Jurnal Itepa, 9 (4) Desember 2020, 412-425

ISSN : 2527-8010 (Online)

PENGARUH PERLAKUAN 3 JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT DAN KOMBINASINYA

TERHADAP KARAKTERISTIK KEJU KEDELAI

THE EFFECT OF 3 DIFFERENT TYPES OF LACTIC ACID BACTERIA AND THEIR COMBINATION ON THE CHARACTERISTICS OF SOYCHEESE

1Nurgrahadi, 2Ni Nyoman Puspawati*, 2I Made Sugitha

1Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

ABSTRACT

The aims of this research was to determine the effect of using 3 different types of lactic acid bacteria and their combinations for the characteristics of soy cheese. This research used a Completely Randomized Design (CRD) with 7 treatments, namely Lactobacillus bulgaricus, Lactococcus lactis and Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44, which is a single starter, and several combinations consisting of L. bulgaricus with L. lactis; L. bulgaricus with L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44; L. lactis with L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44; and L. bulgaricus, L. lactis, and L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44. The concentration of each treatment was 6%. The treatment was repeated 3 times to make 21 experimental units. The data was obtained by variance analysis and if there was an influence between treatments continued with the Duncan test. The results showed that the addition of different starter combinations would affected the characteristic of soy cheese. The combination treatment of L. bulgaricus, L. lactis, and L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44 was produced the best soy cheese with a yield of 27,47%; 17, 02% protein content; 4,1 x 107 CFU/g total LAB; 0,13% total lactic acid; 79,10% moisture content; color rather white; texture soft; aroma rather typical of soybeans, flavor rather like and overall acceptance like.

Keywords: soybeans, soycheese, Lactobacillus bulgaricus, Lactococcus lactis, Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1

SKG44

PENDAHULUAN

Keju adalah produk olahan susu yang diperoleh dari hasil penggumpalan protein oleh rennet (Usmiati dan Abubakar, 2009). Keju yang terbuat dari susu memiliki beberapa kelemahan karena harga yang relatif mahal, memiliki kandungan asam lemak jenuh (stearat, miristat, palmitat), selain itu susu juga tidak cocok bagi kalangan vegetarian. Permasalahan tersebut memicu dilakukannya pengembangan keju nabati dari kacang-kacangan seperti keju nabati yang terbuat dari susu kedelai. Kedelai dipilih menjadi bahan pengganti susu karena memiliki harga yang relatif murah, ketersediaannya yang melimpah dan memiliki kadar protein yang tidak jauh berbeda

dengan susu hewani (susu kedelai 3,5 g dan susu sapi 3,2 dalam 100 g). Susu kedelai dalam 100 g memiliki kandungan protein yang dapat mencapai 3,5 g; 2,5 g lemak; 5 g karbohidrat; 41 kkal kalori; 50 mg kalsium; 45 g fosfor; dan 0,7 g besi (Aman dan Hardjo, 1973). Ditinjau dari komposisi bahan dasarnya, keju yang dibuat dari susu sapi dan kedelai mempunyai nilai gizi yang hampir sama, perbedaannya keju yang terbuat dari susu mengandung laktosa dan protein kasein, dimana susu kedelai tidak mengandung laktosa dan protein kasein namun juga banyak mengandung asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, metionin dll, sedangkan karbohidrat pada kedelai adalah sellulosa, hemisellulosa,

stakiosa, raffinosa dan sukrosa (Koswara, 1992). Keju yang terbuat dari kedelai juga menunjang sebagai pangan fungsional karena pada kedelai terdapat stigmasterol yang merupakan bagian dari golongan fitosterol (sterol nabati). Stigmasterol dalam kedelai dapat berfungsi sebagai anti hiperkolesterol dengan cara mengganggu penyerapan kolesterol dalam tubuh sehingga ekskresinya meningkat (Hui, 1996).

Prinsip pada proses pembuatan keju adalah mengkoagulasi protein susu. Sumber koagulan keju dapat berasal dari asam hasil metabolisme mikroba, enzim dari tumbuhan, dan enzim protease (rennin). Enzim rennin merupakan enzim yang berfungsi sebagai koagulan dalam pembuatan keju, enzim rennin diperoleh dari abomasum anak sapi yang kemudian di ekstrak menjadi rennet (Radiati, 1990). Bagian dari susu yang mengalami proses koagulasi oleh rennet akan membentuk substansi padat seperti gel yang disebut curd, dan sejumlah besar air serta beberapa zat terlarut akan terpisah dari curd yang disebut whey (Anjarsari, 2010). Rennet memiliki harga yang relatif mahal, tersedia dalam jumlah terbatas, dan bahan baku yang berasal dari hewan dalam jumlah sedikit menimbulkan dicarinya alternatif koagulan pengganti rennet, alternatif koagulan yang dapat digunakan antaralain adalah Bakteri Asam Laktat (BAL). Peranan utama BAL dalam fermentasi keju yaitu untuk memulai fermentasi dengan produksi asam dari proses metabolismenya dimana dapat menurunkan pH susu. Kedelai mengandung oligosakarida seperti raffinosa, sellulosa dan hemisellulosa yang sulit dicerna oleh tubuh. Penambahan BAL dalam fermentasi keju kedelai juga berfungsi untuk

merombak karbohidrat kompleks tersebut menjadi karbohidrat sederhana yang mudah dicerna oleh tubuh. BAL yang biasa digunakan dalam proses pembuatan keju adalah Lactobacillus bulgaricus dan Lactococcus lactis. Aplikasi Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44 sebagai koagulan dalam pembuatan dadih juga sudah pernah dilakukan Sugitha (2008). Asam laktat yang dihasilkan dari ketiga bakteri tersebut terbukti mampu menjadi koagulan protein, oleh sebab itu aplikasi ketiga bakteri tersebut dipilih sebagai isolat dalam pembuatan keju kedelai pada penelitian ini. Aplikasi 1 jenis BAL (single strain) dalam pembuatan keju terkadang masih kurang optimal, Afriani (2010) dalam penelitiannya menyatakan kombinasi BAL dalam interaksinya selama fermentasi menghasilkan kecepatan produksi total BAL lebih tinggi dibandingkan fermentasi menggunakan single strain. Penambahan L. lactis sebagai starter awal diharapkan mampu memberikan kondisi optimal bagi L. bulgaricus yang berkembang biak secara optimal di pH yang sedikit lebih asam dari pada L. lactis, sehingga kecepatan produksi total BAL lebih cepat, ditambah penambahan L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44 yang tergolong bakteri heterofermentatif diharapkan mampu meningkatkan nilai sensori keju kedelai yang dihasilkan. Aplikasi kombinasi 3 jenis BAL dalam pembuatan keju kedelai bertujuan untuk mengetahui pengaruh masing-masing bakteri yang digunakan dan pengaruhnya apabila dikombinasikan, selain itu untuk mengetahui kombinasi bakteri manakah yang dapat menghasilkan keju kedelai dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Laboratorium Analisis Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan bulan Mei 2017 – Juli 2017. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai lokal yang didapat dari pasar swalayan Tiara Dewata, air mineral, aquades isolat Lactobacillus bulgaricus (PAU UGM), isolat Lactococcus lactis (PAU UGM) dan Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44 (Lab. Mikrobiologi FTP) ketiga isolat disimpan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Gedung Agrokompleks, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Bahan kimia yang digunakan yaitu media de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Oxoid), de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB) (Oxoid), Indikator Phenol Ptalein (PP), NaCL (Merck) NaOH, H2SO4, HCl, aquades, heksan, asam borak, dan tablet kjeldahl

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor, waskom, sendok, gelas ukur, kertas saring, kain blacu (kain saring), alumunium foil, cawan petri, lumpang, pipet volume 10 ml, gelas ukur, gelas beker, cawan aluminium, cawan petri, batang bengkok, tabung reaksi, oven, muffle, desikator, pemanas kjeldahl, labu kjeldahl, alat destilasi lengkap dengan erlenmeyer berpenampung berukuran 125 ml, buret, neraca analitik (Shimadzu), autoclave (Hirayana HVE 50), Inkubator (Memmert), laminar flow (Kojair),

ISSN : 2527-8010 (Online) centrifuge machine (Kubota), erlenmeyer, vortex (Hwashin), tip, pipet mikro (Dia Line Eco), rak tabung, bunsen, cup, jarum ose, plastik, kertas buram, dan kapas.

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan 3 jenis bakteri asam laktat dan kombinasinya yang terdiri dari 7 taraf, yaitu K1 (L. bulgaricus), K2 (L. lactis), K3 (L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44), K4 (L. bulgaricus dan L. lactis), K5 (L. bulgaricus dan L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44), K6 (L. lactis dan L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44) dan K7 (L. bulgaricus, L. lactis dan L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44) dengan konsentrasi masing-masing perlakuan sebanyak 6%. Perlakuan kombinasi BAL dalam pembuatan keju kedelai yang diterapkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan penambahan BAL yang

digunakan dalam penelitian

Kode Sampel

Perlakuan

L. bulgaricus

L. lactis

L. paracasei

K1

6%

-

-

K2

-

6%

-

K3

-

-

6%

K4

3%

3%

-

K5

3%

-

3%

K6

-

3%

3%

K7

2%

2%

2%

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati meliputi rendemen (Shakeel et al., 2003), kadar air (AOAC, 1995), total asam (AOAC, 1995), kadar protein (AOAC, 1995), total BAL keju kedelai (Fardiaz, 1993) dan evaluasi sensoris.

Pelaksanaan Penelitian

1.    Pembuatan Susu Kedelai

Pembuatan susu kedelai diawali pemilihan kedelai, pencucian dan perendaman kedelai selama 8 jam, kulit ari dikupas, kedelai direbus selama 30 menit dengan perbandingan kedelai dan air sebanyak 1:3, kedelai diblender dengan air hangat pada suhu 80°C dengan perbandingan 1:4, disaring, kemudian dimasak dengan suhu 80°C selama 10 menit (Astawan, 2004).

