Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Saragih dkk. /Itepa 10 (3) 2021 424 - 435

ISSN : 2527-8010 (Online)

Aktivitas Antioksidan Dan Sifat Sensoris Teh Herbal Celup Kulit Anggur Vitis vinifera L.) Pada Suhu Dan Waktu Pengeringan

Antioxydant Activity And Sensory Properties Herbal Tea Bag Of Grape Skin (Vitis vinifera L.) In Temperatures And Drying Times

Franscixkus Jamadin Saragih S1, I Ketut Suter1*, N. L. A. Yusasrini1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Ketut Suter, Email: [email protected]

Abstract

The research aimed to determine the effect of drying temperature and time on antioxidant activity and sensory properties of herbal tea bag of grape skin and to obtain the best of temperature and drying time that can produce grape skin herbal tea bag with highest antioxidant activity and the best sensory properties.This research used a completely randomized design with factorial pattern in two factors namely, drying temperature (50oC, 60oC, 70oC) and drying time (3.0 hours, 3.5 hours, 4.0 hours). There are 9 treatment combinatioms, each treatment combination was repeated 2 times so that it obtained 18 experimental units. Parameters observed were water content, total phenols, total falvonoids, antiokxidant activity, total anthocyanin, and sensory properties. The data obtained were analyzed by analysis of variance. If the treatment had a significant effect, it would be followed by the Duncan Multiple Range Test. The results showed that interaction beetwen drying temperature and time treatment had a significant (P<0.01) on antioxidant activity, total phenols, total falvonoids, total anthocyanin, extract content in water, water content, and color (scoring test), but no significant (P>0.05) on the color (hedonic test), aroma (hedonic test), taste (hedonic test), and overall acceptance. The results showed a drying temperature of 60oC with a drying time of 3.0 hour was the optimum drying temperature and time to produce herbal tea bag of grape skin with antioxydant activity of (IC50 1512.17 ppm), water content of 5.60%, total phenol content 9.21 mg GAE/g, total flavonoids content of 6.15 mg QE/g, total anthocyanin content 8.39 mg/g, extract content 41.85%, dark purple color with hedonic color, taste, aroma and overall acceptance is neither like nor dislike.

Keywords: antioxidant, temperature and time of drying, herbal tea bag, grape skin

PENDAHULUAN

Buah anggur Bali (Vitis vinifera) varietas Alphonso lavalle yang memiliki warna kehitaman dan banyak diolah menjadi wine. Bagian buah anggur yang banyak dimanfaatkan adalah air anggurnya dalam pembuatan wine sedangkan limbah kulit anggurnya dijadikan makanan ternak dan belum banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan limbah kulit anggur selama ini terbatas hanya digunakan sebagai pewarna makanan dan pembuatan mikroenkapsul. Menurut Puspawati et al., (2013) kulit anggur memiliki kandungan

senyawa antosianin. Antosianin merupakan pigmen alami yang memberikan warna merah sampai biru pada tumbuhan. Antosianin pada kulit anggur memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan berperan penting dalam mencegah penyakit neural, kanker dan diabetes. Kandungan antosianin dalam limbah kulit anggur menunjukkan bahwa kulit anggur memiliki potensi untuk diolah sebagai produk pangan fungsional, salah satunya adalah teh herbal. Pada pembuatan teh herbal celup kulit anggur menggunakan limbah anggur dalam pengolahan wine yang berupa kulit anggur yang

sudah dibersihkan dari biji, sisa daging yang menempel pada kulit, dan tangkai buah.

Menurut Harun (2014) teh herbal merupakan minuman yang tidak berasal dari tanaman daun teh (Camellia sinensis). Teh herbal umumnya berasal dari satu atau campuran beberapa bahan yang terbuat dari kombinasi daun kering, biji, kayu, buah, bunga, dan tanaman lain yang memiliki manfaat (Ravikumar, 2014). Pengolahan kulit anggur menjadi teh herbal dapat dilakukan dengan pengeringan. Metode pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengeringan dengan oven (drying). Keunggulan pegeringan dengan menggunakan oven kondisi pengeringan yang dapat diatur dibandingkan pengeringan menggunakan sinar matahari. Faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengeringan teh adalah suhu dan waktu pengeringan. Penelitian Purnomo et al., (2016) melaporkan bahwa pengeringan kulit buah naga merah pada suhu 50 0C dengan lama pengeringan 18 jam menghasilkan teh kulit buah naga merah terbaik dengan aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 2,713 ppm, sedangkan hasil penelitian Sari (2015) menunjukkan bahwa pengeringan kulit manggis pada suhu 75 oC dan waktu pengeringan 4 jam yaitu 40,692 ppm, dan antioksidan terendah diperoleh dari perlakuan suhu 90 oC waktu 8 jam yaitu 72,006 ppm. Pemanasan dengan waktu yang cukup lama serta menggunakan suhu yang tinggi dapat menurunkan aktivitas antioksidan, sedangkan pengeringan dengan suhu yang yang rendah disertai waktu yang singkat akan menyebabkan aktivitas antioksidan yang didapatkan tidak maksimal (Andrawulan et al.,

