Pengaruh Jenis Pelarut dan Waktu Ekstraksi Pada Metode Microwave Assisted Extraction Terhadap Karakteristik Pewarna Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning (Selenicereus megalanthus)
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Gusti Ayu Ita Purnami, dkk. /Itepa 11 (2) 2022 309-321
ISSN : 2527-8010 (Online)
Pengaruh Jenis Pelarut dan Waktu Ekstraksi Pada Metode Microwave Assisted Extraction Terhadap Karakteristik Pewarna Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning (Selenicereus megalanthus)
The Effect of Type of Solvent and Extraction Time by The Microwave Assisted Extraction (MAE) Method on The Colorant Characteristics of Yellow Pitaya Peel Extract (Selenicereus megalanthus)
Gusti Ayu Ita Purnami1, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati1*, I Desak Putu Kartika Pratiwi 1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit, Jimbaran
*Penulis korepondensi: G.A.K. Diah Puspawati, Email: [email protected]
Abstract
This study aimed to determine the effect of the type of solvent and extraction time using the extraction method of Microwave Assisted Extraction (MAE) on the pigment characteristics of the yellow pitaya peel extract and to find the right type of solvent and extraction time to produce yellow pitaya peel extract with the best colorant characteristics. The research design used was a randomized block design with 2 factors. First factor was type of solvent (ethanol, ethyl acetate, and n-hexane). Second factor in extraction time of MAE (6,8, and 10 minutes). The treatment was repeated twice to get 18 experimental units. The data were analyzed statistically using the variance test and if the treatment had a significant effect to observed variables, it was continued with Duncan's Multiple Range Test. The results showed that the interaction of the type of solvent and extraction time had a very significant effect (P<0.01) on yield, total carotenoids, total suspended solids (TSS), L *, a *, b * values, total phenolic, antioxidant activity, and IC50. The best treatment was found in n-hexane and 10 minutes extraction time with characteristics yield 10.00%, total carotenoids 33.40 mg/g, total dissolved solids 19.54%, the brightness (L*) 41.25, redness (a*) 19.86, yellowness (b*) 53.87, total phenolic 3.09 mg GAE/g, antioxidant activity 65.97%, and IC50 777.773 ppm.
Keywords : yellow pitaya peel, extraction time, type of solvent. pigment extract, MAE.
PENDAHULUAN
Buah naga kuning (Selenicereus megalanthus ) merupakan salah satu jenis buah naga yang kulit buahnya berwarna kuning dan dagingnya berwarna putih. Pada umumnya yang dimanfaatkan dari buah naga adalah daging buahnya. Bagian dari buah naga kuning 30-35 merupakan kulit buah namun seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Kulit buah naga kuning saat ini belum dimanfaatkan dengan baik, berbeda halnya dengan kulit buah naga merah yang saat ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna
alami, karena mengandung senyawa antosianin yang menghasilkan warna antara merah sampai ungu (Ravichandran et al., 2013). Dilihat dari warna kulit buah naga yang berwana kuning diduga bahwa kulit buah naga kuning mengandung senyawa karotenoid yang tinggi, sehingga memiliki potensi juga untuk menjadi pewarna alami (Tamat et al., 2007). Bastante, et al.(2016) melaporkan kulit buah naga kuning memiliki potensi sebagai sumber pewarna alami pada makanan.
Warna kuning pada kulit buah naga disebabkan oleh dua pigmen utama, yaitu pigmen dari golongan karotenoid yang memberi warna kuning dan dari golongan betalain yang memberi warna kuning, jingga, merah dan ungu (Bastante, et al., 2016). Karotenoid merupakan zat warna yang berperan memberikan warna kuning hingga orange berpotensi menjadi pewarna alami dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetik yang lebih aman bagi kesehatan (Kusumaningrum dan Zalnuri, 2013). Zat pewarna dihasilkan dari bahan alami dan sintetik. Kualitas dan sumber pewarna alami yang terbatas menyebabkan penggunaan pewarna sintetik berkembang pesat. Depkes RI (2012) mengungkapkan bahwa penggunaan pewarna sintetik pada makanan dan minuman secara berkesinambungan dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Melihat potensi dari kulit buah naga kuning yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna, maka dilakukan ekstraksi kulit buah naga kuning untuk mendapatkan senyawa karotenoid yang dapat berfungsi sebagai pewarna alami.
Pengambilan komponen pewarna dari kulit buah naga dapat dilakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi karotenoid dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya yaitu dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Metode MAE memiliki kelebihan
dibandingkan dengan metode ekstraksi
konvensional, seperti maserasi, perkolasi,dan sokletasi, yaitu aplikasinya yang luas dalam mengekstrak berbagai senyawa termasuk senyawa yang labil terhadap panas, pelarut yang dibutuhkan lebih sedikit, waktu ekstraksi yang lebih singkat,
dan hasil ekstraksi yang lebih akurat (Mandal et al., 2007). Fabrowska et al. (2017) melaporkan bahwa ekstraksi menggunakan metode MAE jauh lebih efisien pada isolasi klorofil dan karotenoid dari ganggang hijau air tawar dibandingkan dengan ekstraksi soxhlet dan Supercritical Fluid Extraction (SFE).
Faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi pada metode MAE diantaranya jenis pelarut dan waktu ekstraksi (Wijngaard et al., 2012). Efektifitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung kepada kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut, sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang sama. Sari et al. (2015) melaporkan pelarut etil asetat menghasilkan kadar karotenoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan kloroform dan aseton pada ekstraksi buah pandan. Sementara Wahyuni et al. (2015) melaporkan pelarut n-heksana dapat menghasilkan kadar karotenoid tertinggi pada ekstraksi labu kuning. Antari et al. (2015) melaporkan pelarut etanol menghasilkan kadar total karotenoid tertinggi pada ekstraksi buah pandan. Faktor waktu ekstraksi juga merupakan hal yang cukup penting diperhatikan dalam proses ekstraksi karena dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan menyebabkan senyawa bioaktif mengalami kerusakan, sedangkan waktu ekstraksi yang terlalu singkat menyebabkan tidak semua senyawa aktif terekstrak dari bahan. Josephine et al. (2019) melaporkan bahwa waktu ekstraksi 10 menit pada rumput laut metode MAE memberikan hasil total karotenoid tertinggi.Winda et al. (2015) melaporkan bahwa 6
menit merupakan waktu ekstraksi terbaik pada pigmen antosianin kulit buah naga merah metode MAE. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dan waktu ekstraksi kulit buah naga kuning menggunakan metode ekstraksi MAE untuk menghasilkan karakteristik ekstrak pewarna terbaik perlu dilakukan.
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium pengolahan pangan, Laboratorium mikrobiologi pangan, dan Laboratorium Teknik Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020 sampai dengan bulan Maret 2021.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah microwave oven (Samsung), oven (Blue M), loyang, aluminium foil, blender (Miyako), ayakan 60 mesh (Retsch), erlenmeyer (Iwaki) spektrofotometer (Genesys 10S UV-Vis), rotary evaporator (IKA RV 8 germany), labu evaporasi (Iwaki), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), tip, kertas Whatman No. 1, corong, vortex (Maxi Mix II Type 367000), pipet tetes, gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Herma), spatula, pipet volume (Iwaki), pipet mikro (Accumax PRO), botol kaca berwarna gelap dan alat-alat gelas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) jenisnya berduri, warna kulit kuning seragam, dengan umur panen buah 24 bulan yang diperoleh dari Desa adat nangka, Kecamatan
Bebandem, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, aquadest, n-heksan ( Merck), etanol (Merck), etil asetat (Merck), etanol PA, asam galat (Sigma Aldrich), sodium karbonat (Merck), reagen folin-ciocalteu (Merck), dan DPPH (Himedia).
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu jenis pelarut terdiri dari 3 taraf (etanol, etil asetat, n-heksana) dan faktor kedua yaitu waktu ekstraksi terdiri dari 3 taraf (6,8,10 menit).sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan ulangan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez et al., 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan bubuk kulit buah naga kuning
Buah naga kuning dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran yang masih menempel kemudian dicuci dengan air mengalir setelah itu dipisahkan antara daging buah naga kuning dengan kulitnya. Kulit buah naga kuning ditimbang sebanyak 1500 gram kemudian dipotong dengan ukuran ±1cm dengan tujuan untuk mempermudah penghancuran. Potongan kulit buah naga kuning selanjutnya dihancurkan menggunakan blender sampai menjadi bubur. Proses pengeringan dilakukan dengan menuangkan bubur kulit buah naga kuning pada loyang yang telah dilapisi kertas
baking dengan ketebalan ± 4mm, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 500C selama 16 jam. Hasil dari pengeringan dihaluskan menggunakan blender selama ± 3 menit, kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh hingga didapat bubuk kulit buah naga kuning (Saraswati, 2017).
Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning
Pembuatan ekstrak kulit buah naga kuning mengacu pada Kwartiningsih et al. (2016) yang telah dimodifikasi. Pembuatan ekstrak diawali dengan memasukkan bubuk kulit buah naga kedalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan berbagai jenis pelarut sesuai dengan perlakuan yaitu etanol, etil asetat, dan n-heksana dengan rasio bahan dengan pelarut 1:20 (b/v), kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk. Larutan kulit buah naga kuning selanjutnya diekstraksi menggunakan microwave oven dengan daya diatur 450 watt dengan perlakuan waktu ekstraksi 6 menit, 8 menit, dan 10 menit. Hasil ekstraksi kemudian didiamkan sampai suhu ruang (25oC) selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas Whatman No. 1 sehingga menghasilkan filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator dengan kecepatan 60-80 rpm dan suhu 40oC sampai pelarut berhenti menetes dan didapatkan ekstrak. Kehadiran pigmen karotenoid dalam larutan sampai ditandainya warna kuning, orange, kemerahan. Ekstrak yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam botol kaca berwarna gelap untuk selanjutnya dilakukan analisis rendemen, total karotenoid, total padatan terlarut, intensitas warna, total fenol, aktivitas antioksidan, dan IC50.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu rendemen (AOAC, 1990), total karotenoid menggunakan (Hendry dan Grime, 1993), total padatan terlarut (Sudarmadji et al., 1984) intensitas warna (Aryanti et al., 2016), total fenolik (Garcia et al., 2007), aktivitas antioksidan dan IC50 (Mosqueera et al., 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis pelarut dan waktu esktraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen ekstrak kulit buah naga kuning. Nilai rata-rata rendemen ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil rendemen ekstrak kulit buah naga kuning tersebut dapat dilihat bahwa hasil tertinggi yaitu pada jenis pelarut etanol 96 dengan waktu ekstraksi 10 menit sebesar 25,36 sedangkan hasil terendah diperoleh pada jenis pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 6 menit sebesar 5,35 . Hal ini disebabkan karena tingkat kepolaran senyawa yang terekstrak pada kulit buah naga kuning mendekati kepolaran pelarut etanol yang memiliki konstanta dielektrum 24,30 dan waktu ekstraksi selama 10 menit memberikan peluang kontak pelarut dengan bahan lebih lama sehingga komponen bioaktif yang terekstrak lebih banyak. Sesuai dengan pernyataan Anggita et al. (2012) yaitu didalam proses ekstraksi suatu senyawa kimia, berlaku hukum like dissolves like yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang sama. Pelarut polar jika digunakan dalam proses ekstraksi akan melarutkan
senyawa polar, sedangkan apabila menggunakan pelarut non polar maka akan melarutkan senyawa non polar. Ratih et al. (2015) yang melaporkan bahwa kloroform dan etil asetat menghasilkan rendemen yang lebih banyak dibandingkan pelarut n-heksana pada ekstraksi karotenoid dari buah pandan. Semakin lama waktu ekstraksi, kuantitas bahan yang diekstrak juga semakin meningkat
dikarenakan kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga hasilnya akan bertambah sampai titik jenuh larutan (Winata dan Yunianta, 2015). Josephine et al. (2019) melaporkan bahwa waktu ekstraksi 10 menit memberikan hasil total karotenoid tertinggi pada ekstraksi rumput laut metode MAE.
Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen (%) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi | |
Jenis Pelarut |
W1 ( 6 menit) W2 ( 8 menit) W3 (10 menit) |
P1 (n-heksana) |
5,35±0,06c 7,96±0,08b 10,00±0,07a c c c |
P2 (Etil Asetat) |
8,28±0,07c 9,33±0,06b 12,12±0,07a b b b |
P3 (Etanol 96%) |
16,83±0,05c 20,19±0,06b 25,36±0,06a a a a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Total Karotenoid
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total karotenoid ekstrak kulit buah naga kuning. Nilai rata-rata total karotenoid ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil total karotenoid terendah diperoleh pada jenis pelarut etanol 96 dengan waktu ekstraksi 6 menit sebesar 2,93 mg/g sedangkan hasil tertinggi diperoleh pada jenis pelarut n-heksana dengan waktu ekstraksi 10 menit sebesar 33,40 mg/g. Hal ini membuktikan bahwa karotenoid yang terdapat didalam ekstrak kulit buah naga kuning sebagian besar bersifat non polar
sehingga lebih banyak terekstrak pada pelarut yang bersifat non polar seperti n-heksan dan waktu ekstraksi selama 10 menit memberikan waktu yang cukup banyak bagi pelarut untuk meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan sehingga pelarut semakin mudah untuk menarik senyawa karotenoid yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga kuning. Hasil rata-rata total karotenoid ini tidak seiring dengan rendemen yang dihasilkan yaitu rendemen tertinggi terdapat pada pelarut etanol bukan pada pelarut n-heksan. Hal ini mungkin dikarenakan terdapat senyawa lain yang ikut larut seperti senyawa flavonoid dan terpenoid.
Berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu suatu pelarut akan melarutkan senyawa yang
memiliki tingkat kepolaran yang sama. Kepolaran suatu pelarut dapat dilihat dari konstanta dielektriknya. Semakin besar atau tinggi nilai konstanta dielektriknya, maka semakin polar pelarut tersebut begitupun sebaliknya semakin kecil konstanta dielektriknya, semakin non polar pelarut tersebut (Cotto et al., 2006). Pelarut etanol, etil-asetat, dan n-heksan masing-masing memiliki konstanta dielektrik sebesar 24,30; 6,68, dan 1,89.
Karotenoid bersifat non polar dan lebih banyak larut dalam pelarut non polar seperti n-heksan (Yulianti, 2017). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Wahyuni dan Widjanarko (2015) yang melaporkan bahwa pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 25 menit memberikan hasil yang lebih tinggi pada ekstrak karotenoid labu kuning yaitu sebesar 575,22 µg/g
Tabel 2. Nilai rata-rata total karotenoid (mg/g) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi
Jenis Pelarut
W1 ( 6 menit) W2 ( 8 menit) W3 (10 menit)
P1 (n-heksana) |
23,62±0,03c a |
27,02±0,04b a |
33,40±0,07a a |
P2 |
19,43±0,16c |
24,36±0,08b |
30,81±0,10a |
(Etil Asetat) |
b |
b |
b |
P3 |
2,93±0,04c |
3,28±0,03b |
3,62±0,001a |
(Etanol 96%) |
c |
c |
c |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tabel 3. Nilai rata-rata total padatan terlarut (%) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi
Jenis Pelarut
W1 ( 6 menit) |
W2 ( 8 menit) |
W3 (10 menit) | |
P1 |
14,49±0,01c |
17,67±0,09b |
19,54±0,03a |
(n-heksana) |
a |
a |
a |
P2 |
11,22±0,02c |
13,57±0,08b |
16,02±0,02a |
(Etil Asetat) |
b |
b |
b |
P3 |
7,04±0,01c |
9,60±0,05b |
10,76±0,03a |
(Etanol 96%) |
c |
c |
c |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Total Padatan Terlarut
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut kulit buah naga kuning. Nilai rata-rata total
padatan terlarut ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 3.
Total padatan terlarut tertinggi diperoleh pada pelarut n-heksan sebesar 19,54 dengan waktu ekstraksi 10 menit sedangkan total padatan
terlarut terendah terdapat pada pelarut etanol 96 sebesar 7,04 dengan waktu ekstraksi 6 menit. Hal ini disebabkan karena jenis pelarut n-heksana memiliki tingkat kepolaran yang menyerupai dan lebih efektif dalam melarutkan senyawa yang terdapat pada kulit buah naga kuning dan waktu ekstraksi selama 10 menit memberikan waktu yang cukup banyak bagi pelarut untuk menarik keluar senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah naga kuning sehingga dihasilkan total padatan terlarut dengan hasil yang tinggi. Winata, et al., (2015) menyatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, kuantitas bahan yang terekstrak juga akan semakin meningkat dikarenakan kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut makin besar sehingga hasilnya akan
bertambah sampai titik optimum. Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung kepada kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut, sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang sama (Anggitha, 2012). Putro (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai total padatan terlarutnya, maka kualitas ekstrak tersebut dapat dikatakan semakin baik.
Total Fenolik
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenolik ekstrak kulit buah naga kuning. Nilai rata-rata total fenolik ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata total fenolik (mg GAE/gr) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi | |
Jenis Pelarut |
W1 ( 6 menit) W2 ( 8 menit) W3 (10 menit) |
P1 (n-heksana) |
2,19±0,06c 2,69±0,01b 3,09±0,05a b b c |
P2 (Etil Asetat) |
2,21±0,01c 2,83±0,08b 3,74±0,004a b b b |
P3 (Etanol 96%) |
3,15±0,02c 3,76±0,1b 4,55±0,09a a a a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata P>0,05).
Hasil total fenolik terendah terdapat pada pelarut n-heksan sebesar 2,19 mg/g dengan waktu ekstraksi 6 menit sedangkan hasil tertinggi terdapat pada pelarut etanol 96 sebesar 4,55mg/g dengan waktu ekstraksi 10 menit. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepolaran pelarut etanol sesuai dengan tingkat kepolaran senyawa fenolik pada ekstrak kulit buah naga kuning dan ekstraksi
selama 10 menit memberikan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan waktu ekstraksi lainnya untuk kontak dengan pelarut sehingga lebih banyak mengekstrak senyawa fenolik pada ekstrak kulit buah naga kuning.
Semakin lamanya waktu ekstraksi maka terjadinya kontak antara pelarut dengan bahan akan semakin lama sehingga dari keduanya akan terjadi
pengendapan massa secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di dalam dan diluar bahan yang diekstrak sehingga total fenolik juga akan bertambah (Handayani et a.,l 2014). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Tambun, et al (2016) yang melaporkan bahwa kandungan fenolik pada lengkuas merah dengan pelarut etanol 96 semakin meningkat seiring dengan semakin lama waktu ekstraksi sampai titik optimum. Savitri, et al (2017) menyatakan bahwa pelarut polar umumnya mampu melarutkan senyawa fenol lebih baik karena suatu senyawa akan terlarut baik pada
pelarut yang mempunyai kepolaran yang sama. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Noviyanti, et al (2019) yang melaporkan bahwa total fenolat tertinggi ekstrak kulit buah naga merah dihasilkan pada perlakuan pelarut etanol.
Aktivitas Antioksidan dan IC50
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga kuning. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan (%) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi | |
Jenis Pelarut |
W1 ( 6 menit) W2 ( 8 menit) W3 (10 menit) |
P1 (n-heksana) |
50,10±0,14c 52,09±0,68b 65,97±0,13a c b c |
P2 (Etil Asetat) |
53,99±0,24c 60,18±0,08b 70,36±0,17a b a b |
P3 (Etanol 96%) |
58,08±0,63c 61,08±0,04b 74,85±0,06a a a a |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom
yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil pengujian aktivitas antioksidan tertinggi dengan menggunakan metode DPPH terdapat pada pelarut etanol 96 dengan waktu ekstraksi 10 menit sebesar 74,85 sedangkan aktivitas antioksidan terendah terdapat pada pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 6 menit sebesar 50,10 . Penggunaan pelarut etanol 96 memberikan nilai aktivitas antioksidan tertinggi, disebabkan karena adanya kesamaan polaritas antara jenis pelarut etanol dengan senyawa antioksidan yang terdapat pada ekstrak kulit buah
naga kuning. Kenaikan waktu ekstraksi akan meningkatkan penetrasi pelarut kedalam bahan baku, waktu ekstraksi selama 10 menit memberikan peluang kontak pelarut dengan bahan lebih lama, sehingga senyawa antioksidan yang diekstrak pada kulit buah naga kuning semakin banyak. Hal tersebut mengakibatkan kulit buah naga kuning yang diekstrak dengan pelarut etanol 96 dengan waktu ekstraksi 10 menit menghasilkan persentase aktivitas antioksidan tertinggi.
Tambun, et al ( 2014) menyatakan bahwa kenaikan waktu proses ekstraksi yang digunakan akan meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan sehingga pelarut semakin mudah untuk menarik zat-zat kimia keluar dari bahan, sementara semakin sedikitnya waktu ekstraksi yang digunakan akan mempersulit pelarut menembus dinding-dinding pada bahan. Pelarut etanol termasuk dalam pelarut polar yang memiliki sifat mampu mengekstrak senyawa bioaktif yang tergolong antiokisidan alami seperti flavonoid, fenolik, dan tannin (Shahidi et al., 1995). Hal ini juga dibuktikan dari penelitian Mahargyani (2018) yang menyatakan bahwa pelarut etanol 96 menghasilkan nilai aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak kulit buah naga merah. Huliselan, et al (2015) melaporkan aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan total fenolik, semakin tinggi kandungan fenol dalam suatu bahan semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai antioksidan. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dimana penggunaan jenis pelarut etanol 96 dengan
waktu ekstraksi 10 menit memiliki kandungan total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pelarut dan waktu ekstraksi lainnya.
Menurut Molyneux (2004) pada penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas antioksidan diukur dari nilai IC50. Inhibition Concetration atau IC50 merupakan konsentrasi yang dapat menghambat 50 aktivitas radikal
bebas. Perlakuan dengan aktivitas tertinggi diperoleh pada pelarut etanol 96 dan waktu ekstraksi 10 menit sehingga dilakukan uji IC50 pada ekstrak pewarna kulit buah naga kuning. Nilai IC50 dari ekstrak kulit buah naga kuning pada pelarut etanol 96 dan waktu ekstraksi 10 menit yaitu sebesar 646, 9621 ppm yang tergolong dalam aktivitas antioksidan yang sangat lemah. Molyneux (2004) melaporkan bahwa suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan yang sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, aktivitas kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, aktivitas sedang apabila nilai IC50 antara 100-150 ppm dan lemah bila nilai IC50 antara 150-200 ppm. Widianingsih (2016) yang menyatakan bahwa suatu senyawa masih dikatakan memiliki potensi sebagai antioksidan, namun aktivitasnya kurang baik apabila memiliki nilai IC50 di atas 200 ppm sampai 1.000 ppm.
Intensitas Warna
Tingkat Kecerahan (L) Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat kecerahan (L*) ekstrak kulit buah naga kuning. Tingkat kecerahan (L*) menyatakan tingkat gelap sampai terang dengan kisaran 0-100. Nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak kulit buah naga kuning
W1 ( 6 menit)
W3 (10 menit)
P1 (n-heksana) |
44,32±0,02a c |
43,65±0,02b c |
41,25±0,02c c |
P2 (Etil Asetat) |
53,21±0,02a b |
50,87±0,01b b |
48,39±0,007c b |
P3 (Etanol 96%) |
56,17±0,01a a |
54,00±0,02b a |
52,42±0,02c a |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata P>0,05).
Tingkat Kemerahan (a*) Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap Tingkat kemerahan (a*) ekstrak kulit buah naga kuning. Nilai a* menyatakan tingkat warna hijau sampai merah dengan kisaran nilai -100 sampai +100. Nilai rata-rata Tingkat kemerahan ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 7.
Semakin besar nilai a* menunjukkan kecenderungan warna yang semakin merah. Tabel 8. Menunjukkan bahwa tingkat kemerahan tertinggi terdapat pada pelarut n-heksan dengan lama waktu ekstraksi 10 menit yaitu sebesar 19,86 dan tingkat kemerahan terendah terdapat pada pelarut etanol 96 dengan waktu ekstraksi 6 menit yaitu sebesar13,38. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak karotenoid pada pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 10 menit mengalami ekstraksi yang lebih optimal. Tingkat kemerahan berkaitan dengan semakin besarnya kelarutan pigmen karotenoid semakin rendah kadar total karotenoid tingkat kemerahan akan semakin menurun dan sebaliknya semakin tinggi kadar total karotenoid warna yang dihasilkan akan semakin kuning maupun merah (Satriyanto et al., 2012). Tingkat kemerahan (a*) ekstrak kulit buah naga kuning
semakin meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Wahyuni dan Widjanarko (2015) yang menyatakan bahwa tingkat kemerahan tertinggi diperoleh dari jenis pelarut n-heksan pada ekstraksi karotenoid labu kuning.
Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak kulit buah naga kuning tertinggi terdapat pada pelarut etanol 96 dengan lama waktu ekstraksi 6 menit yaitu sebesar 56,17 dan tingkat kecerahan terendah terdapat pada pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 10 menit yaitu sebesar 41,25. Hal ini dikarenakan pigmen yang dihasilkan oleh pelarut n-heksana dengan waktu ekstraksi 10 menit mengandung pigmen karotenoid yang lebih banyak sehingga tingkat kecerahan yang dihasilkan semakin rendah (gelap). Khuluq, et al (2007) menyatakan bahwa kandungan pigmen yang tinggi mempengaruhi tingkat kecerahan. Maka dari hasil rata-rata tingkat kecerahan (L*) yang didapat terlihat bahwa pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 10 menit yang mampu mengekstrak karotenoid dengan hasil paling tinggi akan cenderung memiliki intensitas warna yang dihasilkan semakin gelap (pekat). Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Purnamasari et al. (2013) yang melaporkan bahwa jenis pelarut n-heksana memiliki tingkat kecerahan
yang lebih rendah dibandingkan jenis pelarut aseton dan petroleum eter pada ekstraksi karotenoid kapang oncom merah.
Tabel 7. Nilai rata-rata tingkat kemerahan (a*) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi | |
Jenis Pelarut |
W1 ( 6 menit) W2 ( 8 menit) W3 (10 menit) |
P1 (n-heksana) |
18,34±0,03c 18,47±0,01b 19,86±0,02a a a a |
P2 (Etil Asetat) |
15,41±0,02c 16,35±0,03b 17,05±0,02a b b b |
P3 (Etanol 96%) |
13,38±0,02c 14,22±0,02b 15,08±0,03a c c c |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tabel 8. Nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) ekstrak kulit buah naga kuning
Waktu ekstraksi | |
Jenis Pelarut |
W1 ( 6 menit) W2 ( 8 menit) W3 (10 menit) |
P1 (n-heksana) |
49,83±0,02c 52,20±0,01b 53,87±0,02a a a a |
P2 (Etil Asetat) |
43,46±0,02c 45,05±0,01b 46,49±0,03a b b b |
P3 (Etanol 96%) |
41,36±0,04c 41,87±0,05b 43,84±0,03a c c c |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tingkat kekuningan (b*)Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning
Hasil sidik ragam menunjukan interaksi dari jenis pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap Tingkat kekuningan (b*) ekstrak kulit buah naga kuning. Nilai b* menyatakan tingkat warna biru sampai kuning kisaran nilai -100 sampai +100. Nilai rata-rata Tingkat kekuningan (b*) ekstrak kulit buah naga kuning dapat dilihat pada Tabel 8.
Semakin besar nilai b* menunjukkan kecenderungan warna yang semakin kuning. Tabel 10. Menunjukkan bahwa tingkat kekuningan tertinggi terdapat pada pelarut n-heksan dengan lama waktu ekstraksi 10 menit yaitu sebesar 53,87 dan tingkat kekuningan terendah terdapat pada pelarut etanol 96 dengan waktu ekstraksi 6 menit yaitu sebesar 41,36. Hasil penelitian meunjukkan bahwa nilai b* positif yang mana notasi ini menunjukkan ekstrak kulit buah naga kuning pada perlakuan jenis pelarut etanol 96 dengan waktu
ekstraksi 10 menit cenderung berwarna kuning, tingkat kekuningan ini dipengaruhi oleh pigmen karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen berwarna kuning-oranye (Wicaksono, et al 2013). Oleh karena itu semakin banyak karotenoid yang terekstrak maka menyebabkan intensitas warna kuning (b*) meningkat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ekstrak kulit buah naga kuning ini dengan hasil tertinggi pada total karotenoid yaitu perlakuan jenis pelarut n-heksan dengan waktu ekstraksi 10 menit sebesar 33,40 mg/g.
KESIMPULAN
Interaksi jenis pelarut dan waktu ekstraksi pada ekstrak pewarna kulit buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) dengan metode MAE berpengaruh sangat nyata terhadap terhadap rendemen, total karotenoid, total padatan terlarut, nilai L *, a *, b *, total fenolik, aktivitas antioksidan dan IC50. Perlakuan jenis pelarut n-heksan dan waktu ekstraksi 10 menit, menghasilkan ekstrak kulit buah naga kuning dengan karakteristik pewarna terbaik yaitu rendemen 10,00 , total karotenoid 33,40 mg/g, total padatan terlarut 19,54 , kecerahan (L*) 41,25, kemerahan (a*) 19,86, kekuningan (b*)53,87, total fenolik 3,09 mg GAE/g, aktivitas antioksidan 65,97 , dan IC50 777,773 ppm,
DAFTAR PUSTAKA
Anggitha, I. 2012. Performa Flokulasi Bioflokulan DYT pada Beragam Keasaman dan Kekuatan Ion terhadap Turbiditas Larutan Kaolin. Universitas Pendidikan Indonesia: Jakarta
Aristyanti, N.P.P., Wartini, N.W., dan Gunam, I.B.W. 2017. Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Pewarna Bunga Kenikir (Tagetes
erecta L.) Pada Perlakuan Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 5 (3):13-23.
Bernasconi, G., Gerster, H., Hauser, H., Stauble, H., and Scheneifer, E. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. Penerjemah L. Handojo. Pradnya Paramita, Jakarta.
Huliselan, Y.M., Runtuwene, M.R.J., dan Wewengkang, D.S. 2015. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Etil-asetat, dan n-Heksan dari Daun Sesewanua (Clerodendron squamatum Vahl.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 4(3) 2302 – 2493.
Handayani, D.,A. Mum’im dan Ranti, A.S. 2014. Optimation of green tea waste extraction using microwave assisted extraction to yield green tea extract. Traditional Medicine Journal 19(1):29-35.
Indriyani,N.M.D., Wartini, N.M., dan Suwariani, N.P. 2018. Stabilitas Karotenoid Ekstrak Pewarna Buah Pandan (Pandanus tectorius) Pada Suhu dan pH Awal Penyimpanan. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 6(3):211-217.
Khuluq, A.D., Widjanarko, S.B. dan Murtini, E.S. 2007. Ekstraksi dan stabilitas betasianin daun darah (Alternanthera dentata) (kajian perbandingan pelarut air : etanol dan suhu ekstraksi). Jurnal Teknologi Pertanian. 8(3): 172-181
Kiswandono, A.A. 2011. Perbandingan dua ekstraksi yang berbeda pada daun kelor (Moringa oleifera L.) terhadap rendemen ekstrak dan senyawa bioaktif yang dihasilkan. Jurnal Sains. 1(1):45- 51.
Mahargyani, W. 2018. Identifikasi Senyawa dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah. Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat. 1(1) 2654-5411
Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (dpph) for estimsting antioxidant activity. Journal of Science and Technology. 26:2111-219.
Novita, M., Sulaiman, M. I. dan Yura, S. 2016. Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas antioksidan dan kandungan fenol beberapa jenis bayam dan sayuran lain. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 1(1). 211-219.
Noviyanti, A., Salingkat, C.A., dan Syamsiar. 2019. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Ekstraksi dari Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus). Jurnal Riset Kimia Kovalen. 5(3): 271-279
Purnamasari, N., Andriani, M.A.M., dan Kawiji. 2013. Pengaruh jenis pelarut dan variasi suhu pengering spray dryer terhadap kadar karotenoid kapang oncom merah (Neurospora sp.). Jurnal Teknosains Pangan 2(1): 107-114.
Putro,H.D 2006. Kondisi Optimum Ekstraksi Daun Sambiloto (Andrographis paniculate Ness) dengan Pelarut Etanol. Skripsi. Fakultas MIPA, Bogor.
Ratih, N.G.A.K., Wartini, N.M. dan Yoga, I.W.G.S. 2015. Pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen dan karakteristik ekstrak pewarna dari buah pandan (Pandanus tectorius). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 3(4):1-4.
Satriyanto, B., Widjanarko, S.B. dan Yunianta. 2012. Stabilitas warna ekstrak buah merah (Pandanus conoideus) terhadap pemanasan sebagai sumber potensial pigmen alami. Jurnal Teknologi Pertanian 13(3): 157-168.
Savitri, I., Suhendra, L., dan Wartini, N.M. 2017. Pengaruh jenis pelarut pada metode maserasi terhadap karakteristik ekstrak Sargassum polycystum. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Tuti, W.S. 2020. Uji Efektivitas Ekstrak kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis Jack) Sebagai Pengawet Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Ilmu Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Wahyuni, D. T., Wijanarko, S.B. 2014. Pengaruh jenis pelarut dan lama ekstraksi terhadap ekstrak karotenoid labu kuning dengan metode gelombang ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2):390-401
Widianingsih, M. 2016. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus )(F.A.C Weber) Britton & Rose) hasil maserasi dan dipekatkan dengan kering angin. Jurnal Wiyata. 3(2): 146-150.
Winata, E. W dan Yunianta. 2015. Ekstraksi Antosianin Buah Murbei (Morus alba L.) Metode Ultrasonic Batch ( Kajian Waktu dan Rasio Bahan : Pelarut ). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2)773-783.
Yasa, G. T., Putra, N.K., dan Wiadnyani, A.A.S. 2019. Pengaruh konsentrasi etanol terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruitz & Pav) menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 8(3):278-284.
Yuswi, N. C. 2017. Ekstraksi Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) Dengan Metode Ultrasonic Bath Kajian Jenis Folin, Octo, Ciocalteu, Vintila. 1944. On Tyrosine and Tryptophane Determinations in Proteins, Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927, in. Todd-Sanford, 10: 412.
321
Discussion and feedback