Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Bellariesty Kartika Dewi dkk. /Itepa 11 (1) 2022 1-12

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Aktivitas Antioksidan dan Sifat Sensori Teh Herbal Bubuk Daun Pohpohan (Pilea trinervia W.

The Effect Drying Temperature and Time on The Antioxidan Activity and Sensory Properties of Herbal Tea Pohpohan Leaves (Pilea trinervia W.)

Bellariesty Kartika Dewi1, I Nengah Kencana Putra1*, Ni Luh Ari Yusasrini1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Nengah Kencana, Email: [email protected]

Abstract

This study aimed to determine the effect of drying temperature and time on the antioxidant activity and sensory properties of pohpohan leaves herbal tea and determine the temperature and drying time that produced the highest antioxidant activity and the best sensory properties. This research was a two-factor factorial experiment with a completely randomized design (CRD). The first factor was the drying temperature (40°C, 50°C, and 60°C), and the second factor was drying time (110, 120, and 130 minutes). All treatments were repeated twice in order to obtain 18 experimental units. The data obtained were analyzed by Analysis of Variance and if the treatment had a significant effect, then continued with the Duncan Multiple Range Test. The results showed that the drying temperature of 50°C for 130 minutes was the best treatment that produced herbal tea with the following criteria: water content of 7.80%, extract content in water 22.76%, total phenol 8.65 mg GAE/g; total flavonoids 1.65, mg QE/g; IC50 value of 57.03 ppm; and panelists' acceptance for the color, aroma, taste, and overall aspects was neutral.

Keywords: pohpohan leave, herbal tea, drying temperature, drying time, antioxidant activity

PENDAHULUAN

Pohpohan (Pilea trinervia W.) merupakan jenis tanaman yang tumbuh subur dan tumbuh liar pada lingkungan bersuhu dingin seperti lingkungan pegunungan, air terjun, sungai, dan sawah. Pada umumnya tanaman pohpohan batangnya tegak tidak memiliki duri, daun berseberangan dua helai helaian daun berbentuk elips bulat meruncing, tepi daun bergerigi, pertulangan daun melengkung dan berbau khas. Masyarakat umumnya mengkonsumsi daun pohpohan dalam keadaan segar (lalapan namun terdapat masyarakat yang belum mengetahui daun pohpohan, dimana pertumbuhan tanaman pohpohan dibiarkan begitu saja tanpa

dimanfaatkan. Pohpohan mengandung senyawa antioksidan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menangkal radikal bebas. Amalia et al., (2006 melaporkan bahwa daun pohpohan mengandung flavonoid, alkaloid dan steroida atau triterpenoida asam askorbat, senyawa fenol, α-tokoferol, dan β-karoten. Violeta dan Kumala (2017) melaporkan bahwa nilai antioksidan tertinggi daun pohpohan diperoleh dari ekstrak methanol dengan IC50 sebesar 73,14 ppm. Berdasarkan komposisi komponen bioaktif dan senyawa antioksidan yang dikandungnya menunjukan bahwa daun pohpohan memiliki potensi untuk diolah sebagai produk pangan seperti teh herbal.

Teh adalah minuman yang terbuat dari tanaman teh (Camelia sinensis). Teh telah mengalami banyak perkembangan yaitu tidak hanya terbuat dari pucuk daun tanaman teh (Camelia sinensis), namun dapat terbuat dari bebungaan, bebijian, dedaunan, atau akar dari beragam tanaman. Menurut Winars (2007), teh herbal merupakan Teh yang terbuat selain dari daun teh (Camellia sinensis) yang memiliki banyak khasiat sebagai obat alami untuk mengatasi berbagai macam penyakit dan menjaga kesehatan (Khoiriyah, 2017).

