Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,                                               ISSN : 2527-8010 (Online)

Emma Rahmasari dkk./ Itepa 11 (3) 2022 555-567

Pengaruh Konsentrasi Starter dan Gula terhadap Karakteristik Wine Jahe

The Effect of Starter and Sugar Concentration on The Characteristics of Ginger Wine

Emma Rahmasari1*, Ni Wayan Wisaniyasa1, I Nengah Kencana Putra1

PS. Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

* Penulis korepondensi: Ni Wayan Wisaniyasa, Email: [email protected]

Abstract

This research was aimed to determine the effect of starter and sugar concentration on the characteristics of ginger wine and to determine the optimal concentration of starter and sugar to obtain the best characteristics of ginger wine. This study used a Completely Randomized Design with two factors. The first factor was the concentration of starter namely: 10, 15, and 20% (v/v), and the second factor was sugar concentration, namely: 20, 25, and 30% (w/v). The parameter tested were alcohol (ethanol) level, reducing sugar, total acid, acidity (pH), total soluble solid, as well as the sensory evaluation with hedonic tests on the color, smell, taste, overall acceptance, and scoring tests on the sweet and bitter tasted. The results showed that the interaction between the concentration of starter and sugar had a significant effect on reducing sugar, total acid, and total soluble solids, but the interaction did not have a significant effect on the ethanol level and pH, only showed the significant effect against the concentration of starter and sugar. Ginger wine with the best characteristics was obtained from combination starter concentration of 15% (v/v) and sugar 25% (w/v) with ethanol level, reducing sugar, total acid, pH and total soluble solid of wine were 8,78%; 1,60oBrix, 0,30%, 3,54 and 7,65%, respectively; and with the color and aroma liked, ordinary taste, slightly sweet, bitter, and overall acceptance liked.

Keywords: ginger, starter, sugar, wine characteristics

PENDAHULUAN

Jahe (Zingiber officinale) merupakan rempah yang banyak dimanfaatkan untuk dikonsumsi baik secara langsung maupun dalam bentuk olahan, sebagai obat dan bumbu. Minyak atsiri jahe seperti shogaol, gingerol, zingeron, dan antioksidan alami lainnya berkhasiat mencegah dan mengobati berbagai penyakit dari yang ringan sampai yang berat (Aryanta, 2019). Indonesia merupakan salah satu negara penghasil jahe terbesar di dunia dengan luas panen tanaman jahe menjadi yang paling tinggi dan menjadi tanaman biofarmaka kelompok rimpang yang produksinya terbesar pada tahun 2018 hingga mencapai 207.411,86 ton (Badan Pusat Statistik, 2018). Mengingat manfaat jahe serta fakta bahwa

Indonesa merupakan salah satu negara penghasl jahe terbesar di dunia, maka perlu upaya untuk memperkaya olahan berbahan jahe di Indonesia. Salah satu olahan yang bisa dibuat dari jahe adalah wine. Di negara barat selain dimanfaatkan dalam industri makanan jahe juga diproduksi dalam bentuk minuman beralkohol seperti bir, ginger ale, dan anggur (Purseglove et al., 1980 dalam Yanti et al., 1992). Untuk produk minuman berbahan jahe seperti wine, jahe yang umum digunakan adalah jenis jahe yang tidak terlalu berserat serta tidak terlalu pedas. Bahan baku terbaik untuk pembuatan wine adalah jahe gajah atau badak (Yanti et al., 1992). Pengolahan jahe menjadi wine diharapkan menjadi alternatif pengawetan bahan pangan yang mudah rusak serta meningkatkan nilai jualnya.

W ne adalah m numan beralkohol has l fermentasi oleh yeast Saccharomyces cerevisiae yang telah dikenal di berbagai negara tak terkecuali Indonesia. Wine merupakan salah satu minuman fermentasi fungsional yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan (Varghese dan Nirali, 2020). Umumnya untuk memproduksi wine dibutuhkan bahan yang memiliki kandungan gula 15-18 (Sugiyatno, 2018) maupun bahan yang dapat menghasilkan gula sebagai bahan dasar fermentasi (Hawusiwa et al., 2015). Karena kurangnya kandungan gula serta bahan yang dapat menghasilkan gula pada jahe, maka pembuatan wine jahe diperlukan penambahan sukrosa untuk bisa menghasilkan wine jahe yang sesuai syarat mutu wine.

