Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Debora Prisceilla Isabella dkk. /Itepa 11 (1) 2022 112-122

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Konsentrasi Tween 80 Terhadap Karakteristik Serbuk Pewarna Daun Singkong (Manihot utilissima Pohl. Pada Metode Foam Mat Drying

The Effect of Tween 80 Concentration on Characteristic of Cassava Leave (Manihot utilissima Pohl.) Pigment Powder on Foam Mat Drying Method

Debora Prisceilla Isabella1, G.A.K. Diah Puspawati1*, A.A.I. Sri Wiadnyani1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, Email: [email protected]

Abstract

Cassava leave is one type of leaf that has high chlorophyll so it can be used as a natural green dye, but using of it was still limited and needs to develop. This study aimed to determine the effect of the concentration of tween 80 on the characteristic of the pigment powder of cassava leave on foam mat drying method and to proper concentration of tween 80 to get the pigment powder of cassava leave with the best characteristic on foam mat drying method. The research design used was a Completely Randomized Design (CRD) with tween 80 concentration treatment consisting of 5 levels (0%; 0.5%; 1%; 1.5%; 2%). The experiment was repeated three times to obtain 15 experimental units. The data obtained were analyzed by the analysis of variance and if the treatment had a significant effect to variable observed, it was continued with Duncan’s Multiple Range Test. The parameters observed in this study included: yield, moisture content, total chlorophyll, solubility and L*, a*, b* values. The results showed that the concentration of tween 80 had a significant effect (P<0,05) on yield, moisture content, total chlorohyll, solubility and L*, a*, b* values. The best treatment was obtained at a concentration level of tween 80 at 1.5% with characteristic: yield of 11.51%, moisture content of 2.08%, total chlorophyll of 6.87 mg/g, solubility of 85.47%, the L* value of 11.53, the a* value of -38.30, and the b* value of 15.83.

Keywords: cassava leave, pigment powder, foam mat drying, tween 80

PENDAHULUAN

Daun singkong (Manihot utilissima Pohl.) adalah jenis daun yang berbentuk menjari dan berwarna hijau yang berasal dari tanaman singkong. Daun singkong adalah salah satu jenis daun yang memiliki klorofil yang tinggi, yaitu 27,446 mg/g (Setiari dan Yulita, 2009) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Rachmawati dan Liska (2020) telah melaporkan pembuatan serbuk pewarna daun singkong dengan penambahan bahan penyalut maltodekstrin 3 , bahan penstabil MgCO3 0,04 , ZnCl2 0,3 dan bahan pembusa putih telur 10 menggunakan

metode pengeringan foam mat drying. Penambahan MgCO3 dan ZnCl2 bertujuan untuk mencegah rusaknya klorofil yang ada pada serbuk akibat proses pengeringan. Pewarna alami dari daun singkong dibuat dalam bentuk serbuk agar lebih stabil, memiliki umur simpan yang lama, dan memiliki kadar air yang lebih rendah.

Produk pangan serbuk biasanya diolah dengan teknologi canggih seperti freeze dryer and spray dryer, namun alat tersebut cukup mahal sehingga sulit untuk digunakan pada home industry. Salah satu teknik pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat serbuk pewarna adalah

metode foam mat drying, yaitu teknik pengeringan bahan berbentuk cair dan peka terhadap panas melalui teknik pembusaan dengan menambahkan zat pembusa dan bahan pengisi. Kelebihan teknik foam mat drying dibandingkan dengan pengeringan oven biasa adalah penguapan air pada pengeringan busa lebih cepat karena cairan lebih mudah melewati struktur busa sehingga pengeringan berlangsung lebih cepat walau menggunakan suhu yang sama dengan pengeringan tanpa busa. Selain itu, metode foam mat drying juga dapat menghasilkan serbuk dengan kualitas yang baik dengan biaya yang murah jika dibandingkan dengan metode freeze drying dan spray drying, serbuk yang dihasilkan mudah larut, dan serbuk memiliki warna yang bagus karena menggunakan suhu pengeringan yang rendah. Pengeringan dengan metode foam mat drying sangat dipengaruhi oleh bahan pengisi dan bahan pembusa. Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maltodekstrin sebesar 3 , yang memiliki fungsi sebagai penyalut untuk melindungi komponen bioaktif dari kerusakan atau oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Bahan pembusa yang sering digunakan dalam metode foam mat drying adalah putih telur dan tween 80. Keterbatasan penggunaan putih telur adalah adanya orang yang alergi mengkonsumsi telur, aromanya yang amis, selain itu kestabilan busa putih telur dipengaruhi oleh umur telur dan kandungan protein yang terkandung pada telur berbeda-beda. Pembuatan serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini menggunakan metode foam mat drying dengan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan bahan pembusa

tween 80 untuk membuat lapisan pelindung komponen bioaktif dalam daun singkong yaitu klorofil.