  • 2.    Pembuatan Kultur Kerja

Tahap awal pembuatan kultur kerja, masing-masing kultur L. bulgaricus, L. lactis dan L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44 diinokulasi satu ose dari stok gliserol kedalam media MRSB steril. Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Kultur yang tumbuh di media MRSB diinokulasi kedalam media MRSA tegak steril dengan menggunakan ose, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam dan kultur siap digunakan.

  • 3.    Pembuatan Kultur Starter

Tahap awal pembuatan kultur starter diawali dengan mempersiapkan 3 buah erlenmayer untuk wadah dalam pembuatan media MRSB. MRSB dibuat sebanyak 28 ml untuk masing-masing isolat, dan kemudian disteril di dalam autoclave. Isolat diinokulasi dari stok kultur ke dalam media MRSB yang telah steril sebanyak 4 ose, divortex kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam di dalam inkubator. Kultur yang telah tumbuh didalam media MRSB kemudian dibagi ke dalam 4 tabung reaksi dengan masing-masing tabung sebanyak 12 ml, 6 ml, 6 ml dan 4 ml untuk membuat kombinasi perlakuan. Masing-masing isolat yang telah di bagi-bagi kedalam tabung reaksi disentrifuse dengan

kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4ºC selama 15 menit, setelah disentrifuse supernatan dibuang kemudian ditambahkan aquades, divortex, perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh massa sel yang bersih (bebas MRSB) dan siap digunakan untuk pembuatan starter keju.

  • 4.    Pembuatan Keju Kedelai

Susu kedelai dimasukan dalam panci dan dipanaskan diatas kompor dengan suhu mencapai 80°C selama 15 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 30ºC. Susu kedelai ditambahkan kultur starter dengan konsentrasi total sebanyak 6% sesuai perlakuan, inokulasi kultur starter kedalam susu kedelai dilakukan didalam laminar air flow. Susu kedelai yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi pada suhu 30ºC selama 24 jam sampai terbentuk curd dan whey, setelah diinkubasi ditambahkan garam 1% kemudian curd dan whey dipisahkan dengan cara di pres hingga tidak ada whey yang menetes dan kemudian dicetak (Wahyuni, 2009).

  • 5.   Parameter Yang Diamati

    a.   Rendemen

Rendemen keju diperoleh dengan cara menghitung perbandingan volume susu yang digunakan dengan berat keju kedelai yang dihasilkan dan kemudian dikalikan 100% (Shakeel et al., 2003).

Berat akhir

Rendemen=          x 100

Berat Awal

  • b.    Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan metode pengeringan menggunakan oven (AOAC, 1995). Analisis kadar air pertama dimulai dengan mengoven cawan yang akan digunakan sebagai wadah sampel selama 30 menit pada suhu 100-105

ºC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang beratnya. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan kemudian dioven pada suhu 100-105 ºC selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel yang telah ditimbang kemudian dioven kembali selama 2 jam, tahap ini diulangi sebanyak 2-3 kali hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Kadar Air (%)


berat akhir-berat awal


x100 berat awal


  • c.    Total Asam

Total asam laktat dianalisis dengan metode titimetri (AOAC, 1995). Keju Kedelai ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke labu takar yang sudah berisi aquades hingga volume 200 ml, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan dipipet sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam erlenmayer. Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda.

Total asam:

ml NaOH x N (NaOH) x BM x P Gram bahan x 1000

x 100%


Keterangan :

BM  : Berat molekul asam laktat (90,08)

P    : Faktor pengencer

  • d.   Kadar Protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldhahl (AOAC, 1995). Sebanyak 0,5 gram sampel yang dihaluskan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, selanjutnya ditambahkan 1 gram tablet kjeldahl dan ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat,

kemudian didestruksi sampai cairan jernih lalu dinginkan. Larutan jernih ini kemudian dituang ke dalam labu kjeldahl, dan ditambahkan 50 ml aquades, 25 ml NaOH 50%, 3 tetes PP dan

dilakukan destilasi selama 10 menit. Destilat ditampung dalam 10 ml asam borat 3%. Ditunggu hingga filtrate yang dihasilkan sebanyak 50 ml. Sampel 50 ml tersebut dipindahkan kedalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru – merah muda. Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Kadar protein:

(VHCL-Vblanko)x N HCl x 14,007 x FK x FP W sampel x 100

Keterangan:  FK = Faktor konversi (6,25)

FP = Faktor pengenceran

  • e.    Total BAL

Perhitungan jumlah total BAL pada keju kedelai dilakukan dengan metode sebar (Fardiaz, 1993). Sebanyak 5g sampel diencerkan dalam 45 ml larutan NaCl 0,85% sehingga diperoleh pengenceran 10-1, pengenceran dilanjutkan sampai pengenceran   10-7. Penanaman dilakukan dari

pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dengan cara dipipet 0,1 ml sampel keatas media MRSA padat steril dan disebar dengan menggunakan batang bengkok. Cawan petri segera diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37ºC selama 24 jam. Perhitungan total BAL ditentukan dengan rumus berikut:

