Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809    Vol. 12, No. 2, Desember 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i02.p26

Analisis Rantai Pasok Komoditi Kedelai pada Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kota Bandung

LOUIS CHRISTIAN, I GUSTI AGUNG AYU AMBARAWATI*, RATNA KOMALA DEWI

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar, 80232, Bali

Email: louischristian99@gmail.com *annie_ambarawati@unud.ac.id

Abstract

Supply Chain Analysis of Soybean at the Cooperative of Indonesian Tempe and Tofu Producers in Bandung (KOPTI Kota Bandung)

KOPTI Kota Bandung is one of many parties who doing supply chain activity of the import soybean in Bandung City. The objectives of this study are to analyze mechanism of the soybean supply chain including product, financial, and information drives from KOPTI to downstream consumers and to calculate margin, profit, and efficiency from the chain. Respondents of this study were staff of KOPTI Kota Bandung, selling services unit of KOPTI (Unit Pelayanan/UP), retailers, and downstream consumers that were selected by snowball and purposive sampling technique, totaling 47 persons. Data analysis used in this study covered qualitative and quantitative methods. The qualitative was used to analyze the supply chain scheme while the quantitative was used to analyze margin, profit of actors, and efficiency of the supply chain of soybean in February 2022. Data collected in this study was conducted by survey and interviews. Results of the study show that there are 4 streams of the soybean supply chain, 1) KOPTI – downstream consumers, 2) KOPTI – UP – downstream consumers, 3) KOPTI – retailers – downstream consumers, 4) KOPTI – UP – retailers – downstream consumers. Based on the study’s result, all the soybean supply chains at KOPTI Kota Bandung are efficient, shown by the value were less than the required efficient criteria. The most efficient soybean supply chain was the first stream, KOPTI – downstream consumers with the efficient value of 0.86%, distribution margin was Rp 417.00/kg, fully received by KOPTI, and the profit received was Rp 322.00/kg. On the other hand, the most used soybean supply chain was the second stream with 65.41% of total KOPTI’s volume of soybean distribution. In order to increase the volume of soybean distribution in the first stream, KOPTI Kota Bandung is sugessted to consider the policy of the minimum purchased by the downstream consumers. With the intention of preventing the fluctuated soybean’s price, KOPTI Kota Bandung is suggested to increase options for other suppliers either from import or domestics (local farmers).

Keywords: soybean, supply chain, margin, profit, efficiency

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Kota Bandung terkenal dengan olahan kuliner dari produk turunan kedelai, terutama tempe dan tahu. Hal tersebut menyebabkan terdapat banyaknya produsen tempe dan tahu, serta produsen olahan kedelai lainnya seperti susu kacang kedelai, tauco, dan pengguna kacang kedelai lainnya untuk berbagai keperluan di Kota Bandung. KOPTI Kota Bandung sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan aktivitas pengadaan dan pendistribusian kedelai impor dari Amerika serikat di Kota Bandung, memfasilitasi konsumen hilir (konsumen akhir dan lembaga) kedelai terutama pengerajin tempe dan tahu di Kota Bandung untuk mendapatkan kedelai impor. Pengadaan kedelai melalui aktivitas impor hanya dari satu negara saja menyebabkan KOPTI Kota Bandung tidak memiliki opsi lain dan kekuatan daya tawar harga. Saat terjadi kelangkaan produk, harga produk mengalami kenaikan (KOPTI Kota Bandung, 2020). Aktivitas impor juga menyebabkan harga kedelai di dalam negeri dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah (Rp) terhadap Dollar Amerika (USD). Dampak dari hal tersebut memicu perubahan perilaku konsumen atau pasar yang disesuaikan dengan daya beli konsumen (BPS, 2021). Dalam menghadapi perubahan tersebut dibutuhkan respon cepat dengan mencari tahu hal yang dibutuhkan dan pihak-pihak yang membutuhkan melalui aktivitas rantai pasok sehingga didapatkan solusi dan strategi baru.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian Analisis Rantai Pasok Komoditi Kedelai pada KOPTI Kota Bandung adalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana mekanisme aliran produk, finansial (keuangan), dan informasi pada rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung?

  • 2.    Bagaimana besaran marjin, keuntungan dan efesiensi rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Analisis Rantai Pasok Komoditi Kedelai pada KOPTI Kota Bandung adalah sebagai berikut:

  • 1.    Mengkaji mekanisme aliran produk, finansial (keuangan), dan informasi pada rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung.

  • 2.    Menganalisis besaran marjin, keuntungan dan efesiensi rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung.

  • 2.     Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KOPTI Kota Bandung, unit pelayanan (UP) di 5 kecamatan di Kota Bandung (Kecamatan Bojongloa, Antapani, Cibolerang, Babakan, dan Sukahaji), pedagang pengecer, dan konsumen hilir yang dipilih menggunakan metode purposive. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2022.

  • 2.2    Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif meliputi pihak-pihak (multi-actors) yang terkait, kualitas kedelai, kebijakan distribusi, sistem penyimpanan pada aliran produk, sistem pembayaran pada aliran keuangan (finansial), serta jadwal distribusi dan sistem transportasi pada aliran informasi aktivitas rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung. Data kuantitatif dalam penelitian ini meliputi biaya distribusi, harga jual – beli, dan kuantitas kedelai.

  • 2.3    Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Survey, yaitu pengamatan secara langsung terhadap kondisi, kegiatan dan pihak-pihak yang terlibat di lapangan, (2) Wawancara, yaitu kegiatan tanya jawab menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman kepada responden untuk memperoleh informasi.

  • 2.4    Sumber Data

Sumber data primer diperoleh melalui penelitian secara langsung menggunakan survey dan wawancara dengan data yang dipergunakan adalah pihak-pihak terkait dalam aktivitas rantai pasok (pendistribusian) komoditi kedelai, kuantitas dan kualitas kedelai, harga kedelai, sistem pembayaran, sistem penyimpanan, sistem transportasi, jadwal pembelian, dan informasi pendukung lainnya dari hasil wawancara kepada pengurus, unit pelayanan (UP), anggota, dan bukan anggota (pengerajin/pedagang pengecer) KOPTI Kota Bandung. Sumber data sekunder diperoleh dari buku/laporan dari KOPTI Kota Bandung, UP, pedagang pengecer, konsumen hilir, dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi volume pemesanan, pendistribusian, harga kedelai, dan konsumsi per kapita per minggu masyarakat Indonesia terhadap tempe dan tahu dalam 5 tahun terakhir.

  • 2.5    Penentuan Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini meliputi KOPTI Kota Bandung, unit pelayanan (UP), pedagang pengecer, dan konsumen hilir yang ditentukan menggunakan metode snowball sampling dari populasi pihak yang terlibat pada skema aktivitas rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung. Snowball sampling diawali dengan jumlah sampel yang kecil kemudian membesar dengan cara mengurutkan alur aktivitas dalam penelitian (Sugiyono, 2016). Penentuan responden pada masing-masing sampel menggunakan metode purposive sampling karena adanya tujuan dan pertimbangan tertentu sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menyajikan data yang lebih variatif (Sugiyono, 2016). Pada KOPTI diambil sebanyak 3 responden dengan pertimbangan pengalaman, kapabilitas, dan akses informasi yang dimiliki oleh responden. Pada UP, diambil sebanyak 4 responden dengan pertimbangan jumlah responden yang diambil adalah seluruhnya dari populasi tersebut. Pada pedagang pengecer, diambil sebanyak 5 responden dengan pertimbangan keterlibatan

responden dalam aktivitas rantai pasok kedelai pada KOPTI Kota Bandung. Pada konsumen hilir, diambil sebanyak 35 responden dengan pertimbangan latar belakang pekerjaan dan skema rantai pasok yang dilalui.

  • 2.6    Variabel Penelitian dan Pengukuran

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal yang diteliti, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variabel penelitian dapat dijabarkan pada tabel 1.

Tabel 1.

Variabel Penelitian

Variabel

Sub Variabel

Indikator

Mekanisme Rantai Pasok

Aliran Produk

Jumlah (kg)

Kualitas

Sistem Penyimpanan

Aliran Keuangan (Finansial)

Harga (Rp/kg)

Sistem Pembayaran

Aliran Informasi

Jadwal Distribusi

Sistem Transportasi

Besaran Marjin, Keuntungan, dan Efisiensi Rantai Pasok

Marjin

Harga Penjualan (Rp/kg)

Harga Pembelian (Rp/kg)

Keuntungan

Marjin (Rp/kg) Biaya (Rp/kg)

Efesiensi

Biaya (Rp/kg)

Total Penerimaan (Rp/kg)

  • 2.7    Analisis Data

Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan pertama, yaitu mengekaji mekanisme aliran produk, keuangan (finansial), dan informasi pada rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung. Analisis ini disajikan secara deskriptif untuk menjelaskan pihak-pihak (multi-actors) dan aliran-aliran pada aktivitas rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung.

Analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan kedua, yaitu menganalisis marjin, keuntungan, dan efesiensi pada rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung. Analisis ini dilakukan dengan pengunaan rumus-rumus:

  • 1.    Marjin (Sudiyono, 2002)

MP = Pr – Pf..........................................................(1)

Keterangan:

MP = Marjin Distribusi Rantai Pasok Pihak Lembaga (Rp/kg)

Pr    = Harga di Tingkat Konsumen (Rp/kg)

Pf    = Harga di Tingkat Produsen (Rp/kg)

  • 2.    Keuntungan (Soemarso, 2004)

П = ML – TC ......................................................... (2)

Keterangan:

П        = Keuntungan Pihak Lembaga (Rp/kg)

ML       = Marjin Distribusi Rantai Pasok Pihak Lembaga (Rp/kg)

TC       = Biaya Total Pihak Lembaga (Rp/kg)

  • 3.    Efesiensi (Soekartawi, 1993)

TB

Ep =    X 100%.................................................(3)

TNP

Keterangan:

Ep           = Efisiensi Distribusi Rantai Pasok (%)

TB          = Total Biaya Skema Aktivitas Rantai Pasok (Rp/kg)

TNP        = Total Nilai Produk (Rp/kg)

