Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p26

Vol. 12, No. 1, Juli 2023

Strategi dan Struktur Nafkah Rumah Tangga Petani Jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali

KADEK TRISNA ADI LAKSANA,

I GUSTI AGUNG AYU AMBARAWATI*, DWI PUTRA DARMAWAN

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Jalan PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali Email: trisnaadilaksana@gmail.com *annie_ambarawati@unud.ac.id

Abstract

Strategy and Income Structure of Household Orange Farmers in Bangli District, Bangli Regency, Bali Province

Oranges are seasonal plants that will bear fruit when the season arrives. Citrus farmers always go through a period of waiting for harvest in this condition, they do not receive income from citrus farming. Various challenges and risks require citrus farmers to implement livelihood strategies. The implementation of a livelihood strategy utilizes the livelihood capital owned, namely: human, social, physical, financial and natural capital. This study aims to identify the livelihood capital and analyze the strategy and structure of the household income of citrus farmers in Bangli District. The selected sample is 30 respondents taken purposively, namely farmers with the criteria of having citrus plants that have been producing. Analysis of the data used is descriptive quantitative analysis by identifying livelihood capital and analyzing livelihood strategies and structures. Capital and livelihood strategies are divided into low, medium, high categories. The income structure is divided based on the area of citrus land ownership. The results showed that the livelihood capital of citrus farmers, namely social and financial capital, was high, human capital was moderate, physical capital and natural capital were low. The livelihood strategy is that the engineering of agricultural livelihoods is high, the dual income pattern and migration is low. The livelihood structure is dominated by agricultural income, namely orange farmers with medium and high land area ownership having a composition of 77% agricultural income and low land area ownership having a composition of 47% agricultural income. Based on the results of the study, it is necessary to increase human capital through non-formal education in the hope of obtaining additional income as well as increasing the strategy of double income patterns for citrus farmers with low land area holdings in the hope of becoming an alternative source of income.

Keywords: living capital, farmer household, livelihood strategy, livelihood structure

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Provinsi Bali sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang terkenal dengan wisata alamnya yang indah. Meski dikenal dengan pariwisata, masyarakat Bali masih banyak mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali tahun 2018, penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 501.235 orang atau 20,12%. Banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor pertanian dikarenakan Bali memiliki lahan yang subur khususnya di daerah pegunungan sehingga sangat mendukung dalam kegiatan pertanian. Namun jika dilihat dari jumlah rumah tangga petani berdasarkan data Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) tahun 2018, telah terjadi penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan sebanyak 20.936 rumah tangga yaitu 5.18%, dari 404.507 rumah tangga pada tahun 2013 menjadi 383.571 pada tahun 2018. Penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian dapat terjadi karena banyaknya tantangan dan risiko yang harus dihadapi petani atau tidak terpenuhinya nafkah hanya dari mengandalkan aktivitas pertanian saja (Aisyarahmah, 2018).

Jeruk menjadi salah satu komoditas unggulan sub-sektor hortikultura Provinsi Bali yang masuk ke dalam jenis buah-buahan. Menurut data Statistik Hortikultura Provinsi Bali tahun 2018, produksi jeruk menempati urutan kedua sebanyak 224.671 ton, sedikit di bawah produksi pisang yaitu sebanyak 238.805 ton. Jeruk termasuk ke dalam jenis tanaman tahunan yang dipanen lebih dari satu kali dalam satu musim/tahun. Jenis jeruk yang paling banyak ditanam di Bali adalah jeruk siam/keprok. Kabupaten Bangli menjadi penghasil jeruk tertinggi dari tahun 2014 sampai tahun 2017. Namun produksi jeruk di Kabupaten Bangli cenderung berfluktuasi. Fluktuasi produksi jeruk di Kabupaten Bangli terjadi karena adanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang dapat mengakibatkan produksi buah menurun. Perubahan iklim juga turut mempengaruhi produksi jeruk, seperti curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan kerontokan saat fase pembungaan. Kerontokan akibat tingginya curah hujan dapat terjadi karena meningkatnya kandungan air tanah dan pada tanaman tidak terjadi metabolisme pembentukan buah yang optimal (Soutwich dan Davenport, 1987 dalam Ashari et al. 2014).

