Jurnal Itepa, 9 (4) Desember 2020, 438-447

ISSN : 2527-8010 (Online)

PENGARUH JENIS PELARUT TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L) MENGGUNAKAN METODE MASERASI

The Effect of Solvent Types on Antioxidant Activity of Sweet Potato white Leaf Extract (Ipomoea batatas L) Using Maceration

  • 1Ade Maria Kristin Gultom, 2Ni Made Yusa*, 2Anak Agung Istri Sri Wiadnyani

1Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of solvent types on antioxidant activity of white sweet potato leaf extract (Ipomoea batatas L) and to obtain the most appropriate type of solvent to produce white sweet potato leaf extract with high antioxidant activity. The experimental design uses in this research was Completely Randomized Design (CRD) with the treatment of solvent types methanol 80%, acetone 80%, ethanol 80% and aquades. The treatment was repeated four times so obtain 16 units of the experimental. Data were analysis of variance and followed by Duncan test if the treatment has a significant effect on measured variable. The results showed that, type of solvent had an obvious effect on antioxidant activity of white sweet potato leaves. Methanol was the best solvent in extract white sweet potato leaves with followed by yield was 32.11%, total flavonoids was 226.45 mg QE / g, total tannin was 16.58 mg TAE / g, vitamin C was 119.42 mg AAE / g and antioxidant activity was 82.42%.

Keywords: leaf tops, ipomoea batatas, maceration, anioxidant activity, solvent types.

PENDAHULUAN

Sayuran merupakan tanaman yang penting untuk dikonsumsi manusia karena mengandung vitamin, mineral, serat pangan, dan antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Juajun et al., 2012). Sayuran mudah ditemukan sehari-hari dalam bahan pangan baik dengan keadaan sudah diolah maupun mentah. Sayuran lokal merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang dimiliki negara Indonesia yang beradaptasi di suatu daerah dan dapat tumbuh dengan baik. Salah satu jenis sayuran lokal dan sering dikonsumsi masyarakat adalah

daun ketela rambat (Ipomoea batatas.L) atau yang sering disebut dengan daun ubi jalar putih (Soetiarso, 2010).

Gardjito (2013) melaporkan bahwa daun-daun muda (pucuk), terutama dari varietas vitato dapat digunakan sebagai sayur. Pucuk daun ubi jalar putih segar menghasilkan sumber gizi yang cukup tinggi, yakni energi 53,00 kal, protein 2,88 g, kalsium 107 mg, kalium 562 g, vitamin A 5,565 mg, dan vitamin C 32 mg dalam tiap 100 g. Dalimarta (2011) mengatakan selain umbi dan akarnya, daun ubi jalar putih juga memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti flavonoid, dan polifenol

*Korespondensi penulis :

Email: madeyusa@unud.ac.id


yang berperan sebagai antioksidan. Senyawa bioaktif tersebut dalam tubuh dapat berkhasiat untuk menjaga kesehatan manusia seperti sebagai anti kanker, aktivitas anti mutagenik, pencegah diabetes, dan aktivitas bakteri (Islam, 2006). Selain itu Hue et al., (2012) melaporkan bahwa dengan mengekstrak daun ubi jalar putih menggunakan pelarut metanol 80% diperoleh kadar total flavonoid sebesar 185,1 µg/g, kadar total fenolik sebesar 4,35 g/ 100g berat kering dan untuk IC50 sebesar 475,32 µg/ ml. Pengambilan senyawa flavonoid, tanin, dan vitamin C pada daun ubi jalar putih dilakukan melalui proses ekstraksi menggunakan metode maserasi.

Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu maserasi, perkolasi, ultrasonik, destilasi uap dan juga dengan sokletasi. Ekstraksi menggunakan metode maserasi merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan senyawa bioaktif pada daun ubi jalar putih. Adapun kelebihan dari metode maserasi adalah lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dan tidak memerlukan pemanasan (Istiqomah, 2013). Menurut Kemit et al., (2016) bahwa perlakuan terbaik waktu maserasi adalah 30 jam untuk menghasilkan total flavonoid dan aktivitas tertinggi pada daun

alpukat. Faktor lain yang mempengaruhi hasil akhir ekstraksi adalah ukuran bahan, suhu ekstraksi, waktu ekstraksi dan jenis pelarut.

Senyawa flavonoid bersifat polar sehingga dibutuhkan pelarut yang bersifat polar untuk mengekstrak. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non-polar akan larut pada senyawa non-polar. Akuades, etanol, aseton, dan metanol merupakan pelarut polar yang biasa digunakan untuk ekstraksi flavonoid (Suryani et al., 2015).

Hung et al., (2006) melaporkan bahwa metanol 80% adalah pelarut yang baik digunakan untuk memperoleh ekstrak daun ubi jalar putih dengan menghasilkan aktivitas antioksidan sebesar 67,5 %. Sementara itu, Islam et al., (2009) melaporkan bahwa etanol 80% baik digunakan untuk memperoleh ekstrak daun ubi jalar putih dengan menghasilkan total polifenol tertinggi sebesar 16,17 g/100 g. Lumingkewas et al., (2014) melaporkan bahwa pada daun cengkeh menggunakan pelarut aseton 80% baik digunakan untuk memperoleh kandungan tanin tertinggi sebesar 7,78 µg/mL. Selain itu air juga dapat digunakan sebagai pelarut karena air merupakan pelarut yang umum, aman, murah dan ketersediaannya yang melimpah. Sa’adah dan Henny (2015) melaporkan bahwa pada penelitian

ekstrak bawang tiwai, rendemen ekstrak yang diperoleh dengan pelarut air lebih tinggi daripada etanol yaitu sebesar 8,75%.

Belum ditemukan jenis pelarut yang tepat untuk menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi pada daun ubi jalar putih. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dengan tujuan agar diperoleh jenis pelarut yang tepat untuk mendapatkan aktivitas antioksidan tertinggi ekstrak daun ubi jalar putih.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

Laboratorium Forensik Kapolres Denpasar, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Biokimia dan nutrisi, Laboratorium Pengolahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Kampus Sudirman. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2019.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ubi jalar putih (daun muda) varietas vitato yang diperoleh dari Desa Silulung, Kintamani, Kabupaten Bangli. Daun yang digunakan yaitu daun yang bulat dan lonjong dengan tepi daun yang rata, memiliki lekukan yang sangat dalam dan berwarna hijau.

Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, etanol, metanol, aseton, 1-picrylhydrazyl -2-diphenyl (DPPH), NaNO2, AlCl3, NaOH, Na2CO3, kuersetin, asam tanat, asam sulfat, natrium fosfat, ammonium molybdate dan reagen folin Denis.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, rotary vacuum evaporator (Buchi), timbangan analitik (Shimadzu), oven (Blue M), kertas saring whatman no 1, aluminium foil, gelas beaker, gelas ukur, botol gelap, spektrofotometer (Genesys 10s Uv-Vis), inkubator, kertas label, ayakan 60 mesh, blender (miyako), labu erlenmeyer, tabung reaksi, pipet volume, water bath (memmert) dan vortex.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan jenis pelarut yang terdiri dari 4 jenis yaitu P1 (Metanol 80%), P2 (Aseton 80%), P3 (Etanol 80%) dan P4 (Aquades). Perlakuan ini diulang sebanyak empat kali sehingga diperoleh 16 unit percobaan.

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ubi jalar yang didapatkan dari Kintamani. Daun ubi jalar dibersihkan dengan cara mencuci daun hingga bersih dan ditiriskan, kemudian

dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 500C selama 8 jam. Selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender sampai halus. Kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh hingga didapat bubuk daun ubi jalar (Widarta dan Arnata, 2017).