Pengolahan teh herbal daun pohpohan melalui tahapan pokok yaitu proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk memperpanang masa simpan hal ini karena kadar air dalam bahan berkurang sehinga menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Pengeringan dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan dan sifat sesnsori teh herbal oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan dalam proes pengeringan teh herbal adalah penggunaan suhu dan waktu pengeringan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik dan komponen kimia yang terkandung dalam bahan seperti kerusakan senyawa-senyawa yang berperan sebagai antioksidan, sedangkan suhu yang terlalu rendah dan waktu pengeringan yang terlalu singkat belum optimal untuk menginaktifkan enzim polifenolase sehingga enzim polifenolase banyak merubah senyawa polifenol menjadi senyawa teaflavin dan tearubigin yang mengakibatkan senyawa antioksidan yang dihasilkan masih rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al. (2017) bahwa suhu pengeringan 50°C teh herbal daun katuk menghasilkan aktivitas antioksidan sangat kuat dan uji hedonik untuk penerimaan keseluruhan agak disukai selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Yamin et al. (2017) menunjukan bahwa perlakuan teh herbal daun ketepeng cina menggunakan waktu pengeringan 130 menit menghasilkan teh herbal daun ketepeng cina dengan aktivitas antioksidan kuat dan sifat sensori agak disukai oleh panelis dengan deskripsi memiliki warna seduhan teh berwarna kuning, beraroma daun ketepeng cina, dan berasa sepat. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Martini et al. (2020), perlakuan dengan suhu pengeringan 50ºC dan lama waktu 4 jam merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan teh herbal bunga telang dengan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 128,25 ppm dengan deskripsi warna suka, aroma agak suka, rasa kurang sepat dan suka, penerimaan keseluruhan suka.

Penelitian teh herbal daun pohpohan belum pernah dilakukan, untuk itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan dan menentukan suhu dan waktu pengeringan yang tepat untuk mrnghasilkan aktivitas antioksidan dan sifat sensori terbaik teh herbal daun pohpohan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Analisis Pangan, Progarm Studi Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, Jalan Jendral Sudirman, Denpasar, Bali. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - Oktober 2020.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pohpohan muda yang diambil 5 lembah dibawah pucuk yang diperoleh dari hutan kebun raya”Eka Karya” Bali yang terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, Na2CO3 (Merck), NaNO2, AlCl3 10% (Merck), kuersetin (Sigma Aldrich), reagen Folin-Ciocalteau (Merck), methanol (Merck), DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), asam galat (Merck).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Shimadzu ATY224), cawan aluminium, cawan porselin, labu ukur, kompor Gas, gelas beaker, gelas ukur (Iwakki), tabung reaksi (Iwakki), pipet tetes, spektrofotometer UV-Vis, cawan aluminium, dandang ukuran 30 cm, blender (Philipps), pisau, telenan, oven, loyang, alumunium foil, pinset, kuas, desikator, pipet volume, pipet mikro, tip, pipet tetes erlenmeyer (Iwakki), kertas saring, vortex, ayakan 40 mesh, kuas, gelas untuk uji sensoris.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yaitu suhu pengeringan (S1=40°C, S2=50°C, S3=60°C) dan waktu pengeringan (W1=110 Menit, W2=120 Menit, W3=130 Menit). Percobaan dikombinasikan menjadi S1W1, S1W2,

S1W3, S2W1, S2W2, S2W3, S3W1, S3W2, S3W3 kemudian diulang sebanyak 2 kali sehingga memperoleh 18 unit percobaan, sedangkan untuk sensori menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air (Sudarmadji et al., 1997), ekstrak dalam air (Departemen Kesehatan RI, 2000), Total fenol (Sakanaka et al., 2003), total flavonoid (Rahman et al., 2006), Aktivitas Antioksidan (Blois, 1958), dan Evaluasi sensoris dilakukan meliputi warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan dengan menggunakan metode hedonik.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Bubuk Daun Pohpohan

Daun Pohpohan disortasi, ditrimming dan dicuci bersih dengan air mengalir kemudian ditiriskan. Daun yang sudah ditiriskan dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan pisau kemudian daun pohpohan dilayukan dengan steam dengan suhu 100oC selama 90 detik setelah itu dilakukan proses pengeringan dengan variasi suhu S1 = 40oC, S2 = 50oC, S3 = 60oC dengan variasi waktu pengeringan W1 = 110 menit, W2 = 120 menit, W3 = 130 menit sesuai perlakuan sampai kering. Daun pohpohan yang sudah kering kemudian dilakukan penggilingan dengan blender untuk menghaluskan daun, setelah itu dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan

berukuran 40 mesh hingga menghasilkan bubuk daun pohpohan. Bubuk daun pohpohan yang diperoleh akan dianalisis secara kimia.