Kecamatan Kintamani memiliki jumlah tanaman jeruk menghasilkan terbanyak yaitu mencapai 2.042.641 pohon atau sebesar 84,42% dari seluruh tanaman jeruk yang menghasilkan di Kabupaten Bangli. Kecamatan Bangli menjadi wilayah dengan urutan kedua dengan tanaman jeruk yang menghasilkan mencapai 374.006 pohon atau sebesar 15,46%. Jika dilihat antara Kecamatan Kintamani dan Kecamatan Bangli sebagai dua kecamatan dengan jumlah tanaman jeruk menghasilkan terbanyak di Kabupaten Bangli, petani jeruk di Kecamatan Bangli cenderung memiliki lahan jeruk yang lebih sempit dibandingkan dengan petani jeruk di Kecamatan Kintamani. Hal ini terjadi karena kondisi geografis Kecamatan Bangli terbatas untuk budidaya jeruk. Hanya desa-desa yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kintamani yang bisa membudidayakan jeruk karena memiliki kondisi

geografis yang sama sebagai syarat tumbuh pohon jeruk. Kondisi lahan yang terbatas menyebabkan petani jeruk di Kecamatan Bangli cenderung menerapkan berbagai strategi nafkah untuk mendapatkan penghasilan tambahan agar dapat memenuhi kebutuhan dan keperluan rumah tangganya. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi (Dharmawan, 2007).

Jeruk merupakan tanaman musiman di mana akan berbuah dengan kuantitas tinggi pada saat musimnya tiba. Hal ini berarti petani jeruk akan melalui masa penantian panen, di mana pada masa ini petani jeruk tidak akan menerima pendapatan dari usaha tani jeruk. Umur buah jeruk yang optimum untuk dipanen adalah sekitar delapan bulan dari saat bunga mekar (Balitjestro, 2011). Ini menunjukkan bahwa petani jeruk akan menerima pendapatan kurang lebih setiap delapan bulan sekali, sedangkan pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga dilakukan setiap hari atau keperluan lain yang mendesak sebelum waktu panen tiba.

Berbagai tantangan dan risiko yang dihadapi oleh rumah tangga petani jeruk dalam menjalankan usahanya sehingga memilih untuk bekerja di luar sektor pertanian dengan penghasilan yang lebih menjanjikan. Di samping itu masih banyak yang bertahan dengan menerapkan strategi nafkah untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan maupun keperluan rumah tangganya. Dalam penerapan strategi nafkah, rumah tangga petani akan memanfaatkan aset yang dimiliki sebagai sumber daya dalam mengembangkan kehidupannya. Menurut Rosyid et al. (2014) terdapat lima aset penghidupan (modal nafkah) yang dimiliki oleh setiap individu atau unit sosial yang lebih tinggi dalam upaya mengembangkan kehidupan yaitu modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal finansial dan modal alam.

Menurut Scoones (1998) dalam Segara (2019), terdapat tiga klasifikasi strategi nafkah yang dapat dilakukan oleh rumah tangga petani yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi, pola nafkah ganda atau diversifikasi dan rekayasa spasial atau migrasi. Strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani untuk memenuhi kebutuhan maupun keperluan hidupnya akan membentuk struktur nafkah dalam rumah tangganya. Klasifikasi struktur nafkah dibagi menjadi tiga yakni sektor on-farm income, sektor off-farm income dan sektor non-farm income (Ellis 2000 dalam Aisyarahmah 2018).

  • 1.2    Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil yaitu:

  • 1.    Bagaimana modal nafkah yang dimiliki petani jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli?

  • 2.    Bagaimana strategi dan struktur nafkah rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

  • 1.    Mengidentifikasi modal nafkah yang dimiliki petani jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli.

  • 2.    Menganalisis strategi dan struktur nafkah rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli.

  • 1.4    Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat khususnya rumah tangga petani jeruk, menjadi bahan rujukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah.

  • 2.     Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Objek pada penelitian ini adalah rumah tangga petani jeruk. Penentuan lokasi penelitian dilaksanakan secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan September 2021, terhitung mulai dari mengumpulkan data di lapangan sampai dengan analisis data.

  • 2.2    Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif pada penelitian ini adalah modal finansial, modal alam dan struktur nafkah. Data kualitatif pada penelitian ini adalah modal manusia, modal sosial, modal fisik, strategi nafkah dan gambaran umum lokasi penelitian.