Tween 80 adalah surfaktan non ionik yang memiliki dua gugus dalam satu molekulnya, yaitu gugus hidrofobik dan hidrofilik yang dapat membentuk busa. Tween 80 merupakan kelompok ikatan sorbitan ester yang dibentuk oleh reaksi antara sorbitol dan asam lemak juga etilen oksida sehingga membentuk senyawa dengan lapisan yang aktif (Dewi, 2019). Tween memiliki beberapa jenis yaitu tween 20, 40, 65, dan 80, setiap tween memiliki fungsi yang berbeda tergantung pada nilai HLB-nya. Hidrophilic Lipophilic Balance (HLB) adalah nilai untuk mengukur efisiensi surfaktan, semakin tinggi nilai HLB surfaktannya maka semakin tinggi nilai kepolarannya. Tween 80 memiliki nilai HLB 15 yang sifatnya cenderung larut dalam air. Keunggulan Tween 80 adalah tidak menimbulkan alergi dan tidak berbau (Mustaufik dan Purnomo, 2000), dapat menghasilkan busa yang stabil, dan menaikkan laju kelarutan produk (Souvica, 2013). Tween 80 dapat berikatan dengan maltodekstrin dan membentuk lapisan pelindung dalam sistem buih sehingga dapat melindungi komponen bioaktif seperti klorofil dari kerusakan dan oksidasi selama proses pengolahan dan penyimpanan. Dewi (2019) melaporkan bahwa konsentrasi tween 80 berpengaruh terhadap karakteristik petai serbuk dengan penambahan tween 80 terbaik sebesar 1,5 menghasilkan petai serbuk dengan karakteristik terbaik. Susanti dan Widya (2014) melaporkan pembuatan minuman serbuk markisa merah dengan karakteristik terbaik adalah pada penambahan tween 80 sebesar 1 .

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tween 80 terhadap karakteristik serbuk pewarna daun singkong dan menentukan konsentrasi tween 80 yang tepat untuk menghasilkan serbuk pewarna daun singkong dengan karakteristik yang terbaik pada metode foam mat drying.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, dan Laboratorium Biokimia dan Nutrisi, Fakultas Teknologi Pertanian, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan November 2020 sampai Januari 2021.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun singkong berwarna hijau tua yang diperoleh dari kebun daun singkong di Renon, Denpasar-Bali. Daun singkong yang digunakan adalah daun yang masih segar, utuh, dan terletak pada tangkai 4-6 dari pucuk tanaman. Bahan lain yang digunakan adalah aquades, aseton 80 (Mallincrood), ZnCl2 (Merck), MgCO3 (Merck), maltodekstrin (Maltrin), dan tween 80 (Matpers).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Shimadzu ATY224), oven, spektrofotometer (UV-Vis), blender (Miyako), mixer (Miyako), pipet volume, pipet tetes, gelas beker (HEMA), kertas saring, loyang, kuvet, mortar dan stamper, ayakan 60 mesh, kertas saring whatman 42, cawan porselen, desikator,

labu ukur 10 ml (Pyrex), labu ukur 100 ml (Pyrex), labu ukur 500 ml (Pyrex), gelas ukur (Pyrex) alumunium foil (Klin Pack).

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi Tween 80 (P) yang terdiri dari 5 taraf meliputi: P0 (0 ), P1 (0,5 ), P2 (1 ), P3 (1,5 ), P4 (2 ). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, apabila perlakuan berpengaruh dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Sampel

Persiapan sampel diawali dengan sortasi daun singkong, lalu dicuci dengan air bersih dan ditiriskan. Daun ditimbang sebanyak 200 g dipotong kecil-kecil dan ditambahkan aquades sebanyak 600 ml, dihancurkan dengan blender hingga halus, lalu disaring dengan kain saring dan dipisahkan residu dari filtratnya. Setelah didapatkan filtrat, sejumlah filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur, kemudian ditambahkan MgCO3 0,04 (Tama, 2014) dan ZnCl2 0,3   (b/v),

kemudian diaduk hingga rata. Larutan didiamkan selama 24 jam kemudian diambil endapan yang terbentuk pada bagian bawah larutan.