Kaidah keputusan:

0 – 33%     = Efisien

34 – 67%    = Kurang Efisien

68 – 100%   = Tidak Efisien

Ep terkecil memiliki arti efesiensi yang paling efisien (Roesmawaty, 2011).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Gambaran Umum Lokasi Penelitian

KOPTI Kota Bandung berlokasi di Jalan Babakan Ciparay No. 135, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat. KOPTI Kota Bandung bergerak di 3 jenis usaha, yaitu usaha perdagangan kedelai, perdagangan non-kedelai, dan simpan pinjam. Usaha perdagangan kedelai meliputi aktivitas pengadaan dan pendistribusian komoditi kedelai kepada produsen tempe dan tahu di Kota Bandung serta masyarakat yang membutuhkan kedelai, seperti pedagang kembang tahu, bubur dan soto, susu kedelai, produsen tauco, oncom, toge, dan lain sebagainya. KOPTI Kota Bandung memiliki keanggotaan sebanyak 364 anggota dengan anggota aktif dalam aktivitas perdagangan kedelai sebesar 75%. Penelitian ini difokuskan untuk meneliti rantai pasok pada usaha perdagangan kedelai di KOPTI Kota Bandung.

  • 3.2    Karakteristik Responden

Responden pada KOPTI Kota Bandung merupakan pengurus lembaga dengan jabatan sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengurus tersebut memiliki latar belakang pendidikan terakhir yaitu pendidikan tinggi (S1 dan S2), rata-rata umur adalah 52 tahun, dan pengalaman kerja yang matang.

Unit pelayanan (UP) merupakan pihak yang dipercaya dan ditugaskan oleh KOPTI untuk mendistribusikan kedelai kepada masyarakat dengan prioritas anggota koperasi. UP tersebar di 5 kecamatan di Kota Bandung, antara lain Kecamatan Bojongloa, Antapani, Cibolerang, Babakan, dan Sukahaji yang diurus oleh 4 orang dengan rata-rata umur adalah 60 tahun. Seluruh UP merupakan anggota koperasi dan membeli langsung kepada KOPTI Kota Bandung.

Tabel 2 menunjukkan sebaran pedagang pengecer yang terlibat pada aktivitas rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung dengan skema pengambilan

kedelai melalui pembelian kedelai secara langsung dari KOPTI pada skema rantai pasok 3 dan pembelian kedelai dari UP pada skema rantai pasok 4. Seluruh pedagang pengecer merupakan non-anggota koperasi.

Tabel 2.

Responden Pedagang Pengecer

Skema Rantai Pasok

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Skema Rantai Pasok 3

2

40

Skema Rantai Pasok 4

3

60

Total

5

100

Tabel 3 menunjukkan bahwa konsumen hilir tersebar dalam 4 skema berbeda, yaitu 1) KOPTI – konsumen hilir; 2) KOPTI – UP – konsumen hilir; 3) KOPTI – pedagang pengecer – konsumen hilir; dan 4) KOPTI – UP – pedagang pengecer – konsumen hilir. Latar belakang pekerjaan konsumen hilir adalah produsen tauco, tempe, tahu, pedagang susu kedelai, kembang tahu, soto, nasi kuning, dan bubur.

Tabel 3.

Responden Konsumen Hilir

Skema Rantai Pasok

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Skema Rantai Pasok 1

10

29

Skema Rantai Pasok 2

15

43

Skema Rantai Pasok 3

5

14

Skema Rantai Pasok 4

5

14

Total

35

100

  • 3.3    Skema Rantai Pasok Komoditi Kedelai di KOPTI Kota Bandung

Gambar 1 menunjukkan pihak-pihak (multi-actors) yang terlibat dalam aktivitas rantai pasok komoditi kedelai pada KOPTI Kota Bandung, yaitu KOPTI Kota Bandung, unit pelayanan (UP) KOPTI, pedagang pengecer, dan konsumen hilir. Terdapat 4 skema rantai pada rantai pasok komoditi kedelai di KOPTI Kota Bandung, yaitu 1) KOPTI – konsumen hilir; 2) KOPTI – UP – konsumen hilir; 3) KOPTI – pedagang pengecer – konsumen hilir; dan 4) KOPTI – UP – pedagang pengecer – konsumen hilir. Setiap skema memiliki 3 aliran, yaitu aliran produk, keuangan (finansial), dan informasi. Aliran produk bergerak dari hulu ke hilir atau dari kiri ke kanan. Aliran keuangan (finansial) bergerak dari hilir ke hulu atau dari kanan ke kiri. Aliran informasi bergerak dengan 2 arah diantara pihak yang terlibat (Pujawan, 2010).

Gambar 1.

Skema Rantai Pasok Komoditi Kedelai Pada KOPTI Kota Bandung

  • 3.3.1    Aliran produk

Komoditi kedelai yang didistribusikan oleh KOPTI Kota Bandung adalah kedelai dengan kualitas impor dari Amerika Serikat karena kedelai impor memiliki endapan sari pati kedelai yang lebih banyak dibandingkan dengan kedelai lokal untuk pembuatan tahu, dan bentuk kacang yang lebih seragam, bulat, dan berisi untuk pembuatan tempe. Kedelai lokal yang memiliki kualitas sama dengan kedelai impor sulit untuk didapatkan karena petani jarang atau bahkan tidak berproduksi (budidaya kedelai) sehingga kontinuitas dan kuantitas permintaan kedelai tidak terpenuhi (Yulfianti, 2015).

