E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata

ISSN: 2301-6523 Vol. 5, No. 3, Juli 2016

Hubungan antara Pengembangan Agrowisata Subak dengan Modal Sosial pada Subak

Jatiluwih Tabanan

NI MADE SUKRAENI ASIH, NYOMAN SUTJIPTA,

I MADE SARJANA

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80323 E-mail: sukraeni_asih@yahoo.com nsutjiptacipta@yahoo.com

Abstract

The Relation between Agrotourism’s Development toward Social Capital Condition of Jatuliwuh Subak, Tabanan

Farming sector in Bali strongly related to Subak system because Subak controls the irrigation system. Subak also sets the patterns and schedule of the cropping. Subak in Bali started to develop as Agrotourism since UNESCO officially announce Subak as one of the World Heritage. This acknowledgement could be an effective media to promote Subak Jatiluwih and attract tourist to come. The number of the visitors keeps arising from years. In 2012, there were 97,909 visitors, 101,560 in 2013 and 165,158 in 2014. The purpose of this research is to know the relation between agrotourism’s developments toward social capital condition in Jatiluwih Subak, Tabanan. In order to know if there is any relation between agrotourism developments toward Subak’s social capital, this research use rank spearman correlation test and descriptive analysis for processing the data. The result of the rank spearman correlation test shows that there is no relation between the developments of agrotourism toward social capital condition. While from the descriptive analysis that is showed in percentage, social capital’s percentage reach 76.72%. It means that social capital stands in “good” level. This percentage shows that the development of agrotourism does not have any relation toward social capital condition.

Keywords: farming, agrotourism, social capital

  • 1.   Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Sektor pertanian memainkan peran penting dalam pembangunan di Provinsi Bali. Pertanian merupakan bagian yang integral dari pembangunan ekonomi, karena pertanian merupakan satu-satunya sektor sebagai penghasil bahan makanan, baik bagi manusia maupun hewan ternak. Sektor pertanian di Bali berkaitan erat dengan sistem subak, karena subak mengelola sistem irigasi di sektor pertanian, subak juga

mengatur pola dan jadual tanam, jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem subak menjadi penunjang utama dari eksistensi sektor pertanian bahkan sistem subak dinilai memiliki peranan yang sangat nyata dalam proses pembangunan nasional (Suyatna, 1982).

Subak di Bali dikenal sebagai lembaga irigasi tradisional yang sudah diakui keberadaanya hampir satu milenium. Fungsi utama subak ialah dalam pengelolaan air irigasi untuk memproduksi pangan, khususnya beras (Windia, 2006). Komoditas ini merupakan bahan makanan pokok masyarakat penduduk Bali seperti juga kebanyakan penduduk dibelahan Asia lainya. Subak tidak lepas dari pengelolaan irigasi untuk bercocok tanam padi, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa subak identik dengan budi daya padi (rice culture).

Keberadaan subak di Bali sejak tahun 1071 menandakan adanya lembaga yang tangguh lestari dan kian diperkuat dengan adanya pengesahan dalam sidang UNESCO ke-36 guna menjadikan subak sebagai salah satu situs Warisan Budaya Dunia yang diresmikan oleh UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan Keilmuan dan Budaya) di Saint Patersburg Rusia pada Tanggal 29 Juni 2012 (Windia dan Wiguna, 2013).

Agrowisata Subak Jatiluwih sudah mengalami peningkatan kunjungan dari tahun ke tahun tercatat dari tahun 2012 hanya sekitar 97.909 orang wisatawan yang berkunjung menjadi 101.560 wisatawan tahun 2013 dan selama 2014 meningkat menjadi 165.158 orang wisatawan (Anonim, 2015).

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan.

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan.

  • 2.     Metodelogi Penelitian

    • 2.1.   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Alasannya Subak Jatiluwih telah ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Dunia dan sedang berkembang sebagai salah satu destinasi agrowisata di Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai Februari 2016.

  • 2.2    Penentuan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus dan anggota Subak, Subak Jatiluwih. Jumlah responden yang digunakan adalah 45 orang dari total keseluruhan

anggota sebanyak 450 orang. Anggota terdiri atas seluruh anggota subak yang aktif baik perempuan ataupun laki – laki.

  • 2.1.    Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa gambaran umum Subak Jatiluwih. Sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden meliputi data gambaran umum subak dan jawaban responden dari kuisioner yang diberikan. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, instansi terkait, dan sumber lainnya meliputi data jumlah kunjungan wisata, tinjauan pustaka, dan gambaran umum Subak Jatiluwih.

