E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata

ISSN: 2301-6523

Vol.4, No.4, Oktober 2015

Upaya Pelestarian Subak di Perkotaan

(Kasus Subak Padanggalak Desa Kesiman Kertalangu Kecamatan Denpasar Timur

Kota Denpasar)

PUTU BUDIASTUTI, NI WAYAN SRI ASTITI, DAN WAYAN SUDARTA

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jln. P.B. Sudirman Denpasar 80232 Bali

E-mail: [email protected] [email protected] [email protected]

Abstract

The Effort of Subak Preservation in Urban Area (Case Study in Subak Padanggalak, Kesiman Kertalangu Village, Denpasar Timur)

The aims of the study are: (1) to examine Subak Padanggalak’s efforts in preserving and sustaining itself for the future on, and (2) to describe the role of goverment and private sector to support the effort in preserving and sustaining Subak Padanggalak. The research location was chosen using purposive method in Subak Padanggalak, Kesiman Kertalangu Village, East Denpasar Sub District, Denpasar. The analysis of this research used a descriptive qualitative method to answer the research questions. Data were collected by using in-depth interviews from eight key informants. The research results show that the efforts made to preserve and to sustain Subak Padanggalak based on the Tri Hita Karana philosophy as follow: (a) parhyangan aspects, subak protects, preserves, and mantains the ritual facilities and conducts routinely the subak’s ritual activities not only in subak level but also in individual level, (b) pawongan aspects, subak makes an agreement to prevent subak land conversion to be non agricultural purposes and also manages irrigation water distribution, and (c) palemahan aspects, subak regularly arranges the mutual cooperation activities related to natural and environmental conservation, irrigation networks and other physical buildings maintenance, efficient land use management, and provides safety situations in subak. Furthermore, the assistance provided by the government and private sector in the form of financial assistance, counseling, coaching, agricultural extension, and jogging track.

Keywords: Conservation, Subak, City

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Upaya pelestarian subak di Bali sudah lama menjadi wacana para pemerhati subak mengingat rentannya subak dari intervensi pihak luar (Pitana, 1993; Windia, 2008) seperti ketersediaan air irigasi yang semakin sulit karena adanya persaingan yang semakin ketat dengan adanya pemanfaatan air oleh sektor non pertanian (air minum/PDAM, sektor industri, dan sektor pariwisata/hotel dan restoran). Padahal,

subak mempunyai fungsi dan peran cukup penting dalam menjaga ketahanan pangan (Windia dan Komaladewi, 2011). Sementara itu, lahan pertanian khususnya sawah juga sedang mengalami alih fungsi yang cukup besar yaitu rata-rata 750 Ha/tahun (Sutawan, 2005). Bahkan, periode tahun 2000 hingga tahun 2005 rata-rata konversi lahan terjadi sebesar 913,20 hektar per tahunnya (Nggauk, 2011). Aspek lain yang mengancam kelestarian subak juga datang dari dalam subak sendiri seperti terancamnya aspek Tri Hita Karana sebagai filosofi yang mendasari dan menjaga bertahannya subak yaitu terancamnya pelaksanaan kegiatan upacara keagamaan atau religius (parhyangan) di subak karena subak kehilangan lahan sawah atau pertanian (palemahan), sehingga dinamika interaksi sosial di subak sebagai lembaga sosial di sektor pertanian (pawongan) lambat laun juga terancam hilang (Sudarta dan Dharma, 2013).

Upaya pelestarian subak di perkotaan seperti salah satunya Subak Padanggalak di Kota Denpasar umumnya akan mengalami tantangan lebih besar mengingat laju alih fungsi lahan pertanian (sawah) menjadi peruntukan non pertanian peluangnya semakin besar. Alih pekerjaan (transformasi pekerjaan) petani dan keluarganya juga peluangnya semakin besar mengingat beragamnya jenis pekerjaan yang tersedia sepanjang tahun di luar sektor pertanian (Pradnyani, 2014). Persaingan subak di daerah perkotaan dalam mendapatkan air irigasi bahkan semakin berat akibat subak sudah dikepung perumahan, industri dan fasilitas pariwisata (Pitana, 2005). Secara internal, upaya pelestarian subak sangat tergantung pada kemampuan subak menerapkan falsafah Tri Hita Karana, dalam pembangunan pertanian sawah. Apabila penerapan Tri Hita Karana tidak optimal berarti mengancam kelestarian subak. Selain itu, secara ekternal kelestarian subak perlu dukungan dari pemerintah dan swasta berupa material maupun non material .

