Pengaruh Perbandingan Terigu Dengan Puree Labu Kuning (Cucurbita moschata) Terhadap Karakteristik Kue Nastar
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
IG.Priyatna dkk. /Itepa 10 (1) 2021 56-66
ISSN : 2527-8010 (Online)
Pengaruh Perbandingan Terigu Dengan Puree Labu Kuning (Cucurbita moschata
Terhadap Karakteristik Kue Nastar
The Effect of the Comparison of Wheat Flour with Puree of Pumpkin (Cucurbita moschata) on the Characteristic of Nastar Cake
I Gede Priyatna Putra1, Putu Timur Ina1*, Ni Made Indri Hapsari Arihantana1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: Putu Timur Ina, Email: [email protected]
Abstract
This research aims to determine the effect of the comparison of wheat flour with puree of pumpkin on the characteristics of nastar cake and to find out the right comparison of wheat flour with puree of pumpkin to produced nastar cake with the best characteristics. The experimental design used in this research was a Completely Randomized Design (CRD) with a comparison of wheat flour and puree of pumpkin consisting of 5 treatments namely 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15%, and 80% : 20%. All treatments were repeated four times so that they were obtained 20 experimental units. The data obtained were analyzed by variance and if the treatment had significant effect then followed by Duncan’s Multiple Range Test. The results showed that the comparison of wheat flour and puree of pumpkin had a significant effect on the water content, total carotene content, antioxidant activity (β-carotene bleaching), color, texture, flavor, taste, and overall acceptance. Ratio of 80% wheat flour and 20% puree of pumpkin had the best characteristics with water content of 2.55%, ash content of 0.75%, β-carotene content of 4.63 mg/100g, antioxidant activity of 1.71 mg/ml, color liked, texture rather liked, flavor liked, taste liked, and overall acceptance liked.
Keyword : nastar cake, wheat flour, puree of pumpkin.
PENDAHULUAN
Kue nastar merupakan salah satu kue kering yang berbentuk bulat kecil, permukaannya mengkilap, berwarna kuning dan terbuat dari terigu, margarin, gula halus, kuning telur serta diisi dengan selai nanas. Kata nastar berasal dari kata ‘ananas’ dan ‘taart’, yang dalam Bahasa Belanda berarti mengandung lemak (Suarni, 2009 dalam Febrianti dkk., 2017). Ciri khas dari kue nastar adalah rasanya manis, bentuknya bulat, berwarna kuning, teksturnya lembut dan ukurannya kecil. Kue nastar biasanya disajikan pada hari raya lebaran dan natal karena rasanya yang manis dan memiliki daya simpan yang
cukup lama. Kue nastar pada umumnya tidak memiliki senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan pengolahannya lebih banyak menggunakan terigu yang umumnya memiliki kandungan gizi berupa protein.
Berdasarkan data Aptindo (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) pada 10 tahun ke belakang konsumsi terigu di Indonesia rata-rata meningkat tiap tahun sebesar 5% (Anon., 2016). Ketergantungan terhadap terigu perlu dikurangi dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yang dapat memperkaya senyawa aktif pada kue nastar. Menurut Ariyani (2015), pengolahan kue nastar dilakukan dengan
substitusi tepung gembili, dimana produk yang dihasilkan mengalami peningkatan kandungan serat. Berdasarkan penelitian tersebut, bahan pangan lokal dapat dimanfaatkan dalam pengolahan kue nastar. Salah satu bahan pangan lokal yang juga dapat dimanfaatkan adalah labu kuning. Hal ini dikarenakan labu kuning memiliki kandungan senyawa karotenoid berupa beta karoten sebesar 17,25 mg/100g, harganya murah dan tanaman ini tidak bersifat musiman sehingga mudah untuk didapatkan di pasaran.
