Pengaruh Perbandingan Tepung Singkong Dan Puree Daun Kelor Terhadap Karakteristik Farfalle Basah
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
8010 (Online)
IP.E. Putra Sentana dkk. /Itepa 10 (1) 2021 131-140
ISSN : 2527-
Pengaruh Perbandingan Tepung Singkong Dan Puree Daun Kelor Terhadap Karakteristik Farfalle Basah
The Comparison Effect of Cassava Flour and Puree of Moringa Leaves on The Characteristics of Wet Farfalle
I Putu Eka Putra Sentana1, Putu Timur Ina1*, I Dewa Gede Mayun Permana1
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: P.Timur Ina, Email: [email protected]
Abstract
The purpose of this research were to know the comparison effect of cassava flour and puree of moringa leaves on the characteristics of wet farfalle and to know the right comparison on the best characteristics of wet farfalle.The experimental design used in this research was a completely randomized design (CRD) with comparison treatment of cassava flour and puree of moringa leaves consisting of 6 level of treatment namely 95%:5%; 90%:10%; 85%:15%; 80%:20%; 75%:25%; 70%:30%. All treatments were repeated three times so that there were obtained 18 experimental units. The data obtained were analiyzed by Analysis of Variance and if the treatment had significant effect then followed by Duncan Multiple Range Test. The result showed that the comparation of cassava flour and puree of moringa leaves had significant effect on the water content, vitamin C, chlorophyll total, antioxidant activity, color preference (scoring test) and overall acceptance (hedonic test) of wet farfalle. Comparison of 70 % cassava flour and 30 % puree of moringa leaves had the best characteristics with water content of 58.62%, vitamin C of 2.57 mg.AAE/g, chlorophyll total of 9.19 mg/100g, antioxidant activity of 72.90%, and value IC50 of 40,283 ppm, dark green color and rather liked, aroma rather liked, flavour, texture and overall acceptance liked.
Keywords : Cassava flour, puree of moringa leaves ,wet farfalle
PENDAHULUAN
Pasta berasal dari bahasa Italia "pasta alimentare" yang berarti adonan bahan makanan, yang dibentuk menjadi berbagai variasi menyerupai mie dan merupakan makanan pokok yang berasal dari Eropa khususnya Italia. Saat ini pasta sudah menjadi makanan sumber karbohidrat yang dikenal di seluruh dunia (Gisslen, 2011). Salah satu jenis pasta adalah farfalle atau bila diterjemahkan berarti kupu-kupu dikarenakan bentuk dari pasta ini menyerupai kupu-kupu. Bahan utama dari pembuatan farfalle adalah semolina, yaitu
gandum durum yang dihaluskan (Gisslen, 2013).
Gandum bahan baku pembuatan semolina merupakan tanaman pangan yang tidak dapat ditanam di Indonesia. Permintaan produk gandum di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Berdasarkan data Anon.(2018) volume impor gandum Indonesia pada tahun 2017 mencapai angka 11,48 juta ton. Penggunaan gandum harus dikurangi dengan menggunakan bahan lokal. Seperti yang dilakukan oleh Wulandari,dkk.(2019) membuat pasta fettuccine basah dimana
perbandingan 50% semolina dan 50% tepung beras hitam menghasilkan pasta fettuccine basah dengan karakteristik terbaik. Bahan pangan lokal lain yang dapat digunakan dan cukup melimpah adalah singkong.