1

Total BAL (CFU/mg) = Total koloni x -

Keterangan: P = pengenceran f.     Sifat Sensori

Uji sensoris keju kedelai diujicobakan kepada 15 orang panelis semi terlatih meliputi mahasiswa

FTP. Metode yang digunakan adalah Uji skoring dan uji hedonik. Uji skoring digunakan untuk menilai warna, tekstur, dan aroma, dengan skala penilaian dari masing-masing variabel, yakni uji skoring warna: 1 (sangat kuning), 2 (kuning), 3 (agak kuning), 4 (putih kekuningan), 5 (agak putih), 6 (putih), 7 (sangat putih); tekstur: 1 (sangat keras), 2 (keras), 3 (agak keras), 4 (biasa), 5 (agak lunak), 6 (lunak), 7 (sangat lunak); aroma: 1 (sangat tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

khas aroma kedelai), 2 (tidak khas aroma kedelai), 3 (agak tidak khas aroma kedelai), 4 (biasa), 5 (agak khas aroma kedelai), 6 (khas aroma kedelai), 7 (sangat khas aroma kedelai). Uji hedonik digunakan untuk menilai variabel rasa dan penerimaan keseluruhan. Skala kriteria hedonik rasa dan penerimaan keseluruhan, yakni: 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka).

Tabel 2. Data uji katalase, gram dan morfologi BAL

No

Isolat

Katalase

Gram

Morfologi

1

L. bulgaricus

(-)

(+)

Batang, koloni tunggal/berantai

2

L. lactis

(-)

(+)

Bulat telur, rantai pendek

L. . paracasei spp.

3

paracasei 1 SKG44

(-)

(+)

Batang berantai


a                             b                             c

Gambar 1. Bentuk morfologi BAL (a) L. bulgaricus, (b) L. lactis dan (c) L. . paracasei spp. paracasei 1 SKG44

  • 1.    Uji Konfirmasi

Uji konfirmasi meliputi uji katalase, pewarnaan Gram, dan morfologi masing-masing bakteri. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi BAL yang digunakan sesuai dengan karakteristik dan sifat kultur murni strain tersebut sebelum

dilakukan pengujian terhadap variabel yang lainnya. Data uji konfirmasi BAL dapat dilihat pada Tabel 2 dan bentuk morfologi BAL dapat dilihat pada Gambar1.

Tujuan dilakukannya uji konfirmasi ini guna mengkonfirmasi bakteri yang digunakan merupakan

golongan BAL dan telah sesuai karakteristknya dengan bakteri yang ingin diuji cobakan dalam penelitian ini. Bakteri asam laktat menurut Khalid (2011) merupakan kelompok bakteri Gram positif, katalase negatif dan tidak berspora. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa uji katalase, uji Gram dan morfologi ketiga jenis bakteri tersebut telah sesuai dengan karakteristik masing-masing jenis bakteri tersebut dan telah sesuai dengan pernyataan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti terkait bakteri yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji konfirmasi L. bulgaricus telah sesuai dengan pernyataan Sneath et al., (1986) bahwa genus Lactobacillus bervariasi pada panjang dan besarnya, dapat berupa batang panjang atau pendek dan berantai, tidak berspora,

bersifat Gram-positif dan katalase negatif. Hasil pengamatan morfologi pada L. lactis sesuai dengan pernyataan Surono (2004) bahwa L. lactis memiliki bentuk sel bulat rantai pendek, termasuk bakteri Gram positif, katalase negatif, non motil dan tidak membentuk spora. Pengamatan morfologi L. paracasei telah sesuai dengan pernyataan Sunaryanto (2014) bahwa L. paracasei memiliki bentuk batang berantai, bersifat Gram positif, non motil, katalase negatif, dan termasuk bakteri heterofermentatif.

Nilai rata-rata rendemen, kadar air, total asam, kadar protein, dan total BAL keju kedelai dengan penambahan kombinasi BALyang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata total rendemen, kadar air, total asam, kadar protein dan total BAL keju kedelai

Perlakuan Starter

Rendemen (%)

Kadar Air (%)

Total Asam (%)

Kadar Protein (%)

Total BAL (CFU/g)

K1

23,85 d

78,15 d

0,1208 b

15,62 a

2,5 x 107 bc

K2

24,04 cd

77,44 e

0,1129 b

16,64 a

2,8 x 107 abc

K3

20,18 e

78,57 cd

0,1205 b

15,77 a

2,0 x 107 bc

K4

27,07 a

78,48 cd

0,1238 ab

17,14 a

2,8 x 107 ab

K5

24,96 bc

78,77 bc

0,1181 b

16,10 a

1,9 x 107 bc

K6

25,80 b

79,28 a

0,1145 b

14,95 a

1,7 x 107 c

K7

27,47 a

79,10 ab

0,1351 a

17,02 a

4,1 x 107 a

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05).

