BEKATUL BERAS MERAH SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER ANTIOKSIDAN
on
BEKATUL BERAS MERAH SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER ANTIOKSIDAN
Putu Adiyasi Wulandari 1, I Ketut Suter 2, Nengah Kencana Putra 2, I Wayan Rai Widarta 2
Email: [email protected]
ABSTRACT
Red rice bran is a waste of cendana red rice mill which is widely available in Tabanan regency, Bali. Red rice bran which produced rarely used as feed products. The red rice bran has good nutrition such as anthocyanins, phenolics and antioxidant activity respectively 109.33 mg/100 g rice bran, rice bran 4.38 mg/100 g, and 88.10%. Based on the nutrient content and the high antioxidant activity showed that the red rice bran has great potential to be used as functional foods.
Keywords: red rice bran, anthocyanins, antioxidant activity
PENDAHULUAN
Tabanan merupakan sentra produksi padi di Bali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali tahun 2011, luas sawah di Kabupaten Tabanan 22.435 hektar dari total 81.744 hektar sawah di Bali. Produksi padi di kabupaten Tabanan pada tahun 2011 adalah 210.762 ton. Tabanan memiliki varietas lokal yang menjadi unggulan yaitu beras merah cendana. Produksi beras merah di Kabupaten Tabanan ini dipasarkan di seluruh wilayah di Bali, baik itu rumah tangga, rumah makan, maupun hotel. Namun, dibalik tingginya nilai guna beras tersebut tidak diimbangi oleh nilai limbah yang dihasilkan dari proses penyosohan gabah.
Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beras putih. Salah satu keunggulan itu adalah adanya senyawa fenolik yang banyak terdapat pada beras merah. Senyawa fenolik memiliki spektrum atau jenis yang sangat banyak, mulai dari senyawa fenolik sederhana hingga yang senyawa komplek yang berikatan dengan gugus glukosa sebagai glikon. Salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki manfaat sebagai antioksidan adalah kelompok senyawa flavonoid. Kelompok senyawa ini dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya flavone, flavon-3-ol, flavonone, flavan-3-ol dan antocyanidin (Adzkiya, 2011).
1
Bekatul (rice bran) merupakan hasil samping dari pengolahan padi yang pemanfaatannya oleh masyarakat di Bali masih sangat terbatas dan hanya digunakan untuk makanan ternak, bahkan kadang-kadang menjadi limbah dan mencemari lingkungan terutama di sentra produksi padi saat panen musim penghujan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bekatul memiliki nutrisi yang baik seperti : kadar karbohidrat berkisar 48,3-50,7 persen, kadar protein kasar 15,7-17,2 persen, kadar lemak kasar 23,3-24,9 persen, kadar abu 9,2-11,3 persen, dan kadar air 9,61-14,74 persen (Huang et al., 2005) serta komponen bioaktif seperti senyawa fenolik (Devi dan Arumughan, 2007). Sompong et al. (2011) juga melaporkan bahwa beras merah yang diperoleh di China, Thailand dan Sri Lanka mengandung senyawa polifenol dan antosianin yang dapat berperan sebagai antioksidan yang baik.
Dewasa ini konsumen memilih pangan tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan, atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat dan penampilan yang menarik, namun juga mempertimbangkan potensi aktivitas fisiologis komponen yang dikandungnya. Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir, telah mendorong perubahan sikap masyarakat, yaitu cenderung mencegah penyakit dan berusaha menjalani hidup sehat. Oleh sebab itu pangan fungsional menjadi lebih disukai dibandingkan dengan obat-obatan, karena efek psikologis yang menyehatkan tanpa mengkonsumsi obat, serta efek samping yang jauh lebih rendah (Adzkiya, 2011). Tengah et al. (2011) melaporkan bahwa bekatul beras merah yang diperoleh dari Kabupaten Tabanan Bali juga mengandung nutrisi, senyawa fenolik, antosianin dan aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga bekatul beras merah di Bali memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan fungsional.
BEKATUL BERAS MERAH SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER ANTIOKSIDAN
Bekatul
Bekatul merupakan produk sampingan dari proses penggilingan padi. Menurut Khafidudin et al. (2009) dalam Hadipernata (2007), bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul saja. Pemanfaatan bekatul padi dewasa ini lebih banyak ditujukan sebagai pakan ternak.
