Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Lucia, M. dkk. /Itepa 10 (3) 2021 389-399

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Penambahan Puree Kecipir (Pshophocarpus tetragonolobus L. Terhadap Karakteristik Bakso Ayam

Effect of Winged bean (Psophocarpus tetragonolobus L.) Puree Additions on the Characteristic of Chicken Meatball

Marcelyna Lucia1, Putu Timur Ina1*, Ni Made Yusa1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Putu Timur Ina, Email: [email protected]

Abstract

This research was aimed to determine the effect of winged bean puree additions on the characteristic of chicken meatball and to find out the best additions winged bean puree to produce chicken meatball with the best characteristics. The experimental design used in this research was a Completely Randomized Design (CRD) with a additional of winged bean puree consisting of 5 treatments namely: 0%; 10%; 20%; 30%; 40%. The treatment was repeated 3 times so that they were obtained 15 experimental units. The data obtained were analyzed by variance and if the treatment had a significant effect on the treatment, then followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the addition of winged bean puree had a significant effect on moisture content, ash content, protein content, crude fiber content, hedonic test (color, aroma, taste, texture and overall acceptance) and scoring test (taste and texture). The addition 40% concentration of winged bean puree resulted the best characteristics with moisture content 68.00%, ash content 2.05%, protein content 14.40%, crude fiber 4.87%, level of elasticity 4.49 N, color was liked, aroma was liked, very typical taste of winged bean and liked, chewy texture and liked, and overall acceptance was liked.

Keywords: chicken, meatball, winged bean puree

PENDAHULUAN

Bakso adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu dengan atau penambahan bahan pangan lainnya yang berbentuk bulat dan direbus hingga matang (Anon., 2014). Berdasarkan aspek gizi, bakso mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Bahan baku bakso dapat berasal dari berbagai jenis daging ternak, seperti babi, ikan, ayam, serta sapi (Purnomo, 1998). Umumnya, bakso yang beredar di pasaran terbuat dari bahan baku daging sapi. Namun, daging sapi dapat digantikan dengan daging ayam dalam pembuatan bakso sebagai alternatif bagi masyarakat yang tidak dapat

mengkonsumsi daging sapi. Menurut Data Food and Agriculture Organization (FAO) dalam kementerian perdagangan melaporkan bahwa tingkat konsumsi protein hewani dan daging ayam masyarakat Indonesia tahun 2017 terbilang rendah, yakni baru mencapai 8% dan rata-rata mencapai 7 kg. Konsumsi protein hewani yang rendah dapat memperlambat pertumbuhan badan dan kecerdasan anak. Maka dari itu, konsumsi protein hewani sangat penting bagi tubuh kita. Salah satu sumber protein hewani adalah daging ayam.

Daging ayam broiler memiliki citarasa yang dapat diterima dan disukai oleh semua kalangan masyarakat. Daging ayam broiler segar bagian dada memiliki kandungan kadar air 66,32%, kadar

abu 1,23%, kadar protein 19,54% dan serat kasar 4,68% (Rahmadaeni, 2019). Daging ayam broiler sangat mudah ditemukan di pasaran dan memiliki harga yang relatif murah serta memiliki kandungan kolesterol yang rendah dibandingkan daging sapi. Hal ini didukung bahwa daging ayam memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah dan mengandung poly unsaturated fatty acid (PUFA) lebih tinggi dibandingkan daging sapi.

Bakso ayam merupakan produk olahan pangan yang terbuat dari bahan baku utama daging ayam yang ditambahkan tapioka dan bumbu-bumbu sebagaimana bakso pada umumnya. Bakso ayam memiliki cita rasa yang sangat disukai oleh semua kalangan mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Kelebihan dari bakso ayam antara lain mudah ditemukan di pasaran, mudah untuk diproduksi oleh masyarakat serta memiliki tekstur yang empuk. Namun, bakso ayam memiliki kekurangan yakni mengandung kadar serat yang rendah yakni 0,26% (Kurniawan et al., 2012) sedangkan serat sangat penting bagi tubuh. Maka dari itu, upaya yang dapat dilakukan untuk menambahkan serat pada bakso ayam yakni dengan menambahkan sayur-sayuran, salah satunya kecipir.

