Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Stabilitas Warna dan Karakteristik Kolang-kaling dengan Penambahan Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, ISSN : 2527-8010 (Online)
Ni Luh Chandra Pratiwi dkk./ Itepa 11 (3) 2022 405-419
Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Stabilitas Warna dan Karakteristik Kolang-kaling dengan Penambahan Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)
Effect of Temperature and Storage Time on Color Stability and Characteristics of “Kolang-kaling” with The Addition of Extract Sappan Wood (Caesalpinia sappan L.).
Ni Luh Chandra Pratiwi1, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati1*, A.A. Istri Sri Wiadnyani1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, Email: [email protected]
Abstract
“Kolang-kaling” is generally added with food coloring to make it look more attractive, one source of natural color that is safe for consumed comes from sappan wood. This study aimed to determine the effect of temperature and storage time on color stability and characteristics of “kolang-kaling” with the addition of extract sappan wood and to get the exact temperature and storage time to the maintenance color stability and the best characteristics of “kolang-kaling” with the addition of extract sappan wood. The experimental design used was a factorial randomized block design (RBD) with 2 factors. The first factor was temperature which consists of 3 levels (refrigerator temperature, room temperature and 400C). The second factor was the time of storage which consists of 4 levels (1 days, 3 days, 5 days, and 7 days). The treatment was repeated 2 times in order to obtain 24 experimental units. The data obtained were analyzed using analysis of variance and if the treatment had an significant effect on the test parameters, then continued with the Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that interaction of the temperature and storage time had a very significant effect on color intensity, total anthocyanin, hedonic of color, hedonic of aroma, hedonic of texture, overall acceptance, scoring of color, scoring of aroma, and scoring of texture. Refrigerator temperature and storage for 1 days was the best treatment to maintain the colorant stability and characteristic of the “kolang-kaling” extract sappan wood with the color intensity of 0.70, value L* 23.8, a* 47.4, b* 57.8, total anthocyanin 10.79 mg/100g, pH 6.0, antioxidant activity 77,0%, also sensory evaluation color was red and liked, aroma was typical of “kolang-kaling” and liked, texture was slightly chewy and liked, and overall acceptance was liked.
Key words: “Kolang-kaling”, Sappan Wood, Temperature, Storage time.
PENDAHULUAN
Kolang-kaling merupakan salah satu produk olahan pangan yang diperoleh dari hasil perebusan endosperm biji buah aren yang masih muda. Kolang-kaling memiliki ciri-ciri seperti bentuknya yang lebar dan pipih, bertekstur kenyal serta memiliki warna putih transparan. Pada umumnya kolang-kaling digunakan sebagai komoditas dalam pembuatan minuman dan makanan seperti kolak dan manisan kolang-kaling. Pada beberapa produk kolang-kaling yang
terdapat dipasaran ditambahkan zat pewarna yang bertujuan agar kolang-kaling terlihat lebih menarik (Sunanto, 1993). Aprilia (2019) melaporkan bahwa hasil penelitian tinjauan kandungan rhodamin-B pada kolang-kaling yang dijual pedagang es di desa delod peken Tabanan terdapat 1 sampel dari 18 sampel kolang-kaling positif mengandung rhodamin-B, sehingga diketahui bahwa masih terdapat penggunaan pewarna sintetis seperti rhodamin-B pada kolang-kaling yang dijual dipasar. Penggunaan pewarna
sintetis pada produk kolang-kaling tersebut dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit berbahaya seperti kanker, stroke dan penyakit jantung (Miksusanti et al., 2012). Efek samping yang membahayakan dari penggunaan pewarna sintetis menyebabkan saat ini masyarakat mulai beralih untuk menggunakan pewarna alami sebagai pewarna pada kolang-kaling, salah satunya dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.).
Kayu secang merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai zat pewarna alami dalam suatu produk pangan dikarenakan kayu secang menghasilkan zat berwarna merah yang disebut dengan antosianin. Antosianin merupakan senyawa kimia organik yang dapat larut dalam air serta dapat menghasilkan warna merah, ungu, orange, biru hingga hitam pada tumbuhan (Priska et al, 2018). Kandungan senyawa antosianin yang terdapat pada kayu secang selain sebagai sumber zat pewarna alami pada suatu produk pangan juga dipercaya dapat berperan sebagai sumber antioksidan. Hal tersebut dikarenakan antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan (Sampebarra, 2018). Ekstraksi kayu secang sebagai pewarna alami dilakukan dengan menggunakan metode perebusan menggunakan pelarut air pada suhu 90oC-98oC selama 14-20 menit (Ardy, 2013). Dhimas, et al (2019) melaporkan bahwa penambahan ekstrak kayu secang sebagai pewarna pada kolang-kaling dengan konsentrasi 10% merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan
kolang-kaling dengan sifat sensoris hedonik warna dan aroma (suka), rasa dan penerimaan keseluruhan (agak suka), aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 169,65 mg/ml dan antosianin 0,40 mg/100 g.