  • 2.2.    Variabel dan Pengukuran

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor pengembangan agrowisata untuk mengukur pengembangan agrowisata dimana variabel ini terdiri dari Keamanan (X1), Kesejukan (X2), Ketertiban (X3), Pelayanan dan Keramahan (X4), Keunikan, Keindahan dan Menarik (X5), dan Pelayanan (X6), dan variabel Modal Sosial yaitu Kepercayaan (Y1), Norma Sosial (Y2), Jaringan Sosial (Y3).

  • 2.3.    Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi rank Spearman, sedangkan analisis kualitatifnya menggunakan analisis data deskriptif kualitatif.

  • 2.3.1    Uji Korelasi Rank Spearmen

Korelasi rank Spearman adalah alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif dua variabel bila datanya berskala ordinal (ranking) (Usman dan Akbar, 2008). Metode analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial.

rs=1-


6∑di2 n(n2 -1)


………………………………..…..…(1)


rs : Koefisien Korelasi Rank Spearman

di : Selisih rank data variabel X dengan rank Variabel Y (Xi-Yi) n : Jumlah Responden

  • 2.3.2    Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif, yaitu suatu metode analisis yang menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik obyek atau subjek yang diteliti secara tepat dan menginterprestasi sesuai dengan apa adanya (Sukardi, 2011). Teknik pengukuran data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala likert. Skala likert merupakan pengukuran sikap dari keadaan yang sangat positif ke

jenjang yang sangat negatif (Antara, 2010). Data yang diperoleh dari responden kemudian diolah dan ditabulasi ke dalam bentuk tabel dan dihitung frekwensi serta persentasenya. Rumus untuk perhitungannya adalah.

Jarak

Jumlah Kelas


…………………………….…….….(2)


Keterangan    :

I                : Interval Kelas

Jarak           : Nilai Tertinggi dikurangi nilai terendah

Jumlah kelas   : Jumlah kategori yang ditentukan

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak dengan Modal

      Sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan

Modal sosial memiliki peran yang sangat penting pada beberapa kelompok masyarakat dalam berbagai aktivitas. Termasuk dalam suatu kelompok tradisional seperti Subak. Modal sosial dibangun oleh kepercayaan-kepercayaan antar individu. Rasa saling percaya dibentuk dalam waktu lama atau terus-terusan serta memerlukan proses-proses sosial yang berliku. Subak memiliki kepercayaan antar sesama anggota subak juga terbentuk dari generasi ke generasi. Kegiatan dalam subak sangat banyak, dimana masyarakat akan sering terlibat kegiatan satu sama lain yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama. Proses ini memupuk rasa kepercayaan sesama anggota subak. Modal sosial bukan hanya masalah kepercayaan saja tetapi juga termasuk norma sosial, dan jaringan Sosial.

Norma adalah aturan yang dimiliki suatu kelompok dimana aturan ini nantinya mampu menjaga kepercayaan dan menjaga keberadaan kelompok itu sendiri. Dalam hal ini subak juga memiliki norma sosial yaitu awig-awig dan perarem yang diatur guna menjaga kerukunan antar sesama anggota subak. Jaringan sosial adalah salah satu unsur modal sosial yang tumbuh karena adanya rasa kepercayaan antar sesama kelompok. Jaringan sosial akan membentuk hubungan dan komunikasi antara sesama kelompok. Penelitian ini ingin melihat bagaimana hubungan antara pengembangan agrowisata terhadap keadaan modal sosial dalam subak. Peneliti memiliki asumsi awal yaitu pengembangan agrowisata memiliki hubungan yang erat dan mampu merubah modal sosial.

  • 3.1.1    Kepercayaan

Modal sosial wujudnya relatif abstrak, tidak seperti halnya modal ekonomi yang wujudnya jelas yaitu uang. Kunci dari modal sosial adalah trust (kepercayaan) jadi, modal sosial yang dimiliki oleh orang-orang yang saling mempercayai dan dipercayai. Modal sosial akan bertahan bila aktor-aktor di dalamnya mampu mempertahankan keuntungan dalam jaringan sosial atau struktur sosial lainnya. Modal sosial dapat dimiliki oleh individu lewat interaksinya dengan individu yang

lainnya. Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya Dalam pandangan Fukuyama, trust didefinisikan sebagai “the expectation that arises within a community of regular, honest, and cooperative behavior, based on commonly share norms, on the part of other members of that community” (Fukuyama, 1995). Istilah trust dikaitkan dengan kejujuran dan kerjasama yang ada dantara orang-orang dalam sebuah komunitas. Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh pada anggota subak yang terdiri atas sikap jujur dan menghormati semua anggota subak. Kepercayaan dalam anggota subak tidak dijelaskan dari sikap saja tetapi juga termasuk kepercayaan anggota terhadap ritual- ritual keagamaan yang mereka miliki.