Pembuatan Seduhan Teh Herba Bubuk Daun Pohpohan

Bubuk teh daun 2 g di masukkan ke dalam gelas kemudian ditambahkan air mendidih sebanyak 100 ml dan diseduh selama 3 menit

setelah itu disaring menggunakan saringan teh kemudian ampas tehnya dibuang. Larutan teh diuji sensorisnya (Badan Standar Nasional, 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil nilai rata-rata pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%) teh herbal bubuk daun pohpohan dengan perlakuan suhu dan waku pengeringan

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Menit)

110

120

130

40

11,89 ± 0,35 a

11,64 ± 0,21 ab

11,04 ± 0,16 b

(a)

(a)

(a)

50

10,74 ± 0,32 a

8,87 ± 0,26 b

7,80 ± 0,36 b

(b)

(b)

(b)

60

7,32 ± 0,03 a

6,22 ± 0,81 ab

4,87 ± 0,53 b

(b)

(c)

(c)

Keterangan: Nilai rata-rata diikuti dengan ± standar deviasi (n=2). Notasi huruf yang b erbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air teh herbal bubuk daun pohpohan. Kadar air daun pohpohan berkisaran antara 4,87%-11,89%. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan 60°C dengan waktu pengeringan 130 menit mampu menurunkan kadar air paling tinggi, sehingga kadar air terendah teh herbal bubuk daun pohpohan diperoleh sebesar 4,87 % sedangkan kadar air tertinggi teh herbal bubuk daun pohpohan diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 40ºC dengan waktu pengeringan 110 menit sebesar 11,89%. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah kadar air yang diperoleh, hasil ini sesuai dengan penelitian

Yuliani (2013) bahwa semakin tinggi suhu selama pemanasan yang digunakan maka kadar air yang terdapat dalam bahan akan semakin menurun, sedangkan semakin rendah suhu dan lama pemanasan yang digunakan maka kadar air yang terdapat pada bahan hanya sedikit mengalami pengurangan.

Menurut Karina (2008), menurunnya kadar air dalam bahan akibat dari proses penguapan, makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan, selain itu menurut Winarno (1995), semakin lama waktu pengeringan yang diberikan maka akan semakin banyak bahan menerima panas sehingga jumlah air yang diuapkan pada bahan pangan semakin banyak

dan mengakibatkan kadar air semakin rendah. Berdasarkan SNI teh kering dalam kemasan 3836:2013 kadar air pada produk teh herbal bubuk memiliki nilai maksimal adalah 8%, dengan demikian kadar air yang dimiliki teh herbal bubuk daun pohpohan perlakuan suhu 60ºC dengan waktu pengerngan 110, 120 dan 130 menit memiliki kadar air yang masih termasuk dalam katagori kadar air teh herbal bubuk yang ditetapkan oleh SNI.

Kadar Ekstrak dalam Air

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ekstrak dalam air teh herbal bubuk daun pohpohan. Hasil nilai rata-rata pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap kadar ekstrak dalam air dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar ekstrak dalam air (%) teh herbal bubuk daun pohpohan dengan perlakuan suhu dan waku pengeringan

Suhu Pengeringan

Waktu Pengeringan (Menit)

(°C)

110                  120                  130

40

16,96 ± 0,04 c           18,04 ± 0,24 b           19,08 ± 0,01a

(c)                          (c)                          (c)

50

20,10 ± 0,10 c           20,82 ± 0,04 b           22,76 ± 0,06 a

(b)                        (b)                        (b)

60

23,65 ± 0,00 c           24,45 ± 0,20 b           25,21 ± 0,23 a

(a)                          (a)                          (a)

Keterangan: Nilai rata-rata diikuti dengan ± standar deviasi (n=2). Notasi huruf yang b erbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

Kadar ekstrak dalam air teh herbal bubuk daun pohpohan berkisaran antara 16,96%-25,21%. Tabel 2 menunjukkan kadar ekstrak dalam air terendah teh herbal bubuk daun pohpohan diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 40ºC dengan waktu pengeringan 110 menit sebesar 16,96% sedangkan ekstrak dalam air tertinggi teh herbal bubuk daun pohpohan diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 60ºC dengan waktu pengeringan 130 menit sebesar 25,21%. Berdasarkan hasil Tabel 2 menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin lama waktu pengeringan maka ekstrak dalam air yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri et al. (2012) yang menyatakan bahwa semakin rendah kadar air maka

semakin tinggi komponen lain yang terkandung dalam bahan yang berakibat kepada semakin tingginya persentase kadar ekstrak dalam airnya.

Suhu Pengeringan yang terlalu tinggi dengan waktu pengeringan yang lama menyebabkan kadar air pada suatu bahan semakin rendah yang akan mengakibatkan sifat bubuk menjadi lebih higroskopis dan mudah menyerap air sehingga kelarutan bubuk dalam air juga menjadi lebih besar (Purnomo, 2016). Menurut Phaza dan Ramadhan (2010), peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan solubilitas pelarut dan dapat memperbesar pori padatan, sehingga pelarut masuk melalui pori-pori padatan dan melarutkan komponen padatan yang terjerap kemudian zat terlarut berdifusi keluar permukaan partikel

padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan, selanjutnya ke larutan. Berdasarkan SNI teh kering dalam kemasan 3836:2013 kad ekstrak dalam air pada produk teh herbal bubuk memiliki nilai maksimal adalah 32%, dengan demikian ekstrak dalam air yang dimiliki teh herbal bubuk daun pohpohan belum termasuk dalam katagori kadar ekstrak dalam air teh herbal bubuk yang ditetapkan oleh SNI.

Total Fenol

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil nilai rata-rata (mg GAE/g berat kering bahan) pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap total fenol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata fotal fenol (mg GAE/g berat kering bahan) teh herbal bubuk daun pohpohan dengan perlakuan suhu dan waku pengeringan

Suhu Pengeringan

Waktu Pengeringan (Menit)

(°C)

110                   120                 130

40

7,79 ± 0,38 b             8,33 ± 0,93 ab           9,97 ± 0,52 a

(b)                        (ab)                       (a)

50

12,55 ± 0,20 a          10,55 ± 1,20 ab          8,65 ± 1,18 b

(a)                          (a)                        (ab)

60

7,38 ± 0,14 a             6,98 ± 0,22 a           6,36 ± 0,10 b

(b)                         (b)                       (b)

Keterangan: Nilai rata-rata diikuti dengan ± standar deviasi (n=2). Notasi huruf yang berbeda dib elakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukan berb eda nyata (P<0,05)

Hasil penelitian terhadap kadar total fenol dengan perhitungan basis kering diperoleh kadar tertinggi pada suhu 50°C dengan waktu 110 menit sebesar 12,55 mg GAE/g dan tidak berbeda nyata dengan suhu 40°C dengan waktu 130 menit sedangkan kadar total fenol terendah diperoleh pada suhu 60°C dengan waktu 130 menit dan tidak berbeda nyata dengan suhu 40°C dengan waktu pengeringan 110 menit.

Berdasarkan hasil nilai rata-rata total fenol dapat dilihat bahwa pada perlakuan suhu 40°C kadar total fenol lebih rendah dari perlakuan suhu 50°C. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu pengeringan mengakibatkan peningkatan proses inaktivasi enzim polifenol oksidase, sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah dan

kerusakan senyawa polifenol semakin sedikit namun jika suhu pengeringan melampaui suhu optimum, maka stabilitas senyawa polifenol akan terganggu sehingga menyebabkan penurunan kandungan senyawa polifenol pada bahan (Susanti 2008). Pada suhu 60°C dengan seiringnya lama pengeringan kadar total fenol yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena sifat senyawa fenol yang tidak tahan terhadap panas yang terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang terlalu lama mengakibatkan terjadinya waktu kontak antara bahan dengan panas semakin lama sehingga panas dapat merusak komponen fenol yang terdapat dalam bahan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusnayanti (2018 bahwa suhu pengeringan yang digunakan semakin

tinggi dengan waktu pengeringan yang semakin lama menghasilkan total fenol teh hijau daun kakao yang rendah.

Flavonoid

Hasil nilai rata-rata (mg QE/g berat kering bahan) pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap flavonoid dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap flavonoid teh

herbal bubuk daun pohpohan. Hasil penelitian terhadap flavonoid dengan perhitungan basis kering diperoleh kadar tertinggi pada suhu 50°C dengan waktu 110 menit sebesar 1,90 mg QE/g dan tidak berbeda nyata dengan suhu 50°C dengan pengeringan 120 menit dan suhu 40°C dengan perlakuan 130 menit sedangkan flavonoid terendah diperoleh pada suhu 60°C dengan waktu 130 menit sebesar 1,13 mg QE/g.

Tabel 4. Nilai rata-rata flavonoid (mg QE/g berat kering bahan) teh herbal bubuk daun pohpohan dengan perlakuan suhu dan waku pengeringan.

Suhu Pengeringan

Waktu Pengeringan (Menit)

(°C)

110                   120                 130

40

1,44 ± 0,02 b             1,48 ± 0,00 b           1,54 ± 0,01 a

(b)                          (b)                        (a)

50

1,90 ± 0,03 a            1,80 ± 0,02 ab          1,65 ± 0,07 b

(a)                          (a)                        (a)

60

1,52 ± 0,07 a             1,31 ± 0,00 ab           1,13 ± 0,11 b

(b)                          (c)                        (b)

Keterangan: Nilai rata-rata diikuti dengan ± standar deviasi (n=2). Notasi huruf yang b erbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

Berdasarkan hasil penelitian pengeringan dengan suhu yang terlalu rendah yaitu 40°C dengan waktu pengeringan kurang dari 130 menit belum optimal untuk menginaktifkan enzim polifenolase sehingga kadar flavonoid yang dihasilkan lebih rendah. Pengunaan suhu pengeringan yang terlalu tinggi dengan seiringnya lama pengeringan maka semakin rendah kadar flavonoid yang dihasilkan. Flavonoid merupakan golongan polifenol dengan struktur dasar fenol yang senyawanya memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan panas sehingga dengan adanya suhu pengeringan akan mempengaruhi kadar flavonoid yang terkandung (Syafarina et al., (2017). Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma et al., (2019) bahwa penggunaan suhu pengeringan yang terlalu tinggi dengan waktu pengeringan yang semakin lama dapat menyebabkan kandungan flavonoid semakin rendah dikarenakan paparan panas dapat merusak beberapa komponen flavonoid dalam bahan.

Aktivitas Antioksidan

Hasil nilai rata-rata nilai IC50 (ppm berat kering bahan) pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 nilai rata-rata 31,49 ppm-116,40 ppm. Nilai IC50 pada suhu 50°C lebih

rendah dibandingkan pada 40°C dan pada 60°C nilai IC50 mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan pada suhu 50°C kadar total fenol dan flavonoid juga mengalami kenaikan dan mencapai titik optimalnya dibandingkan dengan suhu 40°C dan mengalami penurunan pada suhu 60°C. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan berdasarkan nilai rata

IC50 terendah terdapat pada perlakuan suhu 50°C dengan waktu pengeringan 110 menit sebesar 31,49 ppm dan tidak berbeda nyata dengan suhu 50°C dengan waktu pengeringan 120 sedangkan nilai ratarata tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 60°C dengan waktu pengeringan 130 menit sebesar 116,40 ppm.

Tabel 5. Nilai rata-rata IC50 (ppm berat kering bahan) teh herbal bubuk daun pohpohan dengan perlakuan suhu dan waku pengeringan

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Menit)

110

120

130

40

61,38 ± 0,90 a

58,30 ± 0,67 ab

55,53 ± 1,50 b

(b)

(b)

(b)

50

31,49 ± 2,37 a

38,17 ± 0,16 a

57,03 ± 13,76 a

(c)

(c)

(b)

60

66,89 ± 0,31 b

81,44 ± 5,99 b

116,40 ± 14,54 a

(a)

(a)

(a)

Keterangan: Nilai rata-rata diikuti dengan ± standar deviasi (n=2). Notasi huruf yang berbeda dib elakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukan sama nyata (P<0,05)

Aktivitas antioksidan pada suhu 40°C dengan waktu pengeringan 110,120 dan 130 menit kemudian suhu 50°C dengan waktu pengeringan 130 menit dan suhu 60°C dengan waktu pengeringan 110 dan 120 menit termasuk dalam golongan kuat sedangkan aktivitas antioksidan pada suhu 50°C dengan waktu pengeringan 120 dan 130 menit termasuk dalam golongan sangat kuat akan tetapi pada suhu 60°C dengan waktu pengeringan 130 menit aktivitas antioksdian mengalami penurunan sehingga termasuk golongan lemah. Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukkan kemampuan antioksidan yang lebih tinggi dalam menangkal radikal bebas. Bahan yang memiliki nilai IC50 sebesar <50 ppm memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat (Molyneux, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pengeringan yang terlalu tinggi dan waktu

pengeringan yang terlau lama menghasilkan nilai IC50 yang semakin tinggi. Hal ini karena suhu dan waktu pengeringan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan. Menurut Wijana (2014), waktu pengeringan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan, semakin lama waktu pengeringan maka aktivitas antioksidan juga akan semakin menurun. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al. (2017) menyatakan aktivitas antioksidan akan turun apabila suhu pengeringan terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena suhu pemanasan yang semakin tinggi mengakibatkan senyawa metabolit sekunder yang bertindak sebagai antioksidan menjadi rusak. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dengan waktu yang lama dalam proses pengeringan mengakibatkan menurunnya zat aktif yang terkandung dalam suatu bahan pangan,

menurunnya aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh proses oksidasi enzimatis yang menyebabkan polifenol teroksidasi dan mengalami penurunan (Rohdiana, 2001) Tingginya aktivitas antioksidan teh herbal bubuk daun pohpohan juga dipengaruhi kadar total fenol dan flavonoid yang terkandung semakin tinggi kadar total fenol dan kadar flavonoid maka semakin meningkat aktivitas antioksidannya. Hal ini dikarenakan senyawa fenol dan flavonoid merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan.

Evaluasi Sensoris

Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap teh herbal bubuk daun pohpohan yang meliputi warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan. Evaluasi sensoris teh herbal bubuk daun pohpohan dilakukan dengan uji hedonik. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan teh herbal bubuk daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan teh herbal bubuk daun pohpohan.

Nilai Rata-rata

Suhu/Waktu

Penerimaan

Warna          Aroma           Rasa

Keseluruhan

40°C/110 Menit

40°C/120 Menit

40°C/130 Menit

50°C/110 Menit

50°C/120 Menit

50°C/130 Menit

60°C/110 Menit

60°C/120 Menit

60°C/130 Menit

3,72 bc            3,40 a            2,88 abc             3,08 a

4,28 a             3,40 a            2,56 bc             2,96 a

3,88 ab             3,32 a              2,60 c               3,04 a

4,08 ab            3,40 a             2,56 c              2,96 a

2,52 e               3,24 a              3,24 ab               3,24 a

3,04 de             3,16 a             2,96 abc              2,92 a

2,76 e              3,36 a              3,36 a               3,32 a

3,04 de             3,12 a             3,00 abc              2,92 a

3,32 cd             3,24 a             2,68 bc              2,96 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada baris yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). (1=Tidak suka, 2=Agak Tidak Suka , 3= Biasa S, 4=Agak Suka, 5=Suka)

Warna

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan. Nilai rata-rata uji hedonik warna seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 6.

Nilai rata-rata uji hedonik panelis memberikan nilai pada wana seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan berkisaran 2,52-4,28. Berdasarkan hasil Tabel 6 menunjukkan bahwa

panelis menyukai warna teh herbal bubuk daun pohpohan perlakuan suhu 40°C dengan waktu pengeringan 120 menit, sedangkan pada perlakuan suhu 50°C dengan waktu pengeringan 120 menit panelis agak tidak menyukai. Hal ini dikarenakan pada warna teh herbal bubuk daun pohpohan sedikit kurang menarik untuk para panelis. Menurut Fitrayana (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan dapat menyebabkan menurunnya warna alami teh herbal yang dihasilkan, hal ini disebabkan pada

proses pengeringan yang merusak warna seperti klorofil pada daun.