Singkong (Manihot esculenta Cranz) adalah salah satu jenis umbi-umbian yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Anon.(2018) produksi singkong pada tahun 2018 mencapai 19.341.233 ton. Singkong lebih banyak diolah secara langsung dalam bentuk umbi dibanding menjadikannya produk setengah jadi seperti tepung. Pengolahan singkong menjadi tepung memberikan beberapa kelebihan selain dapat digunakan lebih maksimal, daya simpannyapun meningkat. Singkong yang baik digunakan dalam pembuatan tepung adalah singkong kuning karena memiliki rasa yang manis dibanding singkong putih. Widowati dan Damardjadi. (2001) menyatakan tepung singkong tinggi akan kandunagan karbohidrat, protein, lemak, zat besi, dan juga beta karoten. Paramitha, dkk.(2018) melaporkan kandungan beta karoten tepung singkong kuning mencapai 34,10 μg/100g. Tingginya kandungan karbohidrat serta beta karoten yang ada, membuat singkong kuning menjadi bahan pengganti yang ideal dalam pembuatan pasta. Anyobodeh,dkk.(2015) melaporkan pembuatan pasta dengan campuran terigu dengan tepung singkong didapat hasil bahwa panelis lebih menyukai
pasta dengan perbandingan terigu 70% atau lebih. Perbandingan 50% terigu : 50% tepung singkong kurang disukai oleh panelis sehingga masih dapat dilakukan pengembangan baik segi sensoris maupun nutrisi.
Salah satu cara meningkatkan sensoris adalah memberikan warna pada pasta dengan memberi campuran bahan alami yang baik untuk kesehatan, umumnya di Italia pasta merah dibuat dengan menambahkan bit, hitam ditambah tinta cumi dan hijau ditambah dengan berbagai jenis sayuran hijau. Salah satu sayuran lokal yang tidak hanya mampu memberikan warna namun juga menambah nutrisi pasta yang dihasilkan adalah daun kelor. Kelor adalah bahan pangan yang memiliki banyak nutrisi namun sudah sangat jarang dikonsumsi dikarenakan kalah popular dibanding sayuran jenis lain. Menurut Yashika, dkk.(2018) daun kelor mengandung vitamin C 78,15 mg/100gram lebih tinggi dibanding vitamin C pada buah jeruk hanya berkisar 49 mg/ 100gram. Menurut Krisnadi.(2012) daun kelor mengandung klorofil atau zat hijau daun dengan konsentrasi tinggi. Kandungan klorofil daun kelor 6,890 mg/kg bahan dalam keadaan kering. Pemanfaatan kelor dalam produk pangan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti pada pembuatan nugget (Krisnandani,dkk.,2016), kripik simulasi (Yashika,dkk.,2018) dan mie basah (Ekawati,dkk.,2016).
Berdasarkan hal diatas maka dilakukan penelitian perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor untuk mengurangi penggunaan olahan gandum serta menghasilkan farfalle basah dengan karakteristik terbaik.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan Oktober 2019 sampai Desember 2019.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan utama penelitian, bahan lainnya dan bahan kimia. Bahan utama penelitian terdiri dari daun kelor yang masih hijau, tidak layu, dan tidak dimakan ulat yang didapat di daerah Mumbul, Nusadua, serta singkong kuning didapat di Pasar Badung. Bahan lain terdiri dari semolina, garam (dolpin), minyak (bimoli), air mineral (aqua) dan telur yang diperoleh di toko UD Fenny Denpasar. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi aquades, asam sulfat, natrium fosfat, ammonium molibdad, asam askorbat, 2,2-dhyphenyl-1 picrylhydrazyl (DPPH), aseton 80% dan methanol.
Alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini antara lain pisau, waskom, panci, kukusan, pasta maker, alat pemotong pasta, loyang, saringan, timbangan analitik (Simadzu ATY224), oven (cole-parmer), ayakan 60 mesh, blender (Philips), tabung centrifuge, centrifuge (Danamon IEC), vortex (Mixi Mix II), waterbath, erlenmeyer (pyrex), tabung reaksi, batang pengaduk, kertas saring, eksikator, corong, pipet tetes, labu takar, spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S Uv-Vis), gelas ukur (herma), gelas beker (pyrex), pipet volume.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor yang terdiri dari 6 perlakuan, yaitu: P1 = 95% : 05%, P2 = 90% : 10%, P3 = 85% : 15%, P4 = 80% : 20%, P5 =
75% : 25%, P6 = 70% : 30%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap sebagai berikut: Pembuatan Tepung Singkong
Pembuatan tepung singkong diawali dengan umbi singkong kuning disortasi dan dikupas. Singkong kemudian dicuci menggunakan air mengalir, dilanjutkan dengan perendaman dalam air selama 30 menit. Selanjutnya singkong diiris tipis
dengan ketebalan 1 mm untuk memudahkan pengeringan. Kemudian singkong
dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 8 jam. Setelah kering, digiling sampai halus dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh.