Menurut Damardjati et al., (1990) dalam Janathan (2007), pada pengilingan padi di Indonesia yang menggunakan satu tahap, dedak merupakan hasil penyosohan pertama dan bekatul sebagai hasil penyosohan kedua atau akhir. Dedak lebih sesuai sebagai bahan baku pakan, sedangkan bekatul sangat baik untuk bahan pangan. Dedak terdiri atas lapisan dedak sebelah luar dari butiran-butiran padi dengan sejumlah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapisan dedak sebelah dalam dari butiran padi termasuk sebagian kecil endosperma berpati. Bagian – bagian gabah dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagian – Bagian Gabah (Juliano, 1993) dalam Janathan (2007)
Bekatul sebagai hasil samping penggilingan padi diperoleh dari lapisan luar karyopsis beras. Meskipun bekatul tersedia melimpah di Indonesia, namun pemanfaatannya untuk konsumsi manusia masih terbatas. Hingga saat ini pemanfaatannya terbatas sebagai pakan. Hasil analisis proksimat bekatul beras merah cendana dari Kabupaten Tabanan dilakukan dengan dua kali ulangan dan memiliki kandungan rata – rata kadar air 12,23 %, protein 15,09 %, lemak 16,62 %, abu 8,95 % dan karbohidrat 47,11 % (Tengah et al. 2011).
Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Bekatul Beras Merah
Umumnya, semua senyawa fitokimia terakumulasi pada pericarp dan testa atau bran kernel beras. Yawadio et al. (2007) melaporkan bahwa karakteristik utama yang menentukan jenis senyawa fenolik pada biji-bijian adalah warna perikarpnya. Warna perikarp berhubungan dengan konsentrasi fenolik pada biji-bijian dan biasanya
konsentrasinya lebih tinggi pada biji-bijian yang perikarpnya berwarna merah dan hitam. Hal serupa juga dilaporkan oleh Muntana dan Prasong (2010) yang melaporkan bahwa senyawa fenolik berhubungan dengan kandungan pigmen seperti merah, ungu dan hitam.
Beras berpigmen dilaporkan mengandung sumber antioksidan yang sangat potensial dan beras merah sangat populer digunakan sebagai pangan fungsional di Jepang oleh karena kandungan polifenol dan antosianinnya yang sangat tinggi. Jenis antosianin yang paling banyak adalah cyanidin-3-o-glukosida dan peonidin-3-o-glukosida (Lee, 2010). Hal serupa juga dilaporkan oleh Yawadio et al. (2007) bahwa profil HPLC menunjukkan bahwa antosianin yang terekstrak pada beras hitam adalah cyanidin-3-O-b-glucosida sebagai puncak pertama (85%) dan peonidin 3-O-b-D-glucosida yang kedua (15%). Tengah et al. (2011) melaporkan bahwa kadar total antosianin tertinggi pada bekatul beras merah cendana yang diperoleh dengan waktu maserasi 36 jam menggunakan pelarut yang diasamkan yaitu sebesar 109,33 mg/100g bekatul. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi linier yang sangat baik antara kadar total antosianin dengan aktivitas antioksidan yang diekstrak dengan pelarut yang diasamkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. dimana nilai koefisien determinasi (R2) dari grafik regresi linier tersebut yang mendekati 1 (Tengah et al. 2011). Awika et al. (2004) juga melaporkan bahwa terdapat korelasi yang baik antara total antosianin dengan aktivitas antioksidan pada sorgum. Muntana dan Prasong (2010) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan bekatul beras merah lebih besar dari bekatul beras hitam dan lebih besar dari bekatul beras putih pada kultivar beras Thailand.