Penggunaan pewarna alami pada bahan pangan biasanya terkendala pada stabilitas warnanya, dikarenakan pada pewarna alami memiliki sifat yang tidak stabil dibandingkan dengan pewarna sintetis yang beredar di masyarakat. Jika warna yang terdapat pada pewarna alami mudah hilang seperti warna merah pekat berubah menjadi merah muda maka dapat dikatakan intensitas warna pada bahan pangan tersebut telah mengalami penurunan mencapai ±50% sehingga, dapat dikatakan bahwa kandungan pewarna pada bahan tersebut tidak stabil. Perubahan suhu dan lama penyimpanan merupakan salah satu faktor penyebab ketidakstabilan pada zat warna alami sehingga, intensitas warna menjadi menurun selama proses penyimpanan makanan. Wati et al. (2018) melaporkan bahwa pengaruh suhu dan lama penyimpanan mempengaruhi stabilitas warna antosianin dari sari buah naga karena dapat mempengaruhi degradasi dari antosianin yang ditunjukan dengan terjadinya penurunan absorbansi dari hari ke-0 sampai hari ke-7 dan terjadi penurunan absorbansi pada suhu dingin (14oC) lebih rendah dibandingkan dengan suhu ruang (30oC).
Perbedaan suhu dan lama penyimpanan selain sebagai faktor penyebab ketidakstabilan pada zat warna juga dapat mempengaruhi perubahan karakteristik pada produk pangan
dengan penambahan zat warna seperti pada kolang-kaling yang meliputi tekstur, aroma, dan kandungan aktivitas antioksidan. Dameswari (2017) melaporkan bahwa kolang-kaling yang disimpan dalam kemasan mengalami penurunan warna dan tingkat kekerasan. Kolang-kaling juga mengalami perubahan aroma selama
penyimpanan seperti timbulnya aroma asam dan timbulnya lendir (Saragih, 2012). Perbedaan suhu dan lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi perubahan kimia pada bahan pangan seperti penurunan aktivitas antioksidan (Talogo, 2014). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap stabilitas warna dan karakteristik kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang serta mendapatkan suhu dan lama penyimpanan yang tepat untuk menghasilkan stabilitas warna dan karakteristik terbaik kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Teknik Pasca Panen Pangan Prodi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari 2021 sampai Maret 2021.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi : kolang-kaling berbentuk pipih dan lebar serta memiliki warna putih transparan dengan tekstur cukup
kenyal berasal dari pasar Kreneng Denpasar-Bali, air mineral (aqua), kayu secang berasal dari pasar Badung Denpasar-Bali. Bahan kimia DPPH (Himedia), Larutan buffer pH 7 (Merck), larutan buffer kalium klorida (KCl) (Merck), larutan buffer natrium asetat (Merck), aquades, larutan asam klorida (HCL) (Merck) dan metanol (Merck).
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: blender (miyako, Jakarta), spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S UV – Vis), chromameter, ayakan 80 mesh, inkubator (Memmert), vortex (Maxi Mix II Type 367000), timbangan digital, timbangan analitik (Shimadzu ATY224), kompor gas, pH meter, baskom, panci, saringan, sendok pengaduk, pisau, aluminium foil, pipet tetes, pipet mikro (Socorex), rak tabung, gelas plastik. Alat gelas meliputi: beker glass (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), labu ukur 5 ml (Pyrex), labu ukur 100 ml (Pyrex), pipet volume (Pyrex) dan kuvet.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor I yaitu suhu penyimpanan terdiri dari 3 level yaitu S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 400C. Faktor II yaitu lama penyimpanan yang terdiri dari 4 level yaitu P0: 1 hari (pengamatan setelah 5 jam didiamkan), P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3:7 hari. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Apabila perlakuan berpengaruh terhadap
parameter uji, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez et al., 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu :
-
1) Pembuatan Ekstrak Kayu Secang
Penelitian ini dimulai dengan
mengekstrak zat warna antosianin dari kayu secang dengan menggunakan metode infundasi (Dhimas, 2019). Kayu secang yang telah dikumpulkan disortasi dengan cara memilah bahan uji yang bagus serta dipisahkan dengan kotoran-kotoran yang ada dalam bahan. Kayu secang yang telah melewati proses sortasi selanjutnya, dicuci dengan menggunakan air mengalir hingga bersih, lalu tiriskan. Langkah selanjutnya dilakukan proses penyerutan dengan mesin serut kayu hingga diperoleh hasil ketebalan menjadi 3-5 mm, lalu dihaluskan dengan menggunakan blender. Kayu secang kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Bubuk kayu secang diekstraksi dengan cara sebanyak 40 gram bubuk ditambah 400 ml air dengan perbandingan 1:10 kemudian direbus selama 15 menit pada suhu 90oC. Hasil dari ekstraksi kayu secang disaring dan didapatkan filtratnya.