Konsentrasi gula yang ditambahkan untuk pembuatan wine akan mempengaruhi kadar etanol wine karena jumlah bahan yang diubah menjadi etanol ditentukan oleh jumlah gula bahan (Gunam et al., 2009). Gula difermentasi oleh yeast menjadi etanol dan CO2. Banyaknya gula yang ditambahkan perlu diketahui karena konsentrasi gula yang terlalu tinggi mengakibatkan yeast mati sehingga fermentasi tidak berlangsung (Gunam et al., 2009) serta menghasilkan gula sisa tinggi sehingga kualitas wine tidak bagus (Ariyanto et al., 2013). Konsentrasi gula yang terlalu rendah menyebabkan pertumbuhan yeast lebih singkat dan etanolnya rendah. Penelitian Dias et al., (2018) mengenai wine jahe dengan penambahan gula 1 kg dalam 4 liter air setelah difermentasi 21 hari menghasilkan wine berwarna kuning dengan kadar alkohol 16,0 . Menurut Rahayu dan Kuswanto (1988) serta Wrasiati et al., (2002) dalam Gunam et al., (2009) pada pembuatan wine gula yang

d tambahkan maks mum 30 . Menurut Wisaniyasa et al., (2017), konsentrasi gula optimum untuk menghasilkan alkohol optimum adalah 20 , sedangkan menurut Gunam et al., (2009) karakteristik wine salak terbaik dan paling disukai panelis adalah wine salak jenis gula pasir penambahan gula 25 (b/v) dengan konsentrasi alkohol tertinggi yaitu 14.81 .

Dalam pembuatan wine konsentrasi starter juga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas wine. Tujuan penambahan starter adalah untuk membantu fermentasi berjalan lebih cepat dan mengarahkan pada fermentasi yang lebih sempurna sehingga d ihasilkan kadar alkohol yang sesuai standar (Gunam et al., 2018). Penambahan starter yang tidak tepat akan mengakibatkan fermentasi terhambat. Menurut Kusumawati (2013) penambahan starter yang terlalu sed ikit menyebabkan yeast tidak mampu mengonversi gula menjadi alkohol secara optimal. Konsentrasi starter yang terlalu tinggi menyebabkan fermentasi terhambat karena jumlah yeast terlalu banyak dibandingkan nutrisi yang tersedia sehingga terjadi kompetisi dalam pemenuhan nutrisi yang mengakibatkan pembentukan enzim terhambat dan mengakibatkan laju metabolisme yeast juga terhambat. Menurut Gunam et al., (2018) konsentrasi starter yang menghasilkan kualitas aroma dan rasa wine salak terbaik dengan kadar alkohol tertinggi (12,25 ) adalah konsentrasi starter 15 . Sejalan dengan Pratiwi et al., (2019) yang melaporkan bahwa konsentrasi starter 15 dalam pembuatan wine buah naga merah menghasilkan wine dengan kualitas terbaik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

starter dan konsentasi gula terhadap karakeristik wine jahe serta untuk mengetahui konsentrasi starter dan konsentrasi gula yang tepat yang dapat menghasilkan wine jahe dengan karakteristik terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Teknik Pasca Panen, dan Laboratorium M ikrobiologi Pangan Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Gedung Agrokompleks, Kampus Sudirman Universitas Udayana.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari bahan baku yaitu jahe gajah (Zingiber officinale var. Roscoe), asam sitrat merk Gajah yang dibeli dari Pasar Tradisional Windu Bhoga, Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, gula pasir merk gulaku, air mineral (Aqua), ragi roti instan (Saccharomyces cerevisiae) merk Fermipan dari PT. Sangra Ratu Boga yang diperoleh dari super market Tiara Dewata di Denpasar, aquades yang dibeli di Toko Saba Kimia Denpasar, natrium metabisulfit, indikator fenolftalein (indikator pp), NaOH 0,09537 N, glukosa, larutan arsenomolibdat, larutan Nelson A dan Larutan Nelson B yang dibeli dari laboratorium analisis pangan FTP, UNUD.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik (Shimadzu AUX220, Jepang), panci, baskom, kompor gas (Sinai), pisau, talenan, kain kasa, corong, centong sayur, kertas

saring, gelas ukur (Pyrex), botol kaca gelap 500 ml, pH meter digital (Martini Instrument, USA), autoklaf, buret, klem dan statif, refractometer gatago, labu takar 5 ml dan 100 ml (Pyrex), cup saos, erlenmeyer 250 ml (Pyrex), gelas beaker (Pyrex), pipet ukur, boult, pipet tetes, mikropipet, waterbath, destilator (Behrotest), tabung reaksi (Pyrex), vortex (Labnet), kromatografi gas (Shimadzu        C-R6A        chromatopac),

spektrofotometer, termometer, tisu, rak tabung reaksi serta kertas label.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi starter (S), yang terdiri dari tiga taraf yaitu : S1 = konsentrasi starter 10 (v/v) S2 = konsentrasi starter 15 (v/v) S3 = konsentrasi starter 20 (v/v)

Faktor kedua adalah konsentrasi gula (G), yang terdiri dari tiga taraf yaitu :

G1 = konsentrasi gula 20 (b/v)

G2 = konsentrasi gula 25 (b/v)

G3 = konsentrasi gula 30 (b/v)

Dari perlakuan diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan sampel dan sterilisasi alat, pembuatan starter wine jahe, dan pembuatan wine jahe.