Tabel 4.

Volume Distribusi Kedelai KOPTI Kota Bandung Bulan Februari 2022

Keterangan

UP (kg)

Pedagang

Pengecer (kg)

Konsumen Hilir (kg)

Total per

Minggu (kg)

Minggu Ke-1

37.161

503

17.111

54.775

Minggu Ke-2

47.864

619

19.018

67.501

Minggu Ke-3

31.952

470

20.628

53.050

Minggu Ke-4

32.612

497

20.271

53.380

Total Disribusi per

Lembaga (kg)

149.589

2.089

77.028

228.706

Persentase Distribusi

Lembaga (%)

65,41

0,91

33,68

100,00

Tabel 4 menunjukkan bahwa volume distribusi kedelai terbesar oleh KOPTI adalah kepada UP, kemudian konsumen hilir, dan pedagang pengecer dengan distribusi terendah. Hal tersebut menyebabkan skema rantai pasok 2 sebagai skema yang paling banyak dilalui.

Pada minggu pertama ke minggu kedua, terjadi peningkatan distribusi kedelai sebesar 23,23%. Pada minggu kedua ke minggu ketiga terjadi penurunan distribusi sebesar 21,41% karena adanya demo mogok produksi dari para pengerajin tempe dan tahu di Kota Bandung pada minggu ketiga. Pada minggu ketiga ke minggu keempat terjadi peningkatan distribusi sebesar 0,62%.

KOPTI memberlakukan minimal pembelian kedelai sebesar 25 kg. Kebijakan tersebut diikuti oleh UP dengan minimal pembelian sebesar 15 kg. Kebijakan bertujuan untuk menghemat pengeluaran biaya pengemas dan meminimalisir kerusakan (Mubyarto, 1995). Konsumen hilir yang membeli kepada pedagang pengecer bebas untuk membeli jumlah kedelai tanpa adanya minimal pembelian.

Sistem penyimpanan kedelai dilakukan pada ruangan yang kering, tidak lembab, tidak terkena sinar matahari secara langsung, dan tidak bersentuhan langsung dengan lantai/tanah agar kedelai tidak berkecambah, rusak (berjamur), dan berubah kualitasnya. Gudang penyimpanan diwajibkan memiliki ventilasi dan aliran udara yang baik. Lantai gudang wajib dialasi dengan kayu palet agar kedelai tidak bersentuhan langsung dengan lantai/tanah. Pada KOPTI Kota Bandung, penyimpanan kedelai dilakukan dengan penambahan penanganan fungisida setiap bulan sebanyak satu kali sebelum dilakukan penyimpanan. Biaya simpan kedelai pada KOPTI Kota Bandung sudah termasuk ke dalam harga beli kedelai bersamaan dengan biaya pemesanan. Sistem penyimpanan pada UP dilakukan selama 1-2 hari dengan jumlah yang kecil. Sistem penyimpanan pada pedagang pengecer dilakukan selama 5-7 hari dengan jumlah yang kecil juga.

  • 3.3.2    Aliran keuangan (finansial)

Konsumen non-anggota koperasi yang membeli kedelai dari KOPTI wajib melakukan pembayaran secara kontan, sedangkan anggota koperasi diberikan kebebasan untuk melakukan pembayaran secara kontan maupun tempo. Konsumen yang membeli kedelai dari pedagang pengecer wajib melakukan pembayaran secara kontan. UP memberlakukan kebijakan pembayaran kepada konsumennya secara mandiri, sehingga baik anggota koperasi maupun non-anggota koperasi dapat melakukan pembayaran secara kontan maupun tempo sesuai dengan kebijakan dan kepercayaan yang diberikan. Sistem pembayaran tempo diberikan kepada anggota koperasi yang membeli kedelai melalui KOPTI maupun UP. Tempo yang diberikan adalah satu hari setelah pembelian dilakukan. Pembayaran tempo dapat diberikan kepada non-anggota jika sudah melakukan pembelian kedelai secara rutin dalam 6 bulan terakhir baik melalui KOPTI secara langsung, maupun UP dan bersedia untuk menjadi anggota pada periode berikutnya.

Tabel 5.

Sistem Pembayaran Responden

Pihak Lembaga

Cara Pembayaran

Tempo (Orang)

Kontan (Orang)

UP

4

0

Pedagang Pengecer

0

5

Konsumen Hilir

17

18

Total

21

23

Tabel 6.

Harga Komoditi Kedelai di KOPTI Kota Bandung Bulan Februari 2022

klcnklaanlPihak Lembaga

KOPTI Kota

UP

Pedagang

Jadwal

dvsdvdsvav

Bandung

Pengecer

Minggu Ke-1

Harga Beli

Rp

10.481

Rp

10.825

Rp

11.025

Harga Jual

Rp

10.825

Rp

11.025

Rp

12.000

Minggu Ke-2

Harga Beli

Rp

10.688

Rp

11.059

Rp

11.311

Harga Jual

Rp

11.059

Rp

11.311

Rp

12.500

Minggu Ke-3

Harga Beli

Rp

10.683

Rp

11.085

Rp

11.345

Harga Jual

Rp

11.085

Rp

11.345

Rp

12.500

Minggu Ke-4

Harga Beli

Rp

10.820

Rp

11.126

Rp

11.414

Harga Jual

Rp

11.126

Rp

11.414

Rp

13.000

Tabel 6 menunjukkan perubahan harga jual dan beli kedelai pada masing-masing pihak selama Februari 2022. Pada KOPTI, terjadi peningkatan rata-rata sebesar 0,92%. Pada UP, peningkatan rata-rata terjadi sebesar 1,17%. Pada pedagang pengecer, peningkatan rata-rata terjadi sebesar 2,72%. Kenaikan harga dilakukan jika terdapat kenaikan harga pada pihak sebelumnya. Pada KOPTI kenaikan harga disesuaikan dengan perubahan nilai tukar Rupiah (Rp) terhadap Dollar Amerika (USD). Perubahan harga pada KOPTI Kota Bandung berpatok pada perubahan harga kedelai di KOPTI daerah lainnya untuk menciptakan keseragaman harga pasar dan mencegah fluktuasi permintaan konsumen. Pada UP dan pedagang pengecer, kenaikan harga jual disesuaikan dengan seberapa besar kenaikan harga beli pada pihak sebelumnya dan persediaan barang sebelum adanya perubahan harga.

  • 3.3.3    Aliran informasi

Jadwal pembelian kedelai pada KOPTI Kota Bandung dilakukan setiap 5-7 hari sekali, yaitu pada saat persediaan di gudang menyisakan 50% dari jumlah pembelian sebelumnya. Jadwal pembelian kedelai pada UP dilakukan setiap hari dengan jumlah yang konstan. Jadwal pembelian pedagang pengecer dilakukan setiap minggu menunggu persediaan habis.

Tabel 7.

Sistem Transportasi Responden

Pihak Lembaga

Cara Transportasi

Diantar (Orang)

Diambil (Orang)

UP

4

0

Pedagang Pengecer

3

2

Konsumen Hilir

15

20

Total

22

22

Sistem pengantaran yang dilakukan oleh KOPTI kepada konsumen hilir, UP, dan pedagang pengecer adalah diantar dengan biaya pengantaran yang ditanggung oleh KOPTI. Konsumen hilir yang membeli kepada UP dan pedagang pengecer mengambil kedelai secara mandiri menggunakan motor/mobil. Sistem pengantaran yang diberlakukan UP kepada konsumen hanya dilakukan pada pembeliaan kedelai dengan jumlah diatas 50 kg dengan biaya pengantaran ditanggung oleh konsumen.

  • 3.4    Besaran Marjin, Keuntungan, dan Efisiensi Rantai Pasok Komoditi

    Kedelai di KOPTI Bandung

Tabel 8 Besaran Marjin, Keuntungan, dan Efisiensi Skema Rantai Pasok 1

No              Rincian

Harga (Rp/kg)

Minggu

Ke 1

Minggu

Ke 2

Minggu

Ke 3

Minggu

Ke 4

1   KOPTI Kota Bandung

Harga Jual

10.850

11.123

11.145

11.220

Harga Beli

10.481

10.688

10.683

10.820

Biaya

Biaya Angkut

35

35

35

35

Biaya BBM

25

25

25

25

Biaya Bongkar Muat

20

20

20

20

Biaya Operasional Kendaraan

10

10

10

10

Biaya Bahan Pengemas

5

5

5

5

Total Biaya Lembaga

95

95

95

95

Marjin Distribusi Lembaga

369

435

462

400

Keuntungan

274

340

367

305

Persentase Marjin Distribusi (%)

100

100

100

100

Marjin Distribusi Rantai

369

435

462

400

Total Biaya Rantai

95

95

95

95

Efisiensi (%)

0,88

0,85

0,85

0,84

Marjin distribusi rata-rata pada skema rantai pasok 1 sebesar Rp 417,00/kg. Besaran tersebut disalurkan seluruhnya kepada KOPTI dengan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 417,00/kg (100%). KOPTI mendapatkan marjin distribusi tertinggi pada skema rantai pasok ini.

KOPTI mendapatkan keuntungan rata-rata sebesar Rp 322,00/kg dengan keuntungan tertinggi sebesar Rp 367,00/kg pada minggu ketiga. Hal tersebut

disebabkan oleh harga beli kedelai KOPTI mengalami penurunan, sedangkan harga jual kedelai mengalami peningkatan.

Efisiensi rata-rata pada skema rantai pasok ini sebesar 0,86% dengan efisiensi terendah sebesar 0,84% pada minggu keempat. Total biaya dari keseluruhan aktivitas skema rantai pasok yang konstan menyebabkan fluktuasi efisiensi yang tidak signifikan karena hanya dipengaruhi oleh perubahan harga jual kedelai sebagai total nilai produk dengan peningkatan harga rata-rata sebesar 1,13%.

Tabel 9.

Besaran Marjin, Keuntungan, dan Efisiensi Skema Rantai Pasok 2

No

Rincian

Harga (Rp/kg)

Minggu

Ke 1

Minggu

Ke 2

Minggu

Ke 3

Minggu

Ke 4

1

KOPTI Kota Bandung Harga Jual

10.825

11.059

11.085

11.126

Harga Beli Biaya

10.481

10.688

10.683

10.820

Biaya Angkut

35

35

35

35

Biaya BBM

25

25

25

25

Biaya Bongkar Muat

20

20

20

20

Biaya Operasional Kendaraan

10

10

10

10

Biaya Bahan Pengemas

5

5

5

5

Total Biaya Lembaga

95

95

95

95

Marjin Distribusi Lembaga

344

371

402

306

Keuntungan

249

276

307

211

Persentase Marjin Distribusi (%)

63,24

59,55

60,73

51,52

2

UP KOPTI Kota Bandung Harga Jual

11.025

11.311

11.345

11.414

Harga Beli Biaya

10.825

11.059

11.085

11.126

Biaya Sewa Gudang

42

42

42

42

Biaya Bahan Pengemas

4

4

4

4

Total Biaya Lembaga

46

46

46

46

Marjin Distribusi Lembaga

200

252

260

288

Keuntungan

154

206

214

242

Persentase Marjin Distribusi (%)

36,76

40,45

39,27

48,48

Marjin Distribusi Rantai

544

623

662

594

Total Biaya Rantai

141

141

141

141

Efisiensi (%)

1,28

1,25

1,24

1,23

Marjin distribusi rata-rata pada skema rantai pasok 2 sebesar Rp 606,00/kg. Besaran tersebut terbagi kepada KOPTI dan UP. KOPTI mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 356,00/kg (58,76%). UP mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 250,00/kg (41,24%).

KOPTI mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan UP dengan keuntungan rata-rata sebesar Rp 261,00/kg dan keuntungan tertinggi sebesar Rp 307,00/kg pada minggu ketiga. UP mendapatkan keuntungan rata-rata sebesar

Rp 204,00/kg dan keuntungan tertinggi sebesar Rp 242,00/kg pada minggu keempat.

Efisiensi rata-rata pada skema rantai pasok ini sebesar 1,25% dengan efisiensi terendah sebesar 1,23% pada minggu keempat. Total biaya dari keseluruhan aktivitas skema rantai pasok ini adalah konstan sehingga efisiensi memiliki fluktuasi yang tidak signifikan karena hanya dipengaruhi oleh perubahan total nilai produk dengan peningkatan rata-rata harga jual kedelai pada UP sebesar 1,17%.

Tabel 10.

Besaran Marjin, Keuntungan, dan Efisiensi Skema Rantai Pasok 3

No

Rincian

Harga (Rp/kg)

Minggu

Ke 1

Minggu

Ke 2

Minggu

Ke 3

Minggu

Ke 4

1

KOPTI Kota Bandung

Harga Jual

10.850

11.123

11.145

11.220

Harga Beli

10.481

10.688

10.683

10.820

Biaya

Biaya Angkut

35

35

35

35

Biaya BBM

25

25

25

25

Biaya Bongkar Muat

20

20

20

20

Biaya Operasional Kendaraan

10

10

10

10

Biaya Bahan Pengemas

5

5

5

5

Total Biaya Lembaga

95

95

95

95

Marjin Distribusi Lembaga

369

435

462

400

Keuntungan

274

340

367

305

Persentase Marjin Distribusi (%)

23,90

23,19

24,61

17,59

2

Pedagang Pengecer

Harga Jual

12.000

12.500

12.500

13.000

Harga Beli

10.825

11.059

11.085

11.126

Biaya

Biaya Sewa Lapak

102

102

102

102

Biaya Bahan Pengemas

5

5

5

5

Total Biaya Lembaga

107

107

107

107

Marjin Distribusi Lembaga

1.175

1.441

1.415

1.874

Keuntungan

1.068

1.334

1.308

1.767

Persentase Marjin Distribusi (%)

76,10

76,81

75,39

82,41

Marjin Distribusi Rantai

1.544

1.876

1.877

2.274

Total Biaya Rantai

202

202

202

202

Efisiensi (%)

1,68

1,62

1,62

1,55

Marjin distribusi rata-rata pada skema rantai pasok 3 sebesar Rp 1.893,00/kg yang terbagi kepada KOPTI dan pedagang pengecer. KOPTI mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 417,00/kg (22,32%). Pedagang pengecer mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 1.475,00/kg (77,68%).

KOPTI mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dibandingkan pedagang pengecer dengan keuntungan rata-rata sebesar Rp 322,00/kg dan keuntungan tertinggi sebesar Rp 367,00/kg pada minggu ketiga. Pedagang pengecer mendapatkan

keuntungan rata-rata sebesar Rp 1.369,00/kg dan keuntungan tertinggi sebesar Rp 1.767,00/kg pada minggu keempat.

Efisiensi rata-rata pada skema rantai pasok pasok ini sebesar 1,62% dengan efisiensi terendah sebesar 1,55% pada minggu keempat. Perubahan efisiensi yang tidak jauh selama Februari 2022 disebabkan oleh perubahan total nilai produk yang tidak jauh juga dengan peningkatan rata-rata harga jual kedelai oleh pedagang pengecer sebesar 2,72% serta total biaya rantai adalah sama setiap minggu.

Tabel 11.

Besaran Marjin, Keuntungan, dan Efisiensi Skema Rantai Pasok 4

No

Rincian

Harga (Rp/kg)

Minggu

Ke 1

Minggu

Ke 2

Minggu

Ke 3

Minggu

Ke 4

1

KOPTI Kota Bandung

Harga Jual

10.825

11.059

11.085

11.126

Harga Beli Biaya

10.481

10.688

10.683

10.820

Biaya Angkut

35

35

35

35

Biaya BBM

25

25

25

25

Biaya Bongkar Muat

20

20

20

20

Biaya Operasional Kendaraan

10

10

10

10

Biaya Bahan Pengemas

5

5

5

5

Total Biaya Lembaga

95

95

95

95

Marjin Distribusi Lembaga

344

371

402

306

Kuntungan

249

276

307

211

Persentase Marjin Distribusi (%)

22,65

20,47

22,12

14,04

2

UP KOPTI Kota Bandung Harga Jual

11.025

11.311

11.345

11.414

Harga Beli Biaya

10.825

11.059

11.085

11.126

Biaya Sewa Gudang

42

42

42

42

Biaya Bahan Pengemas

4

4

4

4

Total Biaya Lembaga

46

46

46

46

Marjin Distribusi Lembaga

200

252

260

288

Keuntungan

154

206

214

242

Persentase Marjin Distribusi (%)

13,17

13,91

14,31

13,21

3

Pedagang Pengecer

Harga Jual

12.000

12.500

12.500

13.000

Harga Beli

Biaya

11.025

11.311

11.345

11.414

Biaya Sewa Lapak

102

102

102

102

Biaya Bahan Pengemas

5

5

5

5

Biaya Transportasi

100

100

100

100

Biaya Tenaga Kerja

412

412

412

412

Harga (Rp/kg)

No              Rincian

Minggu

Ke 1

Minggu

Ke 2

Minggu

Ke 3

Minggu

Ke 4

Total Biaya Lembaga

619

619

619

619

Marjin Distribusi Lembaga

975

1.189

1.155

1.586

Keuntungan

356

570

536

967

Persentase Marjin Distribusi (%)

64,19

65,62

63,57

72,75

Marjin Distribusi Rantai

1.519

1.812

1.817

2.180

Total Biaya Rantai

760

760

760

760

Efisiensi (%)

6,33

6,08

6,08

5,85

Marjin distribusi rata-rata pada skema rantai pasok 4 sebesar Rp 1.832,00/kg. KOPTI mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 356,00/kg (19,82%). UP mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 204,00/kg (13,65%). Pedagang pengecer mendapatkan marjin distribusi rata-rata sebesar Rp 1.226,00/kg (66,53%).

KOPTI mendapatkan keuntungan rata-rata sebesar Rp 261,00/kg dengan keuntungan tertinggi sebesar Rp 307,00/kg pada minggu ketiga. UP mendapatkan keuntungan rata-rata sebesar Rp 204,00/kg dengan keuntungan tertinggi sebesar Rp 242,00/kg pada minggu keempat. Pedagang pengecer mendapatkan keuntungan rata-rata sebesar Rp 607,00/kg dengan keuntungan tertinggi sebesar Rp 967,00/kg pada minggu keempat. Pedagang pengecer mendapatkan keuntungan tertinggi disusul oleh KOPTI Kota Bandung dan UP.

Efisiensi rata-rata pada skema rantai pasok pasok ini sebesar 6,09% dengan efisiensi terendah sebesar 5,85% pada minggu keempat. Perubahan rata-rata harga jual kedelai sebesar 2,72% pada pedagang pengecer sebagai total nilai produk dengan total biaya dari keseluruhan aktivitas skema rantai pasok yang konstan menyebabkan perubahan efisiensi tidak terlalu signifikan.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1    Kesimpulan

Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah terdapat 4 skema rantai pasok pada mekanisme rantai pasok komoditi kedelai pada KOPTI Kota Bandung, yaitu 1) KOPTI – konsumen hilir, 2) KOPTI – UP – konsumen hilir, 3) KOPTI – pedagang pengecer – konsumen hilir, dan 4) KOPTI – UP – pedagang pengecer – konsumen hilir. Pada aliran produk, kedelai yang didistribusikan adalah kedelai dengan kualitas impor dari Amerika Serikat dengan kuantitas total yang dialirkan selama Februari 2022 sebesar 228.706 kg. Pada aliran keuangan (finansial), sistem pembayaran yang diterapkan pada aktivitas ini adalah kontan dan tempo serta harga jual kedelai pada KOPTI selama Februari 2022 mengalami kenaikan harga rata-rata sebesar 0,92%. Pada aliran informasi, jadwal pembelian disesuaikan dengan jumlah persediaan kedelai masing-masing pihak. Sistem transportasi dilakukan dengan 2 cara yaitu diantar dan diambil menggunakan transportasi darat (mobil atau motor). Mekanisme rantai pasok yang paling efisien adalah skema rantai pasok 1 karena memiliki efisiensi yang paling rendah, marjin distribusi diterima seluruhnya oleh KOPTI Kota

Bandung, dan keuntungan yang paling tinggi diantara skema rantai pasok lainnya. KOPTI Kota Bandung menerima seluruh marjin distribusi (100%) dengan marjin rata-rata sebesar Rp 417,00/kg; keuntungan rata-rata sebesar Rp 322,00/kg; dan efisiensi rata-rata sebesar 0,86% selama Februari 2022.