Kecipir adalah tumbuhan merambat yang pucuk dan polong mudanya banyak dimanfaatkan. Kecipir mudah ditemukan di pasaran dan memiliki harga yang relatif murah. Pemanfaatan kecipir masih sangat jarang, dan kebanyakan kecipir hanya digunakan sebagai sayuran yang dapat dimakan mentah (sebagai lalapan), direbus, atau dicampur sayuran lain seperti urap. Namun jika dilihat dari kandungannya, kecipir dapat digunakan sebagai

bahan tambahan dalam proses pengolahan pangan. Hal ini sesuai seperti yang dilaporkan oleh Amoo et al. (2006) bahwa 100 gram kecipir mengandung kadar air 76,0-93,0%, kadar abu 0,40-1,90 %, kadar serat yakni 0,9-3,10 %, protein 1,9-4,30 %, pro vitamin A 340-595 SI, zat besi 0,2-12,0 mg, vitamin C 21-37 mg dan mineral-mineral penting seperti kalsium, zink, sodium, potasium, magnesium, dan fosfor yang bermanfaat bagi tubuh. Kebutuhan serat pada setiap manusia rata-rata 25 g/hari dapat dianggap cukup untuk memelihara kesehatan tubuh. Keunggulan mengonsumsi serat yakni serat dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan disekresikan keluar melalui saluran pencernaan. Kecipir yang digunakan dalam pembuatan bakso ayam diolah menjadi puree. Menurut Anon. (2016) puree adalah bahan makanan yang dilembutkan. Puree kecipir merupakan salah satu olahan kecipir yang kenampakannya seperti bubur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan puree kecipir terhadap karakteristik bakso ayam serta mengetahui jumlah penambahan puree kecipir yang tepat untuk menghasilkan bakso ayam dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan dan Laboratorium Teknik Pasca Panen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana serta Laboratorium Nutrisi dan Makanan ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana,

Kampus Sudirman, Denpasar. Waktu penelitian berlangsung dari Agustus hingga September 2020. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ayam broiler bagian dada tanpa tulang dan kulit yang diperoleh dari Pasar Cokroaminoto, Denpasar, Bali dan Kecipir dari Desa Bongan, Tabanan, Bali, tapioka (merek rose brand), es batu, gula pasir (merek gulaku), garam, putih telur, lada bubuk (merek ladaku), sodium tripolifosfat (STPP), bawang merah goreng, bawang putih yang diperoleh dari di Pasar Cokroaminoto, Denpasar, Bali, tablet Kjeldahl, H2SO4, aquades, alkohol 95%, NaOH, heksan, HCl pekat, HNO3, larutan phenolphtalin, asam borat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, chopper, pisau, waskom, talenan, kompor, panci, sendok, termometer, tabung gas, loyang, plastik, blender, sarung tangan, gelas ukur, timbangan analitik, kertas whattman 42, oven, cawan aluminium, cawan porselin, aluminium foil, desikator, Erlenmeyer, pipet volume, gelas beaker, pipet tetes, labu ukur, tabung reaksi, waterbath, labu Kjeldahl, tanur listrik, alat destilasi, alat turbosog, tungku Kjeldahltherm, top buret digital, texture analyzer.

Rancangan Penelitian dan Analisa Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan puree kecipir sebanyak 5 taraf, yaitu : P0 (puree kecipir 0%), P1 (puree kecipir 10%), P2 (puree kecipir 20%), P3 (puree kecipir 30%), P4 (puree kecipir 40%). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga

diperole 15 unit percobaan. . Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Steel dan Torrie, 1993).

Pelaksanaan Penelitian

Adapun tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu :

Pembuatan Puree Kecipir

Proses pembuatan puree kecipir dimulai dari kecipir disortasi dan dicuci bersih menggunakan air mengalir. Setelah itu, ditimbang 200 gram dan dipotong dengan ukuran 2x2x2 cm untuk memudahkan proses blansing. Kecipir di steam blanching pada suhu 75°C selama 3 menit. Kecipir dihaluskan dengan blender maka diperoleh puree kecipir (Bima, 2014 yang dimodifikasi).

Pembuatan Bakso Ayam

Bahan yang digunakan untuk pembuatan bakso ayam yaitu daging ayam, puree kecipir, tapioka, es batu, putih telur, gula pasir, sodium tripolifosfat (STPP), garam, lada bubuk, bawang merah goreng dan bawang putih ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formula pada Tabel 1. Pembuatan bakso ayam dilakukan dengan cara daging ayam diambil pada bagian dada dicuci terlebih dahulu, kemudian dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil. Ditambahkan es batu dan putih telur lalu dihaluskan sampai lumat dengan chopper, kemudian ditambahkan puree kecipir, tapioka, gula pasir, sodium tripolifosfat (STTP), garam, lada bubuk, bawang merah goreng dan bawang putih lalu dicampurkan hingga merata. Adonan kemudian dibentuk menjadi bulat-bulat

(diameter 2 cm) dengan cara mengambil segenggam adonan, kemudian remas dan tekan kearah ibu jari. Adonan yang keluar dari antara ibu jari dan telunjuk akan membentuk bulatan, kemudian bakso tersebut dimasukkan ke dalam air

panas suhu 80 C selama 15 menit atau hingga mengapung. Bakso diangkat dan ditiriskan (Astawan, 2008).

Tabel 1. Formula Bakso Ayam dengan Penambahan Puree Kecipir

No.

Komposisi

Perlakuan

P0

P1

P2

P3

P4

1.

Daging ayam (%)

100

100

100

100

100

2.

Puree kecipir (%)

0

10

20

30

40

3.

Tapioka (%)

40

40

40

40

40

4.

Es Batu (%)

15

15

15

15

15

5.

Putih Telur (%)

5

5

5

5

5

6.

Gula pasir (%)

2

2

2

2

2

7.

Sodium tripolifosfat (STPP) (%)

0,3

0,3

0,3

0,3

0,3

8.

Garam (%)

3

3

3

3

3

9.

Lada bubuk (%)

0,4

0,4

0,4

0,4

0,4

10.

Bawang merah goreng (%)

2,5

2,5

2,5

2,5

2,5

11.

Bawang putih (%)

4

4

4

4

4

Keterangan : Persentase di atas berdasarkan berat daging ayam (50 g).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air diukur dengan metode pengeringan, kadar abu diukur dengan metode pengabuan kering, kadar protein diukur dengan metode mikro kjeldahl, kadar serat kasar diukur dengan metode hidrolisis asam dan basa (Sudarmadji et al., 1997), nilai kekenyalan dengan menggunakan texture analyzer (Kusnadi et al., 2012), uji hedonik (kesukaan) terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan, serta uji skoring terhadap rasa dan tekstur (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai kadar air, kadar abu, kadar proteim dan kadar serat dari puree kecipir dapat dilihat pada

Tabel 2. Nilai kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar serat kasar bakso ayam dapat dilihat pada Tabel 3.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso ayam. Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata kadar air pada perlakuan berkisar antara 60,36% - 68,00%. Nilai rata-rata kadar air terendah terdapat pada perlakuan P0 sebesar 60,36% dan nilai rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 68,00%. Semakin banyak penambahan puree kecipir, maka kadar air bakso ayam semakin meningkat, hal ini disebabkan karena puree kecipir memiliki kadar air yang tinggi sebesar 92,84% dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Anon. (1981) yakni 100 gram kecipir segar mengadung kadar air sebesar 76,00 - 93,00%. Kadar air setiap perlakuan sudah sesuai dengan pada Tabel 2.

batas Standar Nasional Indonesia (SNI) 3818-2014 untuk produk bakso yaitu dengan kadar air maksimum 70%.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar serat kasar puree kecipir

Komponen

Puree Kecipir

Kadar Air (%bb)

Kadar Abu (%bb)

Kadar Protein (%bb)

Kadar Serat Kasar (%bb)