Pembuatan Serbuk Pewarna Daun Singkong

Metode pembuatan serbuk pewarna daun singkong mengacu kepada penelitian Rachmawati dan Liska (2020) yang dimodifikasi. Endapan sebanyak 400 ml ditambahkan maltodekstrin 3 (b/v) dari berat sampel dan diaduk hingga rata.

Setelah itu diberi perlakuan penambahan konsentrasi tween 80, yaitu 0 , 0,5 , 1 , 1,5 , dan 2 (v/v) dari berat sampel, kemudian dicampur menggunakan mixer selama 10 menit hingga berbuih (Susanti dan Widya, 2014). Setelah tercampur, dituang ke atas loyang yang dilapisi alumunium foil dengan ketebalan ±1 cm (Dewi, 2019). Sampel dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 600C selama 8 jam. Setelah kering, serbuk digerus dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh dan didapatkan serbuk pewarna daun singkong.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini, yaitu rendemen (AOAC, 1996), kadar air (AOAC, 2006), kelarutan (AOAC, 1995), total klorofil (Nollet LML, 2004), dan analisis warna nilai L*, a*, b* (Caliskan and Dirim, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen serbuk pewarna daun singkong. Hasil analisis rendemen serbuk pewarna daun singkong dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Rendemen

P0 (Tween 80: 0 )

P1 (Tween 80: 0,5 )

8,38 ± 0,19d

9,38 ± 0,08c

P2 (Tween 80: 1 )

10,42 ± 0,12b

P3 (Tween 80: 1,5 )

11,51 ± 0,13a

P4 (Tween 80: 2 )

11,34 ± 0,05a

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Rendemen serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara 8,38 -11,51 . Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (tween 80: 1,5 ) yaitu 11,51 , sedangkan rendemen terendah terdapat pada perlakuan P0 (tween 80: 0 ) yaitu 8,38 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen serbuk pewarna daun singkong meningkat sampai pada konsentrasi P3 (tween 80: 1,5 ) dan pada P4 (tween 80: 2 ) berbeda tidak nyata. Nilai rendemen yang meningkat disebabkan oleh tween 80 yang dapat berikatan dengan maltodekstrin dan meningkatkan

total padatan bahan, serta pengikatan komponen yang ada dalam bahan oleh tween 80 juga akan semakin banyak sehingga jumlah rendemen serbuk akan meningkat (Mulyani, 2014). Kamsiati (2006) menyatakan bahwa penambahan bahan pembusa menyebabkan peningkatan rendemen. Hal ini juga didukung oleh penelitian Rachmawati (2017) pada pembuatan serbuk nata de coco dengan metode foam mat drying, yang melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tween 80 dapat menyebabkan rendemen semakin meningkat, yaitu berkisar antara 6,38 -7,77.

Kadar air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air serbuk pewarna daun singkong. Hasil analisis kadar air serbuk pewarna daun singkong dapat dilihat pada Tabel 2.

Kadar air serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara 2,08 - 3,34 . Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (tween 80: 0 ) yaitu 3,34 , sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan P3 (tween 80: 1,5 ) yaitu 2,08 . Kadar air serbuk pewarna daun singkong menurun sampai pada P3 (tween 80: 1,5 ) tetapi meningkat pada P4 (tween 80: 2 ). Tween 80 merupakan surfaktan non ionik yang memiliki sisi hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekulnya. Pada proses pengadukan bahan dapat menyebabkan pergerakan gugus hidrofobik yang mencegah kontak dengan air dan mengarah ke udara sehingga gugus hidrofobik tarik-menarik dengan udara, sedangkan gugus hidrofilik dari molekul surfaktan tarik-menarik dengan air pada bahan sehingga akan terdapat gas atau udara yang