Keberadaan labu kuning di Indonesia sangat melimpah, tetapi pemanfaatan labu kuning di kalangan masyarakat masih sangat sedikit. Hal ini juga yang menjadi pertimbangan di dalam pemilihan labu kuning sebagai bahan baku pengolahan kue nastar agar nilai ekonomis labu kuning meningkat. Kandungan gizi labu kuning per 100 gram diantaranya karbohidrat sebesar 69 g, protein sebesar 1,1 g, lemak sebesar 0,3 g, beta karoten sebesar 17,25 mg/100g, vitamin B sebesar 0,08 mg, vitamin C sebesar 52 mg, serat kasar sebesar 0,87 g, fosfor sebesar 64 mg, kalsium sebesar 45 mg, air 91,2 ml, dan kalori sebesar 29 kkal (Anon., 2005). Beta karoten merupakan salah satu senyawa karotenoid yang mempunyai aktivitas vitamin A sangat tinggi dibandingkan dengan karotenoid lainnya. Sistem enzim dalam saluran pencernaan akan mengkonversi kebutuhan beta karoten dalam tubuh menjadi retinol, yang selanjutnya berfungsi sebagai vitamin A. Beta karoten yang tidak digunakan sebagai vitamin A akan berperan sebagai antioksidan di dalam
tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari radikal bebas yang merusak dan penyebab utama penuaan serta penyakit degeneratif (Anam dan Handajani, 2010).
Labu kuning saat ini lebih banyak diolah menjadi tepung, sehingga diperlukan cara pengolahan yang berbeda untuk menghasilkan produk pangan dengan nilai gizi yang cukup tinggi. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan mengolah labu kuning menjadi puree dan ditambahkan pada produk pangan yang sudah umum berada di pasaran khususnya kue nastar. Keunggulan puree labu kuning dibandingkan tepung labu kuning adalah proses pengolahannya yang lebih cepat dan kandungan gizinya tidak banyak yang hilang saat proses pengolahan.
Berdasarkan pra-penelitian yang telah dilakukan, bahwa penambahan puree labu kuning di atas 20% menghasilkan adonan yang sulit untuk dicetak. Hal ini dikarenakan semakin tinggi penambahan puree labu kuning maka kandungan airnya juga akan semakin tinggi, sehingga tekstur adonan menjadi lebih lembek. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya penelitian untuk mengetahui seberapa besar perbandingan terigu dengan puree labu kuning untuk menghasilkan kue nastar dengan karakteristik terbaik.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Rekayasa Proses dan
Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan dari bulan September 2019 sampai Oktober 2019.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari labu kuning muda jenis bokor yang diperoleh dari Pasar Tradisional Taman Griya, Jimbaran dan terigu jenis Kunci Biru yang diperoleh dari Toko Kasih, Jimbaran. Bahan tambahan terdiri dari kuning telur, margarin, gula halus, susu bubuk, dan selai nanas yang diperoleh dari Toko Kasih, Jimbaran. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis terdiri dari aquades, Na2SO4, petroleum benzene, β-Karoten, aseton, kloroform, asam linoleat dan etanol.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari loyang, waskom adonan, alat pengukus, timbangan analitik (Scout pro dan Adventurer OHAUS), mangkok, pisau, mixer, kuas, sendok, alumunium foil, oven, tabung reaksi (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), gelas beaker (Pyrex), labu Erlenmeyer (Pyrex), cawan porselen, desikator, muffle furnace (Daihan), pipet tetes, pipet volume, vortex (Maxi mix II), kompor listrik, spektrofotometer (Genesys 15s Uv-Vis), kuvet dan lembar kuisoner untuk uji sensoris.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perbandingan terigu dengan puree labu kuning yang terdiri dari 5 taraf, yaitu: N0 = 100% : 0%, N1= 95% : 5%, N2 = 90% : 10%, N3 = 85% : 15%, N4 = 80% : 20%. Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (Gomez dan Gomez, 1995).