Pembuatan puree daun kelor
Proses pembuatan puree daun kelor meliputi, daun kelor disortasi dimana ranting dan daun dipisahkan selanjutnya ditimbang daun kelor sebanyak 200 gram. Kemudian daun kelor dicuci dengan air mengalir. Setelah dicuci daun kelor diblansing (dengan metode steam) pada suhu 60oC selama 3 menit untuk menginaktifkan enzim. Daun kelor yang telah diblansing selajutnya dihancurkan dengan menggunakan blender, maka diperoleh puree daun kelor.
Pembuatan farfalle basah
Proses pertama bahan kering (tepung singkong, semolina dan garam) sesuai formula (Tabel 1) dicampur dan diaduk hingga merata. Setelah homogen dimasukan bahan basah ( puree daun kelor, telur, air dan minyak) dan diuleni hingga adonan menjadi kalis. Adonan yang telah kalis dipipihkan menjadi lembaran dengan ketebalan 1 mm dengan pasta maker. Lembaran dipotong persegi panjang dengan panjang 4 cm dan lebar 3 cm mengunakan alat pemotong khusus agar sisinya bergerigi. Kemudian bagian tengah disatukan sehingga menghasilkan farfalle basah dengan bentuk seperti kupu kupu. Tahapan berikutnya farfalle basah yang sudah terbentuk direbus mengunakan air mendidih selama 5 menit hingga mengapung.
Tabel 1.Formula farfalle basah
No. |
Komposisi |
Perlakuan | |||||
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 |
P6 | ||
1 |
Tepung singkong (%) |
95 |
90 |
85 |
80 |
75 |
70 |
2 |
Puree daun kelor (%) |
5 |
10 |
15 |
20 |
25 |
30 |
3 |
Semolina (%) |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
4 |
Air (%) |
70 |
70 |
70 |
70 |
70 |
70 |
5 |
Garam (%) |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
6 |
Telur (%) |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
7 |
Minyak (%) |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
Keterangan : Presentase berdasarkan jumlah tepung singkong dan puree daun kelor (100 gram)
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini, diantaranya adalah kadar air dengan metode pengeringan (Sudarmadji,dkk.,1997), total klorofil
dilakukan dengan mengunakan metode spektrofotometri (Nollet, 2004), aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (Shah dan Modi, 2015), kadar vitamin C dengan metode spektrofotometri UV-Vis
(Kannan, 2013). Sifat sensoris warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan mengunakan uji hedonik dan uji skoring yakni warna (Soekarto, 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis bahan baku (tepung singkong dan puree daun kelor) dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang diperoleh kadar air, vitamin C, dan total klorofil puree daun kelor lebih tinggi dibanding tepung singkong.
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap kadar air farfalle basah.
Nilai rata-rata kadar air farfalle basah (Tabel 3) berkisar antara 58,62% sampai dengan 62,16%. Kadar air farfalle basah terendah adalah perlakuan P6 yaitu 58,62% berbeda tidak nyata dengan perlakuan P5 sedangkan kadar air tertinggi perlakuan P1 yaitu 62,16% dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P2.
Kadar air farfalle basah meningkat seiring dengan tingginya konsentrasi tepung singkong, hal ini karena tingginya kadar pati pada umbi singkong. Menurut penelitian Winarno. (1986), kadar pati umbi singkong adalah sebesar 80%. Suismono, dkk.(1992) menyebutkan semakin tinggi kandungan pati dalam suatu bahan, maka penyerapan air akan semakin tinggi karena terjadi gelatinisasi semakin tinggi.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, vitamin C dan total klorofil tepung singkong dan puree daun
kelor
Uji |
Tepung singkong |
Puree daun kelor |
Kadar air (% b/b) |
7,79 |
80,01 |
Vitamin C (mg.AAE/g) |
1,84 |
7,87 |
Total klorofil ( mg/100g) |
0,00 |
116,10 |
Tabel 3.Nilai rata- rata kadar Air, vitamin C, total klorofil, aktivitas antioksidan farfalle basah
Perlakuan (Tepung Singkong : Puree daun kelor) |
Kadar air (%) |
Vitamin C (mg.AAE/g) |
Total klorofil (mg/100g) |
Aktivitas antioksidan (%) |
P1 ( 95 : 05) |
62,16±0,15a |
1,97 ±0,00f |
3,78±0,12f |
28,46±0,12f |
P2 ( 90 : 10) |
61,82±0,45a |
2,10 ±0,01e |
4,78±0,13e |
38,85±1,59e |
P3 ( 85 : 15) |
60,60±0,88b |
2,25 ±0,04d |
5,67±0,10d |
47,31±2,82d |
P4 ( 80 : 20) |
60,17±0,17b |
2.34 ±0,01c |
7,20±0,03c |
56,92±1,46c |
P5 ( 75 : 25) |
59,21±0,68c |
2,43 ±0,08b |
8,51±0,08b |
63,08±2,21b |
P6 (70 : 30 ) |
58,62±0,34c |
2,57 ±0,03a |
9,19± 0,12a |
72,90±1,18a |
Keterangan: Nilai rata- rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P˂0,05)
Vitamin C
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dengan puree daun kelor berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap vitamin C farfalle basah. Nilai rata-rata vitamin C farfalle basah (Tebel 8) berbagai perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor antara 1,97 mg.AAE/g sampai dengan 2,57 mg.AAE/g. Vitamin C farfalle basah terendah diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 1,97 mg.AAE/g sedangkan vitamin C farfalle basah tertinggi diperoleh perlakuan P6 yaitu 2,57 mg.AAE/g.
Vitamin C farfalle basah semakin meningkat seiring dengan tingginya konsentrasi puree daun kelor, hal ini dikarenakan tingginya kandungan vitamin C pada daun kelor. Hasil analisis bahan baku (Tabel 7) menujukan vitamin C puree daun kelor mencapai 7,87 mg.AAE/g dimana lebih tinggi dibandingkan dengan tepung singkong 1,84 mg.AAE/g. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Yashika, dkk.(2018) dalam penelitian pembuatan kripik simulasi berbahan dasar umbi kimpul dan daun kelor menyebutkan semakin tinggi konsentrasi daun kelor maka kandungan vitamin C kripik akan semakin meningkat.
Total Klorofil
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap total klorofil farfalle basah. Nilai rata-rata total klorofil farfalle basah (Tabel 3) perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor antara 3,78 mg/100g sampai dengan 9,19 mg/100g. Total klorofil terendah adalah perlakuan P1 yaitu 3,781 mg/100g sedangkan total klorofil tertinggi adalah perlakuan P6 yaitu 9,19 mg/100g.
Total klorofil mengalami peningkatan seiring dengan tingginya konsentrasi puree daun kelor, hal ini dikarenakan tingginya kandungan klorofil yang ada pada daun kelor. Menurut Krisnadi. (2012) daun kelor mengandung klorofil atau pigmen hijau yang terdapat pada sayuran hijau dalam konsentrasi tinggi. Berdasar hasil analisis bahan baku (Tabel 2) total klorofil puree daun kelor adalah 116,10 mg/100g lebih tinggi dibanding total klorofil tepung singkong yaitu 0,00 mg/100g.
