Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Ni Putu Sonya Purnama Sari, dkk. /Itepa 11 (2) 2022 226-236

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Jenis Salak (Salacca edulis R. dan Konsentrasi Gula Terhadap Karakteristik Wine

The Effect of the Types of Snake Fruit (Salacca edulis R.) and Concentration of Sugar on the Characteristics of Wine

Ni Putu Sonya Purnama Sari1, Ni Wayan Wisaniyasa1*, Sayi Hatiningsih1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit, Jimbaran

*) Penulis Korespondensi: Ni Wayan Wisaniyasa, Email: [email protected]

Abstract

Wine was a fermented drink made of grapes extract. However, wine could be made from other fruits that contain glucose, such as snake fruit. Making wine from snack fruit was an alternative to overcome the abundance of snake fruit at its harvest time. The making of snake fruit wine was done by giving treatment about different types of snake fruit and sugar concentration that was used to produce wine with the best characteristics. The purpose of this research was to determine the effect of different types of snake fruit and sugar concentration on the characteristics of snake fruit wine, as well as to determine the different types of snake fruit and sugar concentration that can produce snake fruit wine with the best characteristics. This research used Factorial Completely Randomized Design with two factors. The first factor was the type of snake fruit, namely: Salak Gula Pasir, Salak Nangka, and Salak Pondoh. The second factor was sugar concentration, namely: 20%, 25%, and 30%. The result of this snake fruit wine tested for its alcohol level (ethanol), reducing sugar, total acid, acidity (pH), total soluble solid, sensory assessment including color, taste, smell, and overall acceptance. The result showed that interaction of the types of snake fruit and sugar concentration had a significant effect (P<0,05) on alcohol level (ethanol), reducing sugar, total acid, total soluble solid, also taste and overall acceptance (hedonic). The best characteristics of the wine was obtained from the treatment of Salak Pondoh type and the concentration of sugar 30% with 10,86% ethanol level, 0,94% reducing sugar, 0,33% total acid, pH 3,47, total soluble solid 13,65 °Brix, sensory assessment of color was preferred, the aroma was ordinary with characteristic slightly distinctive aroma of snake fruit, the taste was preferred, and the overall acceptance was preferred.

Keywords: snake fruit type, the concentration of sugar, wine characteristic.

PENDAHULUAN

Buah salak merupakan salah satu komoditi yang banyak dihasilkan di Indonesia. Produksi buah salak terus meningkat setiap tahunnya. Dalam satu tahun, petani salak di Indonesia bisa menghasilkan ratusan ribu ton salak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi buah salak pada tahun 2018 mencapai 896.504 ton dengan jumlah tanaman menghasilkan 38.024.008 batang. Melimpahnya hasil panen salak dirasa belum mampu mengangkat

taraf hidup petani salak karena sering kali nilai jual salak jatuh pada saat musim panen (Anon, 2011). Umur simpan buah salak setelah dipanen cukup singkat yaitu 5 – 10 hari (Suter, 1988), sehingga dicari beberapa alternatif untuk memperpanjang masa simpan dengan cara mengolah buah salak menjadi produk olahan salah satunya minuman fermentasi wine.

Wine merupakan minuman fermentasi dari ekstrak buah anggur yang ditambahkan dengan

Saccharomyces cereviciae, dan memiliki kadar alkohol antara 8 – 15%. Selain buah anggur, wine juga dapat diproduksi dari buah – buahan lain ataupun bahan yang mengandung gula termasuk buah salak. Pada dasarnya, semua buah dapat diolah menjadi wine terutama buah dengan kandungan gula 15 – 18% (Sugiyatno, 2018). Bila kandungan gula pada buah rendah, maka sering ditambahkan gula pada saat proses fermentasi wine.