1996). Hal ini karena kadar air yang terkandung pada bahan masih tinggi sehingga enzim polifenol oksidasi masih aktif untuk melakukan proses oksidasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dan sifat sensoris teh herbal celup kulit anggur serta mendapatkan suhu dan waktu pengeringan terbaik yang dapat menghasilkan teh herbal celup kulit anggur dengan aktivitas antioksidan tertinggi dan sifat sensoris terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, dan Laboratorium Biokimia Pangan dan Nutrisi, Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2020- Agustus 2020.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup bahan utama dan bahan kimia. Bahan utama pada penelitian ini adalah kulit anggur bali (Vitis vinifera L.) yang diperoleh dari limbah pabrik wine perusahaan PT. Arpan Bali Utama Jalan Danau Tondano, Sanur. Bahan kimia yang digunakan terdiri dari akuades, alkohol (Merck), NaOH (Merck), Na2CO3 (Merck), AlCl3 (Merck), kuersetin (Sigma Aldrich), reagen Folin-Ciocalteau (Merck), metanol (Merck), HCL (Merck), buffer pH 1, buffer pH 4,5, etanol PA (Merck), DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).

Alat yang digunakan adalah oven, loyang, aluminium foil, pinset, kuas, timbangan analitik (Shimadzu ATY224, Jerman), cawan aluminium, cawan porselin,labu ukur, kompor listrik, gelas beaker (Pyrex, Jepang), gelas ukur (Herma), tabung reaksi, pipet tetes, spektrofotometer (Genesys 10S Uv-Vis, Amerika Serikat), alat sentrifugasi (Damon IEC Division, Amerika Serikat), waterbath (Thermology), dandang ukuran 30 cm, blender (philips, Belanda), spatula, desikator, pipet volume, pipet mikro, erlenmeyer (Pyrex, Jepang), vortex, ayakan 40 mesh (Retsch, Jerman), cup untuk uji sensoris.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air metode pengeringan (AOAC, 2006), kadar ekstrak dalam air (SNI 3836-2013), total fenol metode spektrofotometri ( Sakanata et al., 2003), total flavonoid metode spektrofotometri (Xu dan Chang, 2007), total antosianin metode pH diferensial (Lee, 2005), aktivitas antioksidan metode DPPH (Shah dan Modi, 2015), dan uji sifat sensoris yang meliputi warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan dengan menggunakan uji hedonik (kesukaan) dan Uji skoring (Lee et al., 2013).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini diawali dari preparasi limbah anggur yaitu kulit anggur disortir untuk menghilangkan tangkai, biji, daging yang menempel pada kulit anggur dan kotoran lainnya. Selanjutnya kulit anggur dicuci dan ditiriskan. Kemudian kulit anggur di blancing dengan steam pada suhu 85oC selama 2 menit, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu dan waktu pengeringan

sesuai perlakuan yaitu suhu 500C, 600C, 700C dan waktu 3 jam, 3,5 jam. 4 jam. Kulit anggur yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan 40 mesh hingga menghasilkan bubuk teh herbal kulit anggur. Bubuk teh herbal kulit anggur kemudian di uji kadar air, kadar sari, total fenol, total flavonoid, total antosianin, dan aktivitas antioksidan. Bubuk teh herbal kulit anggur ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam teh celup berukuran 6,5 x 5,5 cm sehingga dihasilkan teh herbal celup kulit anggur. (Kusuma, 2019 dengan modifikasi).

Proses Pembuatan minuman teh herbal celup kulit anggur

Proses pencelupan teh herbal celup kulit anggur menggunakan metode yang dilakukan oleh Horizic et al., (2009), sebanyak 2 gram bubuk teh herbal kulit anggur yang sudah dikemas dalam tea bag dicelupkan dan direndam dengan 200 ml air bersuhu 100oC selama 3 menit dengan digerakkan naik turun dalam air sebanyak 5 kali. Kantong teh herbal celup kulit anggur dikeluarkan dan dihasilkan minuman teh herbal kulit anggur. Hasil seduhan diuji secara sensoris (warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan).

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial dengan faktor yaitu suhu dan waktu pengeringan. Faktor pertama suhu pengeringan (T) terdiri dari 3 taraf yaitu T1 (50oC), T2 (60oC), T3 (70oC) sedangkan faktor kedua yaitu waktu pengerigan (W) terdiri dari 3 taraf yaitu W1 (3 jam), W2 (3,5 jam), W3 (4 jam)

dimana perlakuan ini diulang sebanyak 2 kali sihingga diperoleh 18 unit percobaan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila perlakuan berpengaruh sangat nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan Multiple Range Test) (Steel dan Torrie, 19 93).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada bubuk teh herbal kulit anggur terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bubuk teh herbal kulit anggur. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air bubuk teh herbal

kulit anggur berkisar antara 3,44 -10,39 . Kadar air bubuk teh herbal kulit anggur tertinggi diperolah pada perlakuan suhu pengeringan 500C dengan waktu 3 jam yaitu 10,39 , sedangkan kadar air bubuk teh herbal kulit anggur terendah diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 700C dengan waktu 4 jam yaitu 3,44 . Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan dan lama waktu pengeringan maka semakin rendah kadar air bubuk teh herbal kulit anggur yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nathaniel et al., (2020) bahwa semakin lama waktu pengeringan dan semakin tinggi suhu akan menyebabkan penguapan air yang terdapat pada teh herbal celup daun rambusa semakin tinggi sehingga kadar air yang dihasilkan semakin rendah.

Tabel 1. Nilai rata- rata kadar air (%) bubuk teh herbal kulit anggur dengan perlakuan suhu dan waktu

pengeringan

Suhu Pengeringan (oC)

3,0 (W1)

Waktu Pengeringan (jam) 3,5 (W2)

4,0 (W3)

50 (T1)

10,39±0,02 A a

9,20±0,12 B a

8,57±0,09 C a

60 (T2)

5,60±0,03 A b

5,07±0,02 B b

4,56±0,13 C b

70 (T3)

4,22±0,02 A c

3,94±0,04 B c

3,44±0,12 C c

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau bawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05 .

Menurut Winarno (1993), bahwa semakin meningkat suhu pengeringan maka semakin cepat terjadi penguapan, sihingga kandungan air di dalam bahan semakin rendah. Karina (2008) mengatakan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin besar energi panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak

jumlah masa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Tidak hanya peningkatan suhu pengeringan, lama waktu pengeringan yang diberikan akan membuat panas yang diterima bahan akan semakin banyak sihingga jumlah air yang diuapkan pada bahan pangan semakin banyak dan mengakibatkan kadar air semakin rendah

(Winarno, 2004). Berdasarkan standar kadar air pada simplisia yaitu maksimal 10 , kadar air pada teh herbal celup kulit anggur pada semua perlakuan telah memenuhi standart yang telah ditetapkan.

Kadar Sari

Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada bubuk teh herbal kulit anggur terhadap kadar sari dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar sari bubuk teh herbal kulit anggur. Pada Tabel 2 menunjukkan kadar sari bubuk kulit anggur berkisar antara 29,91 -57,89 . Kadar sari bubuk teh herbal kulit anggur tertinggi diperoleh pada suhu 70oC dengan waktu 4 jam sebesar 57,89 sedangkan kadar sari bubuk teh herbal kulit anggur terendah diperoleh pada suhu 50oC dengan waktu 3 jam sebesar 29,91 .

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu pengeringan yang digunakan,

semakin tinggi kadar sari bubuk teh herbal kulit anggur yang dihasilkan. Penggunaan suhu dan waktu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kadar air pada suatu bahan rendah yang mengakibatkan sifat bubuk menjadi semakin higroskopis sehingga kelarutan bubuk menjadi lebih besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Nathaniel et al., (2020) yang menyatakan suhu dan waktu pengeringan yang rendah akan membuat kadar sari larut air teh herbal celup daun rambusa rendah dikarenakan kadar air yang terdapat pada teh herbal celup daun rambusa tinggi, sedangkan suhu dan waktu pengeringan yang tinggi akan menghasilkan kadar sari larut air lebih baik. Menurut Purnomo (2016), suhu dan waktu pengeringan yang tinggi menghasilkan kadar air yang rendah sehingga bubuk akan lebih higroskopis dan mudah menyerah air dimana hal tersebut mengakibatkan kelarutan bubuk dalam air semakin besar.

Tabel 2. Nilai rata- rata kadar sari (%) bubuk teh herbal kulit anggur dengan perlakuan suhu dan waktu pengeringan

Suhu Pengeringan (oC)

3 (W1)

waktu Pengeringan (jam)

3,5 (W2)                  4 (W3)

50 (T1)                 29,91±c0,15 C

60 (T2)                41,85±b0,92 C

52,11±0,58 C

70 (T3)                        a

36,23±0,25 B          38,09±0,05 A

C                      c

45,95±0,34 B          49,14±0,2 A

b                   b

55,26±0,19 B          57,89±0,36 A

a                     a

Keterangan: Nilai rata- rata ± standar deviasi (n= 2 . Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05 .

Kadar Total Fenol

Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada bubuk teh herbal kulit anggur

terhadap kadar total fenol dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenol bubuk teh herbal kulit anggur. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa total fenol pada bubuk teh herbal kulit anggur berkisar antara 4,38 mg GAE/g - 9,21 mg GAE/g. Total fenol bubuk teh herbal kulit anggur tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 60oC dengan waktu 3 jam yaitu 9,21 mg GAE/g sedangkan total fenol bubuk teh herbal kulit anggur terendah diperoleh pada suhu pengeringan 70oC dengan waktu 4 jam yaitu 4,38 mg GAE/g.

Berdasarkan Tabel 3, total fenol bubuk teh herbal kulit anggur meningkat dari suhu 50oC waktu 3 jam , 3.5 jam, 4 jam ke suhu 60oC waktu 3 jam kemudian mengalami penurunan suhu 60oC waktu 3,5 jam. Hal ini disebabkan karena fenol akan mengalami oksidasi karena adanya perlakuan suhu dan waktu pemanasan yang terlalu tinggi, kadar fenol akan meningkat seiring dengan naiknya

suhu dan waktu pengerigan akan tetapi pada suhu dan waktu yang meningkat melebihi suhu dan waktu optimumnya kadar fenol akan mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan penelitian Susanti (2008) menyatakan kadar fenol daun kering gambir akan mengalami peningkatan seiring dengan naiknya suhu dan naiknya waktu pengeringan akan tetapi pada suhu dan waktu yang meningkat melebihi suhu dan waktu optimumnya, kadar fenol akan mengalami penurunan. Semakin tinggi suhu dan lama waktu pengeringan maka semakin tinggi inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah, dan kerusakan fenol akan semakin kecil. Akan tetapi kandungan fenol juga akan terganggu oleh semakin tingginya suhu pengeringan sehingga jumlah total fenol akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung mengalami penurunan (Hikmah et al., 2009).

Tabel 3. Nilai rata- rata kadar total fenol (mg GAE/g) bubuk teh herbal kulit anggur dengan perlakuan

suhu dan waktu pengeringan

Suhu Pengeringan (oC)

3 (W1)

Waktu Pengeringan (jam) 3,5 (W2)

4 (W3)

50 (T1)

6,75±0,01 C b

7,20±0,01 B b

8,23±0,045 A a

60 (T2)

9,21±0,03 A a

7,47±0,04 B a

6,22±0,06 C b

70 (T3

6,05±0,09 A c

5,30±0,003 B c

4,38±0,08 C c

Keterangan: Nilai rata- rata ± standar deviasi (n= 2 . Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05 .

Kadar Total Flavonoid

Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada bubuk teh herbal kulit anggur terhadap kadar total flavonoid dapat dilihat pada

Tabel 4.Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total flavonoid bubuk teh herbal kulit anggur. Berdasarkan Tabel

4, menunjukkan bahwa total flavonoid bubuk teh herbal kulit anggur berkisar antara 1,45 mg QE/g -6,15 mg QE/g. Kadar total flavonoid bubuk teh herbal kulit anggur tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 60oC dengan waktu 3 jam yaitu 6,15 mg QE/g sedangkan kadar total flavonoid bubuk teh herbal kulit anggur terendah diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 70oC dengan waktu 4 jam yaitu 1,45 mg QE/g.

Tabel 4 menunjukkan kadar total flavonoid bubuk teh herbal kulit anggur mengalami peningkatan pada suhu 60oC dengan waktu 3 jam kemudian mengalami penurunan pada suhu 60oC dengan waktu 3.5 jam dan kadar flavonoid bubuk kulit anggur akan terus menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan.

Menurut Zainol et al., (2009) menyatakan penurunan kandungan flavonoid disebabkan oleh pemanasan dengan suhu dan waktu yang tinggi. Syafarina et al.,(2017) menyatakan bahwa flavonoid yang merupakan golongan folifenol dengan struktur dasar fenol yang senyawanya memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan pemanasan (suhu dan waktu pengeringan) sehingga dengan adanya perlakuan pemanasan akan mempengaruhi kadar flavonoid yang terkadung dalam sampel. Kandungan senyawa flavonoid akan menurun seiring dengan peningkatan suhu dan waktu yang digunakan dalam pengeringan karena akan terjadi dekomposisi fenol yang berpengaruh pada kandungan flavonoid (Dewi, 2017).

Tabel 4. Nilai rata- rata kadar total flavonoid (mg QE/g) bubuk teh herbal kulit anggur dengan perlakuan suhu dan waktu pengeringan

Suhu Pengeringan (oC)

Waktu Pengeringan (jam)

3 (W1)                   3,5 (W2)                   4 (W3)

50 (T1)

4,45±0,36 C            5,02±0,81 B           5,61±0,85 A

b                    b                    a

60 (T2)

6,15±0,57 a           5,40±0,86 B           4,13±0,36 C

a                    a                    b

70 (T3)

2,83±0,90 A            1,90±0,83 B            1,45±0,35 C

c                    c                    c

Keterangan: Nilai rata- rata ± standar deviasi (n= 2 . Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05 .

Kadar Total Antosianin

Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada bubuk teh herbal kulit anggur terhadap kadar total antosianin dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

total antosianin bubuk teh herbal kulit anggur. Berdasarkan Tabel 5, kadar total antosianin bubuk teh herbal kulit anggur berkisar antara 3,924 mg/g-12,183 mg/g. Kadar total antosianin bubuk teh herbal kulit anggur tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 50oC dengan waktu 3.5 jam yaitu 12,183 mg/g, sedangkan kadar antosianin bubuk teh herbal kulit anggur terendah terdapat pada

perlakuan suhu pengeringan 70oC selama 4 jam yaitu 3,925 mg/g.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar total antosianin bubuk teh herbal kulit anggur mengalami peningkatan pada suhu 50oC dengan waktu 3.5 jam kemudian mengalami penurunan pada suhu 50oC dengan waktu 4 jam. Hal ini diduga suhu pengeringan yang terlalu tinggi disertain dengan waktu pengeringan yang semakin lama akan menyebabkan antosianin yang memiliki sifat tidak tahan panas akan mengalami kerusakan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian Markakis (1982), bahwa Antosianin bersifat tidak stabil dan rentan terhadap proses pemanasan, hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan dan lama pemanasan, kadar antosianin dalam bahan akan semakin rendah karena terjadi degradasi antosianin.

Menurut Puspita dalam Mulyo (2012), semakin tinggi suhu pengeringan dan lama waktu pengeringan dapat mengakibatkan struktur antosianin mengalami dekomposisi dan jika pemanasan diteruskan maka kemungkinan akan terjadi degradasi struktur antosianin. Hilangnya antosianin akibat pemanasan ini bersifat irreversible karena kalkon yang tidak berwarna tidak dapat kembali menjadi kation flavilium yang berwarna merah. Puspita (2011) menyatakan semakin lama pemanasan dan semakin tinggi suhu pemanasan kadar antosianin mengalami penurunan karena antosianin sangat sensitif dengan proses thermal (panas), warna akan menghilang dan berubah menjadi coklat akibat pigmen yang terdegradasi dan terpolimerisasi.

Tabel 5. Nilai rata- rata kadar total antosianin (mg/g) bubuk teh herbal kulit anggur dengan perlakuan

suhu dan waktu pengeringan

Suhu Pengeringan (oC)

3 (W1)

Waktu Pengeringan (jam) 3,5 (W2)

4 (W3)

50 (T1)

9,123± 0,001 B a

12,183±0,003 A a

8,767±0,010 C a

60 (T2)

8,390±0,008 A b

7,826±0,009 B b

7,093±0,007 C b

70 (T3)

6,253±0,003 A c

4,880±0,001 B c

3,925±0,006 C c

Keterangan: Nilai rata- rata ± standar deviasi (n= 2 . Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05 .

Aktivitas Antioksidan

Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada bubuk teh herbal kulit anggur terhadap aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Tabel 6.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan bubuk teh herbal kulit anggur. Berdasarkan Tabel 6, nilai rata- rata aktivitas antioksidan bubuk teh herbal kulit anggur

berdasarkan nilai IC50 berkisar 1521,17 ppm-2607,75 ppm. Nilai rata- rata aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 bubuk teh herbal kulit anggur tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 70oC dengan waktu 4 jam yaitu 2607,75 ppm, sedangkan nilai rata- rata terendah terdapat pada perlakuan suhu 60oC dengan waktu 3 jam yaitu 1521,17 ppm. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu dan waktu pengeringan maka semakin tinggi nilai IC50. Nilai IC50 yang tinggi menunjukkan kemampuan aktivitas antioksidan yang rendah, sebaliknya nilai IC50 yang rendah menunjukkan kemampuan aktivitas antioksidan yang tinggi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh

penelitian Sari (2011), bahwa semakin tinggi nilai IC50 maka aktivitas antioksidan semakin rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2016) menyatakan senyawa antioksidan akan mudah terdegradasi jika terkena suhu tinggi dengan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena suhu dan waktu pemanasan yang semakin tinggi mengakibatkan senyawa metabolik sekunder yang bertindak sebagai antioksidan (senyawa flavonoid ) menjadi rusak. Hasil penelitian Hayati (2012) juga menyatakan semakin meningkat suhu dan lama pemanasan maka aktivitas antioksidan semakin rendah dan dapat merusak aktivitas antioksidan sampel yang digunakan.

Tabel 6. Nilai rata- rata Aktivitas Antioksidan berdasarkan nilai IC50 (ppm) bubuk teh herbal kulit anggur dengan perlakuan suhu dan waktu pengeringan

Suhu Pengeringan (oC)

Waktu Pengeringan (jam)

3 (W1)                    3,5 (W2)                   4 (W3)

50 (T1)

1874,26± 23,65 A         1731,02±7,01 B        1607,46±9,16 C

b                      c                     c

60 (T2)

1512,17±2,13 C         1969,39±17,43 B       2036,45±30,65 A

c                     b                    b

70 (T3)

2109,90±8,93 C          2238,40±12,13 B       2607,75±12,19 A

a                      a                     a

Keterangan: Nilai rata- rata ± standar deviasi (n= 2 . Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05 .

Sifat Sensoris

Sifat sensoris minuman teh herbal celup kulit anggur dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, penerimaan keseluruhan dan uji skoring warna. Dalam uji sensoris teh herbal celup kulit anggur hanya diuji satu ulangan saja dan analisis yang digunakan Rancangan Acak Kelompok dan ulangannya adalah jumlah panelis.

Hasil rata- rata daya terima panelis terhadap semua karakteristik sensoris teh herbal celup kulit anggur dapat dilihat pada Tabel 7.

Warna

Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan penilaian panelis terhadap suatu produk, warna yang paling disukai pada minuman teh herbal celup kulit anggur yaitu ungu tua. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi

perlakuan suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna minuman teh herbal celup kulit anggur yang dilakukan dengan uji skoring. Tabel 7 menunjukan bahwa nilai rata- rata warna minuman teh herbal kulit anggur dengan uji skoring tertimggi diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 60oC dengan waktu pengeringan 3 jam yaitu 4,88 dengan kriteria ungu tua sedangkan nilai rata- rata terendah diperoleh pada perlakuan suhu pengeringan 70oC dengan waktu pengeringan 4 jam yaitu 1,48 dengan kriteria hitam kemerahan. Hal ini diduga karena semakin tinggi suhu dan waktu pemanasan maka akan terjadi reaksi karamelisasi pada bahan pangan sehingga warna cenderung lebih gelap. Menurut Boskou dan Esmadfa (1999), selama proses pengolahan bahan pangan dengan pemanasan komponen gula dalam bahan pangan akan mengalami reaksi pencoklatan non-enzimatik (browning reactions), yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard, dimana reaksi karamelisasi akan menghasilkan perubahan warna pada bahan akan semakin gelap sedangkan reaksi maillard menghasilkan warna coklat.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna minuman teh herbal celup kulit anggur yang dilakukan dengan uji hedonik. Nilai rata- rata kesukaan panelis terhadap warna teh herbal celup kulit anggur berkisar antara 3,36 (biasa) hingga 3,84 (biasa).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik aroma minuman teh herbal celup kulit anggur. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata- rata uji hedonik aroma minuman teh herbal celup kulit anggur berkisar antara 3,32 (biasa) sampai dengan 3,88 (biasa). Menurut Fellow (1998), aroma dalam bahan makanan dapat ditimbulkan oleh komponen-komponen volatil, akan tetapi komponen volatil tersebut dapat hilang selama proses pengolahan terutama panas.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik rasa minuman teh herbal celup kulit anggur. Hal ini menunjukkan bahwa rata- rata panelis dapat menerima rasa teh herbal celup kulit anggur cukup baik. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata- rata uji hedonik rasa minuman teh herbal celup kulit anggur berkisar antara 3,32 (biasa) sampai dengan 3,76 (biasa). Menurut Winarno (1997), perubahan yang terjadi pada cita rasa bahan pangan biasanya lebih kompleks dari pada warna bahan pangan. Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik penerimaan keseluruhan minuman teh herbal celup kulit anggur. Hal ini menunjukkan bahwa rata- rata panelis dapat menerima secara keseluruhan teh herbal celup kulit anggur dengan baik. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata- rata uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan minuman teh herbal kulit anggur berkisar antara 3,48 (biasa) sampai dengan 3,88 (biasa).

Tabel 7. Nilai rata- rata hasil uji organoleptik teh herbal celup kulit anggur

Nilai Rata-rata

Perlakuan

Penerimaan

Warna              Aroma        Rasa

Keseluruhan

Skoring      Hedonik       Hedonik       Hedonik      Hedonik

T1W1

T1W2

T1W3

T2W1

T2W2

T2W3

T3W1

T3W2

T3W3

3,80±0,76 b   3,36±0,95 a    3,32±0,80 c     3,68±0,75 a   3,76±0,59 ab

3,88±0,73 b   3,48±0,51 ab   3,36±0,95 bc    3,36±0,95 a   3,84±0,62 a

4,72±0,46 a   3,60±0,57 ab   3,56±0,65 abc   3,32±0,80 a   3,88±0,67 a

4,88±0,33 a   3,72±0,79 ab   3,64±0,64 abc   3,48±0,51 a   3,80±0,57 ab

4,12±0,88 b   3,80±0,71 ab   3,68±0,63 abc   3,64±0,76 a   3,84±0,62 ab

2,88±0,88 c   3,76±0,72 ab   3,72±0,69 abc   3,76±0,72 a   3,72±0,75 ab

1,68±0,48 d   3,84±0,80 ab   3,88±0,73 a     3,68±0,69 a   3,64±0,86 ab

1,40±0,50 d   3,68±0,62 ab   3,84±0,59 a     3,56±0,65 a   3,56±0,65 ab

1,48±0,51 d   3,60±0,58 a    3,80±0,71 ab    3,60±0,72 a   3,48±0,51 b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Kriteri hedonik : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), dan 5 (sangat suka)


KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar fenol, kadar total flavonoid, kadat total antosianin, aktivitas antioksidan, dan warna (skoring) tidak berpengaruh nyata terhadap warna (hedonik), aroma (hedonik), rasa (hedonik), dan penerimaan keseluruhan (hedonik) teh herbal celup kulit anggur. Perlakuan terbaik yaitu suhu pengeringan 60oC dengan waktu 3 jam, dengan karakteristik teh herbal celup kulit anggur yaitu kadar air 5,60 , kadar total fenol 9,21 mg GAE/g, kadar total flavonoid 6,15 mg QE/g, kadar total antosianin 8,390 mg/g, kadar sari 41,85 , aktivitas antioksidan sebesar 1521,17 ppm, warna ungu tua, dengan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan biasa,

Saran

Pengeringan kulit anggur dalam pembuatan teh herbal celup menggunakan suhu 60oC selama 3 jam. Perlu dilakukan penelitian lebih lenjut terkait

masa simpan teh herbal celup kulit buah anggur dari perlakuan terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., C.H. Wijaya, dan D.T. Cahyono. 1996. Aktivitas antioksidan dari daun sirih (Piper betle L.). Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 7:2937.

Anonimus. 2013. SNI 3836:2013. Teh Kering dalam Kemasan. Badan Standarisari Nasional. Jakarta.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2006. Official Methods of AOAC International. Revisi ke-2. Vol ke-1. Maryland (US): Association of Official Analytical Chemist.

Boskau, D dan Elmadfa, I. 1999. Frying of Food. Technomic Publishing Company, INC, Lancaster, Pennysylvnia, U.S.A.

Dewi, N. L. P. D. U., L. P. Wrasiati., dan D. A. A. Yuarini. 2016. Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian dengan Oven Drier Trehadap Karakteristik Teh Beras Merah Jatiluwih. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian, 4(2):1-9.

Dewi, W. K., N. Harun., dan Y. Zalfiatri. 2017. Pemanfaatan Daun Katuk (Sauropus Adrogynum) dalam Pembuatan Teh Herbal dengan Variasi Suhu dan waktu Pengeringan. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian, 4(2):1-12.

Fellow, P. J. 1998. Food Processing Technology. Principle and Practive. Ellis Horwood. New York.

Harun, N., Efendi, R., dan Simanjuntak, L. 2014. Penerimaan Panelis terhadap Teh Herbal dari Kulit Buah Manggis (Garcibia mangostana L.) dengan

Perlakuan Suhu Pengeringan. Universitas Riau. Riau.

Hayati, E., Budi, U., Hermawan, R. 2012. Konsentrasi total senyawa antosianin ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) pengaruh temperatur dan pH. Jurnal Kimia . JIN Maulana Malik Ibrahim Making. 2:138-147.

Hikmah, A. F., S. A. Budhiyanti., dan N. Ekantari. 2009. Pengaruh pengeringan terhadap aktivitas antioksidan Spirulina plantensis. Prosiding Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. PA-04: 1-11.

Horzic, D., D. Komes, A. Belcak, K. K. Ganic, D. Ivkovic, dan D. Karlovic. 2009. The composition of polyphenols and methylxanthines in teas and herbal infusions. Food Chemistry. 115:441-448.

Karina, A. 2008. Pemanfaatan jahe (Zingiber Officinale Rosc.) dan teh hijau (Camellia Sinensis) dalam pembuatan rendah kalori dan sumber antioksidan. Skripsi Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Kusuma, S. 2019. Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan Teh Kulit Kakao (Theobroma cacao L.) Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol. 8(2):85-93.

Lee, J. 2005. Determination of Total Monomeric Anthocyanin Pigmen Content of Fruit Juice, Beverages, Natural Colorants, and Wines by the PH Differential Method: Collaboration Study. Journal of AOAC International. Vol. 88(5):1269.

Lee, L.S., J.H. Choi, N. Son, S.H. Kim, J.D. Park, D.J. Jang, Y. Jeong, H.J. Kim. 2013. Metabolomic Analysis of the Effect of Shade Treatment on the Nutritional and Sensory Qualities of Green Tea. J. Agric. Food Chem. 61 (2):332-338.

Markakis, P. 1982. Instroduction in Anthocyanin in Prints, Vegetable, and Grain. London : CRC press.

Mulyo, A.I. 2012. Pembuatan Bubuk Sari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) dengan Metode Foam-Mat Drying Pengering Vakum. Skripsi. Prodi Agroteknologi, Universitas Gunadarma.

Nathaniel, A. N., 2020. Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Sifat Sensoris Teh Herbal Celup Daun Rambusa (Passiflora foetida L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Purnomo, B.E., Faizah H., dan Vonny S.J. 2016. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Teh Herbal. Jurnal JOM FAPERTA. Universitas Riau, Riau. Vol.3(2).

Puspawati, G.A.K.D., P. T. Ina., I, M. Wartini., dan I.A.R.P. 2013. Ekstraksi komponen Bioakif Limbah Buah Lokal Berwarna Sebagai Ekstrak Pewarna Alami Sehat. Hasil Penelitian. Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bukit-Jimbaran.

Puspita, C. 2011. Ekstraksi Antosianin Rosella Merah Menggunakan Ultrasonik-batch (Kajian Rasio Bahan : Pelarut dan Lama Ekstraksi). Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Ravikumar. 2014. Review on Herbal Teas. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 6(5):236-238.

Sakanaka, S., Y. Tachibana, dan Y. Okada. 2003. Preparation and antioxidant properties of extracts of japanese persimo leaf tea (kakinocha-cha). Food chemistry. 89:869-575.

Sari, L. 2015. Pengaruh Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan pada Bubu Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.). Skripsi. Sarjana Thesis. Universitas Brawijaya.

Sari, R. F., 2011. Kajian Potensi Senyawa Bioaktif Sprirulina platensis sebagai Antioksidan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.

Shah, P. dan H.A. Modi. 2015. Comparative study of DPPH, ABTS, and FRAP assays for determination of antioxidant activity. Internation journal for research in applied science & engineering technology (ijraset). Vol 3 (4) : 636-641.

Sirait, N. A. B. D. 2004. Mempelajari Aspek Sanitasi dalam Proses Pengolahan Wine di PT. Arpan Bali Utama. Laporan Kerja Praktek. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Susanti, D. Y., 2008. Efek Suhu Pengeringan Terhadap Kandungan Fenolik dan Kandungan Katekin Ekstrak Daun Kering Gambir. Prosiding Seminar Nasioanal Teknik Pertanian. Yogyakarta.

Syafarina, M., Irham, T., Edyson. 2017. Perbedaan total flavonoid antara tahapan pengeringan alami dan buatan pada ekstrak daun binjai (Mangifera caesia). Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Xu, B.J. dan Chang, S.K.C. (2007).A comperative study on phenolic profiles and antiokxidant activities of legumes affected by extraction. Journal of Food Science. 72:S1 59-66

Zainol, M.K.M., Hamid, A.A., Bakar, F.a., Dek, S.P. 2009. Effect of different drying methods on the degradation of selested flavonoids in Centella asiasica. International Food Research Journal 16:531-537.

435