92,84 0,45 2,41 2,16

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar serat kasar bakso ayam

Perlakuan

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Kadar Protein (%)

Kadar Serat Kasar (%)

P0 (PK= 0%)

60,36 ± 0,41 e

1,52 ± 0,04 d

12,49 ± 0,06 e

1,07 ± 0,10 e

P1 (PK= 10%)

64,54 ± 0,47 d

1,66 ± 0,01 c

13,21 ± 0,11 d

3,10 ± 0,08 d

P2 (PK= 20%)

65,73 ± 0,35 c

1,68 ± 0,01 c

13,61 ± 0,04 c

3,74 ± 0,12 c

P3 (PK= 30%)

66,75 ± 0,19 b

1,95 ± 0,01 b

13,95 ± 0,06 b

4,30 ± 0,06 b

P4 (PK= 40%)

68,00 ± 0,92 a

2,05 ± 0,03 a

14,40 ± 0,07 a

4,87 ± 0,08 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata P>0,05)

PK = Puree Kecipir

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu bakso ayam. Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata kadar abu pada bakso ayam berkisar antara 1,52 - 2,05%. Nilai rata-rata kadar abu terendah terdapat pada perlakuan P0 sebesar 1,52% dan nilai rata-rata kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 2,05%. Kadar abu puree kecipir dapat dilihat pada Tabel 2 sebesar 0,45%. Hal ini sesuai dengan penelitian Anon. (1981) bahwa kadar abu kecipir segar per 100 gram sebesar 0,4 - 1,9%.

Kadar abu bakso ayam setiap perlakuan sudah sesuai dengan batas Standar Nasional Indonesia (SNI) 3818-2014 untuk produk bakso yaitu maksimum 3%. %. Menurut Andarwulan et al. (2011) mineral pada suatu bahan ditunjukkan dari kadar abu yang terdapat dalam bahan tersebut. Rendahnya kadar abu pada bakso ayam dengan penambahan puree kecipir diduga karena puree kecipir memiliki kandungan mineral yang rendah sesuai dengan pernyataan Winarno (2008) bahwa rendahnya kadar abu pada suatu produk menunjukkan kecilnya jumlah mineral-mineral yang terkandung dalam produk tersebut.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein dari bakso ayam. Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata kadar protein pada bakso ayam berkisar antara 12,49 – 14,40%. Nilai rata-rata kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan P0 sebesar 12,49% dan nilai rata-rata kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 14,40%. Semakin banyak penambahan puree kecipir, maka kadar protein pada bakso ayam semakin meningkat, hal ini disebabkan karena kadar protein pada puree kecipir yang dapat dilihat pada Tabel 2 sebesar 2,41%. Hal ini sesuai dengan penelitian Anon. (1981) kadar protein kecipir segar per 100 gram sebesar 1,9 – 4,3%. Kadar protein setiap perlakuan sudah sesuai dengan batas Standar Nasional Indonesia (SNI) 3818-2014 untuk produk bakso yaitu minimum 11%. Peningkatan kadar protein berpengaruh pada peningkatan daya serap air (Shahzadi et al., 2005). Kemampuan protein untuk mengikat air disebabkan oleh adanya gugus karboksil dan amino yang bersifat hidrofilik (mudah menyerap air).

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar dari bakso ayam. Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata kadar serat kasar pada bakso ayam berkisar antara 1,07 -4,87%. Nilai rata-rata kadar serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P0 sebesar 1,07% dan nilai rata-rata kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 4,87%. Semakin tinggi penambahan puree kecipir maka semakin

meningkat kadar serat kasar pada bakso ayam, hal ini disebabkan karena puree kecipir memiliki serat kasar sebesar 2,16%. Sari dan Widjarnako (2015) melaporkan bahwa kadar serat kasar bakso secara umum yang berada di pasaran yaitu 0,68%. Selain itu, Kurniawan et al. (2012) melaporkan bahwa kadar serat kasar pada bakso ayam sebesar 0,25%. Hal diatas menunjukkan bahwa bakso ayam dengan penambahan puree kecipir memiliki kandungan serat yang lebih tinggi.

Nilai kekenyalan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai kekenyalan bakso ayam. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata kekenyalan berkisar antara 4,49 – 11,69 N. Nilai rata-rata kekenyalan terendah pada perlakuan P4 sebesar 4,49 N dan nilai rata–rata kekenyalan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 sebesar 11,69 N. Semakin tinggi konsentrasi puree kecipir, maka nilai kekenyalan bakso ayam semakin rendah. Nilai kekenyalan yang rendah menunjukkan bahwa tekstur bakso ayam tersebut kenyal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni jumlah puree kecipir yang ditambahkan, kandungan air bakso dan bahan pengisi bakso.

Sifat Sensoris

Uji sensoris pada bakso ayam dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap rasa dan tekstur bakso ayam. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5 dan nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4. Nilai rata-rata kekenyalan pada bakso ayam

Perlakuan                                 Nilai kekenyalan (N)

P0 (PK = 0%)                               11,69 ± 0,89 a

P1 (PK = 10%)                                8,98 ± 0,26 b

P2 (PK = 20%)                                6,33 ± 0,11 c

P3 (PK = 30%)                                5,53 ± 0,18 d

P4 (PK = 40%)                               4,49 ± 0,19 e

Keterangan :

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom sama menunjukkan perlakuan yang berbeda tidak nyata P>0,05)

PK= Puree Kecipir

Warna

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna (uji hedonik) bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai kesukaan terendah terhadap warna terdapat pada perlakuan P0 sebesar 3,00 (biasa) dan tidak berbeda dengan P1. Nilai kesukaan tertinggi terhadap warna terdapat pada perlakuan P3 sebesar 4,05 (suka) dan tidak berbeda dengan P2 dan P4. Tingkat

perbedaan warna pada setiap perlakuan bakso ayam disebabkan karena adanya penambahan konsentrasi puree kecipir yang berbeda pada setiap perlakuannya. Penambahan puree kecipir dapat berfungsi sebagai pewarna alami sehingga dapat menghasilkan bakso dengan warna yang lebih menarik. Selain itu, perlakuan pendahuluan seperti steam blanching yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim sehingga warna puree kecipir dapat dipertahankan.

Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan

bakso ayam

Perlakuan

Nilai rata – rata uji hedonik

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Penerimaan Keseluruhan

P0

3,00 ± 0,86 b

3,35± 0,99 c

3,20 ± 0,89 c

2,90 ± 0,85 c

3,10 ± 0,79 c

(PK= 0%) P1

3,30 ± 0,57 b

3,60 ± 0,60 bc

3,55 ± 0,69 bc

3,30 ± 0,73 bc

3,55 ± 0,69 b

(PK=10%) P2

4,00 ± 0,45 a

4,00± 0,79 ab

3,95± 0,60 ab

3,80 ± 0,83 ab

4,10 ± 0,64 a

(PK=20%) P3

4,05 ± 0,60 a

4,20± 0,62 a

4,20 ± 0,52 a

4,10 ± 0,64 a

4,45 ± 0,61 a

(PK=30%) P4

3,90 ± 0,85 a

4,30± 0,66 a

4,10 ± 0,79 a

3,95 ± 0,95 a

4,20 ± 0,77 a

(PK=40%)

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom sama menunjukkan perlakuan yang berbeda tidak nyata P>0,05)

PK = Puree Kecipir

1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Biasa 4. Suka 5. Sangat suka


Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa dan tekstur bakso ayam

Perlakuan

Nilai rata – rata uji skoring

Rasa

Tekstur

P0 (PK = 0%)

1,00 ± 0,00 d

1,15 ± 0,37 d

P1 (PK = 10%)

1,55 ± 0,51 c

1,20 ± 0,52 d

P2 (PK = 20%)

1,85 ± 0,37 b

1,70 ± 0,73 c

P3 (PK = 30%)

2,10 ± 0,45 b

2,10 ± 0,64 b

P4 (PK = 40%)

2,70 ± 0,57 a

2,50 ± 0,76 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom sama menunjukkan perlakuan yang berbeda tidak nyata P>0,05)

PK = Puree Kecipir

Rasa : 1. Tidak khas kecipir 2. Khas kecipir 3. Sangat khas kecipir

Tekstur : 1. Tidak kenyal 2. Kenyal 3. Sangat kenyal


Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma (uji hedonik) bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai kesukaan terendah terhadap aroma bakso ayam terdapat pada P0 sebesar 3,35 yaitu biasa dan tidak berbeda dengan P1. Nilai kesukaan tertinggi terhadap aroma bakso ayam terdapat pada P4 sebesar 4,30 (suka) dan tidak berbeda dengan P2 dan P3. Tingkat perbedaan aroma pada setiap perlakuan bakso ayam disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi puree kecipir yang ditambahkan pada setiap perlakuan. Aroma merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen, namun sangat sulit dinilai secara obyektif. Hal ini didukung oleh pendapat (Utafiyani, 2018) bahwa uji sensoris pada aroma merupakan sifat sensoris yang paling sulit diklasifikasikan.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap rasa (uji hedonik) bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai kesukaan terendah terhadap rasa bakso ayam diperoleh pada P0 sebesar 3,20 yaitu biasa dan tidak berbeda dengan P1. Nilai kesukaan tertinggi terhadap rasa bakso ayam diperoleh pada P3 sebesar 4,20 (suka) dan tidak berbeda dengan P2 dan P4. Tingkat perbedaan rasa pada setiap perlakuan bakso ayam disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi puree kecipir yang ditambahkan pada setiap perlakuan.

Berdasarkan data hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh sangat nyata (P<0,05) terhadap rasa (uji skoring) bakso ayam. Tabel 6. menunjukkan rasa (uji skoring) bakso ayam terendah diperoleh pada P0 sebesar 1,00 (tidak khas kecipir) dan rasa (uji skoring) bakso ayam tertinggi diperoleh pada P4 sebesar 2,70 (sangat khas kecipir). Semakin banyak penambahan puree kecipir maka rasa bakso ayam semakin khas kecipir. Menurut Khasanah (2003) bahwa rasa timbul karena rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera pencicip

atau lidah dan merupakan faktor yang dinilai panelis setelah warna, tekstur dan aroma yang dapat mempengaruhi penerimaan produk pangan. Rasa yang enak dapat menarik perhatian sehingga konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari rasanya. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut.

Tekstur

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur (uji hedonik) bakso ayam. Tabel 5. menunjukkan nilai kesukaan terendah terhadap tekstur bakso ayam terdapat pada perlakuan P0 sebesar 2,90 yaitu biasa dan tidak berbeda dengan P1. Nilai kesukaan tertinggi terhadap tekstur bakso ayam terdapat pada perlakuan P3 sebesar 4,10 (suka) dan tidak berbeda dengan P2 dan P4. Tingkat perbedaan tekstur pada setiap perlakuan bakso ayam disebabkan karena adanya penambahan konsentrasi puree kecipir yang berbeda pada setiap perlakuan.

Berdasarkan data hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur (uji skoring) bakso ayam. Tabel 6 menunjukkan nilai skoring terhadap tekstur bakso ayam terendah terdapat pada perlakuan P0 sebesar 1,15 (tidak kenyal) dan tidak berbeda dengan P1. Nilai skoring terhadap tekstur bakso ayam tertinggi terdapat pada P4 sebesar 2,50 (kenyal). Semakin tinggi penambahan puree kecipir maka tekstur bakso ayam akan semakin kenyal. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang terkandung pada bakso ayam

dimana dapat dilihat pada Tabel 6. semakin tinggi penambahan puree kecipir menghasilkan bakso ayam dengan kadar air yang tinggi. Menurut Soeparno (2005) daya ikat air dapat mempengaruhi kekenyalan, kesan jus (juiciness), dan keempukan. Penerimaan keseluruhan

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan puree kecipir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan (uji hedonik) bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai kesukaan terendah terhadap penerimaan keseluruhan bakso ayam diperoleh pada P0 sebesar 3,10 yaitu biasa. Nilai kesukaan tertinggi terhadap penerimaan keseluruhan bakso ayam diperoleh pada P3 sebesar 4,45 (suka) dan tidak berbeda dengan P2 dan P4. Tingkat perbedaan penerimaan keseluruhan pada setiap perlakuan bakso ayam disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi puree kecipir yang ditambahkan pada setiap perlakuan. Penerimaan keseluruhan bakso ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, rasa dan tekstur.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan puree kecipir berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, nilai kekenyalan, uji hedonik (warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan) dan uji skoring (rasa dan tekstur). Penambahan puree kecipir 40% menghasilkan bakso ayam dengan karakteristik terbaik yaitu : kadar air 68,00%, kadar abu 2,05%, kadar protein 14,40%, kadar serat kasar 4,87%, nilai kekenyalan 4,49 N, warna, aroma dan penerimaan keseluruhan disukai,

rasa sangat khas kecipir dan disukai serta tekstur kenyal dan disukai.

Saran

Pengolahan bakso ayam sebaiknya menggunakan penambahan puree kecipir sebesar 40%. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait umur simpan dari bakso ayam dengan penambahan puree kecipir.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih penulis ucapkan kepada Program Studi Teknologi Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi pertanian, Universitas Udayana atas segala fasilitas yang diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang turut membantu melancarkan kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amoo, I.A., Adebayo dan Oyelaye. 2006. Chemical evaluation of winged bean Psophocarpus tetragonolobus), pitanga cherries Euginia uniflora) and orchid fruit Orchid fruit myristica). African Journal of Food Agriculture nutrition and Development Online version). 6 2).

Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herawati.

2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Anonimous. 1981. Winged Bean, A High Protein Crop for the Tropics, second edition. Board On Science and Technology For International Development BOSTID). National Academy Press. Washington, DC.

Anonimous. 2014. Standar Nasional Indonesia SNI) 3818-2014 tentang Bakso Daging. Dewan Standarisasi Nasional DSN). Jakarta.

Anonimous. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI).

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pure .

Diakses pada tanggal 22 November 2020.

Anonimous. 2019. Mencukupkan Konsumsi Daging. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. https://ews.kemendag.go.id/berita/NewsDetail.a

spx?v=7812 . Diakses pada tanggal 27 Oktober 2020.

Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya, Jakarta.

Bima, B. 2014. Pengaruh Substitusi Mocaf Modified Cassava Flour) dan Penambahan Puree Wortel Daucus carota L.) terhadap Sifat Organoleptik Martabak Manis. Skripsi. Fakultas Teknik Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya

Khasanah, U. 2003. Formulasi Karakterisasi Fisiko-Kimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar Sweet Potato Flakes). Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kurniawan, A. B., A. N. Al-Baarri, dan Kusrahayu. 2012. Kadar serat kasar, daya ikat air, dan rendemen bakso ayam dengan penambahan karaginan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 2).

Purnomo, H. 1998. Kajian Mutu Bakso Daging, Bakso Urat dan Bakso Aci di daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institusi Pertanian Bogor, Bogor.

Rahmadaeni, I.Q. 2019. Pengaruh rasio daging ayam broiler Gallus domesticus) dengan jamur merang Volvariella volvaceas) terhadap karakteristik tum ayam. Jurnal ITEPA. 8 3) : 303-312.

Sari, H. A. dan S. B. Widjanarko. 2015. Karakteristik kimia bakso sapi kajian proporsi tapioka: tepung porang dan penambahan NaCl. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 3) : 784-789.

Shahzadi, N., S.B. Masood, U.R. Saleem, dan K. Sharif. 2005. Rheological and baking performance of composite flours. Int. J. Agric. Biol. 7 1) : 100-104.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik (untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian). Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Hasil Pertanian. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Utafiyani. 2018. Pengaruh perbandingan tepung kacang hijau Vigna radiata) dan terigu terhadap karakteristik bakso analog. Jurnal ITEPA. 7 1) : 12-22.

Winarno, F. G. 2008. Ilmu Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

399