Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum crepidiodes) Terhadap Bakteri Bacillus cereus
on
Jurnal Itepa, 9 (2) Juni 2020, 202-210
ISSN : 2527-8010 (Online)
Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum crepidiodes) Terhadap Bakteri Bacillus cereus
Flavonoid Content And Antibacterial Activity Of Ethanol Extract Of Sintrong Leaf (Crassocephalum crepidiodes) Against Bacillus cereus
Elia Rose Simanungkalit*, Agus Selamet Duniaji, I Gusti Ayu Ekawati
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Jl. Raya Kampus Unud, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung-Bali *Email: [email protected]
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the content of flavonoid and antibacterial activity of ethanol extract of sintrong leaf (Crassocephalum crepidiodes) on Bacillus cereus. This research used a Completely Randomized Design (CRD) with treatment concentrations extract which were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100% with three replications and resulting in 15 experimental units. Data were presented with tables and pictures and analyzed in descriptive statistic. Ethanol extract of sintrong leaf contained flavonoid compounds of 1,75% and was able to inhibit the growth of Bacillus cereus at a concentration of 20% with an average 12,3 mm and strong inhibition categories, also has a bacteriostatic character with percentage range death of Bacillus cereus 80,9% - 93,7%.
Keywords: Flavonoid, sintrong leaf, antibacterial, Bacillus cereus
PENDAHULUAN
Daun sintrong merupakan bagian dari tanaman sintrong (Crassocephalum crepidiodes) yang mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder. Secara tradisional, sintrong juga digunakan sebagai nutraceutikal dan juga dipercaya bisa mengobati berbagai macam penyakit, seperti gangguan pencernaan, sakit kepala, sakit perut, mengobati luka, antelmentik, antiinflamasi, antidiabetes, dan antimalaria (Adjatin et al, 2013). Daun sintrong sering dimanfaatkan sebagai lalapan, urap, pecel dan lain-lain. Di Indonesia, daun sintrong memiliki nama tersendiri di setiap wilayah, seperti di Bali disebut dengan daun kejompot/ kepotpot/ kejengot/ kejelengot, sedangkan di daerah Pulau
Jawa disebut daun sintrong. Daun sintrong (Crassocephalum crepidiodes) memiliki kandungan minyak atsiri (Hidayat dan Napitupulu, 2015), selain itu juga mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Kusdianti, 2008). Hasil penelitian Lestari et al., (2015) ekstrak etanol daun sintrong memiliki kadar total senyawa fenolik sebanyak 1,8581 g GAE/100 g ekstrak.
Hasil ekstrak dari daun sintrong diketahui berpotensi dapat menekan pertumbuhan mikroba. Menurut Elsie, (2010) hasil ekstrak yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid dan flavonoid dapat berpotensi sebagai antibakteri pada Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli, Vibrio cholera dan antijamur
pada Candida albicans, Aspergillus flavus, dan Aspergillus niger. Hasil penelitian Lestari et al., (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sintrong pada konsentrasi 10% dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan E. coli dengan diameter zona hambat sebesar 3,16 mm dan 2,77 mm. Selain itu, menurut penelitian Anggraeni, (2017) ekstrak etanol daun sintrong dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aerugenusae dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) 5120 μg/mL, dan 2560 μg/mL.
Bacillus cereus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan enterotoksin. Bakteri ini memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin emetic dan diare. Toksin ini dapat menyebabkan gejala keracunan pangan yang berbeda. B. cereus biasanya terdapat di dalam susu, daging, rempah-rempah, dan sereal. Bahan pangan yang mengandung pati merupakan sumber optimal untuk pertumbuhan B.cereus.
Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa flavonoid yang dimiliki ekstrak etanol daun sintrong (Crassocephalum crepidiodes) dan aktivitas antibakterinya terhadap Bacillus cereus dengan metode difusi sumur dan metode kontak.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Kampus Sudirman dan UPT Laboratorium Biosains dan Bioteknologi Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2019 sampai dengan September 2019.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sintrong yang diperoleh dari Desa Kintamani, bakteri Bacillus cereus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, etanol 96%, aquades, LB (Lactose Broth), NA (Nutrient Agar), alkohol 95%, NaNO2, AlCl3, NaOH, dan methanol.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, evaporator, water bath, spektrofotometer UV Vis, autoklaf, batang bengkok, timbangan analitik, mikropipet, freezer, inkubator (Memmert), tip, laminar flow cabinet (Kojair), bunsen, magnetic stirrer, tabung durham, kertas label, vortex, korek api, mikroskop, cawan petri (Pyrex), jarum ose, tabung reaksi (Pyrex), rak tabung reaksi, gelas beker (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), jangka sorong, tabung effendorf, tissue, plastik HDPE, kertas saring, dan aluminium foil (Klin Park).
Rancangan Penelitian
Perlakuan pada penelitian yaitu konsentrasi ekstrak daun sintrong, terdiri dari 5 taraf yaitu konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Penelitian ini diulangi sebanyak 3 kali sehingga didapat 15 unit percobaan. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan dianalisