Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Ni Putu Intariani. dkk / Itepa 11 (4) 2022 744-755

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Konsentrasi Carboxyl Methyl Cellulosa (CMC Terhadap Karakteristik Bubuk Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz Dengan Metode Foam Mat Drying

The Effect of Carboxyl Methyl Cellulosa (CMC Concentration on Characteristics of Cassava Leaf Powder (Manihot esculenta Crantz with Foam Mat Drying Method.

Ni Putu Intariani 1, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati1*, Ni Wayan Wisaniyasa1

1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, Email: [email protected]

Abstract

The cassava leaves (Manihot esculenta Crantz) is a type of green vegetable that contains nutrients and contains chlorophyll and flavonoids which are good for consumption, but the utilization of cassava leaves is still minimal and food diversification is needed. This study aimed to determine the concentration effect of CMC toward characteristics of cassava leaf powder with foam mat drying method and determine the appropriate concentration of CMC to produce cassava leaf powder with the best characteristics by foam mat drying method. The research used a completely randomized design (CRD) with CMC concentration treatment consisting of seven levels (0%, 0.5%, 1.0%, 1.5%, 2.0%, 2.5%, and 3.0%). The treatment was repeated twice, so that 14 experimental units were obtained. The data obtained were analyzed of variance and if the treatment had an effect on the observed parameters, it was continued with Duncan s Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the concentration of CMC had a significant effect (P<0.05) on the observed parameters, namely water content, ash content, yield, total chlorophyll, flavonoid content, solubility, soluble time, and L*, a*, b* values. The best treatment was obtained at 3.0% CMC concentration with the following characteristics: water content of 1.53%, ash content of 5.77%, yield of 11.09%, total chlorophyll of 9.29 mg/g, flavonoid content of 11.39 mg QE/g, solubility of 82.82%, dissolving time of 28.85 s, L* value of 13.45, a* value of -36.15, and b* value of 10.55.

Keywords: cassava leaves, powder, foam mat drying, CMC

PENDAHULUAN

Daun singkong adalah jenis sayuran berwarna hijau yang berasal dari tanaman singkong atau ketela pohon yang memiliki kandungan zat gizi yang baik untuk dikonsumsi. Daun singkong memiliki harga yang murah dan mudah untuk dicari oleh masyarakat dengan bentuk yang menjari berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan kandungan nutrisi seperti kalsium, fosfor, protein, lemak, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C. Daun singkong merupakan sayuran hijau yang

memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, diantaranya flavonoid dan saponin yang berperan sebagai antiinflamasi dan antibakteri (Rachman et al., 2016). Kandungan senyawa flavonoid di dalam daun singkong sebesar 881,33 mg RE/g. Daun singkong merupakan jenis sayuran hijau yang mengandung klorofil.

Alsuhendra (2004) melaporkan bahwa daun singkong merupakan jenis sayuran yang mempunyai kandungan klorofil sebesar 3967,5 µg/g yang paling tinggi dibandingkan dengan kandungan klorofil

sayuran lain, seperti daun katuk sebesar 2202,0 µg/g, daun kangkung sebesar 2013,5 µg/g, daun bayam sebesar 1460,9 µg/g dan lainnya. Daun singkong memiliki karakteristik mudah rusak jika disimpan di suhu ruang karena memiliki kadar air yang cukup tinggi, sehingga mikroba dapat tumbuh dan merusak daun singkong segar. Pemanfaatan daun singkong masih minim yang biasanya dijadikan sebagai sayuran khas daerah maupun lalapan saja dan perlu adanya diversifikasi pangan untuk menambah jenis produk. Widyasanti et al., 2019 melaporkan bahwa daun singkong dapat diolah ke dalam bentuk tepung yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan menggunakan metode oven konveksi yang menghasilkan nilai a* (-2,66) warna hijau tepung rendah, serta nilai b* (26,09) warna tepung sedikit menguning, dan memiliki kadar air cukup tinggi sebesar (17,00 ).

Metode pengeringan foam mat drying menjadi salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk menghasilkan tepung ataupun bubuk (Claudia et al., 2017). Metode foam mat drying adalah teknik pengeringan bahan dengan pembuatan busa dari bahan cair menggunakan suhu 50-80oC dengan menambahkan bahan pembusa (foam agent), bahan pengisi (filler), dan bahan penstabil (foam stabilizier) untuk mempertahankan konsistensi busa pada bahan sehingga mempercepat proses pengeringan. Rachmawati dan Liska, (2020) melaporkan bahwa proses pembuatan serbuk pewarna daun singkong dengan menggunakan metode pengeringan busa dengan penamabahan maltodekstrin dan putih telur pada suhu 90oC menghasilkan kadar klorofil sebesar

0,022 mg/g cukup rendah, sehingga perlu dikaji penambahan bahan penstabil. Bahan penstabil memiliki fungsi untuk mempertahankan kestabilan busa adonan sehingga proses pengeringan akan cepat dan bahan tidak rusak karena pemanasan (Ariska et al., 2020). Bahan penstabil yang digunakan pada umumnya salah satunya Carboxyl Methyl Cellulose, gum arab, gelatin, agar, STPP, dan gum xanthan.

Carboxyl Methyl Cellulose (CMC) merupakan salah satu hidrokoloid yang mudah larut dalam campuran dan memiliki kapasitas penahan air yang tinggi sehingga baik menjadi bahan penstabil. Pujimulyani (2009) menyatakan bahwa fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air dan memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen lain dan mencegah sineresis. Pembuatan minuman jahe instan dengan penambahan penstabil CMC 1 memberikan hasil optimal dengan kadar air 1,54 , kadar abu 0,73 , kadar gula 76 , total padatan terlarut 97,01 , dan total asam 0,16 (Firdausni, 2017). Proses pembuatan bubuk mangga dengan metode foam mat drying memperoleh hasil produk bubuk mangga terbaik dengan konsentrasi CMC 2,0 (Rani et al., 2020). Menurut Kamal, 2010 dalam (Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik) melaporkan bahwa jumlah CMC yang diizinkan untuk bahan tambahan pangan, yaitu berkisar 0,5 – 3,0 untuk mendapatkan hasil viskositas larutan dan kestabilan bahan yang optimum.

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC terhadap karakteristik bubuk daun

singkong dan menentukan konsentrasi CMC yang tepat untuk menghasilkan bubuk daun singkong dengan karakteristik terbaik dengan metode foam mat drying.

METODE

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan pada pembuatan bubuk daun singkong, yaitu daun singkong berwarna hijau tua pada bagian daun ketiga sampai daun keenam dari pucuk memiliki tangkai merah kehijauan yang berumur maksimal enam bulan yang diperoleh dari Br Dinas Nangka, Desa Bhuana Giri, Kec. Bebandem Karangasem. Bahan kimia yang digunakan, yaitu akuades, aseton 80 (Mallincrood), MgCO3 (Merck), ZnCl2 (Merck), CMC (koepoe-koepoe), maltodekstrin (Maltrin), putih telur 10 , kuersetin, AlCl3 2 , dan etanol 70 (Merck).

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu blender (miyako), mixer (miyako), oven (Blue M), loyang, timbangan analitik, baskom, sendok, aluminium foil, kertas roti, ayakan 60 mesh, pisau, kain saring, gelas ukur (Iwaki), gelas beaker (Iwaki), colorimeter, labu ukur, labu erlenmeyer (Iwaki), tabung sentrifuse, labu takar, tip mikropipet, pipet tetes, pipet mikro (Eppendorf), cawan porselen, cawan aluminium, kertas saring, stopwatch, tabung reaksi, desikator, muffle, vortex, sentrifugasi, spektrofotometer UV-VIS (Libra Biochrom), kertas Whatman no. 42, kuvet, dan lumpang.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dengan perlakuan konsentrasi CMC (C) yang terdiri dari 7 taraf, meliputi: C0 (0 ), C1 (0,5 ), C2 (1,0 ), C3 (1,5 ), C4 (2,0 ), C5 (2,5 ), dan C6 (3,0 ). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali, sehingga didapatkan 14 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan jika perlakuan berpengaruh terhadap parameter yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 (α = 0,05). Data diolah menggunakan program aplikasi SPSS.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Endapan Daun Singkong

Pembuatan endapan daun singkong diawali dengan daun singkongdisortasi, selanjutnya dibersihkan, kemudian dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang tertinggal dan ditiriskan. Daun singkong ditimbang sebanyak 200 g, dipotong kecil-kecil, dan ditambahkan air (akuades) sebanyak 600 ml. Dihancurkan menggunakan blender hingga halus, kemudian disaring dengan kain saring untuk memisahkan filtrat dan residu daun singkong. Filtrat daun singkong ditambahkan MgCO3 0,04 dan ZnCl2 0,3 (b/v), kemudian diaduk hingga merata. Filtrat didiamkan selama 24 jam hingga terbentuknya endapan pada bagian bawah larutan tersebut. Kemudian dipisahkan endapan dengan cairan untuk menghasilkan endapan saja.

Pembuatan Bubuk Daun Singkong

Pembuatan bubuk daun singkong mengacu kepada metode penelitian Rachmawati dan Liska (2020) yang dimodifikasi. Endapan sebanyak 350 ml ditambahkan maltodekstrin 3 (b/v) dan putih telur 10 (b/v), kemudian diaduk dengan rata. Setelah itu, diberi perlakuan penambahan konsentrasi CMC, yaitu 0 , 0,5 , 1,0 , 1,5 , 2,0 , 2,5 , dan 3,0 (b/v) dari berat endapan, kemudian dicampur dengan mixer ± 10 menit sampai berbusa dan dituangkan ke dalam loyang yang sudah dilapisi kertas roti dengan ketebalan ± 1 cm dan selanjutnya sampel dikeringkan menggunakan oven suhu 60oC selama 7 jam. Setelah sampel kering, sampel dihancurkan menggunakan lumpang sehingga menjadi bubuk daun singkong. Kemudian bubuk daun singkong diayak (60 mesh), residu dipisahkan, dan didapatkan hasil bubuk daun singkong.

Parameter yang Diamati

Parameter dalam penelitian ini yaitu kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), rendemen (AOAC, 1975), kadar total klorofil (Nollet, 2004), kadar flavonoid (Chan et al., 2002), kelarutan (AOAC, 1995), waktu larut (Widiatmoko dan Hartono, 1993), dan pengukuran warna sistem L*, a*, b* (Weaver, 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Nilai Rata-Rata Karakteristik Kimia Bubuk Daun Singkong

Data nilai rata-rata karakteristik kimia bubuk daun singkong yang meliputi: kadar air, kadar abu, kadar total klorofil, dan kadar flavonoid ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar air (%), kadar abu (%), total klorofil (mg/g), dan kadar flavonoid (mg QE/g) bubuk daun singkong

Perlakuan

Rata-rata Kadar   Rata-rata Kadar    Rata-rata Total       Rata-rata Kadar

Air ( )          Abu ( )       Klorofil (mg/g)     Flavonoid (mg QE/g)

C0

C1

C2

C3

C4

C5

C6

3,48±0,08e       4,84±0,38a        7,15±0,16a           9,70±0,16a

3,27±0,09e      5,00±0,30ab       7,30±0,01a          9,87±0,22ab

3,25±0,06e      5,15±0,27abc       7,56±0,33ab         10,29±0,26bc

2,65±0,22d       5,43±0,06bcd       8,09±0,28bc          10,54±0,13cd

2,32±0,04c       5,60±0,11cd        8,67±0,11cd           10,85±0,17d

1,98±0,17b      5,66±0,08cd         8,83±0,15d           11,32±0,16e

1,53±0,14a       5,77±0,04d         9,29±0,45d           11,39±0,21e

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P<0,05).

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bubuk daun singkong.

Tabel 4. menunjukkan nilai rata-rata kadar air bubuk daun singkong berkisar 1,53 – 3,48 . Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 1,53 , sedangkan kadar air tertinggi

diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 3,48 . Hal ini disebabkan oleh CMC yang memiliki kemampuan untuk menyerap air pada bahan, sehingga pada proses pengeringan air lebih mudah untuk menguap yang berakibat pada penurunan kadar air produk. Menurut Budiana et al., (2007) CMC memiliki gugus polar akan mengikat molekul-molekul air dengan ikatan hidrogen yang mengakibatkan molekul air akan terperangkap. Marchelina et al., (2020) menyatakan bahwa CMC memiliki kemampuan menyerap air lebih banyak di antara penstabil lainnya, karena CMC memiliki stabilisator yang cukup tinggi dan memiliki sifat higroskopis sehingga partikel-partikel hidrokoloid banyak mengikat air. Penelitian Rani et al., (2020) menyatakan bahwa konsentrasi CMC mampu menurunkan kadar air bubuk mangga dengan kadar air yang diperoleh berkisar antara 6,08   – 5,57 .

Hasil kadar air bubuk daun singkong yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 1,53 – 3,48 telah memenuhi standar SNI 01-4320-1996 tentang minuman serbuk instan, yaitu dengan standar kadar air maksimal sebesar 5,0 .

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu bubuk daun singkong. Tabel 4. menunjukkan nilai rata-rata kadar abu bubuk daun singkong berkisar antara 4,84 - 5,77 . Kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 4,84 , sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 5,77 . Hal ini disebabkan CMC

biasanya digunakan pada makanan sebagai garam natrium, sehingga kadar abu produk meningkat akibat adanya mineral natrium. Gustantin, 2015 menyatakan bahwa CMC yang digunakan umumnya dalam industri makanan adalah Na-Carboxylmethyl Cellulose. CMC merupakan garam dari basa kuat dan asam lemah, sehingga pH larutannya akan lebih bersifat basa karena CMC terionisasi menghasilkan anion natrium CMC dan berupa koloid yang stabil (Sari, 2008 dalam Gustantin, 2015). Penelitian Rani et al., (2020) menyatakan bahwa konsentrasi CMC mampu menaikkan kadar abu bubuk mangga dengan kadar abu yang diperoleh berkisar antara 4,55 – 4,61 . Berdasarkan SNI 01-4320-1996 tentang minuman serbuk instan kadar abu maksimal sebesar 1,5 , sehingga kadar abu bubuk daun singkong dalam penelitian ini belum memenuhi standar.

Kadar Total Klorofil

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar total klorofil bubuk daun singkong. Tabel 4. menunjukkan nilai rata-rata kadar total klorofil bubuk daun singkong berkisar antara 7,15 mg/g – 9,29 mg/g. Kadar total klorofil terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 7,15 mg/g, sedangkan kadar total klorofil tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 9,29 mg/g. Hal ini disebabkan CMC berperan sebagai penstabil terhadap putih telur dan maltodekstrin yang digunakan pada metode foam mat drying, sehingga CMC akan menstabilkan maltodekstrin sebagai lapisan film melindungi kandungan bahan serta CMC dalam busa akan

menstabilkan busa dari pengocokan putih telur yang menghasilkan busa yang tahan lama dan volume busa meningkat, sehingga memperluas permukaan bahan untuk memudahkan air pada bahan menguap maka proses pengeringan bahan akan lebih cepat dan dapat mencegah kerusakan senyawa bioaktif seperti klorofil pada proses pemanasan bahan. CMC berperan sebagai stabilizer, pengikat air, serta mampu mengikat senyawa lainnya (Mailoa et al., 2017). Menurut Arshdeep, 2008 CMC dalam metode pengeringan busa sebagai bahan penstabil busa saat proses pembusaan produk, sehingga busa memiliki stabilisator dalam fase kontinunya untuk memperpanjang daya tahan busa. Busa yang stabil selama pembusaan menyebabkan permukaan area yang sangat luas memudahkan kontak antara udara dan permukaan busa, sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat (Sangamithra et al., dalam Kartika, 2019). Kadar total klorofil bubuk daun singkong pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Rachmawati dan Liska (2020) dalam pembuatan serbuk pewarna alami daun singkong dengan metode foam mat drying, total klorofil yang dihasilkan sebesar 0,022 mg/g. Selain itu, penelitian Anditasari et al., (2014) dalam pembuatan serbuk pewarna alami daun suji dengan metode foam mat drying menghasilkan total klorofil sebesar 5,14 mg/g lebih rendah dibandingkan total klorofil bubuk daun singkong pada penelitian ini.

Kadar Flavonoid

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap kadar flavonoid bubuk daun singkong. Tabel 4. menunjukkan nilai rata-rata kadar flavonoid bubuk daun singkong berkisar antara 9,70 mg QE/g - 11,39 mg QE/g. Kadar flavonoid terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 9,70 mg QE/g, sedangkan kadar flavonoid tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 11,39 mg QE/g. Hal ini disebabkan CMC menstabilkan maltodekstrin sebagai pengisi akan membentuk film yang berperan melindungi komponen-komponen bahan serta CMC dalam busa akan menstabilkan busa agar busa tidak pecah dan busa semakin banyak, sehingga memperluas permukaan bahan untuk memudahkan air pada bahan menguap maka proses pengeringan bahan akan lebih cepat dan dapat mencegah kerusakan senyawa bioaktif dan senyawa bioaktif terlindungi dengan adanya lapisan (film) seperti flavonoid pada proses pemanasan bahan. CMC sebagai stabilisator busa meningkatkan viskoelatisitas antar muka lapisan atau dinding busa untuk meningkatkan stabilitas busa (Klitzing dan Muller, 2002 dalam Arshdeep, 2018). Karena struktur berpori dari busa dan luas permukaan yang besar, laju perpindahan massa meningkat dibandingkan dalam bentuk padat dan produk yang dihasilkan lebih baik, sehingga waktu pengeringan yang rendah dan nutrisi dapat dipertahankan (Francine et al., 2016).

Data Nilai Rata-Rata Karakteristik Fisik Bubuk Daun Singkong

Data nilai rata-rata karakteristik fisik bubuk daun singkong meliputi: kelarutan, waktu larut, dan

pengukuran warna sistem L*, a*, b* ditampilkan pada Tabel 5. dan Tabel 6.

Tabel 5. Nilai rata-rata rendemen (%), kelarutan (%), dan waktu larut (detik) bubuk daun singkong

Perlakuan              Rata-rata Kelarutan ( )             Rata-rata Waktu Larut (detik)

C0

77,23±0,20a

37,25±0,49f

C1

78,93±0,54b

35,80±0,42e

C2

79,51±0,55bc

33,50±0,14d

C3

80,12±0,18c

31,90±0,28c

C4

81,01±0,24d

31,35±0,21bc

C5

81,91±0,26e

30,75±0,35b

C6

82,82±0,11f

28,85±0,07a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P<0,05).

Kelarutan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelarutan bubuk daun singkong. Tabel 5. menunjukkan nilai rata-rata kelarutan bubuk daun singkong berkisar antara 77,23 - 82,82 . Kelarutan terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 77,23 , sedangkan kelarutan tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 82,82 . Hal ini disebabkan CMC merupakan salah satu hidrokoloid yang memiliki kelarutan yang baik dalam air panas dan dingin serta berperan sebagai hidrofilik yang mampu mengikat air, sehingga dapat meningkatkan kelarutan suatu produk. CMC sebagai bahan penstabil memiliki sifat pengemulsi untuk mempermudah CMC dicampurkan dengan bahan pangan cair karena adanya gugus polar yang akan berikatan dengan air dan tekstur bahan pangan menjadi kokoh (Anggraini, 2014). Marchelina et al., (2020) menyatakan bahwa CMC memiliki

kemampuan sebagai penstabil, pengental, meningkatkan kelarutan, dan meningkatkan tekstur, sehingga ketika ditambahkan pada produk kelarutan akan meningkat. Kelarutan bubuk daun singkong sejalan dengan penelitian Susanti et al., (2014) pada pembuatan minuman serbuk markisa merah yang menghasilkan kadar kelarutan berkisar 70,52 – 81,46 .

Waktu Larut

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap waktu larut bubuk daun singkong. Tabel 5. menunjukkan nilai rata-rata waktu larut bubuk daun singkong berkisar antara 28,85 detik – 37,25 detik. Waktu larut tercepat diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 28,85 detik, sedangkan waktu larut terlama diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 37,25 detik. Hal ini disebabkan penggunaan CMC mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Menurut Anggraini, 2014 CMC mampu mengikat air yang

dapat membentuk dispersi koloid dan meningkatkan viskositas, sehingga partikel-partikel yang tersuspensi akan tertangkap dalam sistem tersebut dan tidak akan mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi. CMC berfungsi mempertahankan kestabilan minuman agar partikel padatannya tetap terdispersi merata ke seluruh bagian, sehingga tidak mengalami pengendapan (Prasetyo et al., 2014 dalam Anggraini, 2014). Oleh karena itu bubuk akan lebih mudah dilarutkan dalam air dan mempercepat proses bubuk larut dalam air.

Pengukuran Warna Sistem L*, a*, b* Kecerahan (L*)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecerahan (L*) bubuk daun singkong. Tabel 6. menujukkan nilai rata-rata kecerahan (L*) bubuk daun singkong berkisar antara 13,45 – 18,50. Nilai kecerahan (L*) terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 13,45, sedangkan nilai kecerahan (L*) tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 18,50. Nilai L*

menyatakan tingkat kecerahan atau gelap terang dari bahan dengan kisaran 0-100, dimana nilai 0 menyatakan warna hitam atau gelap, sedangkan nilai 100 menyatakan warna putih atau terang (Yuwono et al., 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai L* yang didapatkan dalam penelitian ini rendah, sehingga nilai L* bubuk daun singkong yang dihasilkan ialah warna gelap. Hal ini disebabkan CMC yang mampu menstabilkan busa saat proses pembusaan, sehingga busa yang terbentuk semakin banyak serta memperluas permukaan bahan yang dapat mempertahankan pigmen hijau saat proses pengeringan yang menyebabkan tingkat kecerahan semakin rendah. Arancibia et al., (2016) menyatakan bahwa CMC digunakan dalam produk karena tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan membentuk larutan jernih tanpa kekeruhan. Nilai L* pada bubuk daun singkong rendah dipengaruhi oleh kandungan total klorofil yang terdapat pada bubuk daun singkong tinggi, sehingga tingkat kecerahan bubuk daun singkong rendah.

Tabel 6. Nilai rata-rata pengukuran warna sistem L*, a*, b* bubuk daun singkong

Perlakuan

Rata-rata Nilai L*

Rata-rata Nilai a*

Rata-rata Nilai b*

C0

18,50±0,42e

-30,20±0,42d

18,00±0,28f

C1

17,80±0,28e

-31,20±0,57c

16,90±0,42e

C2

17,00±0,14d

-31,95±0,35bc

16,75±0,21e

C3

16,15±0,49c

-33,00±0,28ab

15,35±0,49d

C4

15,45±0,35bc

-34,45±0,21ab

13,60±0,14c

C5

14,75±0,21b

-35,80±0,14a

11,45±0,35b

C6

13,45±0,07a

-36,15±0,07a

10,55±0,07a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P<0,05)


Tingkat Kehijauan (a*)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kehijauan (a*) bubuk daun singkong. Tabel 6. menunjukkan nilai rata-rata kehijauan (a*) bubuk daun singkong berkisar antara -30,20 – -36,15. Nilai negatif tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu -36,15, sedangkan nilai negatif terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu -30,20. Nilai a* menyatakan tingkat warna merah-hijau dengan nilai sekitar -100 sampai +100. Nilai negatif menunjukkan warna hijau, sedangkan nilai positif menunjukkan warna merah. Hal ini disebabkan CMC yang mampu berikatan dengan putih telur dan maltodekstrin akan menstabilkan busa serta menstabilkan terbentuknya lapisan pelindung senyawa klorofil yang menghasilkan warna hijau, sehingga dapat mempertahankan zat warna produk akibat pemanasan. Penambahan konsentrasi CMC meningkatkan kecepatan proses pengeringan produk, sehingga mencegah proses pencokelatan atau perubahan warna pada produk. Nilai a* juga dipengaruhi oleh kandungan total klorofil pada bahan, sehingga semakin tinggi kandungan klorofil pada bahan maka warna hijau yang dihasilkan akan semakin hijau. Francine et al., 2016 menyatakan bahwa karena struktur berpori dari busa dan luas permukaan yang besar, laju perpindahan massa meningkat dan produk yang dihasilkan lebih baik, sehingga waktu pengeringan yang rendah dan tingkat pencoklatan jauh lebih rendah.

Tingkat Kekuningan (b )

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekuningan (b*) bubuk daun singkong. Tabel 6. menunjukkan nilai rata-rata kekuningan (b*) bubuk daun singkong berkisar antara 10,55 – 18,00. Intensitas warna kekuningan (b*) terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 10,55, sedangkan intensitas warna kekuningan (b*) tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 18,00. Nilai b* menyatakan tingkat warna biru-kuning dengan nilai sekitar -100 sampai +100. Nilai negatif menunjukkan warna biru, sedangkan nilai positif menunjukkan warna kuning. Hal ini disebabkan CMC berperan sebagai stabilisasi busa yang dapat berikatan dengan putih telur dan maltodekstrin, sehingga busa yang terbentuk oleh putih telur akan tidak mudah pecah dan volume busa meningkat yang menyebabkan proses pengeringan lebih cepat untuk mencegah perubahan warna akibat pemanasan serta CMC menstabilkan maltodekstrin sebagai pengisi yang akan membentuk lapisan melindungi senyawa klorofil. Tanaman memiliki dua macam klorofil, yaitu klorofil a dan klorofil b. Menurut Nurdin et al., (2009) menyatakan bahwa klorofil b menunjukkan warna kuning-hijau, sedangkan klorofil a menunjukkan warna biru-hijau. Prasetyo et al., (2012) melaporkan bahwa jumlah kandungan klorofil a yang terdapat di dalam daun singkong lebih banyak daripada klorofil b dengan rasio sebesar 2,6 : 1, sehingga memiliki nilai kekuningan yang rendah. Menurut Tranggono (1988) dalam Cahyadi (2017),

melaporkan bahwa kemampuan dari hidrokoloid ini (penstabil), yaitu berfungsi sebagai bahan pembentuk suspensi atau koloid pelindung yang dapat menghindari perubahan warna.

Rendemen Bubuk Daun Singkong

Data nilai rata-rata rendemen bubuk daun singkong ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata-rata rendemen (%) bubuk daun singkong

Perlakuan

Rata-rata Rendemen ( )

C0

C1

C2

C3

C4

C5

C6

7,24±0,06a 8,07±0,18b 8,86±0,24c 9,79±0,26d 10,24±0,22e 10,90±0,10f 11,09±0,04f

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CMC berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen bubuk daun singkong. Tabel 7. menunjukkan nilai rata-rata rendemen bubuk daun singkong berkisar antara 7,24 -11,09 . Rendemen terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 0 , yaitu 7,24 , sedangkan rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi CMC 3,0 , yaitu 11,09 . Hal ini disebabkan CMC mampu berikatan dengan putih telur dan maltodekstrin yang dapat meningkatkan total padatan terlarut produk, serta CMC akan menstabilkan produk saat proses pembusaan, sehingga komponen-komponen yang ada menjadi stabil terikat oleh putih telur dan maltodekstrin yang akan meningkatkan jumlah rendemen produk. Rahmaningtyas et al., (2016) menyatakan bahwa CMC merupakan salah satu bahan penstabil yang memiliki kemampuan untuk mengikat gula, air,

lemak, asam-asam   organik, dan komponen-

komponen lain sehingga menjadi lebih stabil dan jika gula, air, lemak, asam-asam organik, dan komponen-komponen lain terikat dengan baik maka padatan terlarutnya akan lebih tinggi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Budiana et al., (2007) pada pengaruh jenis bahan penstabil dan suhu pengeringan terhadap karakteristik sambal terasi bubuk yang melaporkan bahwa pengaruh CMC sebagai bahan penstabil dan suhu pengeringan dapat menyebabkan rendemen mengalami peningkatan, yaitu CMC berkisar 32,20 – 35,70 . Adapun penelitian Uli et al., (2019) pada pengaruh penambahan konsentrasi CMC terhadap mutu selai nanas yang melaporkan bahwa pengaruh konsentrasi CMC 1,5 memberikan rata-rata rendemen selai nanas lebih tinggi, yaitu 6,90 dibandingkan dengan konsentrasi CMC 0,5 dan 1,0 .

KESIMPULAN

Konsentrasi CMC berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, rendemen, kadar total klorofil, kadar flavonoid, kelarutan, waktu larut, dan pengukuran warna sistem L*, a*, b* pada bubuk daun singkong dengan metode foam mat drying.

Perlakuan konsentrasi CMC sebesar 3,0 menghasilkan bubuk daun singkong dengan karakteristik terbaik dengan kriteria kadar air 1,53 , kadar abu 5,77 , rendemen 11,09 , total klorofil 9,29 mg/g, kadar flavonoid 11,39 mg QE/g, kelarutan 82,82 , waktu larut 28,85 detik, nilai L* 13,45, nilai a* -36,15, dan nilai b* 10,55.

DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra. 2014. Daya Anti-atherosclerosis Zn-Turunan Klorofil dari Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) pada Kelinci Percobaan. PhD Thesis. Tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anditasari, K. H. D. 2014. Potensi Daun Suji (Pleomele angustifolia) sebagai serbuk Pewarna Alami (Kajian Konsentrasi Dekstrin dan Putih Telur terhadap Karakteristik Serbuk). PhD Thesis. Tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya, Malang.

Anggraini, D. N. 2014. Penambahan Carboxy Methyle Cellulose (CMC) pada Minuman Madu Sari Apel ditinjau dari Rasa, Aroma, Warna, pH, Viskositas, dan Kekeruhan. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijiaya, Malang.

Arancibia, C., R. N. Lisboa, R. N. Zuniga, dan S. Matiacevich. 2016. Application of CMC as Thickener on Nanoemulsions Based on Olive Oil: Physical Properties and Stability. International Journal of Polymer Science.

Arshdeep, S. B. 2018. Optimazation of Foam Mat Drying Process for Peaches. PhD Thesis.

Master of Applied Sciences in Engineering, University of Guelph, Canada.

Budiana, A. P., N. Suliasih, dan Sumartini. 2007. Pengaruh Jenis Bahan Penstabil dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Sambal Terasi Bubuk. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknik, Universitas Pasundan.

Cahyadi, W., T. Widiantara, dan P.S. Rahmawati. 2017. Penambahan Konsentrasi Bahan Penstabil dan Sukrosa terhadap Karakteristik Sorbet Murbei Hitam. Jurnal Teknologi Pangan Pasundan. 4(3):218-224.

Firdausni, W. Hermianti, dan R, Kumar. 2017. Pengaruh Penggunaan Sukrosa dan Penstabil Karboksil Metil selulosa (CMC) terhadap Mutu dan Gingerol Jahe Instan. Jurnal Litbang Industri. 7(2):137-146.

Gustantin, S. A . 2015. Karakteristik Fisik, Kimia, dan Organoleptik Susu Berbahan baku Kedelai (Glycine max L. Merill) dan Koro Kratok (Phaseolus lunatus L.) Putih dengan Penambahan Carboxyl Methyl Cellulose. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Universitas Jember.

Kamsiati, E. 2006. Pembuatan bubuk sari buah tomat (Licopersicon esculentum Mill.) dengan metode foam mat drying. Jurnal Teknologi Pertanian. 7(2):113-119.

Kamal, N. 2010. Pengaruh bahan aditif CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) terhadap beberapa parameter pada larutan sukrosa. Jurnal Teknologi. 1(17):78-84.

Kurniasari, F., I. Hartati dan L. Kurniasari. 2019. Aplikasi metode foam mat drying pada pembuatan bubuk jahe (Zingiber officinale). Jurnal Inovasi Teknik Kimia. 4(1):7-10.

Mailoa, M., S. Rodiyah, dan Syane. 2017. Pengaruh Konsentrasi Carboxyl Methyl Celulose terhadap Kualitas Es Krim Ubi Jalar (Ipomea batatas L.). Jurnal Teknologi Pertanian. 6(2):45-51.

Marchelina, C., Hotnida, S., dan Linda, M. L. 2020. Effect of the Types and Percentages of Stabilizer on the Quality of Instant Garfish Condiment. Indonesian Journal of Agricultural Reasearch. 3(1):10-22.

Neldawati, Ratnawulan, dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar

Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Jurnal FMIPA.

Nurdin, C. M. Kusharto, I. Tanziha, dan M . Januwati. 2009. Kandungan Klorofil berbagai Jenis Daun Tanaman dan Cu-Turunan Klorofil serta Karakteristik Fisko-Kimianya. Jurnal Gizi dan Pangan. 4(1): 13-19.

Nurliasari, D., dan D. Wiraputra. 2018. Produksi pigmen klorofil terenkapsulasi dari daun kangkung (Ipomea reptans Poir.) dengan teknik mikroenkapsulasi. Jurnal TEGI. 10(1):1-7.

Nusa, M. I. 2019. Kinetika pengeringan sari buah mengkudu dengan metode foam mat drying. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. 3(1):28-36.

Prasetyo, S., H. Sunjaya, dan Yanuar. 2012. Pengaruh Rasio Massa Jenis Pelarut pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch dengan Pengontakan Dispersi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Prahayangan.

Purbasari, D. 2019. Aplikasi metode foam mat drying dalam pembuatan bubuk susu kedelai instan. Jurnal Agroteknologi. 13(1):52-61.

Puspitarini, B. A . 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Singkong (Manihot Felium) Menggunakan Metode Diphenylpicryl Hydrazyl (DPPH). Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Rachman, F., S. Hartati, E. Sudarmonowati, dan P. Simanjuntak. 2016. Aktivitas Antioksidan Daun dan Umbi dari Jenis Singkong (Manihot utilissima Pohl). Jurnal Biopropal Industri. 7(2):47-52.

Rachmawati, W., dan Liska, R. 2020. Pengembangan Klorofil dari Daun Singkong sebagai Pewarna

Makanan Alami. Jurnal Pharmacosscript. 3(1):87-97.

Rahmaningtyas, E., N. M. Yusa, dan N. N. Puspawati. 2016. Pengaruh Penambahan CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) terhadap Karakteristik Sirup Salak Bali (Salacca zalacca var. Amboinensis) Selama Penyimpanan. Jurnal ITEPA. 5(2): 20-29.

Rajkumar, P., R. Kailappan, R. Viswanathan, G.S.V. Raghavan dan C. Ratti. 2007. Studies on foammat drying of alphonso mango pulp. Drying Technology. 25(2):357-365.

Ramdhania, V., Mariani dan C. Cahyana. 2016. Penggunaan Pewarna Alami Ekstrak Daun Singkong pada Kue Bugis terhadap Daya Terima Konsumen. PhD Thesis. Tidak dipublikasikan. Universitas Jakarta, Jakarta.

Rani, N., A.K. Verma, P.C. Sharma, R. Saini, dan Shivani. 2020. Composition and Characterization of Foam Mat Dried Powder Prepared from Sedling and Cultivated Mango Cultivars of Himalaya Region. International Journal of Currents Microbiology and Applied Sciences. 9(5): 593-611.

Solikhah, R., E. Purwantoyo, dan E. Rudyatmi. 2019. Aktivitas antioksidan dan kadar klorofil kultivar singkong di daerah wonosobo. Jurnal Life Science. 8(1):86- 95.

Widyasanti, A., M.S. Sudaryanto, dan A. Asgar. 2019. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Proses Blansing terhadap Mutu Tepung Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan Metode Oven Konveksi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 3(1):9- 17.

Yuwono, S.S., dan A.A. Zulifah. 2015. Formulasi Beras Analog Berbasis Tepung Mocaf dengan Penambahan CMC dan Tepung Ampas Tahu. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4):1465-1472.

755