Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Prastianto dkk. /Itepa 10 (3) 2021 506-513

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Rasio Tepung Beras dengan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata durch Terhadap Karakteristik Sumping

The Effect of Rice Flour with Pumpkin (Cucurbita moschata durch on Sumping Characteristics

Muhamad Mukhlis Prastianto1, I Ketut Suter1*, Komang Ayu Nocianitri1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Ketut Suter, Email: [email protected]

Abstract

The aims of this research was to determine the effect of the ratio of rice flour to pumpkin flour on sumping characteristics and to find the right ratio between the amount of rice flour and pumpkin flour to produce sumping with the best characteristics. The research design used was a completely randomized design with the treatment ratio between the amount of rice flour and pumpkin flour each as follows: 100%: 0%, 90%: 10%, 80%: 20%, 70%: 30%, 60%: 40% and 50%; 50% The treatment was repeated three times so obtained 18 experimental units and the data were analyzed by analysis of variance. If there is an influence on the measured variable, proceed with the Duncan test. The results showed that the ratio between the amount of rice flour and pumpkin flour significantly affected the water content, fat, β-carotene, color, aroma, taste, texture and overall acceptance. The ratio of rice flour and pumpkin flour that produces sumping with the best characteristics is P5 (50%; 50%), with the following characteristics: 39.53% moisture content 2.57%, ash content 8,16%, protein content 8.16%, fat content 7,32%, carbohydrate content 45.29%, β-carotene content 28.04%, and sensory properties namely: color, aroma, taste, texture, and overall acceptance are accepted by liking criteria.

Keywords: sumping, rice flour, pumpkin flour

PENDAHULUAN

Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, tepung tapioka, santan, gula, dan garam. Pembuatan sumping terlebih dahulu dilakukan adalah pengukusan tepung beras, yang bertujuan untuk memudahkan tepung beras menyerap air lebih optimal sehingga sumping yang dihasilkan tidak keras. Tepung beras yang sudah dikukus kemudian dicampur dengan bahan-bahan lain seperti santan, gula dan garam, kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dikukus sampai matang. Pada masyarakat Indonesia khususnya daerah Bali sumping biasanya berisi isian berupa

pisang, kacang merah, dan labu kuning. Pada pembuatannya, sumping dapat dibuat dengan menambahkan tepung labu kuning, proses pembuatannya sama dengan pembuatan sumping umumnya, hanya saja ada labu kuning dihaluskan terlebih dahulu lalu diayak. Keuntungan menggunakan tepung labu kuning dalam pembuatan sumping akan memberikan sifat fungsional pada sumping.

Labu kuning atau waluh (Cucurbita moschata durch) merupakan jenis tanaman sayuran, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan seperti Bika Labu Kuning, Kue Lumpur dan Cake Labu Kuning. Selain harganya murah, labu kuning memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Berdasarkan penelitian Murdijati

(2006) labu kuning memiliki kandungan serat, vitamin dan karbohidrat yang tinggi, selain itu didalam 100 gram labu kuning mengandung kalori 29,00 Kal, protein 1,10 gram, lemak 0,30 gram, kalsisum 25,00 mg, fosfor 64,00mg, zat besi 1,40mg, Vitamin A 180,00 SI, Vitamin B1 0,06 mg dan air 91,20 mg

Menurut Keller (2001) labu kuning mengandung β-karoten dimana dalam tubuh β-karoten diubah menjadi vitamin A yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, dan penglihatan, reproduksi, perkembangan janin, serta untuk mengurangi resiko kanker dan hati. Menurut Gardjito (2006) kadar beta karoten daging buah labu kuning segar adalah 19,9 mg/100 g.

Salah satu cara pemanfaatan labu kuning adalah dengan membuat produk intermediate yaitu tepung labu kuning. Pengolahan buah labu kuning menjadi tepung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan buah segarnya, yaitu sebagai bahan baku industri pengolahan lanjutan, daya simpan yang lama karena kadar air yang rendah dan dapat digunakan sebagai sumber pangan fungsional karena mengandung beta karoten yang berfungsi sebagai antioksidan (Sinaga,2011)

Menurut penelitian Isnaini (2016) penambahan 15% tepung labu kuning terhadap formulasi pancake dapat meningkatkan beta karoten 0,411 μg/100 gram pancake. Berdasarkan penelitian Ningsih (2016) penambahan 30% tepung labu kuning terhadap formulasi flakes dapat meningkatkan beta karoten flakes 28,33 μg/100 gram flakes. Oleh sebab itu penambahan tepung labu kuning pada sumping bertujuan untuk memperkaya kandungan produk dengan

kandungan beta karoten yang terdapat pada labu kuning sehingga dapat dikategorikan sebagai pangan fungsiona;