Gambar 2. Hubungan linier antara kadar total antosianin ekstrak bekatul beras merah (mg/100g bekatul) dengan aktivitas antioksidan (%) (Tengah et al. 2011)
Tengah et al. (2011) melaporkan bahwa kadar total fenol tertinggi pada bekatul beras merah cendana diperoleh dengan waktu maserasi 36 jam menggunakan pelarut yang diasamkan yaitu sebesar 4,38 mg/100g bekatul. Lebih lanjut dilaporkan bahwa terdapat korelasi linier yang sangat baik antara kadar total fenolik dengan aktivitas antioksidan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan linier antara kadar total fenol ekstrak bekatul beras merah (mg/100g bekatul) dengan aktivitas antioksidan (%) (Tengah et al. 2011)
Berdasarkan pengukuran nilai IC50, menurut Tengah et al. (2011) ekstrak bekatul beras merah Cendana memiliki nilai yang rendah yaitu 21,98 ml ekstrak/g DPPH. Suatu zat dikatakan aktif sebagai antioksidan jika zat tersebut mempunyai harga IC50 yang rendah, semakin rendah harga IC50 semakin aktif zat tersebut sebagai zat antioksidan (Andayani, 2003 dalam Wijayanti, et al., 2006).
Ekstraksi Komponen Bioaktif Bekatul Beras Merah
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan komponen dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Tahapan yang harus diperhatikan dalam ekstraksi adalah persiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut, cara ekstraksi dan proses pengambilan pelarut. Proses produksi dapat dilakukan dengan metode soxhlet maupun metode maserasi (batch process) (Suyitno, 1989).
Metode ekstraksi dengan maserasi menghasilkan rendemen filtrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara soxhlet. Hal ini disebabkan karena, dengan cara soxhlet suhu ekstraksi akan lebih tinggi sehingga komponen yang larut lebih sedikit. Cara maserasi memungkinkan kontak antara pelarut dengan bahan lebih lama, sehingga komponen yang larut lebih banyak. Metode maserasi banyak diaplikasikan untuk memperoleh komponen bioaktif dari tanaman termasuk bekatul beras merah cendana yang diperoleh dari Kabupaten Tabanan.
Faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin adalah oksigen, pH, temperatur, dan cahaya. Pigmen antosianin stabil pada pH 1-3 (Kumalaningsih, 2006). Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan baik pada pelarut polar (Hanum, 2000). Widarta dan Nocianitri (2011) melaporkan bahwa pelarut etanol yang diasamkan pada pH 1 mampu menghasilkan total fenolik dan antosianin yang lebih tinggi pada bekatul beras merah dan beras hitam dibandingkan pelarut metanol dan aquades. Pelarut etanol dipilih karena tidak toksik dengan tujuan: a) tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan bila nantinya diaplikasikan pada produk pangan, b) memudahkan dalam produksi dan aplikasi bahan pewarna alami, serta c) mencegah terjadinya hidrolisis (parsial atau total) pada antosianin yang terasilasi (Hanum 2000; Sari et al. 2005).
Proses ekstraksi bekatul beras merah dapat dilakukan dengan cara : sebanyak 20 g bekatul beras merah yang lolos ayakan 60 mesh dilarutkan dengan pelarut etanol 96% dengan pH 1. Perbandingan bahan dengan pelarut adalah 1:6 (b/v) kemudian di shaker selama 30 jam pada suhu kamar. Selanjutnya disaring dengan kertas saring whatman no 1. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dalam rotari evaporator vakum pada suhu 30oC sehingga diperoleh ekstrak kasar bekatul beras merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu maserasi selama 30 jam dalam suasana asam menghasilkan ekstrak bekatul beras merah dengan aktivitas antioksidan yang paling tinggi (Tengah et al. 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kabupaten Tabanan merupakan sentra produksi beras merah di Bali. Bekatul beras merah yang terdapat di Bali jarang dimanfaatkan sebagai produk pangan karena sebagian besar digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil penelitian, bekatul beras merah yang diperoleh dari Kabupaten Tabanan memiliki kandungan komponen bioaktif yang tinggi seperti total fenolik dan total antosianin serta aktivitas antioksidan yang tinggi. Kadar total fenolik dan antosianin berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan ekstrak bekatul beras merah. Kemampuan ekstrak bekatul beras merah ini dalam menghambat reaksi radikal bebas DPPH menunjukan bekatul beras merah memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sumber antioksidan.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pH optimal maserasi
bekatul beras merah cendana dan stabilitas ekstrak bekatul beras merah cendana selama penyimpanan serta potensi bekatul sebagai pangan fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Adzkiya MAZ. 2011. Kajian Potensi antioksidan beras merah dan pemanfaatannya pada minuman beras kencur. (Thesis). IPB.