  • 4.2    Saran

Saran yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah KOPTI Kota Bandung perlu mengoptimalkan skema rantai pasok 1 yaitu KOPTI – konsumen hilir dengan cara mengurangi atau bahkan menghilangkan kebijakan pembelian minimal 25 kg. Volume kedelai sebesar 0,91% yang sebelumnya dipasok kepada pedagang pengecer dapat dialihkan pasokannya kepada konsumen hilir yang ingin membeli kedelai dengan kuantitas pembelian di bawah 25 kg. Melalui pengurangan atau penghilangan kebijakan tersebut, dimungkinkan adanya peningkatan konsumen hilir yang membeli kepada KOPTI secara langsung. KOPTI juga perlu memanfaatkan dan mengoptimalkan kinerja UP pada skema rantai pasok 2 sebagai jalur yang paling banyak dilalui oleh konsumen hilir karena volume distribusi kedelai yang paling besar dari KOPTI sehingga perputaran aliran produk dan finansial menjadi lebih cepat. Pengurangan dan penghilangan kebijakan pembelian minimal 15 kg pada UP juga memungkinkan peningkatan konsumen hilir karena fungsi UP yang serupa dengan pedagang pengecer. KOPTI dan UP dapat memberlakukan kebijakan perbedaan harga kepada konsumen hilir dengan pembelian di atas 25 kg dengan harga yang lebih murah (seperti kebijakan harga saat ini) dan pembelian di bawah 25 kg dengan harga yang lebih mahal (harga dapat mendekati harga di tingkat pedagang pengecer) sehingga dapat meningkatkan marjin dan keuntungan pada segmentasi pasar yang berbeda. KOPTI Kota Bandung perlu menambah opsi pemasok lain untuk meminimalisir terjadinya kelangkaan kedelai, fluktuasi harga kedelai, dan meningkatkan kekuatan daya tawar harga. KOPTI dapat melakukan pengadaan melalui aktivitas impor kedelai dari negara lain maupun dalam negeri melalui hubungan kemitraan dengan penyedia / petani kedelai lokal sesuai dengan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang ditentukan. KOPTI Kota Bandung dapat memberikan status keanggotaan khusus kepada petani lokal sehingga petani dapat terbantu dalam hal pembinaan, pemodalan, dan kepastian pasar untuk melakukan usaha tani kedelai. Insentif yang dapat diberikan KOPTI antara lain kemudahan pinjaman modal usaha, bonus umroh (seperti anggota produsen tempe dan tahu), dan kepastian pasar serta harga kedelai. Hal ini juga memungkinkan KOPTI Kota Bandung sebagai badan usaha berbentuk koperasi untuk mensejahterakan lebih banyak pihak melalui kelompok anggota baru.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak KOPTI Kota Bandung, unit pelayanan (UP) di 5 kecamatan di Kota Bandung, pedagang pengecer di pasar caringin dan keliling di Kota Bandung, dan konsumen hilir yang telah memberikan izin, kesempatan, dan informasi untuk dapat berpartisipasi dan melakukan penelitian sehingga penulisan jurnal ini dapat terlaksana. Semoga penelitian ini dapat memberikan kebermanfaatan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Daftar Pustaka

BPS Indonesia. 2021. Rata-Rata Konsumsi per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting. https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/950/ra ta-rata-konsumsi-per-kapita-seminggu-beberapa-macam-bahan-makanan-pent ing-2007-2021.html. Diakses pada 1 Desember 2021 pukul 15.59 WITA.

Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus & Pengawas Tahunan 2020. 2020.

Bandung: Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kota Bandung.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Pujawan, I. N., dan Mahendrawathi. 2010. Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya.

Roesmawaty, H. 2011. Analisa Efisiensi Pemasaran Pisan di Kecamatan Langkit Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal Agribisnis Vol. 3 (5) : 1-9.

Saptana dan Sartika, T. 2014. Manajemen Rantai Pasok Komoditas Telur Ayam Kampung. Jurnal Manajemen & Agribisnis Pusat Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Vol. 11 No. 1, 1-11.

Soekartawi. 1993. Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis. Jakarta: BPFE.

Soemarso, S. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat.

Sudiyono. 2002. Pemasaran Hasil Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: PT Alfabet.

Yulifianti, R., dkk. 2015. Karakteristik Tahu dan Kedelai Varietas Toleran Naungan Dena 2. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, 331-339.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

969