Tujuan Penelitian

Dari uraian tersebut di atas maka dilakukan penelitian dengan tujuan : Untuk mengetahui pengaruh rasio tepung beras dengan tepung labu kuning terhadap karakteristik sumping yang dihasilkan. Untuk mendapatkan rasio tepung beras dan labu kuning yang tepat sehingga menghasilkan sumping dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan dan Laboratorium Pengolahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2019 – Maret 2019.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain : labu kuning (Cucurbita moschata) yang diperoleh dari Pasar Badung Denpasar, gula pasir, tepung beras merek rose brand , vanili bubuk, santan, daun pandan, daun pisang tersebut diperoleh di Pasar Badung Denpasar. Bahan kimia yang digunakan dalam analisis adalah aquades, Hexan, Tablet Khjedhal ,HCI, NaOH, H2SO4, asam borat, indikator phenol phtalein (PP), KCI, Asam Sirat, Na-Sirat, Methanol.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari timbangan analitik (Metler Toledo AB-204), tumbukan,eksikator, cawan porselin, oven (cole Palmer-Stable Temparature Oven), pinset, muffle (Neber Industricofembru 2804), kompor

listrik, pipet tetes labu kjahdahl (Scott Duran), destruktor, destilator, labu erlenmayer (Pyrex), gelas ukur (Phyrex), gelas beaker, pipet volume, boult/pompa, kertas saring (Whatman no.42), sendok, sentrifuge, vortex, tabung reaksi, penangas air, soxhelt, pendingin balik, corong, kondensor, waterbath, pemanas listrik (Robusta), spektrofotometer (sp 870), alat pembakar, dan batang pengaduk

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan pada penilitian ini adalah rasio tepung beras dengan tepung labu kuning terdiri dari 6 level, yaitu : S0 = 100% tepung beras dan 0% tepung labu kuning; S1= 90% tepung beras dan 10% tepung labu kuning; S2= 80% tepung beras dan 20% tepung labu kuning; S3= 70% tepung beras dan 30% tepung labu kuning; S4= 60% tepung beras dan 40% tepung labu kuning; S5= 50% tepung beras dan 50% tepung labu kuning. Penelitian ini dilakukan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahapan yaitu : Proses pembuatan tepung labu kuning, proses pembuatan santan dan proses pembuatan sumping.

Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning

Proses pembuatan tepung labu kuning adalah sebagai berikut : labu kuning dikupas kulitnya dan dibersihkan dari bijinya, kemudian diiris tipis ukuran 0,1 – 0,3 cm dengan pisau. Irisan tersebut ditata dalam loyang, dan dikeringkan menggunakan

oven dengan suhu 50oC sampai mudah dipatahkan. Labu kuning yang sudah kering

dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ayakan 60 mesh (Anggrahini, dkk., 2006). Proses Pembuatan Santan

Pada tahapan ini daging kelapa yang telah dipilih dibuang kulit luarnya (dikukur) dengan pisau stainless stell/ baja yang tajam kemudian ditimbang dan segera dicuci agar betul-betul bersih lalu kelapa diparut dengan mesin parut dengan dalam waktu 48 menit. hasil parutan kelapa diperas dengan penambahan air hangat dengan perbandingan 1 : 1. Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau alat pengepres. santan disaring untuk mengurangi jumlah air dengan alat penyaring

Proses Pembuatan Sumping

Pada tahapan ini tepung beras, tepung labu kuning, santan, gula, garam dimasukan ke dalam wadah pencampuran sesuai dengan takaran. Formulasi dapat dilihat pada Tabel 1. Bahan tersebut dicampur dengan cara diuleni sampai bahan – bahan tersebut menyatu dan menjadi adonan. Adonan tersebut ditimbang ±25g dibungkus dengan daun pisang, kemudian dikukus ±30 menit.

Variabel Yang Diamati

Karakteristik bahan dasar yang diamati meliputi : kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak pada tepung beras dan tepung labu kuning. Karakteristik Sumping yang diamati meliputi : kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar β-karoten dan sifat sensoris (warna, tekstur, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji karakteristik sumping

Nilai rata-rata hasil analisis dari kadar air, kadar

protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan β-karoten. Dapat dilihat pada Tabel 2.