  • 2.    Total Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara volume susu yang digunakan dengan berat keju yang dihasilkan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL pada pembuatan keju kedelai berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen keju kedelai. Berdasarkan Tabel 3, nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan K7 yaitu sebesar 27,47% dan berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan K4 yang

menghasilkan rendemen sebesar 27,07%. Hasil terendah diperoleh pada perlakuan K3 yaitu sebesar 20,18%. Berdasarkan hasil rendemen yang diperoleh, seluruh perlakuan kecuali perlakuan K3 telah sesuai dengan syarat Badan POM RI No. 21 Tahun 2016, yakni memiliki rendemen tidak kurang dari 22%.

Peranan BAL dalam pembuatan keju adalah sebagai mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam laktat yang berfungsi sebagai koagulan dalam

mengkoagulasi protein pada susu kedelai sehingga terbentuk curd. Perbedaan jenis bakteri yang digunakan dalam pembuatan keju dapat mempengaruhi total rendemen yang dihasilkan. Berdasarkan hasil metabolismenya BAL dibagi menjadi dua, yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif. Pada penelitian ini bakteri yang tergolong bakteri homofermentatif adalah L. bulgaricus dan L. lactis, sedangkan yang termasuk bakteri heterofermentatif adalah L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44. Hasil metabolisme yang berbeda dari masing-masing bakteri yang digunakan mempengaruhi terbentuknya rendemen keju yang dihasilkan. Data yang diperoleh menunjukkan masing-masing keju dengan penambahan starter tunggal, yakni K1 (L. bulgaricus) sebesar 23,85% berbeda tidak nyata dengan perlakuan K2 (L.lactis) sebesar 24,04%, perlakuan K3 (L. paracasei) yang memperoleh rendemen sebesar 20,18% merupakan hasil terendah dibandingkan dengan perlakuan penambahan starter tunggal yang lain. Bakteri homofermentatif mengubah hampir sebagian besar karbohidrat menjadi asam laktat, sehingga pada proses fermentasi curd yang terbentuk akibat koagulasi protein oleh asam semakin banyak. Bakteri heterofermentatif selain mengubah substrat menjadi asam laktat juga mengubahnya dalam bentuk etanol, asam asetat, dan CO2 sehingga asam yang dihasilkan lebih sedikit dan curd yang terkoagulasi lebih sedikit dibandingkan curd yang dihasilkan dari fermentasi bakteri homofermentatif.

Faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah perlakuan kombinasi BAL, dimana dalam proses fermentasi terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan dapat meningkatkan laju

pertumbuhan total BAL. Afriani (2010) dalam penelitiannya menyatakan kombinasi BAL dalam interaksinya selama fermentasi dapat meningkatkan laju pertumbuhan total BAL lebih tinggi dibandingkan fermentasi menggunakan single strain. Dalam proses fermentasi keju kedelai L. lactis yang memiliki kondisi lingkungan optimum pada pH 7 – 8 berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan asam laktat dari hasil metabolismenya yang berdampak pada menurunnya pH pada substrat. Penurunan pH mengakibatkan terkoagulasinya protein dan juga menghasilkan kondisi lingkungan yang optimum bagi L. bulgaricus yang kondisi pertumbuhan optimumnya sedikit asam sehingga meningkatkan kecepatan laju produksi total BAL. L. paracasei selama proses fermentasi menghasilkan asam laktat dan juga CO2, dimana asam laktat dan CO2 yang dihasilkan mampu merangsang pertumbuhan L.bulgaricus dan L. lactis. Hubungan yang saling menguntungkan tersebut mengakibatkan meningkatnya laju produksi total BAL dan juga produksi asam laktat, sehingga protein yang terkoagulasi selama proses fermentasi lebih banyak. Koagulasi protein yang semakin banyak menentukan banyaknya curd yang terbentuk karena semakin sedikit protein yang terlarut pada whey.

  • 3.    Kadar Air

Kadar air merupakan sejumlah air yang terkandung dalam produk pangan. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, air juga berperan dalam menentukan tekstur suatu bahan pangan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL yang

Jurnal Itepa, 9 (4) Desember 2020, 412-425 berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air keju kedelai. Berdasarkan Tabel 3 nilai kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan K6 yaitu sebesar 79,28% dan berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan K7 sebesar 79,10%.

Perlakuan dengan nilai kadar air terendah diperoleh pada perlakuan K2 yaitu sebesar 77,44%. Seluruh perlakuan telah memenuhi syarat USDA (United States Departement of Agriculture) (2001) tentang spesifikasi keju lunak yaitu memiliki kadar air tidak lebih dari 80%. Keju dalam penelitian ini tidak mengalami pemeraman/pematangan sehingga tergolong unripened cheese. Pembuatan keju tanpa proses pemeraman berpengaruh terhadap kadar air keju yang dihasilkan (Rukmi, 2013).