Proses Pembuatan Ekstrak Bubuk

Daun Ubi Jalar Putih

Bubuk daun ubi jalar ditimbang sebanyak 10 gram dan ditambahkan pelarut (akuades, aseton 80%, metanol 80%, etanol 80%) sebanyak 100 mL. Perbandingan bahan dengan pelarut adalah 1:10 (b/v), kemudian dimaserasi selama 30 jam pada suhu kamar. Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring whatman No 1. Filtrat kemudian

dipekatkan menggunakan rotari vakum evaporator pada suhu 300C. Ekstrak daun ubi jalar putih yang diperoleh kemudian dihitung rendemennya menurut AOAC (1990), kadar total flavonoid menggunakan metode spektrofotometri (Singh et al., 2012), total tanin menggunakan metode spektrofotometri (Rajan et al., 2011), aktivitas antioksidannya dilakukan dengan metode DPPH (Shah dan Modi, 2005), dan vitamin C (Voung et al., 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis rendemen ekstrak, total flavonoid, total tanin, aktivitas antioksidan dan vitamin C dari ekstrak daun ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen ekstrak, total flavonoid, total tanin, aktivitas antioksidan

dan vitamin C dari ekstrak daun ubi jalar.

Jenis Pelarut

Rendemen (%)

Total Flavonoid (mg QE/g)

Total Tanin (mg TAE/g)

Vitamin C      Aktivitas

(mg AAE/g)   Antioksidan

(%)

P1

32,11±0,89a

226,45±0,52a

16,58±0,3 a

119,42±0,39 c   82,42±0,17 a

(Metanol 80%) P2

25,76±0,91b

139,06±0,81b

13,37±0,18 b

228,33±0,44 a    64,2±0,33 b

(Aseton 80%) P3

24,26±0,44c

94,08±0,22c

7,52±0,24 c

189,49±0,6 b    47,23±0,26 c

(Etanol 80%) P4 (Akuades)

20,28±0,54d

66,66±0,96d

3,57±0,13 d

67,93±0,55 d   21,72±0,09 d

Keterangan :

Huruf yang sama dibelakang

nilai rata-rata

pada kolom yang sama

menunjukkan nilai rata-rata berbeda tidak nyata (P>0,05).

Rendemen Ekstrak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pelarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap

rendemen ekstrak daun ubi jalar putih. Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen ekstrak daun ubi jalar tertinggi terdapat pada jenis pelarut metanol (P1) yaitu

  • 32,11%. Rendemen ekstrak terendah pada jenis pelarut akuades (P4) yaitu 20,28%.

Tingginya rendemen ekstrak daun ubi jalar putih pada pelarut metanol menunjukkan bahwa pelarut metanol pada daun ubi jalar putih mampu mengekstrak senyawa lebih baik, karena perolehan senyawa didasari oleh kesamaan sifat kepolaran terhadap pelarut. Hal ini sesuai dengan penelititan yang dilakukan oleh Liu dan Yao (2017) bahwa pada ekstrak biji barley, rendemen tertinggi diperoleh menggunakan pelarut metanol dibandingkan etanol dan aseton. Demikian juga pada ektrak kulit manggis, pelarut metanol menghasikan rendemen tertinggi dibandingkan dengan pelarut etanol dengan konsentrasi yang sama (Mardawati et al., 2008).

Total Flavonoid

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pelarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total flavonoid ekstrak daun ubi jalar putih. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar total flavonoid tertinggi terdapat pada jenis pelarut metanol (P1) yaitu 226,45 mg QE/g. Total flavonoid terendah pada jenis pelarut akuades (P4) yaitu 66,66 mg QE/g.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelarut metanol efektif digunakan untuk mengekstrak daun ubi jalar putih sehingga menghasilkan total flavonoid

yang tinggi. Hal ini juga bisa terjadi karena kemampuan sifat pelarut dalam melarutkan senyawa flavonoid berbeda-beda, tergantung dari tingkat kepolaran pelarut dan senyawa yang diekstrak. Seperti prinsip polarisasi yang telah dilaporkan Harbone, (1987) yaitu suatu senyawa akan larut pada pelarut yang mempunyai kepolaran yang sama. Tingginya total flavonoid pada ektrak daun ubi jalar putih dengan pelarut metanol menunjukkan bahwa karakteristik senyawa flavonoid pada ekstrak daun ubi jalar putih mempunyai kepolaran yang sama dengan metanol.