terperangkap dalam lapisan tipis tersebut sehingga terbentuk busa (Charlena et al., 2009). Busa yang terbentuk dapat memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori pada bahan, sehingga air yang terdapat dalam bahan menjadi lebih mudah menguap karena cairan lebih mudah melewati struktur busa daripada lapisan yang memiliki struktur rapat pada bahan yang sama (Ratti dan Kudra, 2006). Pada P4 (tween 80 2 ) terjadi peningkatan kadar air yang disebabkan oleh penggunaan tween 80 yang terlalu tinggi akan bekerja sebagai pemecah buih, sehingga buih menjadi tidak stabil pada saat pengeringan dan akan menghambat proses penguapan air, sehingga dapat mengakibatkan kadar air pada bahan meningkat (Ciptasari, 2018). Penelitian Dewi (2019) melaporkan bahwa penambahan konsentrasi tween 80 mampu menurunkan kadar air petai serbuk, yaitu berkisar antara 5,4-8,82 . Kadar air yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 2,08 -3,34 dan telah memenuhi SNI 4320:1996 tentang minuman serbuk tradisional yaitu dengan standar kadar air maksimal sebesar 5 .

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Kadar air

P0 (Tween 80: 0 )

3,34 ± 0,05a

P1 (Tween 80: 0,5 )

P2 (Tween 80: 1 )

P3 (Tween 80: 1,5 )

P4 (Tween 80: 2 )

3,08 ± 0,07b 2,77 ± 0,05c 2,08±0,07e

2,32±0,05d

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Total Klorofil

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total klorofil serbuk pewarna daun singkong. Hasil analisis total klorofil serbuk pewarna daun singkong dapat dilihat pada Tabel 3. Total klorofil serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara 4,89–6,87 mg/g. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa total klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (Tween 80: 1,5 ) yaitu 6,87 mg/g, sedangkan total klorofil terendah terdapat pada perlakuan P0 (Tween 80: 0 ) yaitu 4,89 mg/g. Kadar klorofil pada serbuk pewarna meningkat sampai pada konsentrasi P3 (tween 80: 1,5 ) dan pada P4 (tween 80: 2 ) berbeda tidak nyata. Tween 80 dapat berikatan dengan maltodekstrin yang berperan sebagai lapisan pelindung karena kemampuan tween 80 dalam membentuk busa sehingga memperluas permukaan bahan dan

memudahkan air untuk menguap sehingga dapat mempercepat pengeringan dan dapat mencegah rusaknya komponen bioaktif seperti klorofil pada proses pemanasan. Peningkatan konsentrasi tween 80 dapat mempertebal lapisan pelindung yang terdapat dalam sistem busa, sehingga komponen yang ada dalam sistem busa seperti klorofil dapat terlindungi dari kerusakan oksidatif selama proses pengeringan. Kadar total klorofil serbuk pewarna daun singkong pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar total klorofil yang diperoleh pada pembuatan serbuk pewarna daun singkong dengan metode foam mat drying pada penelitian Rachmawati dan Liska (2020) yaitu 0,022 mg/g. Selain itu, kadar total klorofil dalam penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan total klorofil pada pembuatan serbuk pewarna daun suji dengan metode foam mat drying pada penelitian Anditasari (2014) yaitu 5,14 mg/g.

Tabel 3. Nilai rata-rata total klorofil serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Klorofil (mg/g)

P0 (Tween 80: 0 )

4,89±0,05d

P1 (Tween 80: 0,5 )

5,46±0,03c

P2 (Tween 80: 1 )

6,13±0,01b

P3 (Tween 80: 1,5 )

6,87±0,05a

P4 (Tween 80: 2 )

6,83±0,02a

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Kelarutan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelarutan serbuk pewarna daun

singkong. Hasil analisis kelarutan serbuk pewarna daun singkong dapat dilihat pada Tabel 4. Kelarutan serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara 80,65 -85,47 .

Tabel 4. Nilai rata-rata kelarutan serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Kelarutan

P0 (Tween 80: 0 )

80,65 ± 0,29d

P1 (Tween 80: 0,5 )

82,40 ± 0,43c

P2 (Tween 80: 1 )

83,26 ± 0,40b

P3 (Tween 80: 1,5 )

85,47 ± 0,25a

P4 (Tween 80: 2 )

85,11 ± 0,51a

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)


Kelarutan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (Tween 80: 1,5 ) yaitu 85,47 , sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan P0 (Tween 80: 0 ) yaitu 80,65 .

Berdasarkan hasil pada Tabel 4, kelarutan serbuk pewarna daun singkong meningkat sampai pada konsentrasi P3 (tween 80: 1,5 ) pada P4 (tween 80: 2 ) berbeda tidak nyata. Hasil kelarutan yang meningkat disebabkan oleh tween 80 yang mengandung gugus hidroksil bebas dari oksietilen yang dapat mengikat air sehingga dapat meningkatkan kelarutan suatu bahan (Hertikajaya, 2017). Tween 80 juga memiliki HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance) tinggi yaitu 15, yang akan memudahkan pelarutan komponen untuk larut dalam air (Yuwanti et al., 2011). Penambahan tween 80 sampai pada konsentrasi tertentu akan meningkatkan sifat higroskopis bahan sehingga berpengaruh terhadap tingkat kelarutan dari suatu produk. Sifat higroskopis ini disebabkan adanya gugus hidroksil bebas yang menyebabkan air dalam bahan banyak diikat oleh tween 80 sehingga kelarutan serbuk dapat meningkat. Hal ini didukung oleh penyataan Susanti et al (2014) yang menyatakan bahwa penambahan konsentrasi tween 80 dapat meningkatkan sifat higroskopis bahan

sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat kelarutan dari suatu produk. Persentase tingkat kelarutan dapat menunjukkan kualitas produk semakin baik karena proses pengaplikasian serbuk pewarna akan lebih mudah. Penelitian Susanti et al (2014) melaporkan bahwa kelarutan minuman serbuk markisa meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi tween 80 dengan kelarutan berkisar 70,52-81,39 .

Pengukuran Warna Serbuk Pewarna Daun Singkong

Tingkat kecerahan (L )

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai L* serbuk pewarna daun singkong. Hasil analisis nilai L* dapat dilihat pada Tabel 5.

Nilai rata-rata L* serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara 11,53 - 16,23.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat kecerahan (L*) serbuk pewarna daun singkong tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Tween 80: 0 ) yaitu 16,23 dan tingkat kecerahan terendah terdapat pada perlakuan P3 (Tween 80: 1,5 ) yaitu 11,53. Pada sistem warna Hunter, notasi L*: 0

menunjukkan warna hitam dan 100 menunjukkan warna putih. Hasil menunjukkan bahwa nilai L* yang didapatkan rendah, sehingga warna serbuk pewarna daun singkong yang dihasilkan cenderung berwarna lebih gelap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai L* menurun sampai pada P3 (tween 80 1,5 ) dan pada P4 (tween 80 2 ) berbeda tidak nyata. Nilai L* yang menurun

disebabkan oleh tween 80 memiliki sifat hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekulnya yang mampu membentuk busa (Belitz et al., 1987). Busa yang dihasilkan dapat memperkuat lapisan pelindung yang ada pada bahan dalam sistem busa sehingga warna pada serbuk tidak memudar atau rusak akibat proses pengeringan.

Tabel 5. Rata-rata nilai L* serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Rata-rata Nilai L*

P0 (Tween 80: 0 )

16,23±0,35a

P1 (Tween 80: 0,5 )

15,0±0,26b

P2 (Tween 80: 1 )

P3 (Tween 80: 1,5 )

P4 (Tween 80: 2 )

13,1±0,3c

11,53±0,25d

11,9±0,31d

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Tingkat Kehijauan a*                              (P<0,05) terhadap nilai a* serbuk pewarna daun

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa singkong. Hasil analisis nilai a* dapat dilihat pada perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata nilai a* serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Rata-rata Nilai a*

P0 (Tween 80: 0 )

-32,83±0,25d

P1 (Tween 80: 0,5 )

P2 (Tween 80: 1 )

P3 (Tween 80: 1,5 )

-34,63±0,31c

-36,80±0,30b

-38,30±0,46a

P4 (Tween 80: 2 )