  • 4.    Total Asam

Asam laktat merupakan hasil utama fermentasi karbohidrat oleh BAL. Berdasarkan data statistik hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total asam laktat keju kedelai. Berdasarkan Tabel 3, nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan K7 yaitu sebesar 0,13% dan terendah sama-sama diperoleh pada perlakuan K2 dan K6 yaitu sebesar 0,11%. Hal ini disebabkan karena dalam metabolisme BAL menghasilkan asam laktat yang merupakan hasil metabolisme primer dan terus bertambah dengan seiring laju pertumbuhan BAL tersebut. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi karbohidrat menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH susu menurun (Rukmana, 2001).Jumlah asam laktat yang dihasilkan dalam fermentasi karbohidrat ditentukan oleh jenis BAL yang digunakan. Bakteri homofermentatif yang

ISSN : 2527-8010 (Online) digunakan dalam penelitian ini antara lain L. bulgaricus  dan L. lactis,  sedangkan  bakteri

heterofermentatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44. Bakteri  asam laktat homofermentatif merobak

hampir  seluruh substrat menjadi asam laktat.

Bakteri  heterofermentatif dalam fermentasinya

selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, asam asetat dan CO2, sehingga total asam yang dihasilkan bakteri ini akan lebih sedikit dibandingkan bakteri homofermentatif 5. Kadar Protein

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis starter yang berbeda berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap total protein. Berdasarkan Tabel 3, nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 yaitu sebesar 17,14% dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan K2 dan K7 dengan kadar protein masing-masing sebesar 16,64% dan 17, 02%. Kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan K6 yaitu sebesar 14,95%. Berdasarkan analisis kadar protein yang diperoleh seluruh perlakuan telah memenuhi syarat, pernyataan ini diperkuat oleh USDA (United States Departement of Agriculture) (2001) tentang spesifikasi keju lunak yaitu memiliki kadar protein tidak kurang dari 12,99%. Penambahan kombinasi jenis BAL pada starter tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein dikarenakan medium fermentasi yang digunakan masing-masing perlakuan memiliki jumlah yang sama. Kadar protein yang terkoagulasi menjadi curd atau larut ke dalam whey dipengaruhi oleh jenis susu, pH dan jenis koagulan yang digunakan. Jenis dan konsentrasi koagulan dapat mempengaruhi ikatan protein saat pembentukan gel

pada proses koagulasi (Fahmi, 2010). Hal ini berdampak pada jumlah protein yang akan terkoagulasi menjadi curd maupun protein yang larut pada whey kedelai (Belen et al., 2012). Kekuatan ikatan antar protein yang terbentuk pada matriks gel (gumpalan) diduga berpengaruh pada kelarutan protein pada saat penyaringan.

  • 6.    Total BAL Keju Kedelai

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL pada starter berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total BAL pada keju kedelai. Berdasarkan Tabel 3, nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan K7 yaitu sebesar 4,1 x 107 CFU/ml dan keju kedelai dengan total BAL terendah terdapat pada perlakuan K6 yaitu sebesar 1,7 x 107. Penggunaan starter tunggal maupun kombinasi memberikan hasil yang

berpengaruh nyata. Hal tersebut disebabkan karena kultur campuran starter keju kedelai bersifat simbiosis, seperti pada kombinasi L. bulgaricus, L. lactis dan L. paracasei spp. paracasei 1 SKG44 memberikan hasil pertumbuhan bakteri yang paling baik yaitu sebesar 4,1 x 107 CFU/g. Hal ini sependapat dengan pernyataan Tamime dan Robinson (1999), yang menjelaskan bahwa penggabungan starter merupakan kombinasi yang bersifat simbiosis, dimana masing-masing kultur starter menyediakan komponen yang saling menguntungkan. Rahayu (1992) menambahkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme pada makanan fermentasi bersifat suksesi, artinya proses perubahan yang terjadi selama fermentasi dilakukan oleh beberapa bakteri yang tumbuh secara bergantian

  • 7.    Sifat Sensori

Tabel 4. Nilai rata-rata sifat sensori keju kedelai

Perlakuan

Nilai Rata-Rata Sifat Sensori Keju Kedelai

Skoring                                   Hedonik

Penerimaan

Warna       Tekstur       Aroma           Rasa

Keseluruhan

K1

K2

K3

K4

K5

K6

K7

4,87 a         5,27 b         4,93 a              4,67 b                 4,93 b

4,8 a          5,13 b         4,93 a              4,73 b                 4,93 b

4,87 a         5,13 b         4,93 a              4,20 b                 4,53 b

4,87 a         5,40 b         4,93 a              5,53 a                 5,60 a

4,80 a         5,40 b         4,87 a              4,53 b                 4,87 b

4,80 a         6,07 a         4,87 a              4,40 b                 4,73 b

4,87 a         6,33 a         4,93 a              5,53 a                 5,80 a

Keterangan:

Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05).