Total Tanin

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pelarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total tanin ekstrak daun ubi jalar putih. Hubungan antara jenis pelarut dan total tanin ekstrak daun ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa total tanin tertinggi yaitu pada jenis pelarut metanol (P1) yaitu 16,58 mg TAE/g dan total tanin terendah pada pelarut akuades (P4) yaitu 3,57 mg TAE/g.

Dari hasil diatas daun ubi jalar putih yang diekstrak dengan pelarut metanol memiliki total tanin tertinggi dibandingkan pelarut lainnya. Tingginya total tanin pada ekstrak daun ubi jalar

putih dengan pelarut metanol menunjukkan bahwa pelarut metanol mampu mengekstrak senyawa tanin lebih baik pada daun ubi jalar putih karena perolehan senyawa berdasarkan pada kesamaan sifat kepolaran terhadap pelarut (Kusumo et al., 2017).

Vitamin C

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pelarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total vitamin C ekstrak daun ubi jalar putih. Hubungan antara jenis pelarut dan total vitamin C ekstrak daun ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa total vitamin C tertinggi yaitu pada jenis pelarut aseton (P2) yaitu 228,33 mg AAE/g dan total vitamin C terendah pada pelarut akuades (P4) yaitu 67,93 mg AAE/g.

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa pelarut yang kepolarannya lebih rendah mampu mengekstrak vitamin C dengan lebih efektif. Menurut Troy (2005), Aseton merupakan pelarut semipolar yang dapat menarik senyawa polar dan semi-polar. Adanya kandungan ikatan polar O-H dan C-O pada vitamin C membuat vitamin C bersifat polar dan dapat terekstrak baik oleh pelarut aseton (Zumdahl, 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Eveline et al., (2014) pada

ekstrak tomat pelarut aseton menghasilkan vitamin C tertinggi. Ekstrak buah jeruk dan plum juga menghasilkan Vitamin C tertinggi pada pelarut aseton (Dumbrava et al., 2012).

Aktivitas Antioksidan

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa jenis pelarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun ubi jalar putih. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa aktivitas antioksidan tertinggi yaitu pada jenis pelarut metanol (P1) yaitu 82,42 % dan pelarut terendah menggunakan pelarut akuades (P1) yaitu 21,72 %.

Tingginya aktivitas antioksidan daun ubi jalar putih dengan pelarut metanol, sejalan dengan tingginya komponen bioaktif pada pelarut metanol yang terekstrak seperti flavonoid dan tanin. Tingginya aktivitas antioksidan pada daun ubi jalar putih diduga karena di dalam daun ubi jalar putih terdapat komponen senyawa flavonoid (senyawa kuersetin) yang terekstrak dengan menggunakan pelarut metanol. Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh jumlah senyawa flavonoid yang ada pada ekstrak daun ubi jalar putih. Semakin banyak senyawa flavonoid maka aktivitas antioksidan akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh

Rohman et al. (2007) bahwa total flavonoid berbanding lurus dengan aktivitas antioksidan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, total flavonoid dan total tanin memiliki kolerasi positif terhadap aktivitas antioksidan berdasarkan penangkapan radikal DPPH.

