocok untuk usahatani buncis, serta belum adanya penelitian serupa yang dilakukan pada lokasi ini, sehingga perlu dilakukan penelitian. Data yang digunakan adalah data untuk satu kali musim tanam yaitu Juni sampai dengan Agustus 2017. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2018.
Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani responden berupa karakteristik petani responden serta penggunaan faktor-faktor produksi buncis di Desa Antapan dengan menggunakan kuisioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, dinas atau lembaga terkait, dan media internet.
Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan terdiri dari data kualitatif yaitu data yang menggambarkan hubungan antara data dengan informasi, data kualitatif dalam penelitian ini berupa data karakteristik petani responden dan gambaran mengenai budidaya buncis di lokasi penelitian, serta data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka dan dapat dilakukan perhitungan secara matematis. Data kuantitatif pada penelitian ini meliputi jumlah produksi, penggunaan faktor-faktor produksi buncis seperti benih, tenaga kerja, pupuk, dan obat-obatan pada penelitian ini, serta umur responden.
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metode sebagai berikut.
-
1. Observasi, yaitu dengan meninjau lokasi untuk mendapatkan gambaran yang lebih tentang objek penelitian.
-
2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan responden yang terkait dengan penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disediakan (kuisioner).
-
3. Studi kepustakaan, yaitu dengan mencari teori-teori dan penjelasan melalui buku-buku, literatur, dan media internet.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani buncis di Desa Antapan, yakni sebanyak 30 orang petani. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode sensus yaitu mengambil seluruh populasi, dalam penelitian ini petani buncis di Desa Antapan. Metode ini dipilih karena jumlah populasi yang terbilang sedikit dan dalam setiap penelitian akan lebih baik jika sampel yang digunakan mengarah pada populasi sebenarnya serta agar data dapat terdistribusi normal.
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep tertentu. Pengukuran variabel adalah suatu proses untuk menentukan jumlah atau intensitas informasi mengenai orang, peristiwa, gagasan dan objek tertentu serta hubungannya dengan masalah atau peluang (Septyanto, 2008). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah produksi usahatani buncis (Y) dalam satuan ukur kg, benih (X1) dalam satuan ukur kg, tenaga kerja (X2) dalam satuan ukur HOK, pupuk organik (X3) dalam satuan ukur kg, pupuk NPK (X4) dalam satuan ukur kg, fungisida (X5) dalam satuan ukur gr, dan insektisida (X6) dalam satuan ukur gr.
Menurut Suryawardana (2011), untuk melihat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan rumus sebagai berikut.
Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 ........................................ (1)
Fungsi produksi tersebut diubah menjadi bentuk fungsi regresi linier berganda dengan cara mentranformasikan persamaan tersebut ke dalam log-natural (lon). Bentuk persamaan fungsi tersebut menjadi sebagai berikut.
LnY = lnb0 + b1 lnX1 + b2 lnX2 + b3 lnX3 + b4 lnX4 + b5 lnX5 + b6 lnX6 + u
..................................................................................................... (2)
Menurut Agustira (2004) untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas yakni input produksi Xisecara serempak berpengaruh terhadap variabel terikat (Y) digunakan uji-F. pengujiannya dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Jika signifikansi pada tabel annova lebih kecil daripada α = 5%, maka variabel Xi secara simultan berpengaruh terhadap variabel Y.
Uji berikutnya yaitu untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas (Xi) dapat menjelaskan variabel terikat (Y) digunakan nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut.
R2 =
SSR = b1ΣYiX!i+ b2ΣYiX2i+ ...+bk∑YiXki
SSΓ
∑Yi2
(3)
Uji berikutnya untuk menguji apakah pengaruh variabel bebas (Xi) yang digunakan dalam usahatani buncis secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (Y) digunakan uji-t. Semua variabel bebas diuji satu persatu. Pengujiannya dengan melihat tingkat signifikansi t apabila lebih kecil dari atau sama dengan α = 0,05 maka variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y).