  • 2.3    Sumber Data

Berdasarkan sumbernya jenis data pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal finansial, modal alam, pendapatan dari sumber nafkah dan pekerjaan yang dilakukan oleh rumah tangga petani jeruk. Data sekunder yang digunakan bersumber dari literatur, jurnal, publikasi dan sumber lainnya yang mendukung dalam penelitian ini.

  • 2.4    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah survei dan studi kepustakaan. Survei dilakukan dengan wawancara, kuesioner dan observasi. Studi kepustakaan merupakan pengumpulan data melalui studi, literatur, publikasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian untuk memperkuat landasan teori dan konsep penelitian.

  • 2.5    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga petani jeruk yang berada di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Metode penentuan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu (Sujarweni, 2019). Pengambilan sampel secara purposive dipilih karena tidak adanya data tertulis jumlah rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Purposive sampling dalam penelitian ini dimaksudkan adalah siapa saja petani yang ditemui di lapangan dengan kriteria memiliki tanaman jeruk yang sudah pernah berproduksi dapat digunakan sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 rumah tangga petani jeruk, yang diambil dari dua desa dengan mayoritas terdapat tanaman jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli.

  • 2.6    Variabel Penelitian dan Pengukuran

Tabel 1.

Variabel Penelitian dan Pengukuran

No

Variabel

Indikator

Pengukuran

1.

Modal Nafkah a. Modal Manusia

Tingkat pendidikan kepala rumah tangga.

Ordinal

Tingkat alokasi tenaga kerja.

Ordinal

Tingkat keterampilan kepala rumah tangga.

Ordinal

b. Modal Sosial

Tingkat jaringan rumah tangga.

Ordinal

Tingkat kepercayaan rumah tangga.

Ordinal

Tingkat ketaatan terhadap norma

Ordinal

c. Modal Fisik

Jumlah kepemilikan aset pertanian.

Ordinal

Jumlah kepemilikan aset non-pertanian.

Ordinal

d. Modal Finansial

Tingkat saving.

Ordinal

Tingkat pendapatan pertanian (on-farm income), pendapatan di luar pertanian (off-farm income) dan pendapatan bukan pertanian (non-farm income).

Ordinal

e. Modal Alam

Luas kepemilikan lahan jeruk.

Ordinal

Luas kepemilikan lahan pertanian selain jeruk.

Ordinal

2.

Strategi Nafkah

Rekayasa sumber nafkah pertanian (intensifikasi dan ekstensifikasi).

Pola nafkah ganda (diversifikasi)

Rekayasa spasial (migrasi).

Ordinal

3.

Struktur Nafkah a. Pendapatan

Pendapatan yang berasal dari sektor pertanian.

Kuantitatif

pertanian (on-farm income).

b. Pendapatan di luar

Pendapatan yang berasal dari luar sektor pertanian,

Kuantitatif

pertanian (off-farm income).

tapi masih dalam lingkup pertanian.

c. Pendapatan bukan

Pendapatan yang berasal bukan dari sektor

Kuantitatif

pertanian (non-farm income).

pertanian.

  • 2.7    Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan aplikasi software Microsoft Excel 2019 untuk pengolahan data.

  • 1.    Tingkat Modal Manusia

  • A.    Tingkat pendidikan diukur berdasarkan pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh kepala rumah tangga: a) Rendah, jika tidak sekolah atau tamat SD/sederajat. b) Sedang, jika tamat SMP/sederajat. c) Tinggi, jika tamat SMA/sederajat atau lebih tinggi.

  • B.    Tingkat alokasi tenaga kerja diukur berdasarkan persentase anggota rumah tangga yang memiliki pekerjaan dalam satu rumah tangga: a) Rendah, jika <25% yang memiliki pekerjaan. b) Sedang, jika 25-50% yang memiliki pekerjaan. c) Tinggi, jika >50% yang memiliki pekerjaan.

  • C.    Jumlah keterampilan diukur berdasarkan keterampilan yang dimiliki oleh kepala rumah tangga: a) Rendah, jika memiliki 1 keterampilan. b) Sedang, jika memiliki 2 keterampilan. c) Tinggi, jika memiliki 3 keterampilan.

  • 2.    Tingkat Modal Sosial

  • A.    Tingkat jaringan diukur berdasarkan persentase jawaban responden dari total 12 pernyataan yang berhubungan dengan jaringan. Tingkat jaringan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sebagai berikut: a) Rendah, jika tingkat persentase 33-55%. b) Sedang, jika tingkat persentase 56-77%. c) Tinggi, jika tingkat persentase 78-100%.

  • B.    Tingkat kepercayaan diukur berdasarkan persentase jawaban responden dari total 8 pernyataan yang berhubungan dengan kepercayaan. Tingkat kepercayaan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sebagai berikut: a) Rendah, jika tingkat persentase 33-57%. b) Sedang, jika tingkat persentase 58-82%. c) Tinggi, jika tingkat persentase 83-100%.

  • C.    Tingkat ketaatan terhadap norma diukur berdasarkan persentase jawaban responden dari total 10 pernyataan yang berhubungan dengan norma. Tingkat ketaatan terhadap norma dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sebagai berikut: a) Rendah, jika tingkat persentase 33-56%. b) Sedang, jika tingkat persentase 57-79%. c) Tinggi, jika tingkat persentase 80-100%.

  • 3.    Tingkat Modal Fisik

  • A.    Kepemilikan aset pertanian dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika memiliki 6-8 aset. b) Sedang, jika memiliki 9-11 aset. c) Tinggi, jika memiliki 12-14 aset.

  • B.    Kepemilikan aset non-pertanian dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika memiliki 3-4 aset. b) Sedang, jika memiliki 5-6 aset. c) Tinggi, jika memiliki 7-8 aset.

  • 4.    Tingkat Modal Finansial

  • A.    Tingkat saving adalah kemampuan rumah tangga petani menyimpan uang yang didapat dari berbagai aktivitas nafkah. Tingkat saving diukur dengan mencari selisih antara total pendapatan dengan total pengeluaran rumah tangga selama satu tahun. Tingkat saving dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika tingkat saving antara 9%-35% dari pendapatan. b) Sedang, jika tingkat saving antara 36%-62% dari pendapatan. c) Tinggi, jika tingkat saving antara 63%-90% dari pendapatan.

  • B.    Tingkat pendapatan yaitu pendapatan pertanian (on-farm income), pendapatan di luar pertanian (off-farm income) dan pendapatan bukan pertanian (non-farm income) dalam satu tahun. Tingkat pendapatan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika pendapatan antara Rp15.532.857-Rp98.473.174 per tahun. b) Sedang jika pendapatan antara Rp98.473.175-Rp181.413.491 per tahun. c) Tinggi jika pendapatan antara Rp181.413.492-Rp264.353.810 per tahun.

  • 5.    Tingkat Modal Alam

  • A.    Luas penguasaan lahan jeruk dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika luas lahan 0,3-1,0 ha. b) Sedang, jika luas lahan 1,1-1,8 ha. c) Tinggi, jika luas lahan 1,9-2,5 ha.

  • B.    Luas penguasaan lahan pertanian selain jeruk dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan kelas interval sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika luas lahan 0,1-0,3 ha. b) Sedang, jika luas lahan 0,4-0,6 ha. c) Tinggi, jika luas lahan 0,7-0,9 ha.

  • 6.    Tingkat Penerapan Strategi Nafkah

  • A.    Rekayasa sumber nafkah pertanian dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika menerapkan 1-2 strategi. b) Sedang, jika menerapkan 3-4 strategi. c) Tinggi, jika menerapkan 5-6 strategi.

  • B.    Pola nafkah ganda dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas sesuai dengan kondisi di lapangan sebagai berikut: a) Rendah, jika menerapkan 1-2 strategi. b) Sedang, jika menerapkan 3-4 strategi. c) Tinggi, jika menerapkan 5-6 strategi.

  • C.    Rekayasa spasial (migrasi) merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan.

  • 7.    Perhitungan Struktur Nafkah

Perhitungan pendapatan rumah tangga petani selama satu tahun digolongkan ke dalam struktur nafkah yaitu pendapatan pertanian, pendapatan di luar pertanian dan pendapatan bukan pertanian. Pendapatan pertanian dihitung berdasarkan penerimaan usaha tani pada Tabel 2.

Tabel 2.

Perhitungan Penerimaan Usaha Tani Jeruk dalam Satu Tahun

Penerimaan Tunai:

Jeruk yang dijual

a1

Penerimaan bukan tunai:

Program bantuan pemerintah Total Penerimaan

a2

A

Biaya Tunai

Biaya variabel tunai:

Sewa tenaga kerja luar keluarga

Pembelian bibit

Pembelian berbagai jenis pupuk

Pembelian berbagai jenis pestisida

Perbaikan dan pemeliharaan

Total biaya variabel tunai

Biaya tetap tunai:

Pajak tanah

Bunga pinjaman jangka menengah dan panjang

Total biaya tetap tunai

Biaya variabel bukan tunai:

Tenaga kerja dalam keluarga

Pupuk kandang dari usaha tani sendiri

Bibit dari usaha tani sendiri

Total biaya variabel bukan tunai

Biaya penyusutan

b1

b2

b3

b4

b5

B

c1

c2

C

d1

d2

d3

D E

Pendapatan bersih usaha tani jeruk

(A-B-C-D-E)

Penyusutan alat pertanian dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method).

Nilai Pembelian — Nilai Sisa Penyusutan Alat Pertanian = -----—----—-----------

‘                              u m ur Ekonomis ..............(1)

Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui total pendapatan rumah

tangga dari sektor off-farm dan non-farm sebagai berikut.

(2)

Keterangan:

Pd = total pendapatan rumah tangga yang memberikan sumbangan per tahun

Pq = pendapatan kepala rumah tangga per tahun

Pw = pendapatan ibu rumah tangga per tahun

Py = pendapatan anggota rumah tangga lainnya per tahun

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Karakteristik Usaha Tani Jeruk di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli

Usaha tani jeruk di Kecamatan Bangli terbagi dalam beberapa tahap pengelolaan yaitu penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Tahap

penyiapan lahan dilakukan saat pertama kali sebelum jeruk ditanam, yaitu pembersihan lahan hingga siap untuk ditanami pohon jeruk. Jarak tanam pohon jeruk pada rumah tangga responden yaitu rata-rata antara 2,5 sampai 4 meter. Tahap pemeliharaan yang dilakukan pada usaha tani jeruk di Kecamatan Bangli yaitu pemupukan, penyemprotan pestisida, pemangkasan dan pembersihan gulma. Masa panen buah jeruk siam di Kecamatan Bangli yaitu antara bulan Juni sampai dengan Oktober. Puncak panen biasanya terjadi pada bulan Juli dan bulan September. Tahap panen rata-rata tidak dilakukan oleh petani itu sendiri, melainkan petani menjual buah jeruk kepada pengepul atau tengkulak saat masih berada di atas pohon atau dikenal dengan istilah ijon. Menurut Sukirno (2020), sistem ijon merupakan jual beli yang belum diketahui jumlah dan kadarnya secara jelas, contohnya adalah jual beli buah-buahan yang belum waktunya dipanen dan masih berada di atas pohon sehingga belum diketahui secara pasti kualitas dan kuantitasnya.

  • 3.2    Modal Nafkah

    3.3.1    Modal manusia

Tingkat pendidikan tergolong dalam kategori rendah, sebanyak 14 kepala rumah tangga responden (46,67%) tergolong dalam kategori rendah yaitu hanya menempuh pendidikan sekolah dasar (SD). Terdapat 1 kepala rumah tangga responden (3,33%) tidak pernah menempuh pendidikan formal. Hanya terdapat 9 kepala rumah tangga responden (30,00%) tergolong dalam kategori tinggi dengan menempuh pendidikan sekolah menengah atas (SMA).

Tingkat alokasi tenaga kerja tergolong dalam kategori tinggi, sebagian besar responden (66,67%) tergolong dalam kategori tinggi dengan mengalokasikan anggota rumah tangga untuk bekerja lebih dari 50%. Sebanyak 10 rumah tangga responden (33,33%) tergolong dalam kategori sedang mengalokasikan anggota rumah tangga untuk bekerja antara 20% sampai 50%.

Tingkat keterampilan tergolong dalam kategori rendah, sebagian besar kepala rumah tangga responden (56,67%) tergolong dalam kategori rendah yaitu hanya memiliki 1 keterampilan. Sebanyak 13 kepala rumah tangga responden (43,33%) tergolong dalam kategori sedang yaitu memiliki 2 keterampilan.

  • 3.3.2    Modal sosial

Tingkat jaringan tergolong dalam kategori tinggi, seluruh rumah tangga responden memiliki tingkat jaringan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani jeruk di Kecamatan Bangli mengenal dengan baik lingkungan terdekatnya dan akan meminta bantuan kepada tetangga, sesama petani jeruk, hingga tengkulak ketika menghadapi masa sulit.

Tingkat kepercayaan tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani jeruk di Kecamatan Bangli percaya terhadap lingkungan terdekatnya. Percaya dalam hal ini adalah percaya terhadap tetangga yang akan membantu ketika membutuhkan bantuan, percaya dengan sesama petani jeruk karena kesamaan

profesi, percaya terhadap tengkulak dalam membeli hasil pertanian, percaya kepada penyuluh pertanian setempat dalam membantu petani, percaya terhadap penyedia sarana produksi pertanian dan percaya dengan koperasi setempat untuk menyimpan hasil usaha tani ataupun meminjam modal usaha tani dan kebutuhan rumah tangganya.

Tingkat ketaatan norma tergolong dalam kategori tinggi, sebagian besar rumah tangga responden (93,33%) tergolong dalam kategori tinggi. Sebanyak 2 responden (6,67%) tergolong dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga responden petani jeruk di Kecamatan Bangli memiliki tingkat ketaatan yang tinggi terhadap aturan atau kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis.

  • 3.3.3    Modal fisik

Tingkat kepemilikan aset pertanian tergolong dalam kategori sedang, sebagian besar responden (63,33) tergolong dalam kategori sedang yaitu memiliki 9 sampai 11 aset pertanian. Sebanyak 5 rumah tangga responden (16,67%) tergolong dalam kategori tinggi yaitu memiliki 12 sampai 14 aset pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa petani jeruk di Kecamatan Bangli memiliki aset pertanian yang memadai untuk digunakan sebagai penunjang usaha tani yang dijalankan.

Tingkat kepemilikan aset non-pertanian tergolong dalam kategori rendah, sebagian besar rumah tangga responden (60,00%) tergolong dalam kategori rendah yaitu hanya memiliki 3 sampai 4 aset non-pertanian. Sebanyak 12 rumah tangga responden (40,00%) tergolong dalam kategori sedang yaitu memiliki 5 sampai 6 aset non-pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli tidak memiliki aset non-pertanian yang cukup untuk digunakan saat sedang dalam keadaan krisis.

  • 3.3.4    Modal finansial

Tingkat saving tergolong dalam kategori tinggi, sebagian besar responden (70,00%) tergolong dalam kategori tinggi dengan tingkat saving antara 63% sampai 90% dari pendapatan. Sebanyak 6 responden (20,00%) tergolong dalam kategori sedang dengan tingkat saving antara 36% sampai 62%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli dalam mengalokasikan pendapatannya untuk ditabung cukup tinggi.

Total pendapatan tergolong dalam kategori rendah, sebagian besar responden (53,33%) tergolong dalam kategori rendah dengan pendapatan antara Rp15.532.857 sampai Rp98.473.174 per tahun. Sebanyak 8 rumah tangga responden (26,67%) tergolong dalam kategori sedang dengan pendapatan antara Rp98.473.175 sampai Rp181.413.491 per tahun. Sebanyak 6 rumah tangga responden (20,00%) tergolong dalam kategori tinggi dengan pendapatan antara Rp181.413.492 sampai Rp264.353.810 per tahun. Pendapatan yang rendah pada mayoritas rumah tangga

Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809 Vol. 12, No. 1, Juli 2023 responden petani jeruk di Kecamatan Bangli dipengaruhi oleh kepemilikan lahan jeruk yang cenderung rendah.

  • 3.3.5    Modal alam

Kepemilikan luas lahan jeruk tergolong dalam kategori rendah, sebagian besar responden (63,33%) tergolong dalam kategori rendah dengan kepemilikan luas lahan jeruk antara 0,3 sampai 1,0 ha. Sebanyak 7 rumah tangga responden (23,33%) tergolong dalam kategori tinggi dengan kepemilikan luas lahan jeruk antara 1,9 sampai 2,5 ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden petani jeruk di Kecamatan Bangli hanya memiliki lahan jeruk 1,0 ha atau bahkan kurang.

Kepemilikan luas lahan selain jeruk tergolong dalam kategori rendah, sebagian besar responden (90,00%) tergolong dalam kategori rendah dengan kepemilikan lahan selain jeruk antara 0,1 sampai 0,3 ha. Sebanyak 2 responden (6,67%) tergolong dalam kategori sedang dengan kepemilikan luas lahan selain jeruk antara 0,4 sampai 0,6 ha. Hanya terdapat 1 responden (3,33%) yang memiliki luas lahan selain jeruk antara 0,7 sampai 0,9 ha. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga responden petani jeruk di Kecamatan Bangli memiliki lahan selain jeruk dengan luas hanya 0,1 sampai 0,3 ha.

  • 3.3    Strategi Nafkah

    3.3.1    Rekayasa sumber nafkah pertanian

Strategi rekayasa sumber nafkah pertanian tergolong dalam kategori tinggi, sebagian besar responden (50,00%) tergolong ke dalam kategori sedang dengan menerapkan 3 sampai 4 strategi rekayasa sumber nafkah pertanian. Sebanyak 12 responden (40,00%) tergolong dalam kategori tinggi dengan menerapkan 5 sampai 6 strategi rekayasa sumber nafkah pertanian. Hal ini menunjukkan petani jeruk di Kecamatan Bangli memanfaatkan sektor pertanian secara intensif guna mendapatkan pendapatan yang maksimal dari usaha tani jeruk.

  • 3.3.2    Pola nafkah ganda

Strategi pola nafkah ganda tergolong dalam kategori rendah, sebagian besar responden (63,33%) tergolong dalam kategori rendah dengan menerapkan 1 sampai 2 strategi pola nafkah ganda. Sebanyak 10 responden (33,34%) tergolong dalam kategori sedang dengan menerapkan 3 sampai 4 strategi pola nafkah ganda. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga responden petani jeruk di Kecamatan Bangli hanya memiliki 1 sampai 2 pekerjaan di luar usaha tani jeruk.

  • 3.3.3    Migrasi

Rekayasa spasial atau migrasi menjadi strategi yang paling sedikit diterapkan oleh rumah tangga responden petani jeruk di Kecamatan Bangli. Berdasarkan responden yang ditemui di lapangan, hanya terdapat dua rumah tangga responden

(6,67%) yang menerapkan strategi migrasi. Hal ini dikarenakan rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli lebih memilih bekerja di desa setempat sebagai buruh tani, pedagang buah, pedagang sayur, kuli bangunan, pegawai swasta dan wiraswasta.

  • 3.4    Struktur Nafkah

    3.4.1    Pendapatan pertanian (on-farm income)

Responden dengan kepemilikan luas lahan jeruk rendah, rata-rata memiliki pendapatan pertanian sebesar Rp 42 juta. Responden dengan kepemilikan luas lahan sedang memiliki rata-rata pendapatan pertanian Rp 135 juta. Responden dengan kepemilikan luas lahan tinggi rata-rata memiliki pendapatan pertanian Rp 116 juta. Hal ini menunjukkan kesenjangan pendapatan yang signifikan antara petani dengan kepemilikan luas lahan jeruk rendah dengan petani kepemilikan luas lahan jeruk sedang dan tinggi. Luas lahan menjadi faktor utama yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli terutama pada pendapatan pertanian.

Tabel 3.

Distribusi Pendapatan Pertanian (On-farm Income) Responden Menurut Kepemilikan

Luas Lahan Jeruk

No

Kepemilikan Luas Lahan Jeruk

Pendapatan Rata-rata /tahun (Rp)

1

Rendah

42.301.816

2

Sedang

135.685.298

3

Tinggi

116.333.673

Sumber: Diolah dari Data Primer, 2021

  • 3.4.2    Pendapatan di luar pertanian (off-farm income)

Pendapatan rata-rata pada tiap rumah tangga responden dengan kepemilikan luas lahan jeruk rendah, sedang dan tinggi antara Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan di luar pertanian (off-farm income) yang diperoleh pada tiap-tiap rumah tangga responden dengan kepemilikan luas lahan jeruk rendah, sedang dan tinggi tidak berbeda jauh.

Tabel 4.

Distribusi Pendapatan di Luar Pertanian (Off-farm Income) Responden Menurut Kepemilikan Luas Lahan Jeruk

No

Kepemilikan Luas Lahan Jeruk

Pendapatan Rata-rata /tahun (Rp)

1

Rendah

23.442.105

2

Sedang

30.750.000

3

Tinggi

25.085.714

Sumber: Diolah dari Data Primer, 2021

  • 3.4.3    Pendapatan bukan pertanian (non-farm income)

Responden dengan kepemilikan luas lahan jeruk rendah memiliki pendapatan rata-rata di atas Rp 24 juta. Responden dengan kepemilikan luas lahan jeruk sedang

dan tinggi memiliki pendapatan rata-rata hanya Rp 9 juta. Responden dengan kepemilikan luas lahan jeruk rendah terpaksa harus mencari pendapatan di luar sektor pertanian yaitu pendapatan bukan pertanian (non-farm income) untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup maupun meningkatkan kondisi ekonomi.

Tabel 5.

Distribusi Pendapatan Bukan Pertanian (Non-farm Income) Responden Menurut Kepemilikan Luas Lahan Jeruk

No

Kepemilikan Luas Lahan Jeruk

Pendapatan Rata-rata /tahun (Rp)

1

Rendah

24.294.737

2

Sedang

9.000.000

3

Tinggi

9.771.429

Sumber: Diolah dari Data Primer, 2021

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Modal nafkah yang dimiliki oleh rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli dari segi modal sosial dan modal finansial tergolong dalam kategori tinggi. Modal manusia yang dimiliki tergolong dalam kategori sedang, sedangkan modal fisik dan modal alam tergolong dalam kategori rendah. Strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani jeruk di Kecamatan Bangli yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian tergolong dalam kategori tinggi, sedangkan pola nafkah ganda dan migrasi tergolong dalam kategori rendah. Struktur nafkah didominasi dari pendapatan pertanian yaitu petani jeruk dengan kepemilikan luas lahan sedang (1,11,8 ha) dan tinggi (1,9-2,5 ha) memiliki rata-rata komposisi pendapatan pertanian masing-masing sebesar 77%. Petani jeruk dengan kepemilikan luas lahan rendah (0,3-1,0 ha) memiliki rata-rata komposisi pendapatan pertanian sebesar 47%.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan hasil penelitian perlu adanya peningkatan modal manusia terutama pada keterampilan yang dimiliki. Peningkatan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan non-formal seperti kursus atau program pemberdayaan. Perlu adanya peningkatan strategi pola nafkah ganda terutama pada petani jeruk dengan kepemilikan luas lahan rendah, dengan harapan dapat menjadi sumber pendapatan alternatif di saat usaha tani yang dijalankan tidak mampu berkontribusi penuh terhadap rumah tangga.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada rumah tangga responden petani jeruk di Kecamatan Bangli yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner penelitian, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis.

Daftar Pustaka

Aisyarahmah, Almanisa. 2018. Analisis Strategi Dan Stuktur Nafkah Rumah Tangga Petani Kelapa (Kasus: Desa Cikembulan, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ashari, Hasim. Hanif, Zainuri. Supriyanto, Arry. 2014. Kajian Dampak Iklim Ekstrim Curah Hujan Tinggi (La-Nina) Pada Jeruk Siam (Citrus Nobilis var. Microcarpa) Di Kabupaten Banyuwangi, Jember dan Lumajang. Journal of Agro Science 2 (1): 49-55

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. Statistik Ketenagakerjaan Provinsi Bali. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama.

Badan Pusat Statistik. 2018. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) - A2. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan dan Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Provinsi.

Balitjestro.        2011.        Panen       dan       Pascapanen       Jeruk.

http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/panen-dan-pascapanen-jeruk/ (diakses 12 Januari 2020).

Dharmawan, Arya Hadi. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor. Jurnal Sosiologi Pedesaan 1 (2) 169-192

Rosyid, M. Rudiarto, I. 2014. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Kecamatan Bandar Dalam Sistem Livelihood Pedesaan. Journal of Geomatics and Planning 1 (2) 74-84

Segara, Rizky. 2019. Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Kentang Pasca Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Sujarweni, V. Wiratma. 2019.   Metodologi   Penelitian.   Yogyakarta:

PustakaBaruPress.

Sukirno. 2020. Pengaruh Budaya, Sosial, Pribadi dan Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Durian dengan Sistem Ijon. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Institut Agama Islam Negeri Pekalongan.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

290