-
2) Proses pewarnaan pada kolang-kaling
Pada penelitian ini proses pewarnaan pada kolang-kaling dilakukan sesuai dengan yang dilakukan Dhimas (2019). Proses pewarnaan pada kolang-kaling diawali dengan proses sortasi kemudian kolang-kaling ditimbang sebanyak 300 g dan dicuci hingga bersih. Kolang-kaling yang
telah bersih, selanjutnya direndam pada air cucian beras selama 48 jam. Langkah selanjutnya dibilas hingga bersih menggunakan air dan tiriskan kemudian direbus selama 20 menit dengan suhu 80oC, lalu tiriskan. Langkah selanjutnya dilakukan perebusan kolang-kaling dalam ekstrak kayu secang dengan perbandingan 3:4 selama 30 menit, lalu tiriskan dan dinginkan selama + 15 menit. Kolang-kaling kemudian disimpan sesuai perlakuan yaitu suhu refrigerator, suhu ruang, dan suhu 40oC dan dilakukan pengecekan pada hari ke-1, 3, 5 dan 7.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi intensitas warna (Neliyanti dan Nora, 2014), pengukuran nilai L* a* b*, kadar antosianin (Giusti and Wrolstad, 2001), pH (Suwetja, 2007), aktivitas antioksidan (DPPH) (Xu and Chang, 2007) dan evaluasi sensori hedonik (warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan) dan skoring (warna, aroma dan tekstur).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap intensitas warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang. Nilai rata-rata intensitas warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan, intensitas warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang terendah diperoleh pada perlakuan suhu 40oC dengan lama penyimpanan 7 hari yaitu
sebesar 0,22, sedangkan intensitas warna tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu refrigerator dengan lama penyimpanan 1 hari yaitu sebesar 0,70. Semakin tinggi suhu dan lama penyimpanan, maka intensitas warna ekstrak kayu secang pada kolang-kaling akan semakin rendah. Kolang-kaling yang disimpan pada suhu refrigerator (6oC) mengalami perubahan intensitas warna lebih rendah dibandingkan dengan suhu ruang dan suhu 40oC dengan persentase penurunan intensitas warna dari hari ke 1 sampai hari ke 7 sebesar 18%. Suhu dan lama penyimpanan mempengaruhi intensitas warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang karena semakin meningkatnya suhu penyimpanan yang diiringi
dengan lamanya penyimpanan dapat mempercepat terjadinya degradasi antosianin dari bentuk kation flavilium (merah), kemudian menjadi carbinol pseudobase (kuning) dan semakin lama dapat menjadi chalcone (tidak berwarna) (BurtonFreeman et al., 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Nugrahawati (2010) menyatakan bahwa kulit buah manggis yang disimpan pada suhu dingin mengalami perubahan intensitas warna lebih rendah dibandingkan dengan kulit buah manggis yang disimpan pada suhu ruang dan semakin lama penyimpanan dapat merusak intensitas warna yang diakibatkan oleh degradasi pigmen warna antosianin.
Tabel 1. Nilai rata-rata intensitas warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu |
Lama Penyimpanan | |||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | |
S1 |
0,70±0,02a |
0,66±0,02a |
0,59±0,01b |
0,57±0,01b |
a |
a |
a |
a | |
S2 |
0,52±0,01a |
0,49±0,02b |
0,42±0,01b |
0,39±0,02b |
b |
b |
b |
b | |
S3 |
0,36±0,00a |
0,26±0,02a |
0,24±0,01a |
0,22±0,02a |
c |
c |
c |
c |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 40oC. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Nilai L* (Kecerahan)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai L* (kecerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang, sedangkan pada perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai L* kolang-kaling dan perlakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai L* kolang-kaling. Nilai rata-rata nilai L* (kecerahan) kolang-kaling
dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukan bahwa nilai L* (kecerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang tertinggi terdapat pada suhu 40oC yaitu sebesar 37,9 dan nilai L* terendah terdapat pada suhu refrigerator yaitu sebesar 23,8. Pada lama penyimpanan nilai L* tertinggi terdapat pada lama penyimpanan 7 hari yaitu sebesar 33,9 dan nilai L* terendah terdapat pada
lama penyimpanan 1 hari yaitu sebesar 28,5. Pada sistem warna Hunter, notasi nilai L*: 0 menunjukan warna hitam dan 100 menunjukan warna putih. Nilai L* kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang selama penyimpanan cenderung berwarna semakin terang yang menandakan kolang-kaling memiliki warna semakin memudar. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan nilai L akibat dari suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan terjadinya degradasi antosianin dalam bentuk kation flavilium (merah)
menjadi carbinol pseudobase (kuning) kemudian menjadi chalcone (tidak berwarna) (Ina et al., 2019). Degradasi antosianin akan terus berlangsung seiring dengan lamanya penyimpanan dan akan membentuk chalcone (tidak berwarna), sehingga dapat menyebabkan peningkatan pada nilai L kolang-kaling. Peningkatan nilai L selaras dengan Ginting (2008), melaporkan bahwa terjadi peningkatan nilai L ekstrak ubi ungu pada sirup pada akhir penyimpanan.
Tabel 2. Nilai rata-rata nilai L* (kecerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu |
Lama Penyimpanan Rata-rata P0 P1 P2 P3 |
S1 S2 S3 Rata-rata |
22,0±2,05 23,2±1,48 24,7±1,41 25,1±0,64 23,8±1,42c 29,0±1,98 31,4±2,68 32,5±1,98 33,7±0,64 31,7±2,00b 34,5±0,49 36,6±0,71 37,7±1,21 42,8±2,42 37,9±3,53a 28,5±6,26c 30,4±6,33b 31,6±6,54b 33,9±8,85a |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 40oC. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Nilai a* (Kemerahan)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai a* (kemerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang, sedangkan perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap nilai a* kolang-kaling dan perlakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai a* kolang-kaling. Nilai rata-rata nilai a* (kemerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata nilai a* (kemerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu Lama Penyimpanan Rata-rata
P0 P1 P2 P3
S1 |
50,8±2,68 |
48,2±3,81 |
46,6±1,27 |
44,1±3,81 |
47,4±2,81a |
S2 |
42,3±4,03 |
40,4±3,11 |
38,3±3,67 |
35,8±2,05 |
39,2±2,78b |
S3 |
32,4±2,68 |
31,7±2,12 |
30,5±0,98 |
26,6±1,20 |
30,3±2,59c |
Rata-rata |
41,8±9,21a |
40,1±8,25a |
38,5±8,05ab |
35,5±8,75b |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 40oC. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Tabel 3 menunjukan bahwa nilai a* (kemerahan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang pada suhu refrigerator, suhu ruang dan suhu 40oC mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu penyimpanan. Pada sistem hunter nilai a* menyatakan tingkat warna hijau hingga merah dengan notasi a*: 0 sampai +80 menunjukan warna merah dan nilai a*: 0 sampai -80 menunjukan warna hijau. Semakin tinggi nilai positif maka warna yang dihasilkan akan semakin merah. Nilai a* tertinggi diperoleh pada suhu refrigerator yaitu sebesar 47,4 dan nilai a* terendah diperoleh pada suhu 40oC yaitu sebesar 30,3. Pada lama penyimpanan nilai a* tertinggi diperoleh pada lama penyimpanan 1 hari yaitu sebesar 41,8 dan nilai a* terendah diperoleh pada lama penyimpanan 7 hari yaitu sebesar 35,5. Peningkatan suhu penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya degradasi antosianin karena semakin tinggi suhu dapat merubah struktur antosianin dari warna merah (kation flavilium) menjadi warna kuning (carbinol
pseudobase) kemudian menjadi kurang berwarna (chalcone) (Ina et al., 2019). Penurunan nilai a* atau kemerahan pada kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat terjadi diakibatkan oleh lamanya proses penyimpanan dapat mempercepat terjadinya degradasi antosianin bentuk kation flavilium menjadi carbinol kemudian membentuk chalcone, sehingga nilai a* pada kolang-kaling semakin menurun.
Nilai b*(Kekuningan)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai b* (kekuningan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang, sedangkan perlakuan suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai b* kolang-kaling. Nilai rata-rata nilai b* kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata nilai b* (kekuningan) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu |
Lama Penyimpanan Rata-rata P0 P1 P2 P3 |
S1 S2 S3 Rata-rata |
60,2±1,83 58.2±1,06 57,1±4,10 55,6±1,97 57,8±1,94a 44,8±0,63 41,9±2,54 39,5±2,40 38,6±3,11 41,2±2,77b 37,7±1,97 34,8±1,20 32,2±1,41 30,0±0,35 33,7±3,32c 47,6±11,50a 44,8±11,72b 41,4±10,28c 39,1±9,31c |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 40oC. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Tabel 4 menunjukan bahwa terjadinya penurunan nilai b* (kekuningan) pada sampel kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang suhu refrigerator, suhu ruang dan suhu 40oC. Pada sistem hunter nilai b* menyatakan
tingkat warna kuning hingga biru dengan notasi b*: 0 sampai +70 menunjukan warna kuning dan nilai b*: 0 sampai -70 menunjukan warna biru. Nilai b* positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa warna kolang-kaling cenderung berwarna
merah kekuningan. Nilai b* tertinggi diperoleh pada suhu refrigerator yaitu sebesar 57,8 dan nilai b* terendah diperoleh pada suhu 400C yaitu sebesar 33,7. Pada lama penyimpanan nilai b* tertinggi diperoleh pada lama penyimpanan 1 hari yaitu sebesar 47,6 dan nilai b* terendah diperoleh pada lama penyimpanan 7 hari yaitu sebesar 39,1. Nilai b* yang menurun menunjukan bahwa warna kolang-kaling selama penyimpanan semakin berkurang tingkat kekuningannya. Penurunan nilai b* pada kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dipengaruhi oleh semakin tinggi suhu penyimpanan menyebabkan terjadinya degradasi antosianin dari warna merah (kation flavilium) menjadi warna kuning (carbinol pseudobase) kemudian menjadi kurang berwarna
(chalcone) (Ina et al., 2019). Penurunan nilai b* juga dapat diakibatkan oleh lama penyimpanan karna lamanya proses penyimpanan akan mempercepat terjadinya degradasi pada senyawa antosianin dari bentuk carbinol ke bentuk chalcone yang tidak berwarna, sehingga nilai b* pada kolang-kaling akan semakin menurun.
Total Antosianin
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total antosianin kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang. Nilai rata-rata total antosianin kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata total antosianin (mg/g) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu |
Lama Penyimpanan P0 P1 P2 P3 |
S1 |
10,79±0,02a 10,52±0,41a 8,14 ±0,17b 7,89±0,64b a a a a |
S2 |
6,01±0,29a 5,51±0,35a 4,72 ±0,23b 4,19 ±0,14b b b b b |
S3 |
4,03±0,02a 3,34±0,05b 3,21±0,17bc 2,80±0,17c c c c c |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 40oC. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Tabel 5 menunjukkan, total antosianin kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang terendah diperoleh pada perlakuan suhu 40oC selama penyimpanan 7 hari sebesar 2,80mg/100g, sedangkan total antosianin tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu refrigerator selama penyimpanan 1 hari sebesar 10,79mg/100g. Total antosianin kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang terhadap suhu dan lama
penyimpanan menunjukan nilai total antosianin pada suhu refrigerator selama penyimpanan 7 hari mengalami penurunan lebih rendah dibandingkan dengan suhu ruang dan suhu 400C selama penyimpanan 7 hari dengan persentase penurunan pada suhu refrigerator sebesar 26%. Hal ini dikarenakan suhu dan lama penyimpanan memiliki peranan penting dalam kestabilan antosianin, semakin tinggi suhu penyimpanan
yang diiringi dengan lamanya proses penyimpanan maka kemungkinan terjadinya degradasi pada warna antosianin akan semakin besar (Tensiska et al., 2010). Degradasi warna pada antosianin dapat menyebabkan perubahan struktur antosianin yang berwarna merah (kation flavilium) menjadi warna kuning (carbinol pseudobase) kemudian menjadi kurang berwarna (chalcone) (Ina et al., 2019). Hal ini sejalan
dengan penelitian Wati et al (2018) yang menyatakan bahwa stabilitas warna antosianin sari buah naga terhadap pengaruh suhu dan lama penyimpanan mengalami penurunan dari hari ke 1
sampai hari ke 7 dengan penurunan antosianin lebih rendah pada suhu dingin dibandingkan dengan suhu ruang.
pH
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai pH kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang, sedangkan perlakuan suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH kolang-kaling. Nilai rata-rata pH kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata pH kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu |
Lama Penyimpanan |
Rata-rata | |||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | ||
S1 |
6,8±0,14 |
5,9±0,21 |
5,7±0,35 |
5,6±0,07 |
6,0±0,55a |
S2 |
5,4±0,14 |
4,8±0,21 |
4,5±0,28 |
4,3±0,10 |
4,7±0,48b |
S3 |
4,2±0,14 |
4,0±0,07 |
3,4±0,28 |
3,2±0,21 |
3,7±0,48c |
Rata-rata |
5,5±1,30a |
4,9±0,95b |
4,5±1,15c |
4,4±1,20c |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 400C. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Tabel 6 menunjukan bahwa terjadinya penurunan nilai pH pada kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang selama penyimpanan dengan penurunan pH paling rendah terjadi pada suhu refrigerator yaitu sebesar 6,0 dan penurunan pH tertinggi terjadi pada suhu 400C yaitu sebesar 3,7. Pada lama penyimpanan penurunan pH paling rendah terjadi pada lama penyimpanan 1 hari yaitu sebesar 5,5 dan penurunan pH tertinggi terjadi pada lama penyimpanan 7 hari yaitu sebesar 4,4. Lamanya proses penyimpanan pada produk kolang-kaling dapat meningkatkan keasaman pada produk dikarenakan semakin lama waktu penyimpanan
dapat menyebabkan penumpukan asam-asam organik yang diakibatkan oleh berkembangnya mikroorganisme perusak sehingga menyebabkan meningkatnya keasaman pada kolang-kaling dan menyebabkan terjadinya penurunan pada pH (Chandra et al., 2016). Penurunan pH juga dapat disebabkan oleh suhu selama penyimpanan, semakin rendah suhu penyimpanan dapat memperlambat proses penurunan pH dikarenakan pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak seperti kapang, sehingga produk tidak mudah rusak (Hidayah dan Maya, 2012).
Aktivitas Antioksidan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aktivitas antioksidan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang, sedangkan perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan kolang-kaling dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas antioksidan kolang-kaling. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan (%) kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
Suhu |
Lama Penyimpanan Rata-rata P0 P1 P2 P3 |
S1 S2 S3 Rata-rata |
80,39±0,36 77,98±1,26 75,73±2,16 74,22±1,63 77,0±2,69a 72,62±4,62 71,63±4,77 70,55±0,36 68±0,59 70,7±1,99b 66,26±0,18 64,75±3,75 60,44±3,36 58,94±2,83 62,6±3,47c 73,1±7,08a 71,5±6,62b 68,9±7,78c 67,1±7,68c |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). S1: suhu refrigerator, S2: suhu ruang, dan S3: suhu 40oC. P0: 1 hari, P1: 3 hari, P2: 5 hari, dan P3: 7 hari.
Tabel 7 menunjukkan, aktivitas antioksidan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan dengan aktivitas antioksidan terendah diperoleh pada perlakuan suhu 400C yaitu sebesar 62,6% dan aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu refrigerator yaitu sebesar 77,0%. Pada lama penyimpanan aktivitas antioksidan terendah diperoleh pada lama penyimpanan 7 hari yaitu sebesar 67,1% dan aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada lama penyimpanan 1 hari yaitu sebesar 73,1%. Aktivitas antioksidan berhubungan dengan total antosianin sehingga semakin rendah total antosianin maka semakin rendah aktivitas antioksidan yang dihasilkan karena antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan (Sampebarra, 2018). Penurunan aktivitas
antioksidan pada kolang-kaling diakibatkan oleh semakin tinggi suhu penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada senyawa antioksidan sehingga, senyawa antioksidan pada bahan pangan menjadi menurun akibat ketidakstabilan dalam senyawa (Monica et al.,2009). Penurunan aktivitas antioksidan juga dapat dipengaruhi oleh lama penyimpanan karena semakin lama penyimpanan menyebabkan waktu kontak dengan oksigen akan semakin lama sehingga memicu terjadinya oksidasi pada senyawa antioksidan. Terjadinya oksidasi pada senyawa antioksidan menyebabkan nilai aktivitas antioksidan mengalami penurunan selama penyimpanan (Winarsi, 2007).
Evaluasi Sensoris
Nilai rata-rata skoring warna, aroma, dan tesktur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai rata-
rata hedonik warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan kolang-kaling dengan
penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Nilai rata-rata skoring warna, aroma dan tekstur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak
kayu secang
Perlakuan |
Skoring | ||
Warna |
Aroma |
Tekstur | |
S1P0 |
2,9±0,35a |
2,7±0,48a |
2,5±0,51a |
S1P1 |
2,0±0,37bc |
2,3±0,72abc |
2,4±0,73ab |
S1P2 |
1,3±0,48def |
2,4±0,63ab |
2,1±0,91abc |
S1P3 |
1,2±0,41ef |
2,2±0,86abc |
2,0±0,84abc |
S2P0 |
2,8±0,41a |
2,3±0,72abc |
1,8±0,86bc |
S2P1 |
1,7±0,61cd |
2,1±0,70bc |
2,1±0,74 abc |
S2P2 |
1,4±0,50de |
2,0±0,65bcd |
1,9±0,79 abc |
S2P3 |
1,9±0,70bc |
1,9±0,74cde |
1,7±0,72c |
S3P0 |
2,7±0,45a |
2,3±0,70abc |
2,2±0,67 abc |
S3P1 |
2,3±0,70b |
2,1±0,74bc |
2,1±0,63 abc |
S3P2 |
1,1±0,25ef |
1,5±0,63de |
1,6±0,73c |
S3P3 |
1,0±0f |
1,5±0,63e |
2,0±0,84 abc |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 9. Nilai rata-rata hedonik warna, aroma, tekstur dan penerimaan kolang-kaling dengan
penambah-an ekstrak kayu secang
Perlakuan |
Hedonik | |||
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Penerimaan Keseluruhan | |
S1P0 |
4,8±0,41a |
4,5±0,83a |
4,3±0,89ab |
4,6±0.63a |
S1P1 |
3,6±0,63cd |
4,1±0,88abcd |
3,7±1,09bcd |
4,5±0,63a |
S1P2 |
2,8±0,67efg |
4,2±0,94abc |
4,2±0,77ab |
4,1±0,88ab |
S1P3 |
3,2±0,86def |
3,1±0,99ef |
3,8±1,01abcd |
3,1±1,06def |
S2P0 |
4,6±0.82ab |
4,3±0,89ab |
4,5±0,74a |
4,3±0,72ab |
S2P1 |
3,4±0.91cde |
3,4±0,82def |
3,9±0,70abc |
3,8±0,77bc |
S2P2 |
3,4±0,91cde |
3,8±0,94bcde |
3,4±0,98cde |
3,3±0,59cde |
S2P3 |
2,6±0,98fg |
3,4±0,98def |
3,1±1,06de |
3,7±0,88bcd |
S3P0 |
4,6±0,73ab |
3,5±0,99cde |
3,8±0,67abcd |
4,1±0,83ab |
S3P1 |
4,0±0,92bc |
4,2±0,94abc |
3,9±0,99abc |
3,7±0,88bcd |
S3P2 |
2,7±0,96fg |
3,5±0,91def |
2,9±0,83ef |
3,1±0,96ef |
S3P3 |
2,3±0,72g |
2,8±0,94f |
2,3±0,81f |
2,6±0,98f |
Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Keterangan angka uji hedonik: 5= sangat suka, 4= suka, 3= netral, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka.
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skoring warna. Hasil pengujian skoring warna kolang-kaling dengan
penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai rata-rata uji skoring warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang berkisar antara 1,0-2,9 dengan kriteria warna coklat hingga merah. Warna merah pada
kolang-kaling diperoleh pada perlakuan suhu refrigerator selama penyimpanan 1 hari. Hasil uji skoring warna menunjukan bahwa lamanya penyimpanan yang diiringi dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan dapat menyebabkan perubahan warna pada kolang-kaling yang berhubungan dengan nilai a*. Semakin menurun nilai a* maka warna yang dihasilkan akan berubah dari warna merah menjadi semakin memudar. Perubahan warna pada kolang-kaling juga dapat disebabkan oleh terjadinya degradasi warna antosianin. Menurut Burton-Freeman (2016) dalam Ina (2019) perubahan warna pada kolang-kaling dapat disebabkan oleh terjadinya degradasi warna dari warna merah (kation flavilium) menjadi warna kuning (carbinol pseudobase) kemudian menjadi kurang berwarna (chalcone).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang. Hasil pengujian hedonik warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 hasil uji hedonik warna kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat diterima oleh para panelis. Rata-rata panelis memberikan nilai berkisar 2,3 – 4,8 dengan kriteria tidak suka hingga suka. Perlakuan suhu referigerator dan lama penyimpanan 1 hari merupakan warna kolang-kaling yang paling disukai panelis dengan nilai rata-rata sebesar 4,8. Hasil sensoris terhadap warna kolang-kaling yang disukai panelis adalah warna merah.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skoring aroma. Hasil pengujian skoring aroma kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai rata-rata uji skoring aroma kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang berkisar antara 1,5-2,7 dengan kriteria aroma tidak khas kolang-kaling hingga aroma khas kolang-kaling. Aroma khas kolang-kaling diperoleh pada perlakuan suhu referigerator selama penyimpanan 1 hari. Hasil uji skoring aroma menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka nilai rata-rata skoring aroma akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan semakin lama penyimpanan dapat menyebabkan pH pada produk kolang-kaling semakin menurun, sehingga semakin lama disimpan akan menghilangkan aroma khas dari kolang-kaling dan menimbulkan aroma asam.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik aroma kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang. Hasil pengujian hedonik kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 hasil uji hedonik aroma kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat diterima oleh para panelis. Rata-rata panelis memberikan nilai berkisar 2,8 - 4,5 dengan kriteria tidak suka hingga suka. Perlakuan suhu referigerator dan lama penyimpanan 1 hari merupakan aroma kolang-kaling yang paling disukai panelis dengan
nilai rata-rata sebesar 4,5. Hasil sensoris terhadap aroma kolang-kaling yang disukai panelis adalah aroma khas kolang-kaling.
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap skoring tekstur. Hasil pengujian skoring tekstur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai rata-rata uji skoring tekstur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang berkisar antara 1,6-2,5 dengan kriteria tekstur tidak kenyal hingga agak kenyal. Tekstur kenyal pada kolang-kaling diperoleh pada perlakuan suhu referigerator selama penyimpanan 1 hari. Hasil uji skoring tekstur menunjukan bahwa terjadinya perubahan tekstur pada kolang-kaling selama penyimpanan dari kenyal hingga tidak kenyal. Hal ini dikarenakan semakin lama penyimpanan dan semakin meningkatnya suhu menyebabkan pH kolang-kaling semakin menurun, timbulnya mikroorgaisme seperti kapang dan berubahnya jaringan-jaringan kimia penyusun kolang-kaling, sehingga dapat mempengaruhi tekstur kolang-kaling semakin lama semakin lunak.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik tekstur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang. Hasil pengujian hedonik tekstur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 hasil uji hedonik tekstur kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat diterima oleh para panelis. Rata-rata panelis memberikan
nilai berkisar 2,3 - 4,3 dengan kriteria tidak suka hingga suka. Perlakuan suhu referigerator dan lama penyimpanan 1 hari merupakan tekstur kolang-kaling yang paling disukai panelis dengan nilai rata-rata sebesar 4,3. Hasil sensoris terhadap tekstur kolang-kaling yang disukai panelis adalah tekstur agak kenyal.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik penerimaan keseluruhan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang berkisar antara 2,6 – 4,6 dengan kriteria netral hingga suka. Penerimaan keseluruhan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma dan tekstur. Perlakuan suhu refrigerator dan lama penyimpanan 1 hari menghasilkan penerimaan keseluruhan yang paling disukai dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap hedonik penerimaan keseluruhan ekstrak kayu secang pada kolang-kaling dapat dilihat pada Tabel 9.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Interaksi suhu dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas warna, total antosianin hedonik warna, hedonik aroma, hedonik tekstur, penerimaan keseluruhan, skoring warna, skoring aroma, dan skoring
tekstur. Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap nilai L* a* b*, aktivitas antioksidan dan pH.
Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai L* a* b*, aktivitas antioksidan dan pH.
Stabilitas warna dan karakteristik terbaik kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang diperoleh pada suhu refrigerator dan penyimpanan selama 1 hari dengan hasil intensitas warna 0,70, nilai L* 23,8, nilai a* 47,4, nilai b* 57,8, total antosianin 10,79 mg/100gr, pH 6,0, aktivitas
antioksidan 77,0% serta penilaian sensori terhadap warna yaitu disukai dengan karakteristik merah, aroma yaitu disukai dengan karakteristik khas kolang-kaling, tekstur disukai dengan karakteristik agak kenyal dan penerimaan keseluruhan disukai.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan suhu refrigerator dengan lama penyimpanan 1 hari untuk mempertahankan stabilitas warna dan
karakteristik kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang sebagai pewarna alami selama penyimpanan dan penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan bahan pada kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang untuk memperpanjang masa simpan serta pengujian terhadap stabilitas warna dan karakteristik kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang pada suhu dingin (10oC).
DAFTAR PUSTAKA
Afgatiani, P.M., A.Husni, dan S.A.Budhiyani. 2019. Aktivitas antioksidan bubuk sargassum hystrix selama penyimpanan
pada suhu berbeda. Jurnal agriTECH. 40 (3): 175-181.
Amperwati, S., P.Hastuti, Y. Pranoto, dan U. Santoso. 2019. Efektifitas frekuensi ekstraksi serta pengaruh suhu dan cahaya terhadap antosianin dan daya antioksidan ekstrak kelopak rosela (Hibiscus sabdariff L.). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 8(1).
Burton-Freeman, B., Sandhu, A. and Edirisinghe, I. 2016. Anthocyanins. In Nutraceiticals (pp. 489-500).
Dameswari, A.H. 2017. Kombinasi teknologi kemasan dan bahan tambahan untuk mempertahankan mutu kolang-kaling. Jurnal Keteknikan Pertanian. 5(3): 201208.
Fathinatullabibah, Kawiji, dan L.U. Khasanah. 2014. Stabilitas antosianin ekstrak daun jati (Tectona gradis) terhadap perlakuan pH dan suhu. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(2).
Ginting, E. 2008. Potensi Ekstrak Ubi Jalar Ungu Sebagai Bahan Pewarna Alami Sirup. In Prosiding Seminar Hasil Pertanian Aneka Kac dan Um (pp. 755-767).
Giusti, M. M., and Wrolstad, R. E. (2001). Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV– Visible
Spectroscopy. Current Protocols in Food Anal Chem.
Hidayah N., dan Maya S. 2012. Adaptasi isolat bakteri aerob penghasil gas hidrogen pada medium limbah organik. Jurnal Sains dan Seni ITS, vol 1 no.1 hal: E16-E18.
Ina, P.T., G.A.K.D. Puspawati, G.A.Ekawati, dan G.P.G.Putra. 2018. Pemanfaatan ekstrak ubi ungu sebagai pewarna merah pada soft candy dan stabilitasnya. Jurnal Agritech. 39:20-29.
Khrisna, Mand H., dan I. Kantha. 2005. Food colour measurement: instrumentation and techniques. Jurnal Instrum Soc. India. 35 (2): 227-238.
Lydia,S.W, S.B. Widjanarko, T. Susanto. 2001. Ekstraksi dan Karakteristik Pigmen dari Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum). Var. Binjai Biosain. 1 (2):
42-53.
Miksusanti, Elfita, dan Hotdelina S. 2012. Aktivitas antioksidan dan stabilitas warna campuran ekstrak etil asetat kulit manggis (Garcinia Mangostana L.) dan kayu
secang (Caesalpinia sappan L.). Jurnal Penelitian Sains. 15 (2c).
Mutmainnah, D. 2018. Ektraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami Dari Daun Jati (Tectona grandis Linn.F.) Sebagai Bahan Pengganti Pewarna Sintetik Pada Produk Minuman. Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin. Makassar.
Neliyanti, N. Idiawati. 2014. Ekstraksi dan uji stabilitas zat warna alami dari buah laknum (cayratia trifolia (L.) Domin). Jurnal Kimia Kemasan. 3 (2): 30-37.
Novayanti, S.R. 2017. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Gula Terhadap Sifat Organoleptik Pada Manisan Kolang-Kaling. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
Nugrahawati, A.R. 2010. Pengaruh Berbagai Variasi Suhu dan Warna Kemasan
Terhadap Stabilitas Antosianin Kulit
Manggis (Gracinia mangostan L.). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Priska, N., N. Peni, L. Carvallo, dan Y. D. Ngapa. 2018. Review: antosianin dan
pemanfaatannya. Indonesia E-Jurnal of Aplplied Chemistry. 6 (2).
Rahmawati,T.R. 2011. Aktivitas Antioksidan Minuman Serbuk Buah Buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) pada Tingkat Kematangan yang Berbeda. Skripsi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Safriyani, N., M.Novita, I.Sulaiman, W.Ratino. 2014. Pengemasan kolang-kaling basah (Arega pinnata L.) dengan bahan kemas plastik dan botol kaca pada penyimpanan suhu ruang. Jurnal Rona Teknik Pertanian. 7 (1).
Sampebarra, A.L. 2018. Karakteristik zat warna antosianin dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber zat warna alami. Jurnal Industri Hasil Perkebunan. 13 (1): 63-70.
Samsudin, A.S., Khoiruddin. 2011. Ekstraksi, Filtrasi Membran dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana). Fakultas Teknik
Universitas Diponeogoro. Semarang.
Saragih, N.M. 2012. Mempelajari Pembentukan Permen Jelly dari Kolang-kaling (Arenga pinnata merr). Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Suhartatik, N., M. Karyanti, A. Mustofa, M.N.Cahyanto, S. Raharjo, dan E.S.Rahayu. 2013. Stabilitas ekstrak antosianin beras ketan hitam (Oryza sativa var. glutinosa) hitam selama proses pemanasan dan penyimpanan. Jurnal Agritech. 33(4).
Tensiska, D.M.Sumanti, dan A.Pratamawati. 2010. Stabilitas pigmen antosianin kubis merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L.) Thell) terenkapsulasi pada minuman ringan yang dipasteurisasi. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. 12 (1): 41-49.
Thoyibi, D.R., A.S Duniaji, dan I.K Suter. 2019. Uji sifat sensoris dan aktivitas antioksidan kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai pewarna alami. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 8 (4): 368-377.
Wati, N.W.A. 2019. Tinjauan Kandungan Rhodamin-B Pada Kolang-Kaling Yang diJual Pedagang Es di Desa Delod Peken Kecamatan Tabanan. Skripsi Jurusan Analisis Kesehatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes. Denpasar.
Wati, E.W., N. Mita, dan M. Ardana. 2018. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizeus
Brriton and Rose). Fakultas Farmasi
Universitas Mulawarman. Samarinda.
Winarti, S., U.Sarofa, dan D.Anggrahini.2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.,) Sebagai
Pewarna Alami. Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran. Jawa Timur.
Wiraningtyas, A., Ruslan, H. Qubra, dan S. Agustina. 2020. Uji kestabilan penyimpanan ekstrak zat warna alami dari rumput laut Sargassum sp. Jurnal Pendidikan Kimia dan Terapan. 3 (1).
Wirawati, Chadra Utami, Surfiana, dan Zulfahmi. 2016. Aplikasi Metode Pengisian Hot Fill dan Suhu Penyimpanan Terhadap Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Minuman Fugsional Kolang-kaling. Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Teknologi Pertanian hal 286-293.
419
Discussion and feedback