Analisis model fungsi produksi ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak 30 responden. Variabel yang digunakan dalam model meliputi variabel dependen yang dijelaskan dengan data produksi dan variabel independen seperti penggunaan benih, tenaga kerja, pupuk organik, pupuk NPK, fungisida dan insektisida. Penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dikonversi kedalam luasan lahan yang sama yaitu hektar. Data dalam model yang akan dianalisis ditransformasi ke bentuk linier yaitu logaritma natural (Ln). Analisis estimasi model fungsi produksi menggunakan program SPSS 16.0 yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini
Tabel 1.
Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Buncis Per Hektar
Per Musim Tanam di Desa Antapan
Variabel |
Koefisien Regresi |
t- hitung |
Signifikan |
Konstanta |
-3,665 |
-0,946 |
0,360 |
Benih |
0,083ns |
0,176 |
0,863 |
Tenaga Kerja |
-0,453ns |
-1,161 |
0,265 |
Pupuk Organik |
1,097* |
2,489 |
0,026 |
Pupuk NPK |
0,744* |
2,435 |
0,029 |
Fungisida |
0,074ns |
0,287 |
0,778 |
Insektisida |
0,093ns |
0,226 |
0,824 |
F- hitung |
4,045 |
0,015 |
F- tabel |
2,51 | |
t- tabel |
2,069 | |
R2 |
0,634 |
Sumber : Diolah dari data primer (2018)
Berdasarkan tabel 1 adapun fungsi produksi usahatani buncis di Desa Antapan adalah sebagai berikut.
Ln Y = -3,665 + 0,083 LnX1 – 0,453 LnX2 + 1,097 LnX3 + 0,744 LnX4 +
0,074 LnX5 + 0,093 LnX6
Persamaan tersebut kemudian dikembalikan ke bentuk asli, sehingga bentuknya
menjadi seperti berikut ini.
Y = e-3,665 X10,083 X20,453 X31,097 X40,744 X50,074 X60,093
Y = 0,025X10,083 X20,453 X31,097 X40,744 X50,074 X60,093
Pengaruh dari faktor-faktor produksi secara serempak terhadap produksi buncis dapat diketahui menggunakan uji F. Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada tabel 1 menunjukkan nilai signifikan F hitung sebesar 0,015 yang lebih kecil dari 0,05 pada taraf kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi secara simultan berpengaruh terhadap produksi buncis di Desa Antapan
Hasil estimasi model juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,634. Hal tersebut berarti 63,4 persen variasi produksi buncis dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang dimasukkan kedalam model yaitu benih, tenaga kerja, pupuk organik, pupuk NPK, fungisida dan insektisida, sedangkan 36,6 persen lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1 hanya pupuk organik dan pupuk NPK yang berpengaruh nyata secara parsial terhadap produksi buncis. Pemaparan hasil uji t faktor-faktor produksi buncis dipaparkan dibawah ini.
-
1. Benih (X1)
Benih menunjukkan nilai koefisien regresi positif sebesar 0,083. Koefisien regresi tersebut berarti penambahan benih sebesar satu kg akan menyebabkan peningkatan produksi 0,083 kg dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap, akan tetapi pernyataan tersebut tidak mengikat karena nilai siginifikannya lebih besar dari 0,05 (tidak nyata pada taraf kepercayaan 95 persen).
Benih di lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap produksi buncis berarti produksi buncis tidak respon terhadap penambahan penggunaan benih. Hal tersebut dikarenakan pemakaian benih dilokasi penelitian sebesar 23,97 kg per hektar sudah melewati anjuran yaitu sebesar 18 kg per hektar. Alasan lain yang menyebabkan benih tidak berpengaruh nyata berdasarkan informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian adalah karena benih yang digunakan untuk budidaya diperoleh secara generatif dari biji polong yang dituakan, perbanyakan secara generatif memiliki kelemahan yaitu mutu benih baru yang dihasilkan tidak pasti sama dengan mutu tanaman induknya dan cendrung menurunkan mutu dari benih yang baru.
-
2. Tenaga Kerja (X2)
Tenaga kerja menunjukkan nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,453. Koefisien regresi tersebut berarti penambahan tenaga kerja sebesar satu HOK akan menurunkan produksi buncis sebesar 0,453 kg dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap, akan tetapi pernyataan tersebut tidak mengikat karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 (tidak nyata pada taraf kepercayaan 95 persen).