Aroma

Aroma memberikan peranan penting dalam sebuah penilaian produk. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan. Nilai rata-rata uji hedonik aroma seduhan teh herbal daun popohan dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan nilai rata-rata uji hedonik menunjukan bahwa panelis memberikan nilai pada aroma seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan berkisaran 3,12-3,40 dengan kriteria biasa. Hal ini dikarenakan pada aroma seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan hampir tidak dapat dibedakan. Meilgaard et al (2000) menyatakan bahwa aroma makanan timbul karena adanya komponen senyawa volatile yang mudah menguap namun komponen volatile akan hilang selama proses pemanasan.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan. Nilai rata-rata uji hedonik rasa seduhan teh bubuk herbal daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan nilai rata-rata uji hedonik menunjukan bahwa panelis memberikan nilai pada rasa seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan berkisaran 2,56-3,36 dengan kriteria agak tidak suka hingga biasa. Panelis menyukai rasa teh herbal bubuk daun pohpohan dengan perlakuan suhu 60°C dengan waktu pengeringan 110 Menit

dan 120 menit, suhu 50°C dengan waktu pengeringan 120 Menit dan 130 menit, suhu 40°C dengan waktu pengeringan 110 menit. Menurut Roni (2008) menyatakan bahwa senyawa fenol dan flavonoid dapat memberikan rasa pahit dan sepat pada seduhan teh.

Penerimaan Keseluruhan

Nilai rata-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh tidak nyata (P>0,05 terhadap penerimaan keseluruhan seduhan teh herbal bubuk daun pohpohan. Penerimaan keseluruhan teh herbal bubuk daun pohpohan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna aroma dan rasa sehingga penerimaan keseluruhan ini merupakan hasil beberapa penilaian yang bertujuan untuk melihat seluruh kesukaan panelis terhadap seduhan teh herbal daun pohpoohan. Berdasarkan hasil Tabel 6 nilai rata-rata menunjukan bahwa panelis memberikan nilai terhadap penerimaan keseluruhan berkisar 2,923,32 dengan kriteria biasa. Hal ini dikarenakan teh herbal bubuk daun pohpohan memiliki warna aroma, rasa yang masih bisa diterima oleh seluruh panelis.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air ekstrak dalam air, total fenol, flavonoid, aktivitas antioksidan berdasarkan IC50, dan pengujian hedonik terhadap warna dan rasa pada teh herbal

bubuk daun pohpohan sedangkan berpengaruh tidak nyata terhadap uji hedonik aroma, dan penerimaan keseluruhan pada teh herbal bubuk daun pohpohan.

Suhu pengeringan 50oC selama 130 menit merupakan perlakuan terbaik dengan karakteristik sebagai berikut: kadar air 7,80%, ekstrak dalam air 22,76%, total fenol 8,65 mg GAE/g, flavonoid 1,65 mg QE/g, aktivitas antioksidan berdasarkan IC50 57,03 ppm serta sifat sensori warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan biasa.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada program studi teknologi pangan, fakultas teknologi pertanian, dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah membantu proses penelitian hingga penyelesaian penulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., Fidrianny, I., dan Sukarso. (2006). Telaah Kandungan Kimia Ekstrak Etil Asetat Daun Pohpohan (Pilea trinervia Wight.). Skripsi. Bandung. Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung.

Andarwulan, N., C.H. Wijaya, dan D.T. Cahyono.

(1996). Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper betle L.). Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 7: 29– 37

Dewi, W.K., N, Harun., dan Y, Zalfiatri. (2017).

Pemanfaatan Daun Katuk (Sauropus adrogynus) dalam Pembuatan Teh Herbal dengan Variasi Suhu Pengeringan. Jom Faperta. 4(2).

Fitrayana, C. (2014). Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakterisktik Teh Herbal Pare (Momordica charantia L). Bandung: Universitas Pasundan.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: UI Press

Hartati, S. (2013). Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Poliphenol dan Antosianin Beras Wulung yang Berpotensi sebagai Makanan Diet Penderita. Jurnal Pangan dan Gizi. 4(7).

Jeong, S. M., S.Y. Kim., D.R. Kim., S.C. Jo., K.C. Nam., D.U. Ahn, dan S.C. Lee. (2004). Effect of Heat Treatment on Teh Antioxidant Activity of Extracts from Citrus Peels. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 52: 3389– 3393.

Karina, A. (2008). Pemanfaatan Jahe (Zingiberofficinale Rosc.) dan Teh Hijau (Camellia sinensis) dalam Pembuatan Selai Rendah Kalori dan Sumber Antioksidan. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Kusuma, S., K. Putra, dan T. Darmayanti. (2019). Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan Teh Herbal Kulit Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 8(1): 85-93

Martini, N. K. A., I. G. A. Ekawati, dan P. T. Ina. (2020). Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Teh Bunga Telang (Clitoria ternatea L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 9(3):327-340.

Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T. Carr. (2000). Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton. Florida: CRC Press.

Molyneux, P. (2004). Teh Use of Stable Radical Diphenylpicril-Hydrazyl     (DPPH) for

Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of Science Technology. 26(2): 211–219

Purnomo, W., L. U. Khasanah, dan B. K. Anandito. (2016). Pengaruh Ratio Kombinasi Maltodekstrin, Karagenan dan Whey terhadap Karakteristik Mikroen Kapsulan Pewarna Alami Daun Jati (Tectona grandis Lf). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3).

Putri, E., Anggraeni, dan Y., Khairina. (2012). Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella asitica L uraban) yang Berasal dari Malang dan Penetapan Kadar Asiatikosida. Skripsi. Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Ramadhan, A.E., dan Phaza, H.A. (2010). Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Secara Batch. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang

Roni, M. A. (2008). Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau (Camellia   Sinensis), Pegagan   (Centella

asiatica), dan Daun Jeruk Purut (Cytus hystrix). Skripsi. Institut Pertanian. Bogor.

Rusnayanti. (2018). Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Teh Hijau Daun Kakao (Theobroma cacao L.). Artikel Ilmiah Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram

Silaban, M. (2005). Pengaruh Jenis Teh dan Lama Fermentasi pada Proses Pembuatan Teh Kombucha. Skripsi Prodi Teknologi Pertanian. Sumatera Utara. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara

Sudarmadji, S., B. Haryono. dan Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Susanti, D.Y. (2008). Efek Suhu Pengeringan Terhadap Kandungan Fenolik dan Kandungan Katekin Teh Kombinasi Daun Katuk dan Daun Kelor Dengan Variasi Suhu Pengeringan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Syafarina, M., Irham, T., Edyson. (2017). Perbedaan Total Flavonoid antara Tahapan Pengeringan Alami dan Buatan pada Ekstrak Daun Binjai (Mangifera    caesia). Skripsi.   Fakultas

Kedokteran   Gigi Universitas   Lambung

Mangkurat. Banjarmasin.

Violita, dan S. Kumala. (2017). Evaluasi Aktivitas Anti-Bacteri dan Anti-Oksidan Eksak N-

Heksana, Etil Asetat dan Methanol Daun Pohpohan (Pilea trinervia Wight). Jurnal Farmasi Indonesia. 9(2)

Wijana, S., Sucipto, dan L. M. Sari. (2014). Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan pada Bubuk Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.). Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawaijaya.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinnya dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius

Winarno, F. G. (1995). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta mongostana L.). Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.

Yamin, M., D. F. Ayu, dan H. Faizah. (2017). Lama Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Mutu Teh Herbal Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.). Jom FAPERTA. 4(2).

Yuliani. (2013). Efek Suhu dan Lama Pemanasan Terhadap Sifat Fisika-Kimia Bubuk Pewarna Dari Kelopak Bunga Rosela (Hibiscuss sabdariffa L.) yang dihasilkan. Prosiding Seminar Nasional Kimia:121.

12