Aktivitas Antioksidan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap aktivitas antioksidan farfalle basah. Aktivitas antioksidan farfalle basah ( Tabel 3) terendah adalah perlakuan P1 yaitu 28,46% sedangkan aktivitas
antioksidan tertinggi adalah dengan perlakuan P6 yaitu 72,90% .
Aktivitas antioksidan farfalle basah mengalami peningkatan seiring dengan tingginya konsentrasi puree daun kelor. Menurut penelitian Kasolo,dkk.(2010) daun kelor mengandung tanin, flavonoid, saponin, antarquinon, dan alkaloid, dimana semuanya merupakan antioksidan.
Kandungan vitamin C yang ada pada tepung singkong dan daun kelor bisa berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Padayatty, dkk.(2003) menyatakan bawah vitamin C merupakan suatu senyawa yang mampu mendonorkan elektronnya dan mencegah senyawa lain teroksidasi dimana vitamin C
yang akan teroksidasi menghasilkan asam dehidroaskorbat yang relatif stabil. Perlakuan terbaik farfalle basah yaitu P6 dilanjutkan uji IC50 dan hasil nilai uji IC50nya adalah 40.283 ppm. Kategori aktivitas antioksidan farfalle basah dikategorikan sangat lemah yakni IC50 > 200 ppm
Uji Sifat Sensoris
Nilai rata-rata penilaian sifat sensoris farfalle basah dapat dilihat pada Tabel 4 (uji hedonik untuk warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan) dan Tabel 5 (uji skoring untuk warna).
Tabel 4. Nilai rata- rata uji hedonik warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan
farfalle basah
Perlakuan (Tepung Singkong : Puree Daun Kelor) |
Hedonik | ||||
Warna |
Aroma |
Rasa |
Tekstur |
Penerimaan keseluruhan | |
P1 ( 95 : 05) |
4,85 ±1,22a |
4,95± 1,43a |
4,65 ±1,42a |
4,70±1,62a |
4,95 ±1,19c |
P2 ( 90 : 10) |
5,05±0,94a |
5,10± 1,07a |
4,90±1,20a |
4,90±1,41a |
5,05 ±1,19bc |
P3 ( 85 : 15) |
5,55±0,68a |
5,40 ±0,94a |
5,40±0,88a |
5,40±0,88a |
5,60±0,82abc |
P4 ( 80 : 20) |
5,70 ±0.97a |
5,15 ±1,22a |
5,50 ±1,05a |
5,40±1,18a |
5,65±0,74abc |
P5 ( 75 : 25) |
5,35±1,09a |
5,40 ±0,88a |
5,55 ±1,19a |
5,65±0,87a |
5,75 ±1,01ab |
P6 (70 : 30 ) |
5,25±1,37a |
5,35 ±1,14a |
5,50 ±1,19a |
5,6 ±0.88a |
5,85 ±1,38a |
Kriteria hedonik: 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6
(suka) , 7 (sangat suka).
Keterangan: Nilai rata- rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata ( P <0,05)
Tabel 5. Nilai rata- rata uji skoring warna farfalle basah
Perlakuan |
Skoring |
(Tepung Singkong : Puree Daun Kelor) |
Warna |
P1 ( 95 : 05) |
1,35 ±0,58e |
P2 ( 90 : 10) |
2,05 ±0,68d |
P3 ( 85 : 15) |
2,80 ±0,61c |
P4 ( 80 : 20) |
3,35 ±0,89b |
P5 ( 75 : 25) |
4,40 ±0,50a |
P6 (70 : 30 ) |
4,65 ±0,48a |
Kriteria skoring: 1 (kuning kehijauan), 2 (hijau kekuningan), 3 (hijau muda), 4 (hijau), 5 (hijau tua)
Keterangan: Nilai rata- rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata ( P ˂0,05)
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh tidak nyata (P˃0,05) terhadap tingkat kesukaan warna farfalle basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap warna farfalle basah dengan kriteria suka..
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap uji skoring warna farfalle basah. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata penilaian uji skoring warna farfalle basah berbagai perlakuan berkisar antara 1,35 -4,65 dengan kriteria warna kuning kehijauan hingga hijau tua. Semakin tinggi konsentrasi puree daun kelor mengakibatkan warna farfalle akan semakin hijau dikarenakan kandungan klorofil yang ada pada daun kelor mampu menjadi perwarna alami. Menurut Krisnadi.(2012) daun kelor mengandung klorofil atau zat hijau daun dengan konsentrasi tinggi. Hasil analisis bahan baku (Tabel 2) puree daun kelor mengandung total klorofil 116,10 mg/100g lebih tinggi dibadingkan tepung singkong 0,00 mg/100g.
Aroma
Hasil sidik ragam menujukan bahwa
perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh tidak nyata (P˃0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma farfalle basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap aroma farfalle basah adalah dengan kriteria agak suka. Aroma juga menjadi faktor penentu daya terima panelis karena suatu produk meskipun memiliki warna atau ciri visual yang baik namun aromanya sudah tidak khas dan menarik akan mempengaruhi ketertarikan panelis (Khasanah, 2003).
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh tidak nyata (P˃0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa farfalle basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap rasa farfalle basah adalah dengan kriteria suka..
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh tidak nyata (P˃0,05) terhadap kesukaan tekstur farfalle basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap teksur farfalle basah adalah dengan kriteria suka.
Penerimaan keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh nyata (P˂ 0,05) terhadap penerimaan keseluruhan farfalle basah. Tabel 4 menunjukkan bahwa penerimaan keseluruhan tertinggi perlakuan P6 yaitu 5,85 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan P3,P4 dan P5. Hasil terendah perlakuan P1 yaitu 4,95 (agak suka) dan berbeda tidak nyata dengan P2, P3 dan P4. Peneriman keseluruhan panelis dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma,rasa dan tekstur.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perbandingan tepung singkong dan puree daun kelor berpengaruh nyata terhadap kadar air, vitamin C, total klorofil, aktivitas antioksidan, warna (uji skoring), penerimaan keseluruhan (uji hedonik). Perbandingan 70 % tepung singkong dan 30 % puree daun kelor menghasilkan farfalle basah terbaik dengan kadar air sebesar 58,62% ,
vitamin C sebesar 2,57 mg.AAE/g, total klorofil sebesar 9,19 mg/100g , aktivitas antioksidan sebesar 72,90% , dan nilai IC50 sebesar 40.283 ppm, warna hijau tua dan agak suka, aroma agak suka, rasa ,tekstur dan penerimaan keseluruhan suka.
Saran
-
1. Berdasarkan hasil penelitian, untuk menghasilkan farfalle basah terbaik disarankan menggunakan
perbandingan 70 % tepung singkong : 30 % puree daun kelor.
-
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dimana hasil terbaik farfalle basah dibuat menjadi farfalle kering kemudian diuji daya simpan dan nutrisi selama penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2013.Integrated Taxonomic Information System. Moringa oleifera (Drumstick Tree): Biological
Classification and Name. Encyclopedia of Life Newsletter.
http://hy_entries/46214757/overview/ moringaoleifera. Diakses 25 Juni 2019.
Anonimus. 2018. APTINDO. Industri tepung terigu nasional.
http://aptindo.or .id/201
6/10/26/industri-tepung-terigu-nasional/. Diakses 5 Juni 2019.
Anonimus. 2018. Statistik Pertanian. Pusat Data Dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian Republik Iindonesia. Jakarta.
Anyobodeh, R. A,Spio-Kwofie. S, Anaman. 2015. Pereparation and production of Pasta Using Composite Cassava Flour as A Subtitute of Wheat Flour. International journal of novel research in marketing Management and economic. Vol. 3
Ekawati, I.GA. T,Ina dan I.DP., Kartika. 2016. Aplikasi tepung suweg (Amorphopallus campanulatus BI) pregelatinisasi dengan tepung kelor (Moringa oleifera) pada pembuatan mie basah. Media Ilmiah Teknologi Pangan. Vol. 3 (1), 62 – 70.
Gisslen, W. 2011. Professional Cooking. Seventh Edition. John. Wiley & Sons. Canada.
Gisslen, W. 2013.Professional Baking.John Wiley & Sons. Inc. Canada.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta.
Kannan, R. R,Arumugam. T,Thangaradjou, Perumal.A. 2013. phytochemical constituens antioxsidan properties and p-comaric acid analysis in some seagrasses. Food research
internasional. India.
Kasolo, J.N., Bimeya, G.S., Ojok, L., Ochieng, J., Okwal-okeng, J.W. 2010. Phytochemicals and uses of Moringa oleifera leaves in ugandan rural communities. Journal of Medical Plant Research. Vol. 4(9): 753-757.
Khasanah, U. 2003. Formulasi Karakterisasi Fisiko-Kimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Koswara. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. eBook Pangan.com. Diakses 1 Juni 2019.
Krisnadi,AD. 2012. Kelor Super Nutrisi. Blora (ID): Pusat Informasi dan Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia Lembaga Swadaya
Masyarakat – Media Peduli Lingkungan (LSM-MEPELING).
Krisnandani, U. T,Ina. I,GA, Ekawati.2016. Aplikasi tahu dan daun kelor (Moringa oleifera) pada nugget. Media Ilmiah Teknologi Pangan (Scientific Journal of Food Technology). Vol. 3 (2), 125 – 134.
Misra, S., dan, M. K, Misra. (2014). Nutritional evaluation of some leafy vegetable used by the tribal and rural people of south Odisha, India. Journal of Natural Product and Plant Resources. Vol. 4, 23-28.
Nollet, LML. 2004. Handbook of Food Analysis. Physical Characterzati-ion and Nutrient Analysis. Marcel Dekker. Inc. 1(2). New York.
Padayatty, S. J, A. Katz, Y. Wang, P. Eck,
O. Kwon, dan J. H. Lee. 2003. vitamin C as an antioxidant evaluation of its role in disease prevention. Vol.22(1): 18-35. Paramitha.A., T,Ina dan I.DP., Kartika.
2018. Karakteristik biskuit dengan pemanfaatan umbi dan pasta daun kelor ( Manihot esculenta Cranz). Jurnal ilmu dan teknologi pangan. Vol.7(3):140-147.
Shah, P. dan H.A. Modi. 2015. Comparative study of DPPH, ABTS, and FRAP assays for determination of antioxidant activity. Internation journal for research in applied science & engineering technology (ijraset). Vol.3 (4) : 636-641.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suismono.D. S.Damardjadi dan J. Susiati.1992. Pengaruh Pembuatan Tepung Cassava Dalam Formulasi Tepung Komposit Terhadap Produk Mi. Media Penelitian Sukamadi, Vol.10: 916
Widowati,S dan D.S.Damardjadi. 2001. Mengali Sumber Daya Pangan Lokal dan Peranan Teknologi Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Majalah Pangan. Vol.6:3-11.
Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wulandari, N.K.N., Ekawati, I.G.A., dan K.Putra. 2019. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Unud, Vol. 8(1), 104-110.
Yashika,P. T.Ina., dan K.Putra. 2018. Pengaruh perbandingan umbi kimpul ( Xanthosoma sagittifolium) dengan daun kelor (Moringa oleifera) terhadap karakteristik keripik simulasi. Media Ilmiah Teknologi Pangan (Scientific Journal of Food Technology). Vol. 5(1), 01 -10.
140
Discussion and feedback