Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p56

Vol. 12, No. 1, Juli 2023

Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah di Desa Songan B Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli

MICHAEL GEORGE CHRISTHOPER, I DEWA AYU SRI YUDHARI*, IDA AYU LISTIA DEWI

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali

Email: michaelgeorgechristhoper@gmail.com *sriyudhari@gmail.com

Abstract

Analysis of the competitiveness of the shallot commodity in Songan B Village, Kintamani District, Bangli Regency

Shallots are one of the commodities in horticulture sector. Shallots have been one of the main commodities of horticultural products cultivated by farmers in Indonesia for a long time. Shallots have long been cultivated by people in Bali specially in Bangli Regency. The purpose of this study was to determine how much competitiveness the shallot commodity has in Songan B Village, by calculating the amount of competitive advantage and comparatif advantage. Sample determination technique using Purposive Sampling technique. Sample that use in this research is farmer of Songan B village who are working on farming a who cultivating shallots selected with a total of 46 shallot farmers. Data collection was carried out from August to October 2022 in Songan B Village, Kintamani District, Bangli Regency. The analytical tools used to calculate competitive and comparative advantages are Policy Analysis Matrix with Private Cost Ratio and Domestic Resources Cost as indicators. Research results shows that shallots farming in Songan B Village has competitiveness in the form of competitive advantage and comparatif advantage, and also can compete nationally and globally, with a PCR indicator worth 0.225674947 which means it has a competitive advantage, and the DRC indicator is worth 0.323329213 which means it has a comparative advantage.

Keywords: red Shallots, policy matrix, competitive advantage, comparatif advantage

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1.   Latar Belakang

Sektor pertanian adalah sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk di Indonesia. Hortikultura adalah salah satu subsektor pertanian di Indonesia yang memiliki keragaman besar, sektor holtikultura menarik banyak minat masyarakat dan petani di Indonesia (Mawardi, 2016). Berdasarkan data (Badan Pusat Statistik, 2021) produksi bawang merah di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun 2016

sampai dengan tahun 2021, dengan total produksi pada tahun 2021 mencapai 2.004.590 ton, dan angka produksi bawang merah pada Provinsi Bali mencapai 23.215 ton. Salah satu Provinsi dengan produktivitas bawang merah tertinggi diantara 37 Provinsi yang ada di Indonesia adalah Provinsi Bali. Provinsi Bali menjadi Provinsi dengan produktivitas bawang merah tertinggi semenjak tahun 2015, dan pada 2021 produktivitas bawang merah pada Provinsi Bali mencapai 14,47.

Terdapat beberapa daerah penghasil bawang merah di Bali, tetapi daerah Bangli menjadi Kabupaten utama dalam berproduksi dan berusahatani bawang merah di Bali (Badan Pusat Statistik, 2021). Kabupaten Bangli sebagai daerah sentral produksi bawang merah memiliki potensi wilayah sangat kondusif untuk pengembangan bawang merah dari segi tanah ataupun suhu. Kabupaten Bangli adalah Kabupaten dengan produksi bawang merah terbesar dari tahun 2015 sampai sekarang, dan pada tahun 2021 Kabupaten Bangli berhasil memproduksi bawang merah yaitu sebanyak 21.434 ton. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli (2021), diantara empat kecamatan di Kabupaten Bangli (Kecamatan Susut, Kecamatan Tembuku, Kecamatan Bangli, Dan Kecamatan Kintamani) Kecamatan Kintamani memiliki produktivitas dan produksi bawang merah tertinggi. Daerah Kintamani memegang peranan penting dikarenakan Kintamani adalah daerah penghasil utama bawang merah di Bali.

Masyarakat Kintamani khususnya pada penelitian ini yaitu Desa Songan B sebagian besar menggantungkan hidup dan bermata pencaharian dari sektor pertanian dengan bawang merah sebagai salah satu komoditas utama, oleh karena itu bawang merah diharapkan bisa menjadi produk unggulan dan mempunyai daya saing berupa keunggulan kompetitif dan komparatif di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui tingkat daya saing yang diukur dengan indikator keunggulan kompetitif dan komparatif komoditas bawang merah pada Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

  • 1.   Bagaimana keunggulan kompetitif bawang merah di Desa Songan B

Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli ?

  • 2.   Bagaimana keunggulan komparatif bawang merah di Desa Songan B

Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli ?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan pada penelitian ini adalah:

  • 1.   Keunggulan kompetitif bawang merah di Desa Songan B Kecamatan

Kintamani Kabupaten Bangli

  • 2.   Keunggulan komperatif bawang merah di Desa Songan B Kecamatan

Kintamani Kabupaten Bangli

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2022. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja atau purposive dengan dasar pertimbangan Desa Songan B adalah salah satu desa penghasil bawang merah utama di Bali, dan penduduknya menggantungkan hidup pada pertanian.

  • 2.2    Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari survey ke lokasi penelitian dan hasil wawancara kepada petani bawang merah mapupun pihak yang dinilai tepat sebagai narasumber di Desa Songan B. Data sekunder dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian Kabupaten Bangli, Badan Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian Bangli, Desa Songan B. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dan wawancara.

  • 2.3    Penentuan Sampel Penelitian

Penentuan sampel dalam pemilihan responden yaitu dengan teknik Purposive Sampling, pengambilan sampel secara tidak acak untuk petani bawang merah dengan kriteria yang sedang mengusahatanikan bawang merah varietas bawang merah Bali di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Sampel penelitian menggunakan rumus Slovin dengan jumlah sampel yang diambil sebesar 44 responden dengan taraf kesalahan 15%.

  • 2.4    Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pengukuran daya saing komoditas bawang merah Desa Songan B dengan beberapa indikator pengukuran, yaitu indikator Private Cost Ratio, dan Domestic Resource Cost Ratio.

  • 2.5    Metode Analisis Data

Penelitian analisis daya saing komoditas bawang merah menggunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM) yang dikembangkan oleh Monke dan Pearson (1995), karena dinilai cocok untuk menghitung daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) dan dimana aktivitas ekonomi bisa dilihat dari dua perspektif yaitu privat dan sosial. Adapun tahapan dalam penyusunan Tabel PAM adalah sebagai berikut:

  • 1.    Mengidentifikasi seluruh input yang digunakan dalam proses produksi.

  • 2.    Mengalokasikan input tradable dan input non tradable.

  • 3.    Menghitung harga bayangan input, output, dan nilai tukar uang.

  • 4.    Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan model PAM.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.   Policy Analysis Matrix (PAM)

Model PAM digunakan untuk menganalisis keuntungan (privat dan sosial) dan daya saing berupa keunggulan komparatif dan kompetitif (Wicaksono, 2017). Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan suatu komoditas dalam bersaing dan memanfaatkan peluang pasar internasional, dengan menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Setelah perhitungan dilakukan maka disusunlah tabel PAM yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Policy Analysis Matrix Bawang Merah Desa Songan B (Rp/Ha)

Uraian

Penerimaan

Biaya

Keuntungan

Tradeable

Non Tradeable

Harga Privat

198.000.000

37.740.000

36.166.667

124.093.333

Harga Sosial

235.860.130

57.046.173

57.471.367

121.342.590

Dampak Kebijakan

(37,860,130)

(19.306.173)

(21.304.700)

2.750.743

Sumber : Data primer diolah, 2022

Keterangan :

A : Penerimaan Privat    (dipetani)                G : Biaya Input Non Tradable Sosial

B : Biaya Input Tradeable Privat                   H : Keuntungan Sosial (bayangan)

C : Biaya Input Non Tradeable Privat               I : Transfer Output

D : Keuntungan Privat (dipetani)                    J : Transfer Input Tradeable

E : Penerimaan Sosial (Bayangan)                  K : Transfer Faktor

F : Biaya Input Tradeable Sosial                    L : Transfer Bersih

Keuntungan Privat       (D) = (A) - (B + C)

Keuntungan Sosial       (H) = (E) - (F + G)

Transfer Output (I) = (A) - (E)

Transfer Input            (J) = (B) - (F)

Transfer Faktor (K) = (C) - (G)

Transfer Bersih (L) = (D) - (H) = I - (J + K)

Rasio Biaya Privat       (PCR) = C / (A - B)

Rasio Biaya Sumberdaya Domestik       (DRC) = G / (E - F)

Data penerimaan, total biaya dan keuntungan pada tabel tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai nilai yang menjadi indikator keunggulan kompetitif dan komparatif terhadap daya saing bawang merah di Desa Songan B. Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan privat usahatani bawang merah diperoleh sebesar Rp 198.000.000 biaya input tradeable sebesar Rp 37.740.000 dan biaya input privat non tradeable adalah sebesar Rp 36.166.667. Sehingga diperoleh keuntungan privat sebesar Rp 124.093.333.

Estimasi keuntungan sosial atau daya saing dalam keunggulan komparatif yang tercermin dari keuntungan sosial diperlihatkan pada baris kedua tabel PAM. Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan sosial usahatani

bawang merah diperoleh sebesar Rp 235.860.130 biaya input tradeable sosial sebesar Rp 57.046.173 dan biaya input non tradeable sosial adalah sebesar Rp 57.471.367 sehingga diperoleh keuntungan sosial sebesar Rp 121.342.590.

Tabel PAM baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Suatu divergensi akan menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga efisiennya. Divergensi timbul akibat adanya kebijakan pemerintah atau distorsi pasar. Kebijakan yang distortif adalah intervensi pemerintah yang menyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efisiennya, misalnya pajak, subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum seperti monopoli dan pasar tidak diperdagangkan yang tidak sempurna. Namun kelemahan metode Policy Analysis Matrix ini hanya memberlakukan satu faktor saja yaitu harga. Oleh karena itu dibutuhkan faktor lain untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif seperti infrastruktur, pemasaran serta mutu.

  • 3.2.    Analisis Keunggulan Kompetitif Usahatani Bawang Merah

Kondisi keunggulan kompetitif komoditas bawang merah di daerah penelitian dapat didekati dengan melihat alokasi sumberdaya untuk mencapai efisiensi secara finansial dalam usahatani kakao. Efisiensi secara finansial diukur dengan menggunakan indikator PCR.

Analisis keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan secara finansial usahatani (Saptana, 2021). Analisis keuntungan kompetitif dari desa Songan B dapat dilihat dari Keuntungan Privat (KP) yang dihitung bedasarkan harga yang berlaku dipasaran (harga aktual), dan Rasio Biaya Privat (PCR) yang merupakan indikator yang menunjukan bahwa komoditi yang dihasilkan efisien dalam menggunakan sumberdaya dan juga menguntungkan secara ekonomi sehingga dapat bersaing dipasar domestik maupun Internasional. Bedasarkan tabel PAM diatas, hasil penelitian keuntungan privat yang diperoleh dari usahatani bawang merah di Desa Songan B sebesar Rp.124.093.333 untuk 1 hektar luas tanam bawang merah.

C          Biaya Input Non Tradeable Privat

PCR =   =

A-B Penerimaan Privat-Biaya Input Tradeable Privat

_      36.166.667

198.000.000-37.740.000

= 0,225674947

Hasil analisis ini menyatakan bahwa usahatani bawang merah di Desa Songan B memiliki keunggulan kompetitif. Semakin kecil nilai PCR maka semakin tinggi daya saing produk tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani bawang merah mempunyai daya saing tinggi, terbukti nilai PCR-nya yang cukup rendah dibawah 0,5 sehingga pada kondisi saat ini bawang merah di Desa Songan B mampu bersaing untuk diusahakan dan diperdagangkan. Berkaitan dengan hal ini Pearson (2005) menyatakan bahwa jika nilai PCR lebih besar dari 0,5 maka

mempunyai daya saing yang harus berhati-hati disebabkan rentan terhadap gangguan harga input, output, maupun tingkat produktivitas.

  • 3.3.    Analisis Keunggulan Komparatif Usahatani Bawang Merah

Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing suatu komoditas dengan asumsi perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi sama sekali. Keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi, yang artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat secara general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas ekonomi tersebut.

DRC merupakan rasio antara biaya input tidak diperdagangkan dengan nilai tambah output dari biaya input diperdagangkan pada harga sosial atau tanpa adanya kebijakan pemerintah (Widyantoro, 2020). Suatu aktivitas ekonomi dikatakan efisien secara ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya domestik jika nilai DRC < 1, sehingga pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan dengan peningkatan produksi dalam negeri. Nilai DRC > 1 menunjukkan bahwa pemakaian sumberdaya domestik secara sosial semakin besar atau terjadi pemborosan sumberdaya domestik, sehingga pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan dengan melakukan impor.

G           Biaya Input NonTradeable Sosial

DRC =   =

E-F Penerimaan Sosial-Biaya Input Tradeable Sosial

57.471.367

235.860.130 - 57.046.173

= 0,321403139

Nilai Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) komoditas bawang merah di daerah penelitian sebesar 0,32 sehingga < 1 menunjukkan bahwa komoditas bawang merah di Desa Songan B cukup efisien secara ekonomi dan mempunyai keunggulan komparatif. Artinya usahatani di daerah penelitian dan komoditas yang dihasilkan memiliki daya saing dan mampu bertahan tanpa bantuan dari pemerintah.

  • 3.4.    Matriks Penilaian Daya Saing Usahatani Bawang Merah

Berdasarkan analisis dan interpretasi diatas, maka setiap indikator keuntungan privat dan ekonomi, keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yaitu Private Profitability (PP), Social Profitability (SP), Private Cost Ratio (PCR) dan Domestic Resources Cost Ratio (DRC) diberi nilai positif atau negatif. Misalnya, jika PP menguntungkan diberi nilai positif, sebaliknya jika merugi diberi nilai negatif. Gabungan nilai positif dan negatif dari keempat indikator dijadikan kriteria penilaian daya saing seperti pada tabel dibawah. Kemampuan daya saing dicerminkan oleh kisaran komoditas, apakah termasuk daya saing sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah atau sangat rendah (Setiawan, 2017).

Tabel 2.

Penilaian daya saing usahatani bawang merah Songan B tahun 2022

Indikator

Nilai

Kriteria

Arti

Nilai

Gabungan

Daya Saing

PP

124.093.333

(+)

Berdaya Saing

SP

121.342.590

(+)

Berdaya Saing

4+

Sangat

PCR

0,22

(+)

Berdaya Saing

Tinggi

DRC

0,32

(+)

Berdaya Saing

Sumber : Data primer diolah, 2022

Hasil penilaian pada tabel 2, terlihat nilai PP (124.093.333) dan PCR (0,22) termasuk dalam kriteria positif yang berarti memiliki daya saing, sedangkan nilai SP (121.342.590) dan DRCR (0,32) masuk dalam kriteria positif yang berarti memiliki daya saing. Sehingga jika nilai-nilai tersebut digabungkan akan diperoleh nilai positif sebanyak 4. Gabungan nilai ini mengindikasikan bahwa komoditas bawang merah di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli berdaya saing sangat tinggi. Berdasarkan hasil telaah dilapang, komoditas kelapa di Desa Songan B sangat diprioritaskan untuk dikembangkan, karena daya saingnya yang sangat tinggi.

Nilai keuntungan sosial/Social Provitability (SP) yang lebih kecil dibandingkan nilai keuntungan privat/Private Provitability (PP) menunjukkan bahwa harga sosial bawang merah lebih rendah daripada harga privatnya. Artinya, kebijakan pemerintah yang ada saat ini mampu meningkatkan harga keuntungan usahatani bawang merah.

Keunggulan komparatif pada usahatani bawang merah di Desa Songan B ini tidak terlepas dari rendahnya biaya input lokal yang dipergunakan dalam proses produksi, seperti tingkat kesuburan lahan baik sehingga penggunaan pupuk rendah, serangan hama rendah sehingga penggunaan pestisida rendah, tenaga kerja yang merupakan faktor utama terjadinya kegiatan produksi, masih dihargai lebih rendah dari tenaga kerja di sektor lain. Di samping tenaga kerja, faktor lain yang menyebabkan adanya keunggulan komparatif di lokasi penelitian adalah biaya benih yang lebih murah.

Beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar nilai DRC tetap stabil yaitu : (1) adanya pengaruh dari pemerintah pada nilai tukar, (2) adanya pengaruh dalam perdagangan komoditas, berupa peraturan dan pembatasan dari pemerintah, (3) output bersifat tradable, (4) biaya produksi dari tambahan satu satuan output ditentukan oleh hubungan input-output (teknologi) yang konstan dan harga relatif faktor input tetap, dan (5) harga bayangan input dan output serta nilai tukar uang yang dapat dihitung dan mewakili biaya sumberdaya sosial yang sebenarnya.

Hal lain yang dapat ditunjukkan pada analisis keunggulan kompetitif dan komparatif ini, ternyata usahatani bawang merah di Desa Songan B mempunyai keunggulan kompetitif lebih tinggi daripada komparatifnya, yaitu masing-masing

sebesar 0,22 dan 0,33. Artinya, usahatani bawang merah di Desa Songan B akan lebih mendatangkan keuntungan bagi masyarakat secara individu.

Menurut Kohari (2005), mengemukakan bahwa hal-hal yang diperlukan dalam daya saing adalah 1). Keunggulan komparatif, 2). Permintaan pasar baik kualitas maupun kuantitas, dan 3). Tersedianya sarana dan prasarana. Jika dikaitkan dengan pernyataan tersebut maka usahatani bawang merah di Desa Songan B mempunyai daya saing. Untuk menggambarkan dan mendukung adanya daya saing usahatani bawang merah di Desa Songan B dapat diuraikan sebagai berikut:

  • a.    Keunggulan kompetitif, melalui analisis rasio biaya privat atau Private Cost Ratio untuk usahatani bawang merah di Desa Songan B mempunyai keunggulan komperatif. Hal ini terlihat dari nilai PCR<1.

  • b.    Keunggulan komparatif, melalui analisis biaya sumberdaya domestik sosial (DRC) untuk usahatani bawang merah di Desa Songan B mempunyai keunggulan komparatif. Hal ini terlihat dari nilai DRC < 1.

  • c.    Untuk mengetahui permintaan pasar terhadap bawang merah yang diperdagangkan untuk substitusi impor maupun perdagangan antar daerah dalam hal ini digunakan dengan pendekatan produk bawang merah yang terjual di Desa Songan B melalui pedagang pengepul, pedagang besar dan pedagang eceran. Pemasaran bawang merah 84% adalah pemasaran lokal, selebihnya itu didistribusikan ke provinsi terdekat, yaitu Nusa Tenggara Barat.

  • d.    Untuk sarana dan prasarana, cukup tersedia di Desa Songan B. Gabungan kelompok tani yang dibentuk sebagai sarana diskusi. Sedangkan tenaga kerja bisa diperoleh di Desa Songan B, begitu juga alat transportasi serta jalan yang dilalui (infrastruktur) memadai sehingga sarana dan prasarana usahatani bawang merah di Desa Songan B tersedia.

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di Desa Songan B mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif, permintaan bawang merah baik kualitas dan kuantitas cukup tinggi, dan tersedianya sarana dan prasarana sehingga disamping analisis biaya sumberdaya domestik, ketiga indikator ini mampu menerangkan bahwa bawang merah di Desa Songan B mempunyai daya saing. Meskipun tanpa campur tangan pemerintah usaha ini dapat tumbuh berkembang, mengingat adanya keunggulan kompetitif dan komparatif.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1.   Kesimpulan

Bedasarkan hasil analisis PAM dan indikator Private Cost Ratio (PCR) diketahui nilai PCR sebesar 0,225674947 nilai tersebut lebih kecil daripada 1, mengindikasikan bahwa usahatani bawang merah pada Desa Songan B memiliki keunggulan kompetitif, efisien dalam penggunaan sumberdaya dan juga menguntungkan secara ekonomi sehingga dan dapat bersaing dipasar domestik maupun internasional. Bedasarkan hasil analisis PAM dan indikator Domestic

Resource Cost Ratio (DRCR) diketahui nilai DRCR sebesar 0,321403139 nilai tersebut lebih kecil daripada 1, mengindikasikan bahwa komoditas bawang merah di Desa Songan B cukup efisien secara ekonomi dan mempunyai keunggulan komparatif. Artinya usahatani di daerah penelitian dan komoditas yang dihasilkan memiliki daya saing dan mampu bertahan dengan kebijakan pemerintah yang sekarang. Komoditas bawang merah di Desa Songan B berdaya saing sangat tinggi dan sangat diprioritaskan untuk dikembangkan

  • 4.2.    Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka melalui penelitian ini disarankan yaitu saran untuk para petani mengefisiensikan biaya penggunaan benih bawang merah dengan mencari alternatif sumber benih lain atau benih diupayakan diproduksi sendiri. Diharapkan pemerintah membuat kebijakan kebijakan baru dan juga pengaplikasian infrastuktur yang dapat menunjang dan mempertahankan daya saing dari segi keunggulan kompetitif dan komparatif usahatani bawang merah Desa Songan B. Pada penelitian ini hanya menjelaskan mengenai bagaimana kebijakan pemerintah terhadap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif bawang merah dari faktor harga saja, sehingga jika terdapat pihak yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan dapat membahas mengenai faktor mutu, pemasaran, infrastruktur, serta strategi pengembangan daya saing bawang merah dalam menghadapi era perdagangan bebas.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis ucapkan terim akasih atas seluruh pihak yang telah membantu dan memberi masukan sehingga e-jurnal ini dapat diselesaikan sebaik-baiknya. Penulis berharap jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2021. Luas Panen Bawang Merah Menurut Provinsi , Tahun 2015-2021. Diakses melalui https://www.bps.go.id/ pada 21 September 2022

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2021. Produksi Bawang Merah Menurut Provinsi, Tahun 2016-2021. Diakses melalui https://www.pertanian.go.id/ pada 13 Juli 2022

Departemen Pertanian. 2021. Produktivitas Bawang Merah Menurut Provinsi , 2016

2021. Diakses melalui https://www.pertanian.co.id/ pada 13 Juli 2022

Kohari, K., Ma’sum, M. dan Windiastuti, D. 2005. Dampak Kebijakan dan Pemasaran Terhadap Daya Saing Usahatani Kentang di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto. 81 Halaman

Mawardi, N. K., 2016. Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah di Daerah Sentra Produksi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Monke, E.A. dan Pearson, S.R. 1995. The Policy Analysis Matrix for Agricultural

Development. Cornell University Press, Ithaca.

Pearson, S., Carl Gotsch, dan Sjaiful Bahri. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Terjemahan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Saptana , Gunawan E, Perwita AD, Sukmaya SG, Darwis V, Ariningsih E, et al. 2021 The competitiveness analysis of shallot in Indonesia: A Policy Analysis Matrix. PLoS ONE 16(9): e0256832.

Setiawan, K., Slamet Hartono, & Any Suryantini. 2014. Analisis Daya Saing Komoditas Kelapa Di Kabupaten Kupang. Agritech, 34(1)

Wicaksono, Priyo, Ratna A., &Silvana M.. 2017. Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah Di Kabupeten Kediri. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, Volume 1, No. 1.

Widyantoro, S. 2020. Pertumbuhan Ekspor Komoditas Bawang Merah Di Kabupaten Brebes 2014-2018. El-Hamra, 5(1), 57–65.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

618