Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Penjualan Padi dengan Sistem Tebasan di Subak Babakan Desa Sambangan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809
DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p28
Vol. 12, No. 1, Juli 2023
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Penjualan Padi dengan Sistem Tebasan di Subak Babakan Desa Sambangan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
KETUT RESIANA, NI WAYAN SRI ASTITI*, I MADE SARJANA
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali
Email: resianakt@gmail.com *sri_astiti@unud.ac.id
Abstract
Influencing Factors Toward Rice Selling with Rice Slash System in Subak Babakan, Sambangan Village, Sukasada Subdistrict, Buleleng Regency
The purpose of this study was to determine the influenced factors such as; age, education, farming experience, number of family dependents, and land tenure were affected farmers for making decision for choosen rice sold with slash system and their bargaining position within sold grain with the slash system. This research was done in Subak Babakan, Sambangan Village, Sukasada Sub-District, Buleleng Regency. The subjek was 36 farmers of Subak Babakan. The land ownership per household was on average 0.80 hectares. Meanwhile, in the negotiation of crop yields with the slashing system, the bargaining position of farmers were still very low due to a lack of knowledge and negotiation skills in determining the price of grain. The results showed that some the factors showed positive effect. Those effect were age, education background, farming experience, number of family dependents and land tenure has significantly effect. The statistical analysis result showed t-count > t-table. The data also showed the farmers bargaining position within sold grain in the slash system was still very low. This due to lack of knowledge and skills in negotiation and determination of the price of grain.
Keywords: slash system, bargaining position, farmers
Pertanian merupakan sektor yang menjadi sumber penghidupan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Pertanian yang dimaksud adalah pertanian tanaman pangan, hortikulutra, perkebunan dan peternakan. Hal ini didukung oleh letak geografis Indonesia yang berada pada kawasan tropis dengan sinar matahari dan curah hujan berlimpah serta tanah subur yang cocok untuk budidaya berbagai komoditas pertanian tersebut. Pemerintah telah melaksanakan berbagai penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja pertanian. Jumlah penduduk yang besar dan dukungan
pemerintah akan menjadi pasar potensial untuk produk pertanian. Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa profesi sebagai petani cukup menjanjikan untuk mampu hidup yang layak di Indonesia (Pusdatin, 2019).
Berbagai masalah yang dihadapi petani antara lain aspek harga produksi yang sering mengalami fluktuasi, aspek pemasaran dan permodalan. Harga komoditi hasil pertanian yang sering tidak stabil (dalam hal ini komoditi padi), tentunya akan sangat merugikan petani karena harga sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan yang mengalami kenaikan. Disamping itu, dari aspek pemasaran dan permodalan petani juga sering mengalami hal yang merugikan, bahkan para petani harus terjebak ke dalam sistem pemasaran dan permodalan yang menguntungkan salah satu pihak yaitu para penebas (tengkulak).
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa, penjualan gabah setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP) secara ekonomi lebih menguntungkan dari pada secara tebasan (Arya, 2010; Ulfa dan Mustadjab, 2017; Zulfa, 2019). Dalam hal pemberantasan pemasaran dengan sistem tebasan adalah benar dan semua pihak menginginkannya baik pemerintah maupun petani itu sendiri. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan bantuan berupa alat-alat pertanian dan kredit lunak kepada para petani melalui Kredit Usaha Tani (KUT), namun usaha tersebut tidak dapat berajalan sesuai rencana bahkan cenderung menjadi kredit macet. Walaupun demikian, program kredit semacam ini tidak selalu mencapai target sasaran karena prosedur administrasinya yang sulit diakses oleh masyarakat petani atau lapisan miskin, sementara kredit yang ditawarkan oleh para rentenir atau tengkulak/ijon lebih populer dan mudah diakses oleh siapapun dan dari lapisan manapun (Nugroho, 2001).
Sisi positif dari sistem penjualan dengan menggunakan tebasan yaitu petani tidak perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja panen dan petani juga mendapatkan hasil produksinya dalam bentuk uang secara langsung. Sedangkan untuk sisi negatifnya petani tidak mengetahui berapa hasil produksi, keuntungan yang diterima dan harga yang dipatok oleh penebas. Menurut Windia, dkk (1988) menjelaskan bahwa sistem tebasan adalah suatu cara penjualan hasil suatu jenis produk pertanian sebelum produk tersebut dipanen, di mana produk tersebut hasilnya sudah siap dipanen. Sistem tebasan biasanya transaksi jual beli sekitar satu minggu sebelum panen, petani bebas memilih kepada siapa komoditinya akan ditebaskan, serta bebas pula untuk tidak menebaskan hasil produksi pertaniannya.
Sistem penjualan dengan tebasan akan menciptakan suatu keadaan yang di eksploitasi oleh para penebas/tengkulak terhadap produksi petani. Para tengkulak tidak hanya menguasai sistem pemasaran dan permodalan saja, tetapi juga sistem perkreditan. Disamping itu, berbagai permasalahan lain dihadapi oleh para petani sampai saat ini. Pertama kepemilikan lahan semakin sempit, sehingga pengelolaannya menjadi tidak efisien dan tidak ekonomis. Kedua tingkat pengetahuan/keterampilan individu petani masih relatif rendah sehingga tidak mampu mencakup semua aspek usahatani. Ketiga modal usaha yang dimiliki, sebagian besar masih relatif kecil, sehingga membatasi ruang gerak petani dalam mengoptimalkan usahataninya.
Keempat organisasi di tingkat petani, masih lebih bersifat organisasi/kelompok sosial, sehingga akan sulit menjadi organisasi yang bermanfaat secara ekonomis. Kelima pola usahatani belum berorientasi pada usahatani sebagai perusahaan/industri dengan didasari jiwa kewirausahaan (Kurniati dan Hawa, 2003).
Provinsi Bali melalui Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menerangkan bahwa luas panen padi seluas 95.319 ha dengan total produksi 579.321 ton dan produktivitasnya sebesar 6.78 ton/ha. Di Kabupaten Buleleng luas panen di tahun 2019 adalah seluas 12.798 ha dengan produksi 73.121 ton serta produktivitasnya 5,714 ton/ha. Kecamatan Sukasada memiliki luas Tanam 3.800 ha dengan rata-rata luas panen 3.754 ha. Sedangkan untuk di Subak Babakan Desa Sambangan dengan luas tanam 396 ha, dengan rata-rata panen 400 ton.
Observasi awal di Subak Babakan Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng diperoleh hasil bahwa dalam menjual hasil padinya sebagian besar petani menjual dengan menggunakan sistem tebasan. Menurut petani setempat bahwa dengan penjualan sistem tebasan akan menjadi keuntungan tersendiri terutama dalam penyediaan tenaga kerja untuk proses panen. Sedangkan jika non tebasan/panen sendiri seluruh proses panen akan dilakukan oleh petani mulai dari proses panen terutama pada saat perontokan padi sampai pengangkutan gabah ke tempat pengeringan dan selanjutnya sampai menjadi beras konsumsi.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilaksanakan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjualan padi dengan sistem tebasan di Subak Babakan, Desa Sambangan Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng yang meliputi usia, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan, dan penguasaan lahan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
-
1. Apakah faktor usia, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan penguasaan lahan mempengaruhi keputusan petani memilih penjualan padi dengan sistem tebasan?
-
2. Bagaimanakah posisi tawar petani dalam menjual gabah dengan sistem tebasan?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka ditetapkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Menganalisis faktor usia, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan penguasaan lahan berpengaruh terhadap keputusan petani memilih penjualan padi dengan sistem tebasan.
-
2. Mengetahui posisi tawar petani dalam menjual gabah dengan sistem tebasan.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di Subak Babakan Desa Sambangan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan subak Babakan yang memiliki luas tanam yang masih tinggi dengan produktivitas tanaman padi antara 7 ton – 8 ton per hektarnya dan sebagian besar petaninya menjual hasil sawah dengan sistem tebasan. Ada 36 petani yang dipilih menjadi subjek penelitian. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan formula analisis regresi.
Hasil analisis koefisien determinasi diperoleh nilai R2 sebesar 0,601. Nilai tersebut mencerminkan bahwa, keragaman seluruh variabel bebas secara simultan mampu menjelaskan keragaman variabel terikat sebesar 60,10 persen, sedangkan sisanya sebesar 39,90 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model atau variabel yang tidak dianalisis. Untuk hasil uji F menunjukkan nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 9,032 lebih besar daripada F-tabel (2,281) pada tingkat kesalahan satu persen, sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Nilai tersebut memiliki makna bahwa, variabel bebas dalam model secara simultan berpengaruh sangat nyata terhadap variabel terikat.
Estimasi pengaruh masing-masing variabel bebas secara invidual terhadap variabel terikat dengan uji t pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa, dari lima variabel bebas yang dilibatkan dalam model regresi seluruhnya berpengaruh nyata dan memiliki koefisien parameter bertanda positif (+). Dari lima variabel bebas tersebut, hanya satu variabel yang berpengaruh nyata pada tingkat kesalahan satu persen, sedangkan empat variabel lainnya berpengaruh nyata pada tingkat kesalahan lima persen. Koefisien regresi (β) masing-masing variabel bebas mencerminkan elastisitasnya terhadap variabel terikat (Y). Suatu variabel bebas dinyatakan memiliki elastisitas tinggi terhadap variabel terikat jika koefisien regresinya lebih daripada satu (β > 1), sedangkan jika koefisien regresinya kurang daripada satu (β < 1) dinyatakan elastisitasnya rendah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa, seluruh variabel bebas dalam model memiliki elastisitas rendah, yang ditunjukan oleh koefisien regresinya kurang daripada satu (β < 1). Artinya, perubahan masing-masing variabel bebas secara individual tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap keputusan petani menjual padinya kepada penebas. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel. 1.
Hasil pendugaan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | ||
Model |
β |
Std. Error |
Beta | ||
1 (Constant) |
0,689 |
0,116 |
5,920 |
0,000**) | |
Usia responden |
0,162 |
0,061 |
0,347 |
2,639 |
0,013*) |
Pendidikan responden |
0,249 |
0,075 |
0,442 |
3,304 |
0,002**) |
Tanggungan keluarga |
0,138 |
0,055 |
0,325 |
2,487 |
0,019*) |
Luas lahan |
0,107 |
0,050 |
0,269 |
2,147 |
0,040*) |
Pengalaman berusahatani |
0,182 |
0,067 |
0,389 |
2,730 |
0,010*) |
R2 = 0,601; F-hitung = 9,032**); |
F-tabel(0,01)= 2,281; t-tabel(0,05) = 2,030 |
Sumber: Data primer, 2021.
Berdasarkan hasil analisis seperti disajikan pada Tabel 1, maka secara matematis model regresinya sebagai berikut:
Y = 0,689 + 0,162X1 + 0,249X2 + 0,138X3 + 0,107X4+ 0,182X5 + e
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa,
-
1. Usia responden secara individual berpengaruh positif dan nyata pada tingkat kesalahan lima persen terhadap keputusan petani menjual padi kepada penebas. Artinya, semakin muda usia petani keputusan menjual padi kepada penebas semakin tinggi. Nilai t-hitungnya sebesar 2,639 lebih besar daripada t-tabel (2,030) pada tingkat kesalahan lima persen, oleh karena itu H1 diterima. Jadi usia sangat menentukan dalam memutuskan penjualan gabah khususnya dengan sistem tebasan. Hasil penelitian Apriliana dan Mustadjab (2016) juga menyatakan bahwa usia dapat mempengaruhi pengambilan keputusan menjual padi dengan sistem tebasan. Hasil analisis variabel usia petani selengkapnya disajikan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis variabel usia petani | |
Model |
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients T Sig. β Std. Error Beta |
(Constant) Usia responden |
0,689 0,116 5,920 0,000**) 0,162 0,061 0,347 2,639 0,013*) |
R2 = 0,601; F-hitung = 9,032**); F-tabel(0,01)= 2,281 t-tabel (0,05) = 2,030
Sumber: data primer diolah, 2021.
2,030 pada tingkat kesalahan lima persen sehingga H1 diterima atau H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar minatnya untuk menjual secara tebasan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian. Amien (2016) bahwa jika semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka petani akan cenderung lebih menggunakan sistem tebasan. Tebasan merupakan sistem jual beli yang mengutamakan prinsip cash in hand. Hasil analisis variabel tingkat pendidikan selengkapnya disajikan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3.
Hasil analisis variabel tingkat pendidikan
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
β |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
0,689 |
0,116 |
5,920 |
0,000**) | |
Pendidikan |
0,249 |
0,075 |
0,442 |
3,304 |
0,002**) |
responden |
R2 = 0,601; F-hitung = 9,032**); F-tabel(0,01)= 2,281; t-tabel(0,05) = 2,030
Sumber: data primer diolah, 2021.
-
3. Analisis statistik menunjukkan bahwa nilai t-hitungnya sebesar 2,487 yang lebih
besar dari nilai t-tabel sebesar 2,030 dan H1 diterima. Jumlah tanggungan keluarga secara indivual dinyatakan berpengaruh terhadap keputusan petani menjual padi kepada penebas. Jumlah tanggungan keluarga responden sebanyak 4 orang. Sekitar 6 orang responden (2,16%) yang melakukan panen sendiri beserta keluarganya. Hasil penelitian Hasyim (2003) bahwa jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Hasil analisis selengkapnya disajikan seperti pada Tabel 4.
Tabel 4.
Hasil analisis variabel tanggungan keluarga
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
β |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
0,689 |
0,116 |
5,920 |
0,000**) | |
Tanggungan keluarga |
0,138 |
0,055 |
0,325 |
2,487 |
0,019*) |
R2 = 0,601; F-hitung = 9,032**); |
F-tabel(0,01)= |
2,281; t-tabel(0,05) |
= 2,030 |
Sumber: data primer diolah, 2021.
bahwa H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan yang sempit tidak menjamin untuk panen secara mandiri. Hasil analisis selengkapnya disajikan seperti pada Tabel 5.
Tabel 5.
Hasil analisis variabel penguasaaan lahan
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
β |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
0,689 |
0,116 |
5,920 |
0,000**) | |
Luas lahan |
0,107 |
0,050 |
0,269 |
2,147 |
0,040*) |
R2 = 0,601; F-hitung = 9,032**); |
F-tabel(0,01)= |
2,281; t-tabel(0,05) |
= 2,030 |
Sumber: data primer diolah, 2021.
-
5 . Pengalaman berusahatani padi menunjukkan nilai t-hitung sebesar 2,730 yang lebih besar dari t-tabel (2,724) pada tingkat kepercayaan 5 persen yang menunjukkan bahwa H1 diterima. Menurut Soekartawi (2003) pengalaman seseorang dalam berusahatani sangat berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Hasil analisis variabel pengalaman berusahatani selengkapnya disajikan seperti pada Tabel 6.
Tabel 6.
Hasil analisis variabel pengalaman berusahatani
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
β |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) Pengalaman |
0,689 0,182 |
0,116 0,067 |
0,389 |
5,920 2,730 |
0,000**) 0,010*) |
berusahatani | |||||
R2 = 0,601; F-hitung = 9,032**); F-tabel(0,01) |
= 2,281; t-tabel(0,05) |
= 2,030 |
Sumber: data primer diolah, 2021.
Posisi tawar petani dan harga padi yang rendah merupakan masalah di sektor pertanian Indonesia yang sulit diatasi. Petani padi pada umumnya memiliki beberapa keterbatasan sosial ekonomi, bersifat subsisten atau tradisional dengan kehidupan ekonomi (welfare) yang memprihatinkan. Sementara kebijakan pemerintah yang kurang mendukung kepentingan petani.
Hasil penelitian yang mengidentifikasi karakteristik petani (usia, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, pengalaman berusahatani dan luas lahan garapan) dalam menentukan keputusan dalam menjual hasil produksinya menunjukkan bahwa peluang petani dalam keikutsertaannya untuk menentukan harga masih sangat besar. Namun karena keterbatasan dalam pemahaman petani, maka harga gabah sepenuhnya masih mengikuti keinginan penebas yang masih merugikan petani karena masih di
bawah Harga Eceran Terendah (HET) yang ditetapkan pemerintah. Berikut hasil identifikasi karakteristik petani yang berkaitan dengan posisi tawar petani dalam menjual gabah dengan sistem tebasan.
Usia merupakan salah satu faktor pendorong dalam kegiatan usahatani, karena berpengaruh terhadap proses adopsi suatu inovasi. Rata-rata usia petani responden pada anggota Subak Babakan, Desa Sambangan, Kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa usia responden sebagian besar masih berada pada usia produktif yaitu 69%. Sedangkan yang tidak produktif sebesar 31% (Tabel 5.1). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan petani dalam menentukan kesepakatan harga masih sangat tinggi, karena orang yang berada pada usia produktif dianggap masih mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat menghasilkan barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Pendidikan formal di lokasi penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan responden tergolong kategori tinggi, yaitu pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SMA) 42% dan perguruan tinggi sebanyak 19%, diikuti oleh yang berpendidikan sedang sampai dengan tingkat pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP) sebanyak 0%. Responden yang berpendidikan rendah yaitu tingkat sekolah dasar (SD) sebanyak 36%, serta yang tidak sekolah sebanyak 3%. Pendidikan pada umummnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pendidikan tinggi dengan usia relatif lebih muda akan menyebabkan petani lebih dinamis.
Jumlah anggota rumah tangga petani yang berada pada kelompok usia kerja produktif sebanyak 105 orang (81%), sedangkan yang berada di luar usia kerja produktif sebanyak 25 orang (19%). Jumlah anggota keluarga petani responden di Subak Babakan, Desa Sambangan, Kabupaen Buleleng menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga yang berada pada kelompok usia kerja produktif sangat tinggi yaitu sebanyak 105 orang (81%). Dengan rata - rata jumlah keluarga petani responden empat orang, dengan adanya jumlah anggota keluarga yang produktif cukup tinggi hal ini dapat memanfaatkan sumber daya manusia terutama tenaga kerja dalam keluarga dalam usahataninya.
Pekerjaan pokok merupakan pekerjaan yang memerlukan waktu yang lebih banyak, sedangkan pekerjaan sampingan adalah pekerjaan yang tidak sepenuhnya dilakukan oleh petani itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) pekerjaan pokoknya adalah sebagai petani. Hasil wawancara dengan responden di ketahui bahwa hanya satu orang responden (3,00%) memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak, satu orang (3,55) tidak memiliki pekerjaan sampingan, sedangkan yang lainnya (94,00%) smemiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang, buruh bangunan, dan karyawan swasta. Dari 36 petani responden hanya ada beberapa petani responden melakukan pekerjaan sampingan agar dapat meningkatkan pendapatannya.
Penguasaan lahan atau pengelolaan lahan yaitu sebagai pemilik dan penyakap merupakan hal yang berkaitan erat dengan mata pencaharian responden yang sebagian besar sebagai petani atau bekerja pada sektor pertanian. Luas kepemilikan dan
penguasaan lahan juga akan mempengaruhi tingkat keuntungan, artinya semakin luas lahan yang dimiliki dan digarap maka hasil usahatani yang diperoleh akan semakin tinggi sehingga pendapatan petani juga akan meningkat serta semangat dalam berusahatani akan meningkat pula. Luas lahan atau luas garapan yang dikuasai oleh masing-masing petani rata-rata 0,80 hektar, dengan kisaran 0,10 hektar sampai dengan 2,00 hektar. Lahan tersebut merupakan lahan sawah milik petani sendiri untuk menjalankan usahataninya.
Berdasarkan uraian hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor usia yang relatif masih produktif, pendidikan yang relatif tinggi, jumlah anggota keluarga yang banyak, pekerjaan utama yang dominan sebagai petani dan penguasaan lahan yang luas maka dalam menentukan penjualan gabah dengan sistem tebasan masih sangat tinggi. Namun, karena keterbatasan dalam pengetahuan tentang pemasaran dan kemampuan bernegosiasi harga gabah kurang maka peran petani khususnya dalam memutuskan harga gabah masih rendah serta pangsa pasar masih dikuasai oleh tengkulak yang bermodal besar. Disamping itu peran pendukung dari luar masih sangat kurang, seperti kelembagaan petani, pemerintah terkait dan lingkungan yang masih konvensional.
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa faktor usia, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga dan penguasaan lahan berpengaruh positif dan signifikan yang ditunjukkan dengan hasil analisis statistik t-hitung > t-tabel. Posisi tawar petani dalam menentukan harga gabah masih sangat rendah yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam hal pemasaran hasil dan bernegosisasi sehingga seluruh proses pemasaran gabah masih ditentukan oleh penebas.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran yaitu petani lebih baik menjual hasil panen padinya secara timbangan dalam bentuk gabah kering panen (GKP) daripada dengan cara tebasan, karena secara ekonomi lebih menguntungkan dan dapat mengetahui jumlah produksi gabah yang diperoleh. Melihat luas lahan yang dimiliki, tingkat pendidikan dan pengalaman berusahatani diharapkan petani bisa berinovasi untuk memudahkan saat panen padi agar lebih bersemangat untuk memanen padinya sehingga tidak menggunakan jasa penebas.Pendampingan dari instansi terkait agar tidak hanya dari sektor hulu, tetapi juga perlu dari aspek hilir teruatama panen, pasca panen dan pemasaran hasil.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung terlaksananya penulisan e-jurnal ini yaitu kepada Badan Pusat Statistik Kabupaten
Buleleng, Badan Pusat Statistik Bali, Denpasar, ucapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga, teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga penelitian ini bermanfaat sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Amien, A. 2016 Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Petani Menggunakan Tebasan Serta Akad Salam Sebagai Alternatif Pembiayaan Pertanian Di Kab. Tasikmalaya Dan Kab. Garut.
Apriliana, M.A., & Mustadjab, M.M. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani dalam Menggunakan Benih Hibrida pada Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang). Jurnal Habitat, 27(1): 7-13.
Arya, N. N. 2010. Studi Komparatif Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Cara Penjualan Produksinya (Studi kasus di Subak Gubug II, Desa Gubug, Kecamatan/Kabupaten Tabanan). Prosiding Seminar Nasional “Isu Pertanian Organik dan Tantangannya”. Ubud, 12 Agustus 2010. ISBN: 978-602-986580-6. Hal.: 270-275.
BPS, 2019. Bali dalam Angka. Badan Pusat Statistik Bali. Denpasar.
Hasyim, H. 2003. Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap Program Penyuluhan Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kurniati, D.R. 2003. Pemisahan Mikroalga Dari Limbah Cair Industri Tapioka dengan Menggunakan Membran Filtrasi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nugroho Heru, 2001, Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
[PUSDATIN] Pusat Data dan Informasi Pertanian 2019. Buletin Konsumsi Pangan Volume 10 Nomor 1 tahun 2019. Jakarta
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi, Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cob-Douglass. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 250 hal
Windia, I W., A. Kusasi, I W. Widyantara, E. Lallo, dan I D. G. Agung, 1988, Dampak Sistem Tebasan Terhadap Pengamanan Harga Dasar Kualitas Gabah dan Pendapatan Petani di Bali, Dalam Majalah Ilmiah FP Unud, Denpasar, No. 12 Tahun VIII.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
312
Discussion and feedback