Berdasarkan pemikiran tersebut kiranya menarik untuk dikaji berkaitan dengan pelestarian subak dalam koridor Tri Hita Karana, dan juga campur tangan pemerintah dan swasta.

  • 1.2    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) upaya yang dilakukan Subak Padanggalak dalam melestarikan subak berdasarkan konsep THK, dan (2) peran pemerintah dan swasta dalam upaya mendukung pelestarian Subak Padanggalak.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Subak Padanggalak, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar yang dipilih secara sengaja (purposive). Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2015. Periode perhitungan data selama satu tahun terakhir mulai bulan Juni 2014 sampai dengan Juni 2015.

  • 2.2    Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digali dan dianalisis pada penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data kualitatif (Moleong, 2000). Data kuantitatif berupa luasan subak, kepemilikan lahan pertanian, jumlah pengurus dan anggota subak, sedangkan data kualitatif meliputi upaya pelestarian subak oleh Subak Padanggalak berdasarkan falsafah Tri Hita Karana. Data kualitatif menyangkut peran pemerintah dan swasta dalam membantu upaya pelestarian subak baik menyangkut bantuan material maupun bantuan non material.

Sumber data dalam penelitian ini yakni data primer dan data sekunder. Data primer digali melalui wawancara mendalam dengan informan kunci dan observasi langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder melalui studi pustaka yang relevan (Moleong, 2000).

  • 2.3    Penentuan Informan Kunci

Informan kunci dalam penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja) berdasarkan kompetensinya dalam menjawab tujuan penelitian yang berjumlah delapan orang.

  • 2.4    Metode Analisis

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif berupa uraian deskriptif mengenai aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh Subak Padanggalak dalam melestarikan subaknya (Moleong, 2000).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Upaya Pelestarian Subak Padanggalak

Upaya pelestarian Subak Padanggalak dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana (THK) melalui aspek parhyangan, pawongan, dan palemahan. Selain itu, peran pemerintah dan swasta juga sangat diperlukan dalam membantu melestarikan subak, baik melalui bantuan material maupun non material.

  • 1.    Aspek parhyangan

Upaya pelestarian Subak Padanggalak dilihat dari aspek parhyangan dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • a.    Fasilitas ritual

Pura milik bersama di Subak Padanggalak meliputi Pura Subak, Pura Ulun Carik, dan Pura Bedugul berjumlah tujuh buah yang berada di masing-masing munduk Subak Padanggalak. Pura milik perorangan disebut dengan Sanggah Catu (umumnya tidak permanen). Sanggah Catu dibuat dalam keadaan darurat yang terletak di petak sawah paling hulu dekat ambang pemasukan air milik petani perorangan. Subak Padanggalak mengupayakan agar fasilitas ritual berupa Pura baik milik Subak maupun petani perorangan tidak hilang karena fasilitas ini menjadi salah

satu penentu keajegan subak. Sisi religiusitas subak sebagai salah satu penopang sifat subak sebagai lembaga sosio-agraris-religius tergantung kepada keberadaan Pura ini (Sutawan, 2008). Upaya subak ini akan menjamin kelestarian subak.

  • b.    Pelaksanaan kegiatan ritual

Upacara keagamaan tetap dilakukan secara rutin dari masa ke masa maupun dari generasi ke generasi berikutnya. Kegiatan ritual Subak Padanggalak dilakukan secara kolektif dan individual. Secara kolektif dilaksanakan berdasarkan fase-fase pertumbuhan padi mulai dari masuknya air irigasi ke subak dan petak sawah petani sampai panen, sedangkan secara individual berdasarkan rerahinan tertentu dengan sesajennya masing-masing di sawah petani. Kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan secara kolektif dan dilakukan secara rutin meliputi magpag toya, ngendag makal, ngurit, dan biyukukung, sedangkan kegiatan ritual keagamaan yang tidak dilakukan secara rutin (insidental) meliputi masudi dan ngerasakin oleh petani perorangan. Kegiatan ritual di Subak Padanggalak baik secara kolektif maupun individual merupakan salah satu bukti upaya subak dalam melestarikan keberadaaannya. Ritual merupakan mekanisme subak dalam menjaga daya ikat aspek sosial sekaligus menguatkan pondasi religiusitas subak (Sutawan, 2008). Hal inilah yang akan menjamin kelestarian subak pada masa depan.

  • 2.    Aspek pawongan

Upaya pelestarian Subak Padanggalak dilihat dari aspek pawongan dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • a.    Awig-awig dan pararem subak

Agar subak berjalan dengan baik, maka diatur oleh peraturan awig-awig dan pararem subak sebagai alat pedoman bertindak atau bergiat dan sebagai alat pengendali sekaligus sebagai alat pengawas ketertiban maupun keamanan (Sutawan, 2008). Umumnya, tidak ada yang berani melanggar awig-awig dan pararem subak mengingat adanya sanksi sosial. Peran awig-awig dan pararem sangat penting bagi kelestarian dan keberlanjutan subak baik secara sekala (alam nyata dan kasat mata) maupun niskala (alam gaib dan tidak kasat mata). Secara sekala, awig-awig dan pararem mengatur perilaku krama (anggota) subak menyangkut tata cara berinteraksi sosial dengan sesama anggotanya. Sedangkan secara niskala, awig-awig dan pararem mengatur tata cara upacara agama yang berkaitan dengan siklus hidup tanaman padi di sawah dan di Pura Subak.

  • b.    Rapat subak

Kegiatan rapat di Subak Padanggalak dilakukan secara rutin maupun sewaktu-waktu jika dianggap perlu. Selain itu, sebelum musim tanam biasanya diadakan satu kali rapat di tingkat subak dan di tingkat munduk. Rapat diadakan karena ada sesuatu hal yang harus dibicarakan dan diselesaikan berdasarkan kesepakatan bersama. Rapat subak merupakan salah satu mekanisme dan upaya Subak Padanggalak dalam menjaga interaksi sosial sekaligus sebagai upaya menekan ketegangan sosial yang

mungkin timbul akibat masalah dalam subak. Rapat subak juga merupakan upaya pelestarian subak dalam jangka panjang yang menjamin subak sebagai lembaga sosial petani untuk menjalankan tugas dan fungsi subak dengan baik.

  • c.    Gotong royong

Saat ini yang terjadi di lapangan, gotong royong masih tetap berjalan dengan baik yang dilakukan oleh seluruh anggota aktif, seperti perbaikan atau pemeliharaan Pura maupun perbaikan jaringan irigasi. Namun, tolong menolong yang dilakukan secara perorangan di Subak Padanggalak semakin memudar karena terbukanya lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian sehingga petani beserta anggota keluarga sibuk dan meninggalkan pekerjaan di sektor pertanian. Tenaga kerja diganti dengan tenaga upahan dan lahan tetap digunakan walaupun menerapkan sistem tanam tolak sumur. Masih berjalannya kegiatan gotong royong di Subak Padanggalak dalam jangka panjang akan mendukung upaya pelestarian subak. Gotong royong merupakan salah satu cara organisasi tradisional seperti subak menunjukkan kebersamaan, kekompakan, solidaritas sosial, dan perasaan memiliki sehingga bersama-sama bertanggung jawab atas keberlangsungan subak ke depannya.

  • d.    Koperasi dan Lembaga Usaha Subak

Subak Padanggalak juga memiliki Koperasi Sarin Gumi dan memiliki Lembaga Usaha Ekonomi Subak (Luwes) sebagai unit usaha (Suamba, 2005). Koperasi tersebut merupakan bagian dari swadaya masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat sehingga koperasi memberikan bantuan simpan pinjam bagi petani ataupun masyarakat yang memerlukan.Tersedianya kelembagaan usaha di subak membantu anggota subak dalam mendukung pembiayaan usahataninya. Hal ini akan sangat membantu petani tetap mengusahakan lahan pertaniannya sehingga tidak ada yang terbelengkai. Hal ini juga merupakan salah satu upaya subak yang akan mendukung pelestarian atau keberlanjutan subak dalam jangka panjang.

  • e.    Penanganan konflik

Sesuai dengan ajaran falsafah Tri Hita Karana dan semboyan subak, maka keharmonisan lebih diutamakan dan konflik relatif tidak terjadi pada subak. Setiap konflik yang terjadi di Subak Padanggalak dapat diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan dan tidak sampai dibawa ke meja hijau. Mekanisme penanganan atau pengelolaan konflik di Subak Padanggalak yang mengutamakan semangat keharmonisan merupakan salah satu upaya nyata yang dilakukan agar subak tidak mengalami goncangan yang ekstrim mengancam keutuhan subak (Sutawan, 2008). Jika upaya ini tetap berjalan baik, maka dalam jangka panjang akan membantu subak tetap lestari dan berlanjut.

  • 3.    Aspek Palemahan

Upaya pelestarian Subak Padanggalak dilihat dari aspek palemahan dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • a.    Pelestarian alam dan lingkungan

Luas lahan sebelum lahan dijadikan sebagai jalur hijau 150 hektar, sedangkan setelah dijadikan jalur hijau luas lahan menjadi 112 hektar sehingga terjadi alih fungsi lahan seluas 38 hektar. Dengan ditetapkannya jalur hijau, alih fungsi lahan jarang terjadi walau adanya kontrak lahan tetapi masih digunakan sebagai lahan pertanian. Lahan tidak pernah kosong dan terus ditanami padi karena saluran maupun ketersediaan air irigasi berjalan baik dan tercukupi. Subak Padanggalak wilayahnya terdiri atas hamparan sawah dan beberapa bagian menjadi pemukiman. Umumnya, Subak Padanggalak lebih dominan menanam tanaman padi dan jarang menanam tanaman palawija. Selain itu, lahan tetap terisi tanaman sepanjang tahun dan sangat jarang kosong atau ditelantarkan. Pemanfaatan lahan khususnya dekat jalan utama beberapa digunakan untuk usaha ekonomi dengan mengontrakkan kepada pihak ketiga. Jika memungkinkan, jual beli lahan dihindari. Usaha ekonomi yang dilakukan oleh penyewa lahan nantinya akan memberikan kontribusi subak untuk mendukung pelaksanaan ritual di tingkat subak. Usaha subak ini juga diharapkan mampu menjaga kelestarian subak dalam jangka panjang. Aktivitas-aktivitas subak yang dilakukan di atas secara jelas memperlihatkan bahwa subak sudah melakukan upaya pelestarian subaknya.

  • b.    Pendistribusian air irigasi

Air irigasi Subak Padanggalak sudah lancar sehingga petani dapat menanam padi sepanjang tahun. Pergiliran air irigasi dilakukan oleh pekaseh berdasarkan kesepakatan bersama setiap musim kemarau. Situasi dalam keadaan normal, jumlah air akan membesar, sehingga langsung masuk ke petakan sawah. Maka, pembagian air tidak perlu diatur karena keadaan sudah normal. Keadaan normal tersebut dilakukan atau diatur selama sehari setelah tanam sampai dengan dua puluh hari. Sedangkan, keadaan tidak normal terjadi jika adanya permasalahan di Subak Padanggalak. Mekanisme pendistribusian air irigasi untuk setiap anggota subak dengan mengutamakan prinsip keadilan disertai tanggung jawab kontribusi baik tenaga kerja maupun natura ke subak merupakan mekanisme subak untuk menjamin setiap anggota merasa memiliki hak dan tanggung jawab yang sama terhadap keberadaan subak. Hal ini akan menjamin eksistensi subak ke depannya yang berujung kepada peluang besar dalam menjaga kelestarian subak.

  • c.    Pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya di Subak Padanggalak dilakukan pada saluran primer sampai saluran tersier, bangunan bagi (tembuku), dan bale subak selama satu minggu atau satu bulan sekali oleh pengurus dan seluruh anggota subak. Keberlangsungan kegiatan usahatani di tingkat subak sebagai salah satu pilar kelestarian subak sangat dipengaruhi oleh kelancaran pasokan air irigasi dan kondisi jaringan irigasi di subak (Sutawan, 2008). Demikian juga keberadaan bangunan fisik subak lainnya yang menunjang tugas dan fungsi subak seperti keberadaan Balai Subak Padanggalak.

Upaya Subak Padanggalak dalam hal ini akan membantu kelestarian subak di masa depan.

  • d.    Pemanfaatan lahan secara efisien

Kebanyakan petani di Subak Padanggalak mengontrakkan lahan sawahnya kepada orang lain. Luas lahan yang dikontrak sekitar satu sampai dengan 1,5 hektar. Lahan yang dikontrak tetap digunakan sebagai lahan pertanian. Namun, alih fungsi lahan tersebut jarang terjadi di Subak Padanggalak. Subak Padanggalak wilayahnya terdiri atas hamparan sawah dan beberapa bagian menjadi pemukiman. Umumnya, Subak Padanggalak lebih dominan menanam tanaman padi dan jarang menanam tanaman palawija. Selain itu, lahan tetap terisi tanaman sepanjang tahun dan lahan tidak pernah kosong. Pemanfaatan lahan khususnya dekat jalan utama beberapa digunakan untuk usaha ekonomi dengan mengontrakkan kepada pihak ketiga. Jika memungkinkan, jual beli lahan dihindari. Usaha ekonomi yang dilakukan oleh penyewa lahan nantinya akan memberikan kontribusi subak untuk mendukung pelaksanaan ritual di tingkat subak. Usaha subak ini juga diharapkan mampu menjaga kelestarian subak dalam jangka panjang.

  • e.    Pengamanan

Pengamanan kawasan subak menjadi salah satu upaya untuk menjaga kelestarian subak. Pengamanan menyangkut upaya menghindari adanya pencurian air irigasi, pencurian terhadap hasil pertanian, sarana produksi, dan perusakan terhadap lahan pertanian. Hal ini sangat penting agar petani merasa nyaman dalam melakukan aktivitas berusahatani dan tidak akan dengan mudah menjual lahan sawahnya kepada siapapun. Hal ini juga ditunjang dalam aturan (awig-awig) subak yang memberikan sanksi bagi anggota yang melakukan pencurian atau perusakan lahan orang lain (Sutawan, 2008). Sedangkan jika dilakukan oleh orang luar anggota akan diserahan kepada pihak berwajib. Upaya yang dilakukan subak untuk menjaga keamanan wilayahnya akan mendukung upaya pelestarian subak

  • 3.2 Peran Pemerintah dan Swasta dalam Mendukung Pelestarian Subak

Peran pemerintah dan pihak swasta juga sangat diperlukan dalam upaya mendukung pelestarian Subak Padanggalak melalui bantuan material dan non material.

  • 1.    Peran Pemerintah

Bantuan pemerintah yaitu: (1) Pemerintah membimbing para petani tentang aturan yang tercantum pada awig-awig dan pararem subak secara tertulis, (2) Pemerintah membuat Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi) ternak sapi, (3) Pembinaan subak dalam kegiatan lomba subak (Pitana, 1993) se-Kota maupun lomba subak Se-Bali tahun 2009, (4) Melakukan penyuluhan yang dilaksanakan setiap ada teknologi baru, varietas baru, dan wabah penyakit tanaman, (5) Pemerintah memberikan kemudahan bebas pajak, (6) Pemberian bantuan tahunan dalam bentuk bantuan dana Hibah, (7) Subak Padanggalak mendapatkan bantuan saprodi dari

pemerintah yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian setiap hari senin di subak dan dibantu oleh Dinas Kebudayaan. Seluruh upaya yang dilakukan oleh pemerintah di atas menunjukkan bahwa pemerintah juga berperan cukup besar dalam mendukung upaya pelestarian Subak Padanggalak. Bahkan, tanpa dukungan pemerintah eksistensi subak di daerah perkotaan (Windia, 2008) seperti Subak Padanggalak akan mengalami ancaman serius baik dari semakin tingginya pajak, persaingan air irigasi, alih fungsi lahan, dan sebagainya.

  • 2.    Peran Swasta

Selain adanya bantuan dari pihak pemerintah, terdapat pula bantuan dari pihak swasta yang membantu Subak Padanggalak dalam bentuk bantuan material dan non material (Windia, 2008). Peran swasta membantu Subak Padanggalak dalam membangun Desa Budaya Kertalangu sebagai kawasan Desa Wisata di Desa Kesiman Kertalangu hanya memberikan bantuan berupa pembuatan jalan jogging track sekaligus jalan usahatani yang dikerjakan melalui kerjasama dengan para petani. Pajak untuk jalur hijau dibayar oleh pemerintah Kodya Denpasar sepenuhnya. Subak Padanggalak juga memiliki Koperasi Sarin Gumi dan memiliki Lembaga Usaha Ekonomi Subak (LUES). Namun demikian subak membatasinya sehingga berkontribusi masih berdampak positif lebih besar bagi pembangunan subak menjadi pendorong kelestarian subak.