Kadar air

Berdasarkan hasil analisis ragam dapat disampaikan bahwa perlakuan rasio tepung beras dan tepung labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar air sumping (p < 0,05). Kadar air sumping berkisar antara 39,53 % – 45,5 % Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan 100% tepung beras dan 0% (P0) tepung labu kuning yaitu 45,5%. Kadar air terendah diperoleh P5 dengan perbandingan 50% tepung beras dengan 50%

tepung labu kuning yaitu 39,53%.

Semakin meningkat konsentrasi tepung labu kuning maka kadar air dari sumping semakin rendah. Perbedaan kadar air sumping disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi tepung beras dan tepung labu kuning yang digunakan. Kandungan air pada masing – masing tepung mempengaruhi kadar air sumping yang dihasilkan. Kandungan air tepung beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah 44,65% sedangkan kandungan air tepung labu kuning yang digunakan pada penelitian ini adalah 5,69%.

Tabel 1. Formulasi pembuatan sumping

Bahan

Formulasi

S0     S1      S2     S3 S4 S5

Tepung beras (g)

Tepung Labu Kuning (g)

Santan (ml)

Gula (g)

Garam (g)

Tapioka

100    90     80     70    60    50

0      10     20     30    40    50

30     30     30     30   30   30

50     50     50     50    50    50

2     2      2      2    2    2

25        25        25        25      25      25

Tabel 2. Nilai rata-rata hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan β- karoten.

Perlakuan

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Kadar protein (%)

Kadar lemak (%)

Kadar karbohidrat (%)

Kadar β karoten (%)

P0

45,50 a

1,11 a

4,11 a

3,97 c

44,25 a

17,63 bc

P1

44,14 ab

1,14 a

5,80 a

4,94 bc

46,37 a

19,83 bc

P2

42,93 bc

1,83 a

6,05 a

6,02 ab

42,90 a

15,45 c

P3

41,88 cd

2,33 a

6,77 a

6,73 a

43,14 a

20,15 b

P4

40,88 de

2,38 a

7,46 a

7,16 a

43,97 a

26,91 a

P5

39,53 e

2,57 a

8,16 a

7,32 a

45,29 a

28,04 a

Keterangan : Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kadar Abu

Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar abu sumping, didapatkan bahwa

perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukan berpengaruh tidak nyata (P>0,05). kadar abu pada perlakuan tepung beras

dan tepung labu kuning berkisar antara 1,11 g sampai dengan 2,57 g.

Kandungan mineral pada tepung labu kuning terdiri dari kalsium, fosfor dan zat besi (Sudartoyudo, 2000). Kadar abu pada tepung labu kuning yang digunakan pada penelitian ini adalah 8,70%. Disisi lain kadar abu tepung beras yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.24%. Kadar Protein

Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar protein sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukan tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hasil analisis kadar protein berkisar antara 4,11 g sampai dengan 8,16 g .

Kandungan protein tepung beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3,51%, sedangkan kandungan protein tepung labu kuning yang digunakan pada penelitian ini adalah 10,28%. Kadar Lemak

Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar lemak sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukan berpengaruh nyata (P>0,05). Analisis kadar lemak tertinggi terdapat pada rasio perlakuan tepung beras dan tepung labu kuning 50% : 50% (P5) yaitu 7,32%, tidak berbeda nyata dengan perlakuan 60% : 40% (P6). Hasil analisis terendah terdapat pada rasio perlakuan tepung beras dan tepung labu kuning 100% : 0% (A0) yaitu 3,97%, tidak berbeda nyata dengan perlakuan 90% : 10% (P1)

Perbedaan kadar lemak sumping disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi tepung beras dan tepung labu kuning yang digunakan. kandungan lemak pada masing – masing tepung mempengaruhi kadar lemak sumping yang

dihasilkan. Kandungan lemak tepung beras yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,19%, sedangkan kandungan lemak tepung labu kuning yang di gunakan pada penelitian ini adalah 1,74%.

Kadar karbohidrat

Hasil analisis ragam menunjukan penambahan tepung labu kuning pada sumping menunjukan berpengaruh tidak nyata (P>0,05). terhadap kadar karbohidrat sumping. Pada Tabel di atas menunjukan kadar karbohidrat sumping berkisar antara 45,29% sampai dengan 42,26% . Kadar β karoten

Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar β-karoten sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukan berpengaruh yang nyata (P>0,05). Kadar β-karoten tertinggi terdapat pada rasio perlakuan tepung beras dan tepung labu kuning 50% : 50% (P5) dengan nilai 28,04% dan yang terendah terdapat pada rasio perlakuan tepung beras dan tepung labu kuning 100% : 0% (A0) dengan nilai 17,63%. Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin banyak tepung labu kuning yang ditambahkan maka kadar β-karoten akan semakin tinggi. Labu kuning dikenal kaya akan karotenoid yaitu beta karoten. Penelitian tentang labu kuning tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga dilakukan di Malaysia dan Brazil. Hasil Penelitian Norshazila dkk, (2012) menunjukkan bahwa labu kuning mengandung β-karoten 92,21% dari total karotenoid.

Sifat sensoris

Uji sensoris sumping dilakukan dengan uji tingkat kesukaan (hedonik) terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma, rasa,

tekstur, warna, dan penerimaan keseluruhan sumping dapat dilihat pada Tabel 3.

Warna

Berdasarkan analisis ragam terhadap warna sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio tepung beras dengan tepung labu kuning menunjukan pengaruh sangat nyata (P<0,05). Nilai rata-rata tingkat kesukaan tehadap warna dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata uji

hedonik terhadap warna sumping berkisar antara 1,27 sampai 5,93 dengan kriteria sangat tidak suka sampai suka. Penilaian panelis tertinggi terhadap warna sumping diperoleh pada perlakuan 50% : 50% (P5) yaitu 5,93 dengan kriteria suka dan tidak berpengaruh nyata dengan P1, P2, P4, P5 , sedangkan penilaian panelis yang terendah diperoleh pada perlakuan 100% : 0% (P0) yaitu 1,27 dengan kriteria sangat tidak suka.

Tabel 3. Nilai rata-rata tingkat kesukaan aroma, rasa, tekstur, warna dan penerimaan keseluruhan sumping.

Perlakuan

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan keseluruhan

P0

1,27 b

4,80 b

3,87 c

3,87 b

4,20 d

P1

3,80 a

4,80 b

4,27 bc

3,33 c

4,53 cd

P2

4,13 a

5,00 ab

4,60 ab

4,33 ab

4,47 cd

P3

5,80 a

5,00 ab

4,93 a

4,40 a

6,13 a

P4

4,40 a

5,13 ab

4,87 a

4,67 a

5,27 b

P5

5,93 a

5,20 a

4,00 c

4,20 ab

4,80 c

Keterangan : Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P>0,05). Nilai skoring warna: 1 (Sangat tidak suka); 2 (Tidak suka); 3 (Agak suka); 4 (Biasa); 5 (Agak Suka); 6 (Suka); 7 (Sangat suka).

Aroma

Berdasarkan analisis ragam terhadap aroma sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukkan berpengaruh nyata (P>0,05). Nilai rata-rata tingkat kesukaan aroma dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap aroma sumping berkisar antara 4,80 sampai 5,20 dengan kriteria sangat tidak suka hingga suka. Penilaian panelis tertinggi terhadap aroma sumping diperoleh pada perlakuan 50% : 50% (P5) yaitu 5,20 dengan kriteria suka dan tidak berbeda nyata dengan P2, P3 dan P4, sedangkan penilaian panelis yang terendah

diperoleh pada perlakuan 100% : 0% (P0) yaitu 4,80 dengan kriteria sangat tidak suka.

Rasa

Berdasarkan analisis ragam terhadap rasa sumping , didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,05). Nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap rasa sumping berkisar antara 3,33 sampai 4,67 dengan kriteria agak suka sampai suka. Penilaian panelis tertinggi terhadap rasa sumping diperoleh pada perlakuan 60% : 40% (P4)

yaitu 4,67 dengan kriteria suka, berbeda tidak nyata dengan P2,P3 dan P5. Penilaian panelis terendah diperoleh pada perlakuan 100% : 0% (P1) yaitu 3,33 dengan kriteria agak tidak suka.

Tekstur

Berdasarkan analisis ragam terhadap tekstur sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukan pengaruh sangat nyata (P<0,05). Nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap tekstur sumping berkisar antara 3,87 sampai 4,93 dengan kriteria agak suka sampai suka. Penilaian panelis tertinggi terhadap tekstur sumping diperoleh pada perlakuan 40% : 60% (P3) yaitu 4,93 dengan kriteria suka dan tidak berbeda nyata dengan P2 dan P4 Penilaian panelis terendah diperoleh pada perlakuan 100% : 0% (P0) yaitu 43,87 dengan kriteria agak suka, tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1.

Penerimaan Keseluruhan

Berdasarkan analisis ragam terhadap penerimaan keseluruhan sumping, didapatkan bahwa perlakuan rasio jumlah tepung beras dan tepung labu kuning menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,05). Nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan sumping berkisar antara 4,20 sampai 6,13 dengan kriteria tidak suka sampai suka. Penilaian panelis tertinggi terhadap penerimaan keseluruhan sumping diperoleh pada perlakuan 40% : 60% (P3) yaitu 6,13 dengan kriteria suka, sedangkan penilaian panelis terendah diperoleh pada

perlakuan 100% : 0% (P0) yaitu 4,20 dengan kriteria tidak suka.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Rasio tepung beras dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap β- karoten, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Serta berpengaruh tidak nyata (P<0,05) pada kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat dan warna sumping.

Rasio tepung labu kuning dan tepung beras yang tepat adalah Perlakuan tepung beras dengan tepung labu kuning sebanyak 50 : 50 dapat menghasilkan karakteristik sumping terbaik yaitu menghasilkan kadar air 39,53 %, kadar abu 2,57 %, kadar protein 8,16 %, kadar lemak 7,32 %, kadar karbohidrat 45,29 %, kadar beta karoten 28,04 %, warna 5,93, aroma 5,20, tekstur 4,00, rasa 4,20, 4,80.

Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian disarankan untuk perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut sumping dengan rasio penambahan agar mendapatkan karakteristik sumping yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Vanili pengharum makanan. http://www.okefood.com. Diakses pada tangga 5 agustus 2017.

Cheetangdee V, C. Siree 2006. Free Amino Acid and Reducing Sugar Composition of Pandan (Pandanus amaryllifolius) Leaves. Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agro-Industry, Kasetsart University, Thailand.

Cheosakul. 1967. Preparation Of Stabilized Coconut Milk. App Scires Co., Bangkok.

Dalimartha S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta: Trubus Agriwidya

Damardjati, D.S. (1995), Karakterisasi Sifat dan Standarisasi Mutu Beras sebagai Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia, Badan Litbang Pertanian

Darwin P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Perpustakaan Nasional: Sinar Ilmu.

Gardjito, M. 2006. Labu Kuning Sumber Karbohidrat Kaya Vitamin A.Tridatu Visi Komunitas. Yogyakarta.

Haryadi., 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Heliyani, H. D. 2012. Pengembangan produk pangan berbahan baku labu kuning. Jurnal Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional 2 (1): 134-140.

Keller, H. 2001. National vitamin A supplementation campaign activities: August 2001. Crisis Bulletin, Year 3, Issue 2, September 2001. Helen Keller Int. Ind. Helen Keller International.

Jirapeangtong, K., S. Siriwatanayothin, N. Chiewchan, 2008. Effect of coconut sugar and stabilizing agents on stability and apparent viscosity of high-fat coconut milk. Journal of Food Engineering 87, 422–427

Murdijati, A. 2006. Pengkayaan Betakaroten Mi Ubi Kayu dengan Tepung Labu

Kuning (Cucurbita maxima Dutchenes).Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian, 26(2) : 81 – 82.

Sugiyanto, C. 2007. Permintaan Gula di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 8

Suyitno, T. 2003. Health Benefit of Coconut Milk. Indonesian Food and Nutrition Progress. Buletin Teknologi Pangan. 10 (2)

Santoso, E,B., Basito., D., Rahadian. 2013. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis dan Konsentrasi Susu Terhadap Sifat Sensoris dan Sifat Fisikokimia Puree Labu Kuning (Cucurbita moschata). Jurnal Teknosains Pangan 2 (3)

Sutardi, A. Murdiati., Y. R. Swasti, R. Rauf, Amaliah, Gardjito. 2009.

Kajian Sifat Tepung dan Pengembangan Produk Umbi-umbian  dan Sumber Karbohidrat

Alternatif di DIY. DISAMPAIKAN PADA Workshop Pengembangan Pangan Lokal dan Pusat Kajian Makanan Tradisional 22-24 oktober 2018 di Bukit tinggi.

Tangsuphoom, N. and J.N, Coupland, 2009.Effect of thermal treatments on the properties of coconut milk emulsion prepared with surface-active milk emulsion. Jurnal of food Hydrocolloids.23(7) : 1792-180

512