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air dengan metode pengeringan, kadar abu dengan metode pengabuan (Sudarmadji dkk., 1997), kadar β-Karoten dengan metode spektrofotometri (Nielsen, 1995), uji aktivitas antioksidan metode β-karoten bleaching (Aznam dan Amanah, 2016), dan sifat sensoris diuji dengan uji hedonik (warna, rasa, tekstur, aroma, dan penerimaaan keseluruhan) (Soekarto, 1985).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan bahan
Terigu, puree labu kuning, kuning telur, margarin, gula halus, susu bubuk dan selai nanas ditimbang sesuai formula yang sudah ditentukan. Adapun formula kue nastar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formula kue nastar perbandingan terigu dengan puree labu kuning
No. Komposisi |
Perlakuan N0 N1 N2 N3 N4 |
|
100 95 90 85 80 0 5 10 15 20 20 20 20 20 20 40 40 40 40 40 30 30 30 30 30 15 15 15 15 15 3 3 3 3 3 |
Keterangan : Persentase (%) bahan-bahan di atas dihitung berdasarkan jumlah terigu dengan puree labu kuning (100 g)
Pembuatan puree labu kuning
Labu kuning disortasi, dikupas dan dipotong dengan ukuran kotak 5x5x5 cm, dan dicuci, kemudian dikukus pada suhu 100oC selama 10 menit. Labu yang telah dikukus dihaluskan dengan blender sehingga menghasilkan puree labu kuning.
Pembuatan kue nastar
Tahap awal yang dilakukan adalah margarin, kuning telur dan gula halus dicampur hingga rata dengan menggunakan mixer. Selanjutnya ditambahkan terigu, puree labu kuning sesuai perlakuan dan susu bubuk. Setelah itu adonan diuleni hingga kalis. Adonan yang telah kalis ditimbang sebanyak 20 g dan dibentuk bulat menyerupai bola dengan diameter 2 cm, serta dipipihkan bagian tengahnya. Adonan yang telah pipih tadi ditambahkan isian selai nanas sebanyak 3 g per satu kue nastar dan adonan kembali dibulatkan. Selanjutnya diolesi kuning telur sebanyak 1 g pada
permukaannya. Adonan yang telah diolesi tadi ditempatkan pada loyang dan dipanggang dalam oven pada suhu 130oC selama 1 jam. Setelah matang kue nastar didinginkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam wadah tertutup.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, dan kadar β-karoten dari bahan baku terigu dan puree labu kuning dapat dilihat pada Tabel 2 dan nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar β-karoten, dan aktivitas antioksidan (β-karoten bleaching) dari kue nastar dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil analisis bahan baku terigu dan puree labu kuning bahwa kadar air dan kadar abu pada puree labu kuning lebih tinggi daripada terigu. Kadar β-karoten puree labu kuning yaitu 17,25 mg/100g sedangkan pada terigu tidak mengandung β-karoten.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, dan kadar β-karoten terigu dan puree labu kuning
Uji Terigu Puree Labu Kuning
Kadar β-Karoten (mg/100g) 017,25
Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar β-karoten, dan aktivitas antioksidan (β-karoten bleaching) kue nastar
Perlakuan (T : PLK) |
Kadar β-Karoten Kadar Air (%) Kadar Abu (%) β-Karoten Bleaching (mg/100g) (mg/ml) |
N0 (100:0) |
1,52 ± 0,35b 0,50 ± 0,12a 2,45 ± 0,37d 2,04 ± 0,04a |
N1 (95:5) |
1,96 ± 0,34ab 0,57 ± 0,11a 3,40 ± 0,20c 1,94 ± 0,06b |
N2 (90:10) |
2,19 ± 0,27ab 0,63 ± 0,15a 4.01 ± 0,23b 1,85 ± 0,04c |
N3 (85:15) |
2,35 ± 0,65a 0,71 ± 0,08a 4,33 ± 0,26ab 1,83 ± 0,03c |
N4 (80:20) |
2,55 ± 0,53a 0,75 ± 0,18a 4,63 ± 0,27a 1,71 ± 0,05d |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
T PLK |
= Terigu = Puree Labu Kuning |
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air kue nastar. Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata kadar air kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 1,52% sampai dengan 2,55%. Kadar air tertinggi diperoleh N4 sebesar 2,55% berbeda tidak nyata dengan N3, N2 dan N1 sedangkan kadar air terendah diperoleh N0 sebesar 1,52% dan berbeda tidak nyata dengan N1 dan N2.