Awika JM., LW Rooney, RD Waniska. 2004. Anthocyanins from black sorghum and their antioxidant properties. Food Chem. 90 (2004):293–301.
BPS Provinsi Bali. 2011. Luas Lahan (Hektar) Per Kabupaten/Kota Menurut Penggunaannya Tahun 2011. www.bali.bps.go.id. Diakses tanggal 3 Agustus 2012.
Devi, R.R. dan C. Arumughan. 2006. Phytochemical characterization of defatted rice bran and optimization of a process for their extraction and enrichment. Bioresource Technology 98: 3037-3043
Hadipenata, Mulyana. 2007. Mengolah Dedak menjadi Minyak (Rice Bran Oil). Dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 29, No.4, 2007, Bogor. pp 8 – 10.
Hanum T. 2000. Ekstraksi dan stabilitas zat pewarna dari katul beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa). Buletin Teknologi dan Industri Pangan Vol XI. No. 1, 2000.
Huang S.C., C.Y. Shiau, T.E. Liu, C.L. Chu, and D.F. Hwang. 2005. Effects of rice bran on sensory and physico-chemical properties of emulsified pork meatballs. J. of Meat Science 70: 613–619.
Janathan.2007. Karakteristik Fisikokimia Tepung Bekatul serta Optimasi Formulasi dan Pendugaan Umur simpan Minuman Campuran Susu skim dan Tepung Bekatul. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami. Trubus Agrisana, Surabaya.
Lee J.H. 2010. Identification and quantification of anthocyanins from the grains of black rice (Oryza sativa L.) varieties. Food Sci. Biotechnol. 19(2): 391-397.
Muntana N. dan S. Prasong. 2010. Study on total phenolic content and their antioxidant activities of Thai White, Red and Black rice bran extracts. Pakistan Journal of Biologycal Sciences 13(4):170-174.
Sari P, A Fitriyah, K Mukhamad, Unus, F Mukhamad, L Triana. 2005. Ekstraksi dan stabilitas antosianin dari kulit buah duwet (Syzigium cumini). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol.XVI No. 2 Th 2005.
Sompong R, S. Siebenhandl-Ehn, G. Linsberger-Martin, and E. Berghofer.2011. Physicochemical and antioxidative properties of red and black rice varieties from Thailand, China, and Sri Lanka. J. Food Chemistry 124 (2011):132-140.
Suyitno. 1989. Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.
Tengah IG.P., IK. Suter, IW.R. Widarta, IW. Arnata. Pengaruh Pengasaman dan Waktu Ekstraksi terhadap Komponen Bioaktif serta Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bekatul
Beras Merah. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana 2011. Tidak dipublikasikan.
Widarta I.W.R. dan K.A. Nocianitri. 2011. Ekstraksi Komponen Bioaktif Bekatul dalam Upaya Pemanfaatan Limbah Gabah di Bali Sebagai Pangan Fungsional. Laporan Penelitian Dosen Muda Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan.
Wijayanti, W.A. dan Yulfi, Z. 2006 Minyak Atsiri Dari Kulit Batang Cinnamomum burmannii (Kayu Manis) Dari Famili Lauraceae Sebagai Insektisida Alami, Antibakteri, Dan Antioksidan. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Tugas Akhir.
Yawadio R, S. Tanimori, N. Morita. 2007. Identification of phenolic compounds isolated from pigmented rices and their aldose reductase inhibitory activities. Food Chem. 101:1616–1625
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
-
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
-
2. Prof. Dr.Ir. I Ketut Suter, M.S. dan Dr.Ir.N. Kencana Putra, M.S., yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran mulai penyusunan penelitian hingga terselesaikannya makalah ini.
-
3. Bapak I Wayan Rai Widarta, S.TP., M.Si. yang telah mengikutsertakan saya dalam penelitian Hibah Unggulan Udayana tahun 2011.
Discussion and feedback