Tenaga kerja di lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap produksi buncis yang berarti produksi buncis tidak respon terhadap penambahan penggunaan tenaga kerja. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian, kebanyakan petani responden tidak memerlukan banyak tenaga kerja untuk budidaya buncis terutama pada pengolahan lahan dan saat pemanenan. Hal tersebut dikarenakan mayoritas petani responden hanya menggunakan bedengan yang sebelumnya digunakan untuk menanam sayur hijau dan tomat, sehingga petani responden tidak perlu menggunakan tenaga kerja pada pengolahan lahan kembali, selain itu pada pemanenan petani responden juga tidak perlu menyediakan tenaga kerja dikarenakan pada saat panen pengepul setempat yang melakukan pemanenan dengan bantuan buruh panen yang dibawa oleh pengepul itu sendiri.
-
3. Pupuk Organik (X3)
Pupuk organik memiliki pengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 95 persen terhadap produksi buncis. Nilai koefisien regresi pupuk organik menunjukkan nilai sebesar 1,097, hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk organik sebesar satu kgakan meningkatkan produksi buncis sebesar 1,097 kg dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap.
Pupuk organik di lokasi penelitian berpengaruh nyata terhadap produksi buncis. Hal ini berarti produksi buncis respon terhadap penambahan pemakaian pupuk organik. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kalauw pada tahun 2014. Pupuk organik yang digunakan di lokasi penelitian merupakan pupuk kandang padat dari kotoran sapi. Pupuk tersebut memiliki peran penting bagi tanaman, menaikan daya menahan air, banyak mengandung mikroorganisme yang dapat mensintesa senyawa-senyawa tertentu sehingga berguna bagi tanaman. Alasan lain yang menyebabkan pupuk organik di lokasi penelitian berpengaruh nyata terhadap produksi buncis adalah karena pemakaiannya sebesar 8.296 kg per hektar masih dibawah anjuran pemakaian yaitu 15.000 kg per hektar, sehingga pemakaiannya masih bisa ditingkatkan.
-
4. Pupuk NPK (X4)
Pupuk NPK memiliki pengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 95 persen terhadap produksi buncis. Nilai koefisien regresi pupuk NPK menunjukkan nilai sebesar 0,744, hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk NPK sebesar satu kg akan meningkatkan produksi buncis sebesar 0,744 kg dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap.
Pupuk NPK di lokasi penelitian berpengaruh nyata terhadap produksi buncis yang berarti produksi buncis respon terhadap penambahan penggunaan pupuk NPK. Menurut Rukmana, 1998, pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang memiliki fungsi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pupuk NPK di lokasi penelitian juga dijadikan sebagai pupuk susulan apabila polong buncis dirasa petani terlalu kecil atau kurang berisi, maka dikocor dengan pupuk NPK. Pemakaian pupuk NPK di lokasi penelitian sebesar 140,548 kg per hektar masih dibawah anjuran pemakaian sebesar 450 kg per hektar, sehingga penggunaan pupuk NPK masih bisa ditingkatkan lagi.
-
5. Fungisida (X5)
Fungisida menunjukkan nilai koefisien regresi positif sebesar 0,074. Koefisien regresi tersebut berarti penambahan fungisida sebesar satu gram akan meningkatkan produksi buncis sebesar 0,074 kg dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap, namun pernyataan tersebut tidak mengikat karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 (tidak nyata pada taraf kepercayaan 95 persen).
Fungisida di lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap produksi buncis yang berarti produksi buncis tidak respon terhadap penambahan penggunaan fungisida. Hal tersebut dikarenakan pemakaian fungisida untuk menanggulangi penyakit tanaman buncis di lokasi penelitian sebesar 5.271 gram per hektar sudah melewati batas anjuran pemakaian fungisida yaitu hanya 750 gram per hektar. Pemakaian yang berlebihan tersebut justru dapat menyebabkan organisme penyebab penyakit tanaman buncis menjadi resisten, selain itu berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian petani responden menjelaskan bahwa penyakit yang disebabkan oleh cendawan pada tanaman buncis tidak terlalu parah serangannya.