Persiapan Sampel dan Sterilisasi Alat

Jahe gajah disortasi, dikupas kulitnya, d icuci dengan air mengalir lalu dipotong tipis-tipis agar

jahe terekstrak dengan optmal. Sterlsas botol kaca gelap 500 ml dan botol kaca 4 liter untuk pembuatan starter dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi centong sayur, selang, kain saring, corong dan wadah dilakukan dengan merebus selama 10 menit, serta dilakukan sterilisasi pH meter, gelas beker, gelas ukur, termometer dan pisau dengan sterilisasi menggunakan alkohol. Seluruh alat lalu diangkat dan dikeringkan.

Pembuatan Starter Wine

Jahe ditimbang sebanyak 320 gram, ditambahkan air dengan perbandingan jahe : air adalah 1 : 5 atau 320 gram jahe : 1600 ml air, ditambahkan bubuk natrium metabisulfit 50 ppm (80 mg) kemudian diekstrak selama 30 menit pada suhu 63oC. Ekstrak jahe lalu disaring menggunakan kain yang telah d irebus sebelumnya. Filtrat kemudian ditambahkan gula pasir (sukrosa) sebanyak 10 volume ekstrak atau 160 gram (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2015), dipasteurisasi pada suhu 63oC selama beberapa menit disertai dengan pengadukan untuk memudahkan gula larut. Pasteurisasi dihentikan jika seluruh gula sudah larut lalu didinginkan hingga suhunya 30oC. pH larutan lalu diatur hingga mencapai pH 4 menggunakan asam sitrat untuk menurunkan pH, ditambahkan ragi roti instan (Saccharomyces cerevisiae) merk fermipan sebanyak 2 (26 gram), starter jahe lalu dibotolkan. Mulut botol ditutup aluminium foil, dimasukkan selang yang terhubung dengan botol berisi air bersih untuk keluarnya CO2 selama fermentasi. Mulut botol juga ditutup dengan plastisin, lalu difermentasi pada suhu ruang selama 24 jam.

Pembuatan Wine Jahe

Jahe d tmbang sebanyak 1200 gram, ditambahkan air dengan perbandingan jahe : air adalah 1 : 5 atau 1200 gram jahe : 6000 ml air, ditambahkan natrium metabisulfit 50 ppm (300 mg) kemudian diekstrak selama 30 menit pada suhu 63oC. Setelah itu ekstrak jahe disaring menggunakan kain saring dan pH filtrat diatur hingga mencapai 4,0. Filtrat selanjutnya dibagi menjadi tiga bagian dan masing-masing ditambahkan gula sesuai perlakuan yaitu 20 , 25 atau 30 . Dipasteurisasi pada suhu 63oC selama beberapa menit disertai dengan pengadukan untuk memudahkan gula larut. Pasteurisasi dihentikan jika seluruh gula sudah larut lalu didinginkan hingga suhunya 30oC. Filtrat diaduk dan ditambahkan starter 10 , 15 atau 20 . Sebelum starter ditambahkan, pantat botol digojok perlahan agar starter yang ditambahkan homogen. Pengisian wine dalam botol dilakukan maksimal tiga perempatnya atau 375 ml dalam botol 500 ml. Botol ditutup menggunakan aluminium foil dengan selang yang d ihubungkan dengan botol berisi air bersih. Bagian atas lubang masuknya selang ditutup menggunakan plastisin agar selang tidak bergeser dan mencegah udara masuk. Pemasangan selang bertujuan sebagai saluran keluarnya CO2 yang dihasilkan saat fermentasi berlangsung. Wine difermentasi dalam kondisi anaerob selama 14 hari pada suhu ruang.

Parameter Yang Diamati

Parameter yang diamati yaitu kadar etanol dengan Gas Chromatography (AOAC, 1987), gula reduksi dengan metode Nelson Somogyi (Sudarmadji et al., 1984), total asam dengan metode titrasi (Apriyanto, 1989), derajat keasaman (pH) menggunakan pH meter digital (AOAC,

1995), total padatan terlarut dilakukan menggunakan refraktrometer (Harijono et al., 2001), dan evaluasi sensoris dengan uji hedonik terhadap rasa, warna, aroma dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap rasa manis dan pahit menurut Soekarto (1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Etanol

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi starter dan konsentrasi gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar etanol wine jahe, sedangkan pengaruh masing-masing perlakuan konsentrasi starter dan konsentrasi gula memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Nilai rata-rata kadar etanol wine jahe dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata total etanol wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

20

25

30

10

7,68 ± 0,06

8,38 ± 0,08

6,82 ± 0,07

7,63 ± 0,70 a

15

7,45 ± 0,66

8,78 ± 0,01

6,97 ± 0,01

7,73 ± 0,89 a

20

6,99 ± 0,01

8,16 ± 0,08

6,61 ± 0,03

7,25 ± 0,72 b

7,37 ± 0,43 b

8,44 ± 0,29 a

6,80 ± 0,17 c

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada bars yang sama atau d bawah n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

N la rata-rata kadar etanol w ne jahe berkisar antara 6,61   - 8,78 . Nilai terendah

terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 20 dan konsentrasi gula 30 , sedangkan nilai tertinggi adalah konsentrasi starter 15 dan konsentrasi gula 25 . Peningkatan penambahan starter mempengaruhi kadar etanol wine jahe. Semakin banyak konsentrasi starter yang ditambahkan dapat meningkatkan kadar etanol wine. Akan tetapi pada penambahan starter tertinggi yaitu 20 nilai kadar etanol wine jahe mengalami penurunan. Hal ini karena penambahan starter 20 mikrobanya terlalu banyak dibandingkan nutrisi sehingga menyebabkan yeast saling bersaing mendapatkan nutrisi dan lemah dalam memproduksi alkohol. Yeast lebih banyak menggunakan nutrisi untuk bertahan hidup dari

pada merombak gula manjad alkohol (Febr ana et al., 2018).

Pada perlakuan penambahan gula dapat dilihat bahwa penambahan gula hingga batas tertentu menyebabkan kadar etanol wine jahe meningkat. Kadar etanol wine jahe meningkat sesuai dengan konsentrasi gula yang terkandung pada medium. Semakin banyak substrat dalam medium untuk yeast bermetabolisme, maka menghasilkan etanol yang semakin banyak, namun ada batasan maksimal konsentrasi substrat untuk proses fermentasi alkohol (Gunam et al., 2018).

Batas maksimal konsentrasi substrat untuk fermentasi alkohol pada pembuatan wine jahe terlihat dari kadar etanol dengan penambahan gula 30 yang mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi gula 30 tekanan osmotiknya terlalu tinggi yang

menyebabkan yeast tdak akt f lag mengonvers gula (Gunam dan Wrasiati, 2009). Konsentrasi gula di luar sel yang terlalu tinggi menyebabkan besarnya perbedaan konsentrasi dan tekanan osmosis antara lingkungan dengan cairan sel sehingga yeast kehilangan air akibat berada dalam larutan hipertonik. Hal tersebut menyebabkan plasmolysis yaitu dinding sel mengalami denaturasi protein yang mengakibatkan sel terganggu dan akhirnya mati. Kadar etanol wine jahe dengan konsentrasi starter dan gula yang memenuhi syarat mutu wine buah menurut SNI 014019-1996 sebanyak 8 – 20   (v/v) adalah

konsentrasi starter 10 dan gula 25 , starter 15 dan gula 25 serta starter 20 dan gula 25 yaitu 8,38 , 8,78 dan 8,16 . Rendahnya kadar etanol

juga d ka tkan dengan tngg nya total asam yang diperoleh yang melebihi SNI. Alkohol yang telah terbentuk menurun akibat teroksidasi menjadi asetaldehid dan oksidasi lanjut akan menghasilkan asam asetat (Buckle, K. A, 1987 dalam Sugiyatno, 2018).Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi starter dan konsentrasi gula berpengaruh

Gula Reduksi

Hasil sidik ragam menunjukan interaksi antara konsentrasi starter dan konsentrasi gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap gula reduksi wine jahe. Nilai rata-rata gula reduksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata gula reduksi wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

20

25

30

10

2,61 ± 0,05 b

1,70 ± 0,03 c

5,03 ± 0,10 a

b

a

b

15

2,58 ± 0,03 b

1,41 ± 0,01 c

3,86 ± 0,06 a

b

b

c

20

2,95 ± 0,03 b

1,71 ± 0,03 c

5,73 ± 0,06 a

a

a

a

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada bars yang sama atau d bawah n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

N la rata-rata gula reduks w ne jahe berkisar antara 1,41 - 5,73 . Nilai gula reduksi terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 15 dan gula 25 , sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 20 dan konsentrasi gula 30 . Pada penambahan starter dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan starter maka gula reduksi wine jahe semakin rendah karena yeast yang

tumbuh selama fermentas akan mengubah gula dalam substrat untuk memproduksi etanol, sehingga semakin banyak konsentrasi starter yang ditambahkan maka semakin banyak gula yang digunakan oleh yeast sehingga gula reduksi semakin sedikit. Akan tetapi penambahan starter yang terlalu banyak menyebabkan gula reduksi wine jahe tinggi karena menyebabkan kompetisi dalam pemenuhan nutrisi yang mengakibatkan

pembentukan enzim dan laju metabolisme yeast dalam mengubah gula terhambat. Terhambatnya aktivitas yeast menyebabkan banyaknya gula yang tidak d ifermentasi sehingga gula reduksi akan semakin tinggi.

Konsentrasi gula tertinggi menghasilkan total padatan terlarut tertinggi. Hal ini karena banyaknya gula yang ditambahkan menyebabkan yeast tidak optimum mengonversi gula sehingga masih banyak gula sisa. Penurunan gula selama fermentasi mengindikasikan adanya penggunaan glukosa oleh yeast. Glukosa d igunakan yeast untuk

tumbuh dan berkembangbiak serta menghasilkan alkohol, sehingga semakin tinggi alkohol wine akan menyebabkan kadar gula reduksi semakin rendah. Konsentrasi gula awal yang terlalu tinggi mengakibat konsentrasi gula sisa tinggi sehingga kualitas wine kurang bagus (Ariyanto et al., 2013). Total Asam

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi starter dan konsentrasi gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total asam wine jahe. Nilai rata-rata total asam wine jahe dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata total asam wine jahe

Konsentras Starter

Konsentras Gula

20                    25                     30

10

0,32 ± 0,001 b          0,31 ± 0,003 b          0,35 ± 0,002 a

a                   ab                    b

15

0,31 ± 0,001 b         0,30 ± 0,001 c          0,34 ± 0,001 a

a                     c                      c

20

0,32 ± 0,003 b          0,31 ± 0,003 b          0,37 ± 0,003 a

a                      a                       a

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada bars yang sama atau d bawah n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

N la rata-rata total asam w ne jahe berk sar antara 0,30 - 0,37 . Nilai total asam terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 15 dan konsentrasi gula 25 , sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 20 dan konsentrasi gula 30 . Pada perlakuan penambahan gula dapat dilihat bahwa terjadi penurunan total asam seiring penambahan gula pada wine jahe hingga penambahan gula tertentu namun selanjutnya total asam mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena dengan konsentrasi gula yang semakin tinggi maka kadar alkohol yang dihasilkan semakin tinggi, sedangkan asam merupakan hasil samping fermentasi untuk

menghas lkan alkohol. Dengan semak n t ngg kadar alkohol yang dihasilkan maka bakteri pembentuk asam akan semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga total asam yang dihasilkan akan semakin rendah (Gunam et al., 2018). Total asam pada penambahan gula 30 yang tinggi disebabkan karena gula yang terlalu tinggi menghambat aktivitas yeast. Seperti dijelaskan diatas aktivitas yeast yang terhambat menyebabkan alkohol rendah dan total asam tinggi karena bakteri pembentuk asam tidak terhambat pertumbuhannya.

Menurut SNI 01-4019-1996 batas total asam pada wine yaitu 0,2 , dengan demikian semua

perlakuan wine jahe yang dihasilkan tidak memenuhi standar SNI yang telah d itetapkan. Menurut Gunam et al., (2018) apabila total asam yang terdeteksi melebihi batas total asam maksimum, maka wine diindikasikan terkontaminasi bakteri seperti bakteri Acetobacter aceti. Adanya bakteri Acetobacter aceti ini disebabkan karena kurang aseptisnya proses pembuatan atau karena adanya oksigen yang masuk saat proses fermentasi berlangsung,

sehingga bakteri kontaminan bisa hidup dan berkembang yang menyebabkan wine asam.

Derajat Keasaman (pH)

Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi antara konsentrasi starter dan konsentrasi gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap derajat keasaman (pH) wine jahe, sedangkan pengaruh masing-masing perlakuan konsentrasi starter dan konsentrasi gula memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

X Konsentrasi Starter

20

25

30

10

3,47 ± 0,01

3,55 ± 0,01

3,45 ± 0,00

3,49 ± 0,05 b

15

3,48 ± 0,02

3,56 ± 0,00

3,47± 0,01

3,50 ± 0,05 a

20

3,47 ± 0,04

3,52 ± 0,00

3,42 ± 0,01

3,47 ± 0,05 c

X Rasio

3,47 ± 0,02 b

3,54 ± 0,02 a

3,45 ± 0,02 c

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada bars yang sama atau d bawah n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

N la rata-rata derajat keasaman (pH) w ne jahe berkisar antara 3,42 – 3,56. Nilai derajat keasaman (pH) terendah terdapat pada konsentrasi starter 20 dan konsentrasi gula 30 , sedangkan derajat keasamasn (pH) tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 15 dan konsentrasi gula 25 . Pada perlakuan penambahan gula dapat terlihat bahwa peningkatan penambahan gula menyebabkan pH meningkat. Hal ini d isebabkan karena gula yang ditambahkan dalam pembuatan wine adalah untuk memacu aktifitas yeast sehingga menghasilkan alkohol lebih tinggi. Semakin tinggi alkohol yang dihasilkan maka bakteri pembentuk asam pertumbuhannya akan terhambat yang menyebabkan produksi asam rendah (Gunam et al., 2018). Produksi asam yang rendah akan

menyebabkan derajat keasaman w ne tngg . Hal ini sesuai dengan Yusufu et al., (2018) yang mengatakan bahwa penurunan pH setelah fermentasi mengindikasikan terjadinya produksi asam dalam media fermentasi. Asam yang terbentuk dalam wine disebabkan oleh bakteri pembentuk asam asetat yang tumbuh dan mengubah etanol menjadi asam asetat (Mas et al., 2014 dalam Lohenapessy et al., 2017).

Total Padatan Terlarut

Hasil sidik ragam menunjukan interaksi konsentrasi starter dan konsentrasi gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total padatan terlarut wine jahe. Nilai rata-rata total padatan terlarut wine jahe dapat d ilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata total padatan terlarut wine jahe

Konsentras Starter

Konsentras Gula

20                    25                    30

10

7,05 ± 0,07 c            8,30 ± 0,00 b           12,20 ± 0,14 a

a                      a                      b

15

7,00 ± 0,28 c            7,65 ± 0,07 b           11,05 ± 0,07 a

a                      b                      c

20

7,25 ± 0,07 c            8,35 ± 0,07 b           14,45 ± 0,21 a

a                       a                       a

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada bars yang sama atau d bawah n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).


N la rata-rata total padatan terlarut w ne jahe berkisar antara 7,00 – 14,45 brix. Nilai total padatan terlarut terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 15 dan konsentrasi gula 20 , sedangkan nilai total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi starter 20 dan konsentrasi gula 30 . Pada perlakuan penambahan starter dapat terlihat bahwa semakin banyak starter yang ditambahkan hingga batas tertentu menyebabkan semakin rendah total padatan terlarutnya. Hal ini disebabkan karena semakin banyak starter maka semakin banyak sel yeast yang akan mengubah total padatan terlarut yang sebagian besar adalah gula untuk fermentasi. Semakin banyak total padatan yang diubah oleh yeast maka total padatan terlarutnya semakin rendah. Pada perlakuan penambahan gula dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi gula menyebabkan semakin meningkatnya total padatan terlarut wine jahe. Hal ini disebabkan karena sebagian gula yang tidak terfermentasi akibat aktivitas yeast yang mulai terhambat pada konsentrasi gula yang lebih tinggi. Pada

konsentras gula yang t ngg akan terjad perbedaan konsentrasi dan tekanan osmosis antara lingkungan dengan cairan sel yeast, sehingga yeast akan kehilangan air akibat berada dalam larutan hipertonik yang akhirnya menyebabkan plasmolisis dan akhirnya sel mati. Hal tersebut akhirnya menyebabkan banyak gula yang tidak dikonversi sehingga total padatan terlarut wine tinggi. Menurut Simanjuntak et al., (2017) dalam Pratiwi et al., (2019) penambahan gula menghasilkan nilai total padatan terlarut yang semakin tinggi karena gula (sukrosa) tersusun atas glukosa dan fruktosa dan sangat mudah larut di dalam air, sehingga semakin banyak fruktosa dalam bahan maka semakin banyak total padatan dalam larutan tersebut.

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sifat sensoris wine jahe dengan perlakuan konsentrasi starter dan konsentrasi gula yang berbeda dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap rasa manis dan rasa pahit.

Tabel 6. Nilai rata-rata hedonik warna wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

Hedonik

10

20

3,93 ± 0,59a

25

4,13 ± 0,52a

30

3,87 ± 0,52a

15

20

4,00 ± 0,38a

25

4,07 ± 0,46a

30

3,93 ± 0,46a

20

20

4,00 ± 0,53a

25

4,07 ± 0,59a

30

3,93 ± 0,59a

Keterangan: Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tdak

berbeda nyata (P>0,05). Keterangan angka uj hedon k: 5= sangat suka, 4= suka, 3= b asa, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka.

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik warna wine jahe. Nilai rata-rata penilaian hedonik warna wine jahe dapat dilihat pada Tabel 6.

Nilai rata-rata hedonik warna wine jahe dengan konsentrasi starter dan konsentrasi gula berkisar antara 3,93 – 4,13 dengan kriteria warna wine jahe disukai. Menurut panelis warna wine

jahe setap perlakuan mem lk warna yang sangat mirip yaitu cenderung bening kuning keemasan dan tidak keruh.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik aroma wine jahe. Nilai rata-rata penilaian hedonik aroma wine jahe dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata-rata hedonik aroma wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

Hedonik

10

20

3,47 ± 0,83a

25

3,80 ± 0,56a

30

3,60 ± 0,72a

15

20

3,67 ± 0,72a

25

3,80 ± 0,68a

30

3,67 ± 0,82a

20

20

3,53 ± 0,74a

25

3,73 ± 0,70a

30

3,47 ±0,83a

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tdak berbeda nyata (P>0,05). Keterangan angka uji hedonik: 5= sangat suka, 4= suka, 3= biasa, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka.

N la rata-rata pen la an hedon k terhadap aroma wine jahe berkisar antara 3,47-3,80 dengan

kr ter a aroma w ne jahe b asa h ngga suka. Aroma pada wine jahe terbentuk karena adanya alkohol,

metabolit sekunder yaitu asam-asam organik, dan ester yang merupakan komponen utama pembentuk aroma dan flavor wine. Aroma wine jahe yang dihasilkan lebih didominasi oleh aroma alkohol dipadukan dengan sedikit aroma asam dan sangat sedikit aroma manis. Menurut sebagian panelis aroma alkohol yang lebih mendominasi pada wine jahe menutupi aroma khas dari jahe sehingga aroma khas jahe kurang.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik rasa wine jahe. Nilai rata-rata hedonik rasa wine jahe berkisar antara 2,73 – 4,00 dengan kriteria biasa hingga suka.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap skor rasa manis wine jahe. Skor rasa manis wine jahe berkisar antara 1,33 – 3,00 dengan kriteria tidak manis hingga manis.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap skor rasa pahit wine jahe. Skor rasa pahit wine jahe berkisar antara 1,8 – 3,00 dengan kriteria agak pahit hingga pahit. Nilai rata-rata penilaian hedonik rasa serta skoring rasa manis dan pahit wine jahe dapat dilihat pada Tabel 8.

Wine jahe yang dihasilkan memiliki rasa yang dominan pahit dengan sedikit rasa asam dan manis yang berbeda antar perlakuan. Wine jahe dengan penambahan starter 20 dan gula 30 menjadi yang paling disukai panelis dengan kriteria rasa manis dan agak pahit. Wine jahe yang disukai panelis adalah wine jahe yang terdapat rasa manis, tidak terlalu pahit serta sedikit rasa asam. Perbedaan rasa manis yang dihasilkan adalah karena penambahan gula yang semakin banyak menyebabkan masih banyaknya gula yang tidak habis difermentasi oleh yeast selama proses fermentasi. Semakin manis wine jahe yang dihasikan maka rasa pahit dari wine jahe yang kurang disukai konsumen akan semakin tertutupi.

Tabel 8. Nilai rata-rata hedonik rasa wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

Hedonik

Skor ng Rasa Manis

Skor ng Rasa Pahit

10

20

2,80 ± 0,94c

1,40 ± 0,74b

3,00 ± 0,65a

25

3,00 ± 0,93c

1,87 ± 0,64b

2,67 ± 0,62ab

30

3,73 ± 0,80ab

3,00 ± 0,85a

1,80 ± 0,56d

15

20

2,73 ± 1,04c

1,33 ± 0,49b

2,93 ± 0,59ab

25

2,93 ± 0,88c

1,80 ± 0,56b

2,53 ± 0,64abc

30

3,73 ± 0,96ab

2,87 ± 0,74a

2,07 ± 0,59cd

20

20

2,93 ± 0,88c

1,40 ± 0,63b

2,80 ± 0,56ab

25

3,07 ± 0,80bc

1,67 ± 0,62b

2,47 ± 0,64bc

30

4,00 ± 0,76a

3,00 ± 0,85a

2,07 ± 0,70cd

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tdak berbeda nyata (P>0,05). Kriteria hedonik : 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka. Keterangan angka skoring rasa manis: 4 = sangat manis, 3 = manis, 2 = agak manis, 1 = tidak manis. Keterangan angka skoring rasa pahit : 4 = sangat pahit, 3 = pahit, 2 = agak pahit, 1 = tidak pahit

Tabel 11. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan wine jahe

Konsentrasi Starter

Konsentrasi Gula

Hedonik

10

20

2,73 ± 0,70b

25

3,87 ± 0,74a

30

3,87 ± 0,83a

15

20

2,87 ± 0,64b

25

3,93 ± 0,70a

30

3,73 ± 1,03a

20

20

2,87 ± 0,74b

25

3,80 ± 0,68a

30

3,60 ± 0,83a

Keterangan : Huruf yang sama d belakang n la rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tdak berbeda nyata (P>0,05). Keterangan angka uji hedonik: 5= sangat suka, 4= suka, 3= biasa, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi starter dan gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik penerimaan keseluruhan wine jahe. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. menunjukkan bahwa nilai penerimaan keseluruhan wine jahe berkisar antara 2,73 – 3,93 dengan kriteria biasa sampai suka. Semakin tinggi penilaian panelis terhadap warna, aroma dan rasa maka semakin tinggi pula penilaian panelis terhadap penerimaan keseluruhan wine jahe.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interaksi antara konsentrasi starter dan gula berpengaruh nyata terhadap nilai gula reduksi, total asam dan total padatan terlarut. Perlakuan penambahan starter dan gula berpengaruh nyata terhadap total etanol dan pH wine jahe, serta berpengaruh tidak nyata terhadap hedonik warna, aroma, rasa, penerimaan keseluruhan serta skoring rasa manis dan pahit.

Karakter st k w ne jahe terba k d peroleh dari perlakuan konsentrasi starter 15 dan gula 25 dengan kadar alkohol tertinggi yaitu sebesar 8,78 , gula reduksi terendah yaitu 1,41 , total asam terendah dan paling mendekati SNI yaitu 0,30 , pH tertinggi yaitu 3,56, total padatan terlarut 7,65 , serta sifat sensoris terhadap warna disukai, aroma disukai, rasa biasa dengan penilaian skoring rasa terhadap rasa manis dan pahit adalah agak manis dan pahit, serta penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1987. Official Methods of Analsys of AOAC International. Washington D.C.

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Methods of Analsys of AOAC International. Virginia USA.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

Ariyanto, H. D., F. Hidayatulloh, dan J. Murwono 2013. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Produktivitas Alkohol dalam

Pembuatan W ne Berbahan Apel Buang (Reject) dengan Menggunakan Nopkor Mz 11. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(4) : 226-232

Aryanta, I. W. R. 2019. Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. E-Jurnal Widya Kesehatan 1(2).

Badan Standarisasi Nasional. 1996. Anggur (Wine). SNI 01-4018-1996. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik

Dias, S. S. J. Fernandes, T. Fernandes, P. Gaonkar, S. Gawas dan T. Shetye.  2018.

Phytochemical screening and Antibacterial activity of Ginger wine. International Journal of Home Science 4(3) : 81-84.

Febriana, I., Zurohaina, A. Zikri, dan A. Hatina. 2018. Pengaruh Konsentrasi Ragi Roti (Saccharomyces cerevisiae) dan Lama Fermentasi dalam Pembuatan Bioetanol Menggunakan Kulit Pisang. Distilasi 3(1) : 1-7

Gunam, I.B.W., Arnatha, I.W., dan Lohenapessy, S. 2017. Pengaruh berbagai merek dried yeast (Saccharomyces sp.) dan pH awal fermenasi terhadap karakteristik wine salak Bali. Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian Vol. 22 (2).

Gunam, I. B. W., L. P. Wrasiati dan W. Setioko. 2009. Pengaruh Jenis dan Jumlah Penambahan Gula pada Karakteristik Wine Salak. Jurnal Agrotekno 15(1): 1219 ISSN 0853-6414

Gunam, I. B. W., N. N. S. Ardani dan N. S. Antara. 2018. Pengaruh Konsentrasi Starter dan Gula terhadap Karakteristik Wine Salak. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno 3(1) : 289-297

Harijono, K. Joni, M. Setyo dan Ani. 2001.

Pengaruh Kadar Karaginan dan Total Padatan Terlarut Sari Buah Apel Muda terhadap Aspek Kualitas Permen Jelly. Jurnal Teknologi Pertanian 2 (2): 110 – 116.

Hawusiwa, E. S., A. K. Wardani dan D. W. Ningtyas. 2015. Pengaruh Konsentrasi Pasta Singkong (Manihot esculenta) dan Lama Fermentasi Pada Proses Pembuatan Minuman Wine Singkong. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(1) : 147-155

Kusumawati R., M.A. Irawan., dan A. Purbasari. 2013. Pengaruh Perbandingan Jumlah

Starter Terhadap Proses Fermentas W ne Apel Menggunakan Nopkor Mz-11. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2(2) : 226232

Lohenapessy, S., I. B. W. Gunam dan I. W. Arnata. 2017. Pengaruh Berbagai Merek Fried Yeast (Saccharomyces sp.) dan pH Awal Fermentasi Terhadap Karakteristik Wine Salak Bali. Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian 22(2).

Pratiwi, A. L, A. S. Duniaji dan I. W. R. Widarta. 2019. Pengaruh Penambahan High Fructose Syrup (HFS-55) Terhadap Karakteristik Red Wine Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 8(4) : 25278010

Pratiwi, R., I. B. W. Gunam dan N. S. Antara. 2019. Pengaruh Penambahan Gula dan Konsentrasi Starter Khamir Terhadap Karakteristik Wine Buah Naga Merah. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri 7(2) : 268-278

Rahayu, E. S. dan K.R. Kuswanto. 1988. Teknologi Pengolahan Minuman Beralkohol. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sudjatha, W. dan N. W. Wisaniyasa. 2015. Wine. Program Studi Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Sugiyatno, D. 2018. Pengaruh Jenis Gula pada Pembuatan Wine Dari Jeruk Siam (Citrus nobilis) Terhadap Cita Rasa dan Kadar Etanol Wine. Skripsi. Fakultas Kerguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Varghese, D. J., dan N. Vyas. 2020. Ginger Fermentation and Their Antimicrobial Activity UGC Care Journal 40 (71).

Wisaniyasa, N. W., I. N. K. Putra, dan N. N. Puspawati. 2017. Penuntun Praktikum Teknologi Fermentasi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Yanti, L. Hernani dan S. Yuliani. 1992. Pembuatan Anggur Jahe. Bul, Liuro 7 (1)

Yusufu, M. I., John P.G. dan Ahemen S. A. 2018. Production and Quality Evaluation of Wine from Watermelon Juice and Ginger Extract. Journal of Human Nutrition & Food Science 6 (1): 1122

567