Kepercayaan secara sikap ditunjukan dengan sikap saling percaya dan menghargai sesama anggota subak terlihat dari kegiatan gotong royong sesama anggota subak dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan ritual yang menyangkut kepercayaan anggota subak terhadap ritual agama. Subak Jatiluwih merupakan salah satu kawasan subak yang memiliki sikap yang masih sangat tradisional, dan kepercayaan anggota subak sangat baik. Kepercayaan merupakan salah satu unsur dari modal sosial. Suatu kelompok atau kelembagaan memiliki modal sosial yang merupakan salah satu unsur yang mampu menguatkan dan mempertahankan keberadaan dari suatu lembaga seperti halnya subak. Suatu modal sosial akan tetap sama dan tidak berubah jika tidak ada unsur lain yang mampu melemahkan modal sosial yang sudah ada. Kondisi kepercayaan pada Subak Jatiluwih setelah adanya agrowisata yaitu 76,76% dimana ini menunjukan kepercayaan Subak Jatiluwih berada pada kategori baik.

Pengembangan agrowisata memberi dampak positif yang begitu banyak bagi subak terutama dari segi pendapatan. Ada banyak kekhawatiran yang muncul dengan semakin dikenalnya Agrowisata Subak Jatiluwih ini terutama hilangnya kepercayaan subak dari adanya hubungan antara pengembangan agrowisata dengan kepercayaan. Kepercayaan disini yang dimaksud adalah kepercayaan antar sesama maupun kepercayaan akan kebudayaan yang mereka miliki. Contohnya, hilangnya kepercayaan antar sesama anggota subak yang menyebabkan gotong royong dalam subak menjadi hilang. Hilangnya kepercayaan terhadap kebudayaan yaitu seperti kepercayaan pada pelaksanaan ritual–ritual keagamaan di subak seperti Magpag toya, Biukukung, dan Mesabe, dan juga kepercayaan anggota subak mengenai tetap menjaga areal suci dari persawahan yang mereka miliki, karena seperti yang diketahui kebudayaan hindu di Bali mempercayai sawah adalah salah satu kawasan yang suci dan sakral.

Data yang terkumpul di lapangan menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan kepercayaan pada subak.

Pengembangan agrowisata tidak memiliki keterkaitan dengan kepercayaan. Tidak terjalinnya hubungan ini dikarenakan pengembangan agrowisata dan kepercayaan subak adalah subjek yang berbeda walaupun dalam hal ini pengembangan agrowisata dilakukan pada ruang lingkup subak. Kepercayaan subak yang ada sebelum adanya agrowisata masih tetap sama sampai saat ini. Kegiatan upacara ritual seperti Mapag toya, Biukukung, dan Mesabe dalam subak tetap berjalan sebagaimana mestinya tanpa terpengaruh oleh kegiatan agrowisata yang ada pada Subak Jatiluwih ini. Ritual-ritual di subak bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan pada saat berkunjung karena wisatawan dapat menikmati ketradisionalan yang ada dalam subak ini secara langsung.

  • 3.1.2    Norma Sosial

Menurut Coleman (1990), sebuah norma selalu “specify what actions are regarded by a set of persons as proper or correct, or improper or incorrect” (1990,). Dengan kata lain, sebuah norma menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Norma ini kemudian diekspresikan dalam bentuk bahasa formal maupun informal sebagai semacam kebijakan, sehingga semua orang yang memiliki norma ini harus menyadari keberadaan dan isi kebijakan tersebut. Norma hanya akan muncul jika ada komunikasi dan keberadaannya bergantung pada komunikasi yang reguler. Baik norma maupun peraturan sama-sama merupakan pernyataan tentang apa yang boleh dilakukan, tetapi “peraturan” mengandung penegakan (enforcement). Sebuah peraturan juga mengandung kata “jika tidak” yang diikuti dengan sangsi. Jadi, “norma” terkesan lebih lunak daripada peraturan (rules).