-37,83±0,21a

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Nilai rata-rata a* serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara -32,83 sampai -38,30. Nilai a* menyatakan tingkat warna hijau sampai merah dengan notasi a*: 0

sampai +80 menunjukkan warna merah dan nilai 0 sampai -80 menunjukkan warna hijau. Hal tersebut sudah sesuai dengan hasil penelitian yang memperoleh nilai a negatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Nilai a* semakin meningkat sampai pada P3 (tween 80 1,5 ) dan pada P4 (tween 80 2 ) berbeda tidak nyata. Nilai a* paling tinggi adalah pada perlakuan P3 (Tween 80 1,5 ) yaitu -38,30 dan nilai a* negatif paling rendah adalah pada perlakuan P0 (Tween 80 0 ) yaitu -32,83. Nilai a* negatif pada perlakuan P3 dan P4 memiliki nilai a* negatif paling tinggi karena warna serbuk yang dihasilkan memperlihatkan warna yang lebih hijau dibandingkan serbuk dengan perlakuan P0 (Tween 80 0 ). Peningkatan nilai a* diakibatkan oleh tween 80 yang yang memiliki sifat hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekulnya yang mampu membentuk busa (Belitz et al., 1987). Penambahan konsentrasi tween 80 dapat mempertebal lapisan pelindung (film) yang terdapat dalam sistem busa, sehingga warna pada serbuk tidak memudar atau rusak akibat proses

pengeringan. Selain itu, nilai a* juga dipengaruhi oleh kandungan total klorofil yang terdapat pada serbuk pewarna daun singkong, semakin tinggi kandungan klorofil pada serbuk maka warna yang dihasilkan akan semakin hijau. Nilai a* pada serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai a* yang diperoleh pada pembuatan serbuk klorofil daun suji pada penelitian Aryanti et al (2016) yaitu -12,22. Tingkat Kekuningan (b*)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai b* serbuk pewarna daun singkong. Hasil analisis nilai b* dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai rata-rata b* serbuk pewarna daun singkong dalam penelitian ini berkisar antara 15,83 - 20,8.

Tabel 7. Nilai rata-rata nilai b* serbuk pewarna daun singkong

Perlakuan

Rata-rata Nilai b*

P0 (Tween 80: 0 )

20,8±0,36a

P1 (Tween 80: 0,5 )

18,8±0,45b

P2 (Tween 80: 1 )

17,07±0,51c

P3 (Tween 80: 1,5 )

15,83±0,35d

P4 (Tween 80: 2 )

16,2±0,40d

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai b* serbuk pewarna daun singkong tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Tween 80 0 ) yaitu 20,8 dan nilai b* terendah terdapat pada perlakuan P3 (Tween 80 1,5 ) yaitu 15,83. Pada sistem warna Hunter, notasi +b* dari 0 sampai +70 untuk warna kuning, 0 sampai -70 untuk warna biru. Nilai b*

positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa warna serbuk pewarna daun singkong cenderung berwarna hijau kekuningan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai b* menurun sampai pada P3 (Tween 80 1,5 ) dan pada P4 (tween 80 2 ) berbeda tidak nyata. Nilai b* yang menurun menunjukkan bahwa warna serbuk yang dihasilkan

semakin berkurang tingkat kekuningannya. Hal ini disebabkan oleh tween 80 yang mampu membentuk sistem buih diantara fase terdispersi dan fase kontinyu (Belitz et al., 1987). Penambahan konsentrasi tween 80 dapat mempertebal lapisan pelindung (film) yang terdapat dalam system buih, sehingga warna pada serbuk tidak memudar atau rusak akibat proses pengeringan.

KESIMPULAN

Konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata (P<0,05) pada nilai rendemen, kadar air, total klorofil, kelarutan dan nilai L*, a*, b* pada serbuk pewarna daun singkong dengan metode foam mat drying. Serbuk pewarna daun singkong terbaik diperoleh pada konsentrasi tween 80 sebesar 1,5 dengan karakteristik: rendemen sebesar 11,51 , kadar air sebesar 2,08 , total klorofil sebesar 6,87 mg/g, kelarutan sebesar 85,47 , nilai L* sebesar 11,53, nilai a* sebesar -38,30, nilai b* sebesar 15,83.

DAFTAR PUSTAKA

Anditasari, D., S. Kumalaningsih, dan A. F. Mulyadi. 2014. Potensi daun suji (Pleomele angustifolia) sebagai serbuk pewarna alami (kajian konsentrasi dekstrin dan putih telur terhadap karakteristik serbuk). Seminar Nasional BKS PTN Barat.

Aryanti, N., A. Nafiunisa, dan F.M. Wilis. 2016. Ekstraksi dan karakterisasi klorofil dari daun suji (pleomele angustifolia) sebagai pewarna pangan alami. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5(4):129-135.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis. Washington: Association of Official Analytical Chemists.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1996. Official Method of Analysis of The Association Official Analytical Chemists.16rd ed. Association of Official Analytical Chemists. Gaithersburg, Maryland.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2006. Official Method of Analysis of The Association Official Analytical Chemists. Association of Official Analytical Chemists. Gaithersburg, Maryland.

Badan Standarisasi Nasional. 1996. Minuman Serbuk Tradisional. SNI 01-4320-1996. Jakarta.

Belitz, H.D dan W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Sprringer-Verlag Berlin. Jerman.

Caliskan, G. and S. Nur Dirim. 2016. The effect of different drying processes and the amounts of maltodextrin addition on the powder properties of sumac extract powders. Journal of Powder Technology. 287:308-314.

Charlena., Z.A Mas’ud., A. Syahreza dan A.S.Purwadayu. 2009. Profil kelarutan limbah minyak bumi dalam air akibat pengaruh surfaktan nonionik dan laju pengadukan. Chem. Prog. 2 (2): 69-78.

Ciptasari, R. 2018. Sifat Fisik, Sifat Organoleptik dan Aktivitas Antioksidan Susu Bubuk Kedelai Hitam berdasarkan Konsentrasi Tween 80. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Dewi, O.W. 2019. Pengaruh Konsentrasi Tween 80 terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Petai (Parkia speciosa) Bubuk. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Diponegoro. Semarang.

Hertikajaya, R.B. 2017. Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Emulsifier (Tween 80) pada Pembuatan Granula Effervescent dari Nira Tebu (Saccarum officanarum L.) dan Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Kamsiati, E. 2006. Pembuatan bubuk sari buah tomat (licopersicon esculentummill.) dengan metode ”foam mat drying”. Jurnal Teknologi Pertanian 7(2): 113-119.

Mulyani,T., R. Yulistiani, dan M. Nopriyanti. 2014. Pembuatan bubuk sari buah markisa dengan metode foam-mat drying. Jurnal Rekapangan. 8(1):22-38.

Mustaufik, T., Susanto, dan H. Purnomo. 2000. Pengaruh penambahan emulsifying agent tween 80 dan stabilisator emulsi na-cmc terhadap stabilitas susu kacang gude. Jurnal Teknologi Pertanian. 1(2):24-34.

Nollet LML. 2004. Handbook of Food Analysis. Second Edition, Revised and Expanded. Physical Characterization and Nutrient Analysis. New York. Marcel Dekker.

Rachmawati, Winasih dan Liska Ramdanawati. 2020. Pengembangan klorofil dari daun singkong sebagai pewarna makanan alami. Pharmacoscript. 3(1):87-97.

Rachmawati, F. 2017. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengisi Dan Bahan Pembusa Terhadap Kualitas Serbuk Nata De Coco Sebagai Suplemen Serat Pangan. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Ratti, C. and Kudra, T. 2006. Drying of foamed biological materials: opportunities and challenges. Journal Drying Technology 24(9): 1101-1108.

Setiari, N. dan Yulita Nurchayati. 2009. Eksplorasi kandungan klorofil pada beberapa sayuran hijau sebagai alternatif bahan dasar food supplement. BIOMA, 11(1): 6-10.

Souvica, R. T. 2013. Formulasi Sediaan Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) dengan Emulgator Kombinasi Span 80 dan Tween 80. Laporan Tugas Akhir D III Farmasi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Susanti, Y.I., dan W.D.R. Putri 2014. Pembuatan minuman serbuk markisa merah (Passiflora edulis f. edulis sims) (kajian konsentrasi tween 80 dan suhu pengeringan). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3):170-179.

Tama, J. Bisma., S. Kumalaningsih, dan A.F. Mulyadi. 2014. Studi pembuatan bubuk pewarna alami dari daun suji (Pleomele angustifolia) kajian konsentrasi maltodekstrin dan mgco3. Jurnal Industri. 3(1): 73–82.

Yuwanti, S., S. Raharjo, P. Hastuti, dan Supriyadi. 2011. Formulasi mikroemulsi minyak dalam air (O/W) yang stabil menggunakan kombinasi tiga surfaktan non ionik dengan nilai HLB rendah, tinggi dan sedang. Jurnal Agritech. 31(1):21-29.

122