Semakin tinggi penambahan puree labu kuning maka kadar air kue nastar akan semakin meningkat. Menurut Rakhmah (2012) ada beberapa hal yang
mempengaruhi kadar air dalam suatu produk pangan diantaranya adalah jenis bahan dan komponen lainnya. Puree labu kuning memiliki kadar air yang lebih tinggi yakni 89,86% dibandingkan dengan terigu sebesar 12,01%. Hasil penelitian kadar air dari semua perlakuan telah memenuhi SNI yang belaku untuk biskuit maksimal 5% (Anon., 1992).
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dan puree labu kuning berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu kue nastar. Nilai rata-rata kadar abu kue nastar dengan
berbagai perlakuan berkisar antara 0,50% sampai dengan 0,75%.
Hal ini disebabkan karena kadar abu dari puree labu kuning (1,43%) tidak berbeda jauh dengan terigu (1,33%) sesuai yang ditunjukkan oleh Tabel 2. Kadar abu kue nastar yang diperoleh masih memenuhi SNI yang berlaku untuk biskuit yakni maksimal 2% (Anon., 1992).
Kadar β-Karoten
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan puree
labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar β-karoten kue nastar. Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata kadar β-karoten kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 2,45 mg/100g sampai dengan 4,63 mg/100g. Kadar β-karoten tertinggi diperoleh N4 sebesar 4,63 mg/100g berbeda tidak nyata dengan N3 sedangkan kadar β-karoten terendah diperoleh pada N0 sebesar 2,45 mg/100g. Hubungan antara perbandingan terigu : puree labu kuning dengan kadar β-karoten kue nastar dapat dilihat pada Gambar 3.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/75066-1.jpg)
Gambar 3. Hubungan antara perbandingan terigu : puree labu kuning dengan kadar β-karoten kue nastar
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan puree labu kuning maka kadar β-karoten yang diperoleh juga semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kandungan beta karoten
yang lebih tinggi pada puree labu kuning dibandingkan dengan terigu. Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis bahan baku puree labu kuning mengandung beta
karoten sebesar 17,25 mg/100g sedangkan terigu tidak mengandung beta karoten.
Labu kuning memiliki kandungan beta karoten yang sangat tinggi di dalam daging buahnya (Zumrotin dkk., 2011). Beta karoten merupakan senyawa pro vitamin A yang akan diubah menjadi vitamin A. Kue nastar yang dibuat dengan menggunakan puree labu kuning dapat menjadi salah satu produk alternatif untuk membantu
memenuhi kebutuhan harian akan vitamin A bagi tubuh. Kebutuhan harian vitamin A dalam tubuh sebesar 750 µgRE (Usmiati dkk, 2005).
Aktivitas Antioksidan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas antioksidan kue nastar dengan metode β-karoten bleaching. Berdasarkan Tabel 7, nilai rata-rata aktivitas antioksidan kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 1,71 sampai dengan 2,03 mg/ml. Tingkat oksidasi tertinggi diperoleh N0 sebesar 2,03 mg/ml sedangkan tingkat oksidasi terendah diperoleh pada N4 sebesar 1,71 mg/ml. Hubungan antara perbandingan terigu : puree labu kuning dengan aktivitas antioksidan kue nastar metode β-karoten bleaching dapat dilihat pada Gambar 4.
2,10
2,00
1,90
1,80
1,70
1,60
1,50
![](https://jurnal.harianregional.com/media/75066-2.jpg)
N0 N1 N2 N3 N4
Perbandingan Terigu dengan Puree Labu Kuning
Gambar 4. Hubungan antara perbandingan terigu : puree labu kuning dengan aktivitas antioksidan kue nastar metode β-karoten bleaching
Metode β-karoten bleaching merupakan suatu metode untuk mengukur aktivitas antioksidan dalam menghambat peroksidasi lipid. Metode ini didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk mencegah atau menghambat
pemudaran warna jingga karoten akibat oksidasi dari radikal peroksida yang terbentuk pada reaksi oksidasi asam linoleat (Tahir dkk., 2017).
Tingkat oksidasi berbanding terbalik dengan kemampuan senyawa mencegah reaksi oksidasi, sehingga semakin rendah tingkat oksidasinya maka kemampuan untuk mencegah reaksi oksidasi menjadi lebih baik begitu pula sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena radikal bebas yang berasal dari oksidasi asam linoleat akan menyerang ikatan rangkap terkonjugasi dari beta karoten (Hadiwibowo, 2010), sehingga diperlukan penambahan sampel yang mengandung β-karoten untuk menghambat terjadinya proses oksidasi. Semakin tinggi kandungan β-karoten sampel maka penetralan radikal bebas asam linoleat akan semakin cepat.
Evaluasi Sifat Sensoris
Evaluasi sifat sensoris kue nastar perbandingan terigu dengan puree labu kuning dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Nilai rata- rata uji hedonik terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan
keseluruhan kue nastar dapat dilihat pada Tabel 4.
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna (uji hedonik) kue nastar. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 4,85 (agak suka) sampai dengan 6,00 (suka). Perlakuan dengan nilai tertinggi diperoleh pada N4 (suka) berbeda tidak nyata dengan N3, N2, serta N1, sedangkan nilai terendah diperoleh pada N0 (agak suka). Puree labu kuning mengandung pigmen karotenoid yang tinggi pada daging buahnya (Anam dan Handajani, 2010). Pigmen karotenoid merupakan pigmen alami berwarna kuning kemerahan yang terdapat pada buah-buahan dan sayuran. Pewarna alami ini juga tidak memberikan dampak negatif bagi kesehatan tubuh sehingga kue nastar aman dikonsumsi.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan kue
nastar
Perlakuan (T : PLK) |
Nilai rata-rata Uji Hedonik | ||||
Warna |
Tekstur |
Aroma |
Rasa |
Penerimaan Keseluruhan | |
N0 |
4,85 ± 0,36b |
6,10 ± 0,64a |
5,05 ± 0,51c |
4,85 ± 0,67c |
4,95 ± 0,39c |
N1 |
5,75 ± 0,64a |
5,80 ± 0,69ab |
5,65 ± 0,59b |
5,50 ± 0,51b |
5,65 ± 0,49b |
N2 |
5,70 ± 0,57a |
5,70 ± 0,47b |
5,90 ± 0,64ab |
5,55 ± 0,82b |
5,60 ± 0,60b |
N3 |
5,80 ± 0,52a |
5,20 ± 0,52c |
5,80 ± 0,52b |
5,65 ± 0,59ab |
5,65 ± 0,49b |
N4 |
6,00 ± 0,56a |
4,80 ± 0,41d |
6,25 ± 0,55a |
6,05 ± 0,69a |
6,20 ± 0,41a |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
T = Terigu
PLK = Puree Labu Kuning
Kriteria hedonik : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka).
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur (uji hedonik) kue nastar. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap tekstur kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 6,10 (suka) sampai dengan 4,80 (agak suka). Perlakuan dengan nilai tertinggi diperoleh pada N0 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan N1 (agak suka). Nilai uji hedonik tekstur terendah diperoleh pada perlakuan N4 (agak suka).
Hasil uji sensoris tekstur semakin tinggi penambahan puree labu kuning maka penerimaan terhadap tekstur semakin menurun. Hal ini dikarenakan puree labu kuning mengandung kadar air (89,86%) yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi tekstur kue nastar yang dihasilkan.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma (uji hedonik) kue nastar. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap aroma kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 5,05 (agak suka) sampai dengan 6,25 (suka). Perlakuan dengan nilai tertinggi diperoleh pada N4 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan N2 (suka). Nilai uji hedonik aroma terendah diperoleh pada perlakuan N0 (agak suka).
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa (uji hedonik) kue nastar. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap rasa kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 4,85 (agak suka) sampai dengan 6,05 (suka). Perlakuan dengan nilai tertinggi diperoleh pada N4 (suka) berbeda tidak nyata dengan N3 (suka), sedangkan nilai uji hedonik tekstur terendah diperoleh pada N0 (biasa).
Perlakuan penambahan puree labu kuning mempengaruhi rasa dari kue nastar. Labu kuning umumnya memiliki rasa manis sehingga banyak digunakan untuk pengolahan kue-kue tradisional sedangkan terigu tidak memiliki rasa yang khas.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan (uji hedonik) kue nastar. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan kue nastar dengan berbagai perlakuan antara 4,95 (agak suka) sampai dengan 6,20 (suka). Perlakuan dengan nilai tertinggi diperoleh pada N4 (suka), sedangkan nilai uji hedonik terendah diperoleh pada N0 (biasa). Secara keseluruhan panelis dapat menerima perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning dalam mengolah kue nastar. Selain itu faktor yang mempengaruhi
penerimaan keseluruhan terhadap suatu produk adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar β-karoten, aktivitas antioksidan (β-karoten bleaching), warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Perbandingan 80% terigu dengan 20% puree labu kuning menghasilkan kue nastar dengan karakteristik terbaik dengan kriteria kadar air 2,55%, kadar abu 0,75%, kadar β-karoten 4,63 mg/100g, aktivitas antioksidan 1,71 mg/ml, warna suka, tekstur agak suka, aroma suka, rasa suka, dan penerimaan keseluruhan suka.
Saran
-
1. Pengolahan kue nastar sebaiknya menggunakan perbandingan 80% terigu dengan 20% puree labu kuning.
-
2. Perlu adanya penelitian mengenai sifat fungsional kue nastar dengan uji serat kasar.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, C. dan Handajani. 2010. Mi kering waluh (Cucurbita moschata) dengan antioksidan dan pewarna alami. Caraka Tani. 25 (1): 7278.
Anonimus. 1992. SNI 01-2973-1992. Syarat Mutu dan Cara Uji Biskuit. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Anonimus. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Depkes RI : Jakarta.
Anonimus. 2016. Indonesia Wheat Flour Consumption and Growth. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. http://aptindo.or.id. Diakses 21 Juni 2019.
Ariyani, S. 2015. Perbedaan kualitas kue nastar hasil eksperimen dengan bahan dasar yang
disubstitusi menggunakan tepung gembili. Skripsi. Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Universitas Negeri Semarang.
Aznam, N. dan I. Amanah. 2016. Penentuan kadar total fenol dan uji aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. L.M. Perry)
dan ekstrak kencur (Kaempferia galanga Linn.) dengan metode β-carotene bleaching. Jurnal Kimia Dasar. 21 (3) : 1-9
Febrianti, Anshrullah, dan La Karimuna. 2017. Pengaruh penggunaan sirup glukosa terhadap karakteristik organoleptik dan nilai gizi kue nastar keju. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. 2 (2) : 435-443.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.
Hadiwibowo, T. 2010. Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyziodes L.) melalui ekstraksi gelombang mikro. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.
Nielsen, S. 1995. Introduction to The Chemical Analysis of Food.Chapman and Hall. New York. USA.
Rakhmah, Y. 2012. Studi Pembuatan Bolu dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Respati, A. N. 2010. Pengaruh penggunaan pasta labu kuning (Cucurbita moschata) untuk substitusi tepung terigu dengan penambahan tepung angkak dalam pembuatan mie kering. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan Dan Hasil Pertanian Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Suarni. 2009. Pemanfaaan tepung jagung untuk kue kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian. 2 (28). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Sudarmadji, S. B., Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta.
Tahir, M., Z. Abidin, and N. Sukmawati. 2017. Antioxidant activityof hydrolyzed black soybean (Glycine Soja Linn. Sieb.) by β-carotene bleacing. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences. Vol. 2(1): 1-4.
Usmiati, D. Setyaningsih, E. Y. Purwani, Yuliani, dan Maria O.G. 2005. Karakteristik serbuk labu kuning (Cucurbita moschata). Jurnal
Tekologi dan Industri Pangan. 16 (2) : 157 – 167.
Zumrotin, H., I Made Sugitha, dan Ni Made Indri Hapsari A. 2017. Pengaruh perbandingan
puree labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) dan tapioka terhadap karakteristik bika ambon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 5 (2) : 153–161.
66
Discussion and feedback