  • 4.    Simpulan dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Subak Padanggalak sudah melakukan berbagai upaya pelestarian subaknya untuk menjaga keberlanjutannya di masa depan. Upaya-upaya tersebut mencakup (a) aspek parhyangan, dimana Pura milik Subak maupun milik perorangan tetap terpelihara dengan baik demikian juga kegiatan ritualnya juga tetap dilakukan sesuai fase-fase pertumbuhan padi menurut kebiasaan setempat, (b) aspek pawongan, telah ada kerjasama yang relatif mantap sehingga timbul gotong-royong, rapat, dan keharmonisan. Konflik relatif tidak ada dan dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Umumnya, aturan-aturan yang tercantum pada awig-awig dipatuhi oleh anggota subak. (c) aspek palemahan, sudah ditetapkannya wilayah Subak Padanggalak sebagai jalur hijau sehingga alih fungsi lahan jarang terjadi. Walau adanya kontrak lahan tetapi harus tetap digunakan sebagai lahan pertanian.

  • 4.2    Saran

Saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut: (a) pembuatan Sanggah Catu permanen agar petani tidak direpotkan setiap melakukan kegiatan ritual, (b) petani dapat menggunakan tenaga kerja upahan yang penting lahan sawah tidak kosong dan tetap dipakai untuk usahatani sesuai anjuran, (c) Subak Padanggalak perlu menerapkan sistem bertanam serempak dengan pola tanam padi-padi-palawija sesuai

anjuran, dan (d) peran pemerintah dan swasta agar tetap mendukung upaya pelestarian Subak Padanggalak.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dapat terlesaikan karena bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Kelian Subak Padanggalak dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Daftar Pustaka

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nggauk, C. 2011. Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Keberlanjutan Subak Embukan (Studi Kasus: Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem). Internet. (Jurnal On-line). http://repository.ipb.ac.id/. Diunduh pada tanggal 15 Februari 2015.

Pitana, I Gde. 1993. Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali (Sebuah Deskripsi Umum) dalam Pitana, I Gde (Editor). 1993. Subak: Sistem Irigasi Tradisional di Bali (sebuah Canangsari). Penerbit Upada Sastra Denpasar

Pitana, I Gde. 2005. Subak dalam Pertalian antara Pertanian dan Pariwisata dalam Pitana, I Gde dan I Gede Setiawan AP (Editor). 2005. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi.Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pradnyani, Kadek Diah. 2014. Partisipasi Petani Subak Padanggalak Dalam Pengembangan Desa Wisata Kertalangu Denpasar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Suamba, Ketut. 2005. Pengembangan Unit Usaha pada Sistem Subak di Bali dalam Pitana, I Gde dan I Gede Setiawan AP (Editor). 2005. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi.Yogyakarta: Penerbit Andi

Sudarta, Wayan dan I Putu Dharma. 2013. Memperkuat Subak Anggabaya dari Segi Kelembagaan. Laporan Pengabdian Masyarakat. Kerjasama Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dengan Program Ekstensi Fakultas Pertanian UNUD.

Sutawan, Nyoman. 2005. Subak Menghadapi Tantangan Globalisasi: Perlu Upaya Pelestarian dan Pemberdayaan Secara Lebih Serius dalam Pitana, I Gde dan I Gede Setiawan AP (Editor). 2005. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi.Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sutawan, Nyoman. 2008. Organisasi dan Manajemen Subak di Bali. Denpasar: Pustaka Bali Post

Windia, Wayan. 2008. Menuju Sistem Irigasi Subak yang Berkelanjutan di Bali. Orasi Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar Universitas Udayana tanggal 29 Maret 2008

Windia, Wayan dan Komala Dewi. 2011. Analisis Bisnis Berlandaskan Tri Hita Karana. Udayana University Press. Denpasar.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

267