-
6. Insektisida (X6)
Insektisida menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 0,093. Koefisien regresi tersebut berarti bahwa penambahan insektisida sebesar satu gram akan meningkatkan produksi buncis sebesar 0,093 kg dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap, namun pernyataan tersebut tidak mengikat karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 (tidak nyata pada taraf kepercayaan 95 persen).
Insektisida di lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap produksi buncis yang berarti produksi buncis tidak respon terhadap penambahan pemakaian insektisida. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian yang menyebabkan insektisida kurang berpengaruh nyata adalah karena pemakaian insektisida itu sendiri sifatnya situasional. Pemakaiannya sedikit dan hanya pada saat tertentu apabila tanaman buncis mendapat serangan hama pengganggu yang cukup parah. Kebanyakan petani responden menggunakan pupuk organik cair (bio urine) untuk melakukan pencegahan serangan hama pengganggu tanaman buncis.
Berdasarkan analisis dengan pendekatan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas secara simultan, diperoleh hasil bahwa faktor-faktor dalam penelitian ini berpengaruh terhadap produksi buncis di desa Antapan. Secara parsial berdasarkan koefisien regresi ternyata hanya pupuk organik dan pupuk anorganik (NPK) yang berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap produksi buncis di desa Antapan yang berarti pemakaian pupuk organik dan pupuk NPK masih bisa ditingkatkan, dapat disimpulkan bahwa tanaman buncis kurang mendapatkan nutrisi.
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberi beberapa saran untuk meningkatkan produksi buncis di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, antara lain.
-
1. Petani responden diharapkan mampu mengalokasikan faktor-faktor produksi yang digunakan agar sesuai dengan anjuran yang tepat bagi tanaman buncis, sehingga dapat meningkatkan produksi buncis di Desa Antapan.
-
2. Nilai koefisien regresi pupuk organik dan pupuk NPK bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi buncis, hal tersebut menjelaskan bahwa penggunaan dari variabel tersebut masih bisa ditingkatkan lagi untuk meningkatkan produksi buncis.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis pada kesempatan ini memberikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penelitian hingga ini hingga dapat dipublikasikan di e-jurnal. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Adiyoga, Witono. dkk. 2004. Profil Komoditas Buncis. Laporan Akhir.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Departemen Pertanian.
Agustira, M.A. 2004. Analisis Optimasi Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
http://repository.usu.ac.id/xmlui,handle/123456789/38325?show=full.Diunduh tanggal 12 Februari 2018
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2016. Produksi Sayuran di Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2017. Konsumsi Buah dan Sayur Susenas Maret 2016.
Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan. 2018. Data Produksi dan Luas Tanam Buncis.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Potensi, Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Hortikultura.
Kalauw. S. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Sayuran Buncis (Phaseolus Vulgaris L) Di Dusun Telaga Kodok, Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Agribisnis. Fakultas pertanian Universitas Pattimura 3(2) 140-156
Kementrian Pertanian. 2017. Ekspor buah, Sayuran dan Bunga Indonesia Tembus 29 Negara
Rihana, Sartika. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kototan Kambing dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Dekamon. Jurnal Produksi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang 1(4) 369-376
Rukmana, Rahmat. 1995. Bertanam Buncis Sumber Protein Nabati Yang Murah Dan Mudah Dikembangkan Seri Budi Daya. Kanisius. Yogyakarta.
https://books.google.co.id/books?id=R989_JL0knEC&printsec=frontcover&hh= id#v=onepage&q&f=false diunduh tanggal 10 Maret 2018
Rukmana, Rahmat. 1998. Bertanam Buncis Cetakan Kedua.
Kanisius.Yogyakarta.http://syekhfanismd.lecture.un.ac.id/files/2013/BUNCIS. pdf. diunduh tanggal 20 Agustus 2017
Septyanto, Dihin. 2008. Pengukuran Variabel dalam Penelitian. Program Pasca Sarjana. Universitas Esa Unggul. Diunduh dari http://pascasarjana.esaunggul.ac.id/index.php/2016/08/29/pengukuran-variabel-dalam-penelitian/ diunduh tanggal 8 Februari 2018.
Suryawardana, Abdi. 2011. Analisis Optimasi Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Bayam di Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30793 diunduh tanggal 12 Februari 2018
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
300
Discussion and feedback