250

200

150

100

50

0

0%

y = 259.16x - 7.7352 R² = 0.8954

226.45

139.06

94.08


50%        100%


Aktivitas Antioksidan %

Gambar 1. Hubungan antara aktivitas antioksidan dengan total flavonoid

Aktivitas Antioksidan %

Gambar 2. Hubungan antara aktivitas antioksidan dengan total tanin

Dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3 yang menunjukkan hubungan antara total flavonoid dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun ubi jalar putih yaitu: 0.8954, sementara koefisien koreasi (R2) antara total tanin dengan aktivitas

antioksidan ekstrak daun ubi jalar putih yaitu 0.977 dan koefisien koreasi (R2) antara vitamin C dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun ubi jalar putih yaitu 0.1727

250


200


a 150

? 100


SX


50


y = 116.43x + 88.714 R² = 0.1727

228.33

119.42

67.93

189


0

0%          50%         100%


Aktivitas Antioksidan %


Gambar 3. Hubungan antara aktivitas antioksidan dengan vitamin C

Seperti yang dikatakan Sarwono (2006) bahwa koefisien korelasi (R²) yang mempunyai nilai 0,75 keatas dapat dikategorikan memiliki korelasi sangat kuat. Nilai koefisien kolerasi (R²) pada total tanin adalah 0.977 yang menunjukkan bahwa total tanin lebih berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan dari ekstrak daun ubi jalar putih.

  • 2.    Pelarut terbaik dalam mengekstrak

daun ubi jalar putih adalah pelarut

metanol dengan nilai rendemen ekstrak sebesar 32,11, total flavonoid sebesar 226,45 mg QE/g, total tanin sebesar 16,58 mg TAE/g, vitamin C sebesar 119,42 mg AAE/g dan aktivitas antioksidan 82,42 %.

Saran

  • 1.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai rasio bahan dan pelarut dengan menggunakan metanol sehingga diperoleh rasio yang tepat untuk menghasilkan esktrak daun ubi jalar putih dengan aktivitas antioksidan tertinggi.

  • 2.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut      tentang      teknologi

mikroenkapsulasi ektrak daun ubi jalar putih sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan pada bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1990. Official Method of Analysis of      Association      Official

Agriculture Chemist. Washington DC

Dalimartha, S. 2011. Khasiat Buah Dan Sayur. Depok: Penebar Swadaya

Dumbrava, D.G., C. Moldovan., D.N. Raba. and M.V. Popa. 2012. Comparative analysis of vitamin C content and antioxidant activity of some fruits extracts. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies. 18(3):223-228

Eveline., T.M. Siregar. dan Sanny. 2014. Studi aktivitas antioksidan pada tomat (Lycopersicon esculentum) konvensional dan organic selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. 5:22-28

Gardjito, M. 2013. Pangan Nusantara. Jakarta: Kencana

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun     Cara     Modern

Menganalisis Tumbuhan. Cetakan II. Terjemahan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung:  ITB-

Press

Hue, S.M., B.A. Nasrulhaq and S. Chandran. 2012. Antioxidant activity, phenolic and flavonoid contents in the leaves of different varietis of sweet potato (Ipomoea batatas). Australian Journal of Crop Science 6 (3):375-380

Hung, L.K., C.P. Yu., Y.C. Ming., C.W. Ching, L.H. Feng and C.T. Ru.

2006. The effects of flooding and drought stresses on the antioxidant constituents in Sweet Potato leaves. Botanical Studies 47:417426

Islam, I., A.U. Shaikh and I.M. Shahidul. 2009.      Antioxidate      and

antimutagenic potentials of phytochemicals from Ipomoea batatas (L.) Lam. International Journal of Cancer Research 5(3): 83-94

Islam, S. 2006. Sweetpotato (Ipomoea batatas L.) Leaf: its potensial effect on human health and nutrition. Journal Of Food Science. Vol.71

Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah

Cabe Jawa (Piperis  retrofracti

fructus), Skripsi

Juajun, O., V. Leo, S. Chancherdchai. and S. Geoffrey. 2012. Effect of cooking on the oxalate content of selected Thai vegetables. Food and Nutrition Sciences (3) : 16311635

Kemit, N., I.W.R. Widarta dan K.A. Nocianitri. 2016. Pengaruh jenis pelarut dan waktu maserasi terhadap kandungan senyawa flavonoid      dan      aktivitas

antioksidan ekstrak daun alpukat (Persea Americana Mill). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol 2(5) 130-141

Kusumo, G.G., M.A.H. Ferry. dan H. Asroriyah. 2017. Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Kemuning (Murraya panicullata L. Jack) Dengan Berbagai Jenis Pelarut Pengekstraksi. Journal of Pharmacy and Science. 1(2) :

2527-6328

Liu, Q dan H. Yao. 2007. Antioxidant activities of barley seeds extract. Food Chemistry. 107:732-737

Lumingkewas, M., J. Manarisip, F. Indriaty, A. Walangitan, J. Mandei. dan E. Suryanto. 2014. Aktivitas antioksidan dan komposisi fenolik dari daun cengkeh (Eugenia aromatic L.). Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado. Vol 7, No.2

Mardawati, E., C.S. Achyar dan H. Marta. 2008.      Kajian      Aktivitas

Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) Dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di Kecamatan          Puspahiang

Kabupaten Tasikmalaya. Laporan Akhir Peneliti Muda. Tidak dipublikasikan.          Fakultas

Teknologi Industri Pertanian UNPAD, Bandung

Rajan, S., S. Mahalakshmi, V.M. Deepa, K. Sathya, S. Hajitha and T. Thirunalasundari.           2011.

Antioxidant potentials of punica granatum fruit rind   extracts.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical   Sciences

3:82-88

Rohman, A., S. Riyanto dan N.K. Hidayati.     2007.     Aktivitas

Antioksidan, Kandungan Fenolik Total, dan Flavonoid Total Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Jurnal Farmasi Universitas Gajah Mada. Vol 17(3): 136-142

Sa’adah, H. dan N. Henny. 2015. Perbandingan pelarut etanol dan air pada pembuatan ekstrak umbi bawang    tiwai (Eleutherine

americana Merr) menggunakan metode maserasi. Jurnal Ilmah Manuntung, 1(2), 149-153

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Graha Ilmu, Yogyakarta

Shah, P dan H.A Modi. 2015. Comparative study of DPPH, ABTS dan Frap assays for determination of antioxidant activity. International Journal fot Research in Applied Science and Engineering         Technology.

3(6):636-641

Singh, R., P.K. Verma and G. Singh. 2012. Total phenolic, flavonoids and tannin contents in different extracts of Artemisia absinthium. Intercult Ethnopharmacol 2012; 1(2):101-104

Soetiarso, T.A.     2010.     Sayuran

indigenous alternatif sumber pangan bernilai gizi tinggi. Iptek Hortikultura 6 : 5-10

Suryani, N.C., D.G.M. Permana dan A.A.G.N.A.    Jambe.    2015.

Pengaruh jenis pelarut terhadap kandungan total flavonoid dan aktivitas antioksidan ekstrak daun matoa (Pometia pinnata). Jurnal Itepa

Troy,  D.B. 2005. The Science and

Practice of Pharmacy. Lippincot Williams     and     Wilikins,

Philadelphia

Voung, Q. V., S. Hirun, T.L.K Chuen, C. D. Goldsmith, M.C. Bowyer, A.C. Chalmers, P.A. Philips and C.J. Scarlett. 2014. Physicochemical composition, antioxidant and antiproliferative capacity of a lily pilly   (Syzygium   paniculatum)

extract. Journal of Herbal Medicine. 10:10-16

Widarta, I W.R. dan I W. Arnata. 2017. Ekstraksi komponen bioaktif daun alpukat dengan bantuan ultrasonik pada berbagai jenis dan konsentrasi pelarut.     Jurnal

Agritech. 37 (2) : 158-166

Zumdhal, S.S. 2007. Chemical Principles. Cengage Learning, Boston

447