Dalam subak juga terdapat norma sosial ,dimana norma ini lebih sering disebut awig – awig dan perarem. Awig – awig dan perarem memiliki fungsi kontrol yang tinggi bagi seluruh petani, pengurus subak dan kegiatan – kegiatan di subak. Norma ini menjadi suatu pedoman yang sangat mengikat mereka di dalam setiap aktivitas persubakan yang terkait dengan air irigasi, pertanian, sosial budaya dan agribisnis. Norma-norma tersebut memiliki fungsi sebagai pengontrol berbagai bentuk interaksi sosial di antara para anggota subak dengan pengurus subak. Dalam sistem subak, norma-norma yang dimilikinya merupakan budaya yang telah berkembang sejak dahulu yang didasarkan pada ajaran agama Hindu Bali. Dalam awig–awig dan perarem subak juga terdapat sanksi yang sebelumnya telah disepakati secara bersama-sama oleh anggota subak, kondisi norma sosial dalam subak setelah adanya pengembangan agrowisata yaitu sebesar 76,70% atau berada pada kategori baik.

Persentase skor yang diperoleh menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang dimiliki pada Subak Jatiluwih Tabanan. Berdasarkan data yang terkumpul dapat dilihat bahwa kondisi norma sosial sebelum adanya agrowisata sampai dengan adanya agrowisata masih tetap sama. Kekuatan sanksi norma sosial masih terlaksana dengan baik.dan anggota subak masih tetap menjalankan aturan- aturan dalam subak dengan baik. Norma sosial yang ada memang harus dijaga keberadaanya dengan baik, karena

suatu kelembagaan akan tetap berjalan jika semua anggotanya mentaati peraturan – peraturan yang terdapat didalam lembagaa tersebut. Subak Jatiluwih menunjukan pengembangan agrowisata yang mereka miliki tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang ada,hal ini di karenakan norma sosial subak dan pengembangan agrowisata adalah unsur yang berbeda. Norma sosial adalah peraturan yang sudah ada sejak Subak jatiluwih ini ada sehingga pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang ada karena kedua unsur ini tidak memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Ketaatan subak terhadap norma sosial mereka masih tetap dijaga ditunjukan dari masih tetap ditaatinya peraturan subak yang ada seperti aturan penanaman padi varietas lokal, jadwal tanam, dan pola tanam juga tetap ditaati dengan baik oleh subak.

  • 3.1.3    Jaringan Sosial

Jaringan sosial (social networking) subak menggambarkan interaksi di antara para anggota subak termasuk interaksi sesama anggota, dengan pengurus subak, perangkat desa dan pengelola agrowisata yang ada di Desa Jatiluwih. Menurut Mawardi (2007), modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Jaringan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologis khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok.

Pada kelompok sosial biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis turun temurun (repeated sosial experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi kebutuhan (religious beliefs) cenderung memiliki kohesif tinggi, tetapi rentang jaringan maupun trust yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan serta dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas. Pada tipologi kelompok yang disebut terakhir akan lebih banyak menghadirkan dampak positif bagi kelompok maupun kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas. Subak Jatiluwih juga tentunya terdapat jaringan sosial yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainya yaitu diantaranya hubungan antar anggota subak, kemudian hubungan dengan pengurus subak, Dinas Pertanian, penyuluh pertanian, perangkat desa, dan juga dengan masyarakat sekitar. Kondisi jaringan sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan setelah adanya pengembangan agrowisata yaitu 76,70% atau jaringan sosial yang dimiliki anggota subak berada pada kategori baik

Persentase skor yang diperoleh menunjukan kondisi jaringan sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan masih berada pada kategori baik dan masih tetap sama seperti sebelum adanya agrowisata di Subak Jatiluwih Tabanan, sehingga dari hasil ini menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan jaringan sosial ini dikarenakan jaringan sosial dan pengembangan agrowisata memiliki interaksi yang berbeda dimana kedua unsur ini tidak memiliki keterkaitan

antar satu sama lain. Data yang telah dikumpulkan menunjukan kondisi jaringan sosial sebelum adanya agrowisata sampai saat ini masih tetap sama dan semakin menguat. Semua komponen yang ada di dalam subak baik itu pengurus maupun anggota masih tetap menjaga dan memperhatikan jaringan sosial yamg mereka miliki dengan baik. Suatu lembaga tidak dapat berjalan jika tidak melakukan interaksi dengan pihak lain diluar lembaga, selain itu dari saat ini kondisi jaringan sosial antara Subak dan Pemerintah Kabupaten Tabanan semakin baik dan semakin menguat, dimana ini ditunjukan dari semakin baiknya perhatian pemerintah terhadap Subak Jatiluwih untuk diberikan bantuan terutama di sektor pertaniannya.