  • 7.1    Warna

Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa perlakuan penambahan kombinasi jenis BAL pada starter berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna keju kedelai yang dihasilkan dengan uji skoring. Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis sidik

ragam menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji skoring warna keju kedelai berkisar antara 4,80 – 4,87 dengan kriteria warna agak putih. Kedelai mengandung pigmen karotenoid penyebab warna kuning, namun warna agak putih keju kedelai disebabkan terdegradasinya senyawa karotenoid

Jurnal Itepa, 9 (4) Desember 2020, 412-425 pada saat proses pengolahan kedelai menjadi susu kedelai akibat pemanasan. Sabuluntika dan Fitriyono (2013) juga menyatakan bahwa β karoten mudah mengalami kerusakan akibat reaksi oksidasi oleh udara, cahaya, peroksida, metal dan panas.

  • 7.2    Tekstur

Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa perlakuan penambahan kombinasi jenis BAL berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur keju kedelai yang dihasilkan dengan uji skoring. Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji skoring tekstur keju kedelai berkisar antara 5,13 – 6,33 dengan kriteria agak lunak hingga lunak. Perlakuan K7 merupakan sampel dengan rata-rata nilai 6,33 dengan kriteria lunak dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K6 yang memperoleh rata-rata nilai 6,07. Menurut Gunasekaran dan Ak (2003) tekstur keju dipengaruhi oleh kandungan protein, lemak dan air, kandungan ini akan terus berubah seiring aktivitas biokimia yang terjadi selama fermentasi yang dilakukan oleh BAL.

  • 7.3    Aroma

Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap aroma keju kedelai yang dihasilkan dengan uji skoring. Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai rata-rata aroma keju kedelai berkisar antara 4,87 – 4,93 dengan kriteria aroma agak khas aroma kedelai. Perlakuan penggunaan starter tunggal maupun yang dikombinasi menunjukkan aroma agak khas aroma kedelai. Helferich dan Westhoff (1980) menyatakan bahwa pada proses metabolisme asam laktat,

ISSN : 2527-8010 (Online) glukosa diubah menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis dan menghasilkan asam asetat, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil hasil dari proses fermentasi yang membentuk flavor. Proteolisis mempengaruhi tekstur, juga membuat formasi citarasa dari peptida dan asam amino bebas yang merupakan prekusor pembentukan komposisi aroma (Jamilatun, 2009). Koswara (2009) juga menyatakan bahwa aroma dan rasa langu kedelai dapat dihilangkan dengan cara menginaktifkan enzim lipoksigenase menggunakan pemanasan dan perendaman.

  • 7.4    Rasa

Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa keju kedelai yang dihasilkan dengan uji hedonik. Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik rasa keju kedelai berkisar antara 4,20 – 5,53 dengan kriteria biasa - agak suka. Penilaian terhadap rasa ini berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Uji hedonik memperlihatkan bahwa perlakuan kombinasi K7 merupakan sampel yang rata-rata disukai panelis dengan kriteria agak suka. Perlakuan K7 melibatkan 3 jenis BAL yang berbeda, dimana melibatkan jenis bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif yang selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan asam asetat, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil hasil dari proses fermentasi yang membentuk flavor. Pengenalan flavour dimulai pertama kali ketika konsumen dapat mencium aroma keju, tetapi pada akhirnya dirasakan selama mengkonsumsi, ketika komponen-komponen yang

menstimulasi saraf penciuman, saraf perasa, dan saraf trigeminus dilepaskan dari keju dan sampai pada reseptor. Terdapat ratusan komponen volatil yang berbeda, dengan karakteristik aroma masing-masing yang telah diidentifikasi dalam keju, senyawa ini memberikan kontribusi besar dalam keanekaragaman flavour keju (Delahunty dan Drake,2004). Kumalaningsih (1986), menyatakan bahwa rasa bahan pangan berasal dari bahan pangan itu sendiri dan apabila telah mendapat perlakuan atau pengolahan, maka rasanya dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan.

  • 7.5    Penerimaan Keseluruhan

Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa perlakuan kombinasi jenis BAL berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan keju kedelai yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerimaan keseluruhan keju kedelai berkisar antara 4,53 - 5,80 dengan kriteria biasa hingga suka. Secara keseluruhan, panelis paling menyukai keju kedelai dengan perlakuan K7 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K4 yang memperoleh nilai 5,60. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan menunjukkan bahwa keju kedelai dengan penambahan kombinasi BAL berbeda pada penelitian ini dapat diterima oleh panelis.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

  • 1.    Keju kedelai dengan perlakuan 3 jenis BAL dan kombinasinya pada starter berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, total asam laktat, total BAL, tekstur, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan keju kedelai yang dihasilkan

  • 2.    Keju kedelai dengan perlakuan, yakni kombinasi L. bulgaricus, L. lactis dan L. paracasei spp. 1 SKG44 menghasilkan keju kedelai terbaik dengan rendemen sebanyak 27,47%, kadar protein sebesar 17, 02%, total BAL sebanyak 4,1 x 107 CFU/g, total asam sebesar 0,13%, kadar air 79,10%, warna agak putih, tekstur dengan kriteria lunak, aroma agak khas kedelai, dengan rasa agak suka dan penerimaan keseluruhan suka.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan sebagai berikut :

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang umur simpan terhadap karakteristik keju kedelai

DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2010. Pengaruh Penggunaan Starter Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum terhadap Total Bakteri Asam Laktat, Kadar Asam dan Nilai pH Dadih Susu Sapi, Jurnal Ilmiah – Ilmu Peternakan, 13 (6) : 279-285.

Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani (Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi) Edisi Pertama. ISBN:   978-979-756-612-8. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Aman dan Hardjo. 1973. Perbaikan Mutu Susu Kedelai di Dalam Botol. Bandung: Departemen Perindustrian Bogor.

AOAC. 1995. Offecial Methods of Analysis of AOAC Internasional. USA AOAC International, Virginia.

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo.

Belen, F., J. Sanchez, E. Hernandez, J. M. Auleda, M. Raventos. 2012. One Option for the management of wastewater from tofu production: Freeze concentration in a fallingfilm system. J. Food Eng.

BPOM. 2016. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 21 Tentang Kategori Pangan, Jakarta. Hal. 23.

Delahunty, C.M., dan M.A. Drake. 2004. Sensory Character of Cheese and its Evaluation, in Cheese:     Chemistry,    Physics    and

Microbiology Third Edition. Fox. P.F., Mcsweeney, P.L.H., Cogan, T.M., Guinee, T.P., (ed). Elsevier. Desmazeaud, M., 1996, Lactic Acid Bacteria in Food: Use and Safety, Cahiers Agricultures, 5 (5): 331-342.

Fahmi, R. 2010. Mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap pola elektroforesis koagulasi protein serta korelasinya terhadap tekstur curd  yang

dihasilkan [skripsi].      Bogor:   Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz, S. 1993. Mikrobiologi Pangan. Penuntun Praktek-Praktek Laboratorium. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Gunasekaran, S., dan M.M. Ak. 2003. Cheese Rheology and Texture. CRC Press, United States of America.

Helferich, W., dan D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Hui, Y. H., 1996, Balley’s Industrial Oil and Fat Products, Edible Oil and Fat Products: Products and Application Technology, 5th Ed., John Wiley and Sons, New York.

Jamilatun, M. 2009. Optimalisasi Fermentasi Pembentukan Curd Mentah [Tesis]. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Khalid, K. 2011. An Overview of Lactic Acid Bacteria.     International     Journal     of

Biosciences. 1 (3): 1-13.

Koswara, S. 1992. Susu Kedelai Tak Kalah dengan Susu Sapi. IPB. Bogor

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). EbookPangan.com.

Kumalaningsih, S. 1986. Ilmu Gizi dan Pangan Faperta.UB. Malang.

Radiati. L.K., 1990. Pembuatan Keju dengan Enzim dari Mikroba, [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. IPB, Bogor.

Rahayu, K. 1992. Fermentasi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rukmana, R. 2001. Yoghurt dan Karamel Susu. Yogyakarta: Kanisius.

Rukmi, P.A. 2013. Pengaruh variasi suhu pemeraman Terhadap kualitas keju peram (ripened cheese) hasil fermentasi Rhizopus oryzae. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sabuluntika, N., dan A. Fitriyono. 2013. Kadar β-Karoten, Antosianin, Isoflavon, dan Aktivitas Antioksidan pada Snack Bar Ubi Jalar Kedelai  Hitam sebagai Alternatif Makanan

Selingan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Journal of Nutrition College 2 (4): 689-695

Shakeel-Ur-Rehman., N.Y. Farky and B. Yim. 2003. Use pf Dry Milk Protein Concentrate in Pizza Cheese Manufactured by Culture or Direct Acidification. Journal of Dairy Science. 86: 3841-3848

Sneath, P. H. A., N. S. Mair, M. E. Sharpe, J. G. Holt. 1986. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Vol. 2. Baltimore: Williams and Wilkins

Sugitha, I.M., P.A. Wipradnyadewi, dan K. Y. R. H. Sinaga. 2008. Isolat Bakteri Asam Laktat Susu Kuda Liar Sebagai Starter Dadih. The Excellence Research Universitas Udayana, Bali.

Sunaryanto, R.,   2014. Uji Kemampuan

Lactobacillus casei Sebagai Agensia Probiotik. Jurnal Bioteknologi dan Biosains, 1(1): 9–15.

Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Penerbit PT. Tri Cipta Karya, Jakarta.

Tamime, A. Y., dan R. K. Robinson. 1999. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press Ltd, United Kingdom.

United States Departement of Agriculture. 2001. http://www.nutritiondata. com/facts/fruits-and-fruit-juices/1936/2. Diakses 10 Januari 2019

Usmiati, S., Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Wahyuni, S. 2009. Uji Kadar Protein dan Lemak Pada Keju Kedelai dengan Perbandingan Inokulum Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis yang Berbeda. [Skripsi] Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

425