Dalam proses pembuatan wine, jenis salak dan konsentrasi gula merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi karakteristik wine yang dihasilkan. Salak Nangka (Varietas Bali), Salak Gula Pasir, dan juga Salak Pondoh merupakan jenis salak yang memiliki keunggulan lebih mudah didapat dan digemari oleh masyarakat dibandingkan dengan jenis salak yang lainnya. Salak Nangka (Varietas Bali) memiliki kandungan gula sebesar ±8,8 °Brix, Salak Gula Pasir memiliki kandungan gula sebesar ±12,2 °Brix, sedangkan Salak Pondoh memiliki kandungan gula sebesar ±9,7 °Brix. Hal ini yang menjadikan ketiga jenis salak tersebut berpotensi menjadi substrat selama fermentasi pembuatan wine. Konsentrasi gula juga mempengaruhi karakteristik wine yang dihasilkan terutama dalam menghasilkan alkohol. Gula secara alami di dalam bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan kadar etanol yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu adanya tambahan gula dari luar. Gula yang umum digunakan dalam proses pembuatan wine adalah gula pasir (sukrosa) dengan konsentrasi maksimum 30% (Rahayu dan Kuswanto, 1988). Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui

pengaruh jenis salak dan jumlah gula yang ditambahkan terhadap karakteristik wine salak, serta menentukan jenis salak dan jumlah gula tertentu yang dapat menghasilkan wine salak dengan karakteristik terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, dan Laboratorium Teknik Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Maret 2021.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yaitu buah salak jenis Salak Gula Pasir, Salak Nangka (Varietas Bali), dan Salak Pondoh yang diperoleh dari pasar swalayan di Denpasar. Bahan kimia yang dipergunakan terdiri dari sukrosa merk gulaku, ragi roti (S. cerevisiae) merk Fermipan dari PT. Sangra Ratu Boga yang diperoleh dari supermarket di Denpasar, natrium metabisulfit, asam sitrat (C6H8O7), air, aquades, indikator PP, NaOH 0,1 N, glukosa, larutan arsenomolibdat, dan larutan Nelson.

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan analitik (Mettler Toledo AB 204), botol kaca, kain saring, kertas saring, panci, baskom, kompor gas (Rinai), pisau, talenan, selang kecil, corong, gelas ukur (Iwaki), labu ukur (Iwaki), tabung

reaksi (Iwaki), Erlenmeyer (Iwaki), gelas beaker (Iwaki), pipet tetes, pipet mikro (Eppendorf), tip, corong, pipet volume 1 ml (Pyrex), pipet volume 5 ml (Assistent), autoklaf (Hirayama, Japan), hand refractometer (Atago, Japan), pH meter (Istek), spektrofotometer Uv – Vis (Biochrom), gas kromatografi (varian 3300, Australia), vortex (Thermolyne Type 37600 Mixer), destilator (Behrotest, Germany), thermometer stick (HG 0 – 110’), boult, waterbath, pendingin balik, biuret, klem, dan statif, aluminium foil, plastisin, tisu, serta kertas label.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor. Faktor I yaitu jenis salak (J) yang terdiri dari 3 jenis salak yaitu: J1 = Salak Gula Pasir, J2 = Salak Nangka, dan J3 = Salak Pondoh. Faktor II yaitu konsentrasi gula (G) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: G1 = 20%, G2 = 25%, dan G3 = 30%. Dari perlakuan tersebut diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Gomez et al., 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Sampel dan Sterilisasi Alat

Salak dikupas dan dicuci dengan air mengalir, lalu dipotong – potong menjadi ukuran yang lebih kecil. Selanjutnya alat – alat yang digunakan

disterilisasi terlebih dahulu. Botol kaca disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Kain saring, selang, corong disterilisasi dengan cara direbus. Alat pH meter, gelas beker, gelas ukur, thermometer air, pisau, dan alat untuk analisis disterilisasi menggunakan alkohol.

Pembuatan Starter Wine

Pembuatan starter wine merupakan tahapan awal dalam proses pembuatan wine salak. Salak yang sudah dikupas, dicuci bersih dan dipotong menjadi ukuran lebih kecil. Salak ditambahkan air dengan perbandingan salak : air = 1:4 serta natrium metabisulfit 50 ppm dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 63°C, kemudian disaring menggunakan kain saring yang sudah steril dan diukur volume ekstraknya (Gunam et al., 2018). Ekstrak ditambahkan gula sebanyak 10% dan dipanaskan pada suhu 63°C selama ±10 menit sampai gula terlarut sempurna. pH cairan ekstrak yang didapat diatur sampai menjadi 4 (Pratiwi et al., 2019) kemudian ditambahkan fermipan sebanyak 2% (sebagai sumber S. cerevisiae), dibotolkan, dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.

Pembuatan Wine Salak

Proses pembuatan wine salak diawali dengan pengupasan kulit buah salak dan pencucian dengan air mengalir, kemudian dipotong – potong menjadi ukuran yang lebih kecil. Salak ditambahkan air dengan perbandingan salak : air = 1:4 serta natrium metabisulfit 50 ppm dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 63°C, kemudian disaring menggunakan kain saring yang sudah steril dan diukur volume ekstraknya (Gunam et al., 2018). Ekstrak

ditambahkan gula sesuai perlakuan yaitu 20%, 25%, dan 30%, lalu dipanaskan pada suhu 63°C selama ±10 menit sampai gula terlarut sempurna. pH cairan ekstrak yang didapat diatur sampai menjadi 4 (Pratiwi et al., 2019) kemudian ditambahkan starter sebanyak 15%, dibotolkan, dan difermentasi selama 14 hari pada suhu ruang.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu penentuan kadar etanol menggunakan metode Gas Chromatography (GC) (AOAC, 1987), gula reduksi menggunakan metode Nelson Somogyi (Sudarmadji et al., 1984), total asam menggunakan metode titrasi (Apriyanto, 1989), derajat keasaman menggunakan pH meter (AOAC, 1995), total padatan terlarut menggunakan hand refractometer (Harijono et al., 2001), dan penilaian sifat sensoris

ISSN : 2527-8010 (Online) dengan menggunakan uji hedonik (warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan) serta uji skoring (aroma) (Setyaningsih et al., 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Etanol

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap etanol yang dihasilkan pada wine salak. Tabel 1. menunjukkan bahwa kadar etanol wine salak terendah diperoleh pada perlakuan jenis Salak Pondoh dan konsentrasi gula 20% yaitu sebesar 7,84%, sedangkan kadar etanol tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis Salak Nangka dan konsentrasi gula 25% yaitu sebesar 11,99%.

Tabel 1. Nilai rata – rata kadar etanol wine salak

Jenis Salak

Konsentrasi Gula

20%

25%

30%

Salak Gula Pasir

10,96±0,02b

11,78±0,15a

10,90±0,04b

b

a

a

Salak Nangka

11,61±0,11b

11,99±0,07a

10,99±0,08c

a

a

a

Salak Pondoh

7,84±0,05c

11,79±0,09a

10,86±0,00b

c

a

a

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada baris yang sama dan huruf yang sama di bawah nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis salak menyebabkan kadar etanolnya menjadi beragam. Hal ini disebabkan karena setiap jenis salak memiliki kandungan gula awal yang berbeda. Menurut Gunam et al. (2009), jumlah bahan yang dapat diubah menjadi etanol ditentukan oleh

jumlah gula yang terdapat di dalam bahan. Konsentrasi gula berpengaruh terhadap fermentasi untuk menghasilkan etanol karena jumlah bahan yang dapat diubah menjadi etanol ditentukan oleh jumlah gula dalam suatu bahan. Kadar etanol meningkat pada konsentrasi gula 20% dan 25%.

Semakin banyak jumlah glukosa dalam suatu bahan, maka semakin banyak gula yang akan diubah menjadi etanol dengan konsentrasi yang tinggi dari proses fermentasi. Kadar etanol mulai mengalami penurunan pada konsentrasi gula 30%, Jika konsentrasi terlalu tinggi atau jika konsentrasi media terlalu pekat, akan berakibat pada metabolisme khamir yang akan terganggu sehingga dapat menghambat pembelahan sel dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produksi etanol (Judoamidjojo, 1990).

Gula Reduksi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap gula reduksi wine salak. Tabel 2. menunjukkan bahwa gula reduksi wine salak terendah diperoleh pada perlakuan jenis Salak Nangka dan konsentrasi gula 20% yaitu sebesar 0,13%, sedangkan gula reduksi tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis Salak Pondoh dan konsentrasi gula 30% yaitu sebesar 0,94%.

Tabel 2. Nilai rata – rata gula reduksi (%) wine salak

Jenis Salak

Konsentrasi Gula

20%                  25%                 30%

Salak Gula Pasir

0,41±0,02b              0,54±0,04a             0,58±0,01a

a                     b                    b

Salak Nangka

0,13±0,06a              0,21±0,06a             0,23±0,07a

b                                           c                                           c

Salak Pondoh

0,22±0,05c               0,74±0,01b             0,94±0,08a

b                      a                     a

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada baris yang sama dan huruf yang sama di bawah nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis salak menyebabkan nilai gula reduksinya menjadi beragam. Penggunaan jumlah starter yang sama pada masing – masing jenis salak akan menghasilkan jumlah etanol yang berbeda, sehingga jumlah gula sisa yang tidak terfermentasi juga berbeda. Menurut Mahardika (2014), nilai total gula reduksi akan semakin tinggi jika gula yang terkandung dalam bahan juga tinggi. Semakin tinggi penambahan gula, maka nilai gula reduksinya juga akan semakin bertambah. Konsentrasi gula yang

tinggi justru memperlambat proses metabolisme sel dalam memanfaatkan gula dan mengubahnya menjadi etanol sehingga akan terdapat lebih banyak gula pada akhir fermentasi.

Total Asam

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total asam wine salak. Tabel 3. menunjukkan bahwa total asam wine salak terendah diperoleh pada perlakuan jenis Salak Pondoh dan konsentrasi gula 30% yaitu

sebesar 0,33%, sedangkan total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis Salak Gula Pasir dan konsentrasi gula 20% yaitu sebesar 0,43%.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan jenis salak menyebabkan nilai total asamnya menjadi beragam. Hal ini disebabkan karena setiap jenis salak memiliki komposisi gula dan asam yang berbeda yang dapat mempengaruhi rasa manis dan asam pada buah salak. Selama proses fermentasi, S. cerevisiae akan menghasilkan asam – asam organik, terutama asam asetat sebagai hasil utama metabolisme etanol. Menurut Caturryanti et al. (2008), produksi asam asetat yang dihasilkan karena oksidasi etanol

menjadi asam asetat oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam asetat. Semakin tinggi konsentrasi gula maka nilai total asamnya akan semakin menurun. Semakin tinggi konsentrasi gula yang ditambahkan dalam proses pembuatan wine, maka kadar etanol yang dihasilkan akan semakin tinggi. Dengan semakin tingginya kadar etanol, maka bakteri pembentuk asam akan semakin terhambat pertumbuhannya. Pada penelitian ini, total asam wine salak yang dihasilkan tidak memenuhi syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 01 – 4018 – 1996, dimana asam yang mudah menguap yang ditetapkan sebagai asam asetat adalah maksimal 0,2%.

Tabel 3. Nilai rata – rata total asam (%) wine salak

Jenis Salak

Konsentrasi Gula

20%

25%

30%

Salak Gula Pasir

0,43±0,02a

0,41±0,02a

0,37±0,00b

a

a

a

Salak Nangka

0,40±0,01a

0,38±0,01a

0,37±0,00a

a

b

a

Salak Pondoh

0,40±0,01a

0,40±0,01a

0,33±0,00b

ab

a

b

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada baris yang sama dan huruf yang sama di bawah nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Derajat Keasaman (pH)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap derajat keasaman (pH) wine salak, sedangkan pengaruh masing – masing perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat keasaman (pH) wine salak. Tabel 4. menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) wine salak terendah diperoleh pada perlakuan jenis

Salak Gula Pasir dan konsentrasi gula 20% yaitu sebesar 3,32, sedangkan derajat keasaman (pH) wine salak tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis Salak Pondoh dan konsentrasi gula 30% yaitu sebesar 3,47.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis salak menyebabkan nilai derajat keasamannya menjadi beragam. Hal ini diduga karena pada setiap jenis salak yang berbeda akan mempengaruhi kerja khamir dalam menghasilkan etanol dan asam – asam organik sehingga pHnya

akan menjadi berbeda (Zubaidah et al., 2015). Semakin tinggi konsentrasi gula, maka nilai derajat keasaman (pH) akan semakin meningkat. Menurut Mas et al. (2014), asam yang terbentuk pada wine disebabkan oleh bakteri pembentuk asam asetat yang tumbuh dengan mengubah etanol menjadi asam

asetat. Semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, maka bakteri pembentuk asam akan terhambat pertumbuhannya sehingga produksi asam akan rendah.

Tabel 4. Nilai rata – rata derajat keasaman (pH) wine salak

Jenis Salak

Konsentrasi Gula

20%

25%

30%

X (Jenis Salak)

Salak Gula Pasir

3,32±0,01

3,34±0,01

3,37±0,01

3,34±0,24c

Salak Nangka

3,34±0,01

3,36±0,01

3,40±0,01

3,36±0,03b

Salak Pondoh

3,42±0,00

3,42±0,01

3,47±0,01

3,44±0,26a

X (Konsentrasi Gula)

3,36±0,05c

3,38±0,39b

3,41±0,49a

Keterangan: Huruf yang sama

di belakang nilai rata –

rata pada baris atau kolom yang

sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata

(P>0,05)

Total Padatan Terlarut

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut wine salak. Tabel 5. menunjukkan bahwa total padatan terlarut wine salak terendah diperoleh pada perlakuan jenis Salak Pondoh dan konsentrasi gula 20% yaitu sebesar 6,55 °Brix, sedangkan total padatan terlarut wine salak tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis Salak Gula Pasir dan konsentrasi gula 30% yaitu sebesar 16,30 °Brix.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis salak memiliki nilai total padatan terlarut yang berbeda. Hal ini disebabkan karena setiap jenis salak memiliki komposisi yang berbeda, sehingga seiring dengan penambahan gula (%) yang sama maka akan didapatkan total gula yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi gula, maka total padatan terlarutnya akan semakin tinggi. Peningkatan total padatan terlarut

disebabkan oleh sebagian sisa gula yang tidak terfermentasi karena aktifitas khamir mulai terhambat pada konsentrasi yang lebih tinggi. Menurut Simanjuntak et al. (2017) penambahan gula menghasilkan nilai total padatan terlarut yang semakin tinggi, karena gula (sukrosa) tersusun atas glukosa dan fruktosa dan sangat mudah larut di dalam air, sehingga apabila semakin banyak kandungan fruktosa dalam bahan maka semakin banyak total padatan dalam larutan tersebut.

Penilaian Sifat Sensoris

Penilaian sifat sensoris merupakan pengukuran subyektif karena didasarkan pada respon subyektif seseorang sebagai alat ukur (Soekarto, 1990). Penilaian sifat sensoris pada penelitian ini menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan dan skoring terhadap rasa. Hasil penilaian sifat sensoris dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Nilai rata - rata total padatan terlarut (°Brix) wine salak

Jenis Salak

Konsentrasi Gula

20%                   25%                  30%

Salak Gula Pasir

7,45±0,07c                9,85±0,07b              16,30±0,00a

a                        a                        a

Salak Nangka

7,40±0,00c               10,10±0,14b             13,70±0,00a

a                       a                      b

Salak Pondoh

6,55±0,07c                7,80±0,00b              13,65±0,07a

b                     b                    b

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada baris yang sama dan huruf yang sama di bawah nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).


Tabel 6. Nilai rata – rata uji hedonik warna, aroma, rasa, penerimaan keseluruhan wine salak dan nilai rata – rata uji skoring aroma wine salak

Perlakuan                                 Hedonik                                  Skoring

Warna         Aroma           Rasa         Penerimaan Aroma

Keseluruhan

J1G1

3,93±0,70a

3,47±0,64a

3,07±0,70cde

3,07±0,46c

2,13±0,52a

J1G2

4,07±0,60a

3,47±0,83a

3,27±0,70bcd

3,33±0,82bc

2,13±0,74a

J1G3

4,13±0,64a

3,73±0,80a

4,00±0,926a

4,20±0,56a

2,40±0,83a

J2G1

3,73±0,70a

3,60±0,83a

2,47±0,834e

2,87±0,83c

2,33±0,73a

J2G2

4,13±0,52a

3,60±0,91a

3,00±0,84de

3,20±0,78c

2,40±0,74a

J2G3

4,00±0,54a

3,40±0,63a

3,67±0,72abc

3,80±0,68ab

2,27±0,88a

J3G1

3,87±0,64a

3,47±0,92a

2,73±0,80de

3,00±1,00c

2,40±1,06a

J3G2

4,13±0,64a

3,07±0,70a

2,80±0,94de

3,20±0,78c

2,13±0,83a

J3G3

3,73±0,60a

3,13±1,06a

3,87±0,74ab

4,00±0,66a

2,47±0,92a

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Keterangan angka uji hedonik: 5= sangat suka, 4= suka, 3= biasa, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka.

Keterangan angka uji skoring: 4= sangat khas salak, 3= khas salak, 2= agak khas salak, 1= tidak khas salak.


Warna

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik warna wine salak. Tabel 6. menunjukkan bahwa rata – rata panelis memberikan nilai berkisar 3,73 – 4,13 dengan kriteria suka.

Warna wine salak yang dihasilkan tidak jauh berbeda antara jenis salak satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan warna ekstrak dari sari buah salak sebelum difermentasi juga tidak jauh

berbeda antara jenis salak satu dengan salak lainnya. Warna wine yang dihasilkan cenderung bening kuning keemasan dan tidak terdapat kekeruhan pada wine salak. Semakin tinggi kadar etanol, maka warna wine yang dihasilkan akan semakin jernih. Hal tersebut dikarenakan etanol memiliki sifat memudarkan warna (Putra et al., 2019).

Aroma

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik

dan skoring aroma wine salak. Tabel 6. menunjukkan bahwa rata – rata panelis memberikan nilai berkisar 3,07 – 3,73 dengan kriteria biasa hingga suka untuk pengujian hedonik dan 2,13 – 2,47 dengan kriteria tidak khas salak untuk pengujian skoring.

Aroma wine salak yang dihasilkan cenderung beraroma alkohol sehingga menutupi aroma khas salak. Hal tersebut dikarenakan hasil fermentasi berupa kadar etanol dan asam volatil yang merupakan komponen pembentuk aroma. Aroma wine ditimbulkan oleh senyawa – senyawa volatil penyusun aroma antara lain alkohol, asam, ester, aldehid, keton, terpen dan lakton. Senyawa – senyawa tersebut dihasilkan oleh khamir dalam memperoduksi alkohol (Lohenapessy et al., 2017). Rasa

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik rasa wine salak. Tabel 6. menunjukkan bahwa rata – rata panelis memberikan nilai berkisar 2,47 – 4,00 dengan kriteria tidak suka hingga suka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Salak Gula Pasir dan konsentrasi gula 30% memiliki nilai kesukaan tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan jenis Salak Pondoh konsentrasi gula 30% dan jenis Salak Nangka dengan konsentrasi gula 30%. Panelis cenderung merasakan rasa manis disebabkan karena terdapat gula sisa yang tidak habis difermentasi oleh khamir selama proses fermentasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Putra et al. (2009) dalam pembuatan wine buah naga merah yang menyebutkan bahwa lama fermentasi akan

menyebabkan gula yang ada pada medium fermentasi akan diubah menjadi alkohol serta CO2 oleh khamir, dan meninggalkan gula yang belum terkonversi oleh khamir yang menyebabkan rasa manis dipadukan dengan rasa asam hasil metabolit sekunder khamir pada proses fermentasi.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis salak dan konsentrasi gula berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik penerimaan keseluruhan wine salak. Tabel 6. menunjukkan bahwa rata – rata panelis memberikan nilai berkisar 3,07 – 4,20 dengan kriteria biasa hingga sangat suka.

Nilai penerimaan keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis Salak Gula Pasir dan konsentrasi gula 30% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan jenis Salak Pondoh konsentrasi gula 30% dan jenis Salak Nangka dengan konsentrasi gula 30%. Semakin tinggi penilaian panelis terhadap warna, rasa, dan aroma maka semakin tinggi pula penilaian panelis terhadap penerimaan keseluruhan wine salak.

KESIMPULAN

Interaksi jenis salak dan konsentrasi gula pada wine salak berpengaruh nyata terhadap kadar etanol, gula reduksi, total padatan terlarut, total asam, hedonik rasa, dan hedonik penerimaan keseluruhan, sedangkan berpengaruh tidak nyata terhadap derajat keasaman (pH), hedonik warna, serta hedonik dan skoring aroma. Wine salak terbaik diperoleh dari jenis Salak Pondoh dan konsentrasi gula 30% dengan

karakteristik kadar etanol 10,86%, gula reduksi 0,94%, total asam 0,33%, derajat keasaman (pH) 3,47, total padatan terlarut 13,65 °Brix, serta penilaian sifat sensoris terhadap warna disukai, aroma biasa dengan karakteristik agak khas salak, rasa disukai, dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2011. Wah! Salak Bali Mau Dijadikan Bahan Baku Minuman “Wine Salak”. http://www.republika.co.id/berita/ekonomis/bisni s/11/10/07/Isoh8b-wahsalak-bali-mau-dijadikan-bahan-baku-minuman-wine-salak. Diakses pada 30 April 2020.

AOAC. 1987. Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist, Washington D.C.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. AOAC International. Virginia USA.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Tanaman, Buah – Buahan, dan Sayuran Tahunan. Badan Pusat Statistik Indonesia.

Caturryanti, D., S. Luwihana., S. Tamaroh. 2008. Pengaruh Varietas Apel dan Campuran Bakteri Asam Asetat terhadap Proses Fermentasi Cider. Jurnal Agritech, Vol. 28, (2 : 70 – 75.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Gunam, I. B. W. dan L. P. Wrasiati. 2009. Pengaruh Jenis dan Jumlah Penambahan Gula pada Karakteristik Wine Salak. Jurnal Agrotekno, Vol. 15, (1 : 12 – 9.

Gunam, I. B. W., N. N. S. Ardani., N. S. Antara. 2018. Pengaruh Konsentrasi Starter dan Gula terhadap Karakteristik Wine. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 3, (1 : 289 – 297.

Harijono, K. Joni, M. Setyo dan Ani. 2001. Pengaruh Kadar Karaginan dan Total Padatan Terlarut Sari Buah Apel Muda terhadap Aspek Kualitas Permen Jelly. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, (2 : 110 – 116.

Judoamidjojo, M. 1990. Teknologi fermentasi. IPB Press. Bogor.

Lohenapessy, S., I. B. W. Gunam, I. W. Arnata. 2017 Pengaruh Berbagai Merek Dried Yeast (Saccharomyces Sp. dan pH Awal Fermentasi terhadap Karakteristik Wine Salak Bali. Jurnal Teknologi Industri & Hasil Pertanian, Vol. 22, (2 : 63 – 72.

Mahardika, B. 2014. Uji Penurunan Tingkat Keasaman dan Parameter Kimia pada Minuman Sari Rosela (Hibiscuss sabdariffa Berkarbonasi. Jurnal Pertanian, Vol. 3 (2 : 64 – 77.

Mas, A., M. J. Torija, M. D. C. García-Parrilla, A. M Troncoso. 2014. Acetic Acid Bacteria and the Production and Quality of Wine Vinegar. The Scientific World Journal.

Pratiwi, R., I. B. W. Gunam., N. S. Antara. 2019 Pengaruh Penambahan Gula dan Konsentrasi Starter Khamir Terhadap Karakteristik Wine Buah Naga Merah. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, Vol. 7, (2 : 268 – 278.

Putra, G. B. S. G., I. B. W. Gunam, I. M. M. Wijaya 2019. Aktivitas Antioksidan Lactobacillus Rhamnosus FBB Secara in Vitro. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 4, (2 : 44 – 53.

Rahayu, E. S. dan K. R. Kuswanto. 1988. Teknologi Pengolahan Minuman Beralkohol. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Sa’id, E.G. 1987. Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi. PAU. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Setyaningsih, D., A. Apriyantono, dan M. P. Sari. 2010 Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Argo IPB Press. Bogor.

Simanjuntak M, T. Karo-karo, S. Ginting. 2017 Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Minuman Ferbeet (Fermented Beetroot . Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, Vol. 6 (1 : 96 – 101.

Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB, Bogor.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Sukardi. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sugiyatno, D. 2018. Pengaruh Jenis Gula pada Pembuatan Wine dari Jeruk Siam (Citrus nobilis terhadap Cita Rasa dan Kadar Etanol Wine Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suter, I. K. 1988. Telaah Sifat Buah Salak di Bali sebagai Dasar Pembinaan Mutu. Hasil Disertasi Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Zubaidah, E., Austin, F. H. Sriherfyna. 2015. Studi Aktivitas Antioksidan Cuka Salak dari Berbagai Varietas Buah Salak (Salacca zalacca . Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 16, (2 : 89 – 96.

236