Pengembangan agrowisata dan modal sosial adalah sesuatu hal yang berbeda, kedua unsur ini memiliki dasar pemikiran dan penerapan yang berbeda pada Subak Jatiluwih. Pengembangan agrowisata tentu saja memiliki hubungan dengan Subak Jatiluwih hanya saja modal pembangunan yang terlihat jelas memiliki hubungan yang nyata dengan modal sosial disini adalah modal ekonomi dan modal sumberdaya manusianya. Hubungan dengan modal ekonomi ditunjukan dari meningkatnya pendapatan subak setelah adanya agrowisata, kemudian berkurangnya beban subak dalam memenuhi kebutuhan pupuk dari subak karena banyak dibantu pemerintah sehingga mengurangi beban ekonomi petani di Subak Jatiluwih ini. Hubungan pengembangan agrowisata dengan modal sumberdaya manusia pada subak juga terlihat nyata yaitu dapat dilihat dari bertambahnya warga Jatiluwih yang berpendidikan yang mulai ikut terjun untuk mengerjakan agrowisata dan pertanian di subak ini.

Modal sosial dan pengembangan agrowisata adalah dua hal yang berbeda subak sudah ada dengan modal sosial sejak dulu sebelum adanya agrowisata. Selain itu modal sosial adalah dasar yang digunakan untuk membangun agrowisata di Subak Jatiluwih ini. Hal ini yang menyebabkan modal sosial dan pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan karena modal sosial mencangkup bagian internal dari subak sedangkan pengembangan agrowisata hanya mencangkup bagian eksternal dari subak itu saja.

  • 4.    Kesimpulan Dan Saran

    • 4.1.    Kesimpulan

Faktor–faktor pengembangan Agrowisata Subak Jatiluwih tidak memiliki hubungan dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih. Modal sosial terdiri atas kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial. Kepercayaan yang ada dalam subak tetap dijaga dengan baik dan terlaksana dengan baik, norma sosial yaitu berupa awig–awig dan perarem tetap ditaati oleh anggota subak dan jaringan sosial yang ada tetap terjaga antara pihak – pihak yang memiliki kaitan dengan Subak Jatiluwih. Modal sosial yang dimiliki Subak Jatiluwih masih tetap kuat seperti sebelum adanya agrowisata di Subak Jatiluwih.

  • 4.2.    Saran

Saran yang dapat diberikan kepada Subak Jatiluwih yaitu dapat mempertahankan modal sosial yang dimiliki. Mempertahankan modal sosial yang ada adalah salah satu cara untuk mempertahankan keberadaan kelembagaan lokal subak yang ada. Peran seluruh anggota dalam hal ini sangat diperlukan untuk menjaga modal sosial yang ada. Peran disini dapat ditunjukan dari tetap dijaganya unsur dari modal sosial yaitu kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial, pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akan menjadikan anggota subak taat terhada norma sosial yang mereka miliki, perbanyak kegiatan gotong-royong dalam subak untuk menumbuhkan interaksi antar anggota, interaksi yang baik akan mampu menumbuhkan rasa percaya terhadap sesama anggota subak. Subak jatiluwih diharapkan agar dapat lebih terlibat dalam pengelolaan agrowisata yang ada agar subak dapat memperoleh manfaat dari adanya agrowisata subak ini.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pengurus Subak Jatiluwih, Dosen dan Staff Fakultas Pertanian Universitas Udayana, teman – teman, dan keluarga yang turut serta membantu dalam penyelesaian penelitian.

Daftar Pustaka

Antara, I, Made. 2010. Bahan Ajar Metodelogi Penelitian Sosek Program Studi Agribisnis UNUD. Denpasar

Anonim. 2015. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Daya Tarik Wisata di Bali Tahun 2003-  2014. Avaiable from: http://www.

disparda.baliprov.go.id/id/ Statistik2, diakses pada Nopember 2015

Coleman, J.S.1990. Foundetion of Social Theory. Canbridge, Massachuesetts, London England: Michingan University Press

Fukuyama, F. 1995. Trust: The Sosial Virtues and The Creation of Prosperity. London: Hamish Hamilton.

J. Mawardi M. 2007. Peranan Sosial Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat. Komunitas Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Volume 3 Nomor 2.

Suyatna, I Gde. 1982. Ciri – cirri Kedinamisan Kelompok Sosial Tradisional di Bali dan Peranannya dalam Pembangunan Bogor: Fakultas Pasca Sarjana IPB.

Sukardi, 2011 Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Bumi aksara

Usman,Husaini dan Akbar, R. purnomo Setiady. 2008. Pengantar Statistika. Bumi Aksara. Jakarta

Windia, Wayan dan Wiguna A.A, 2013, Subak Warisan Budaya Dunia Udayana University Press

Windia. 2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana. Denpasar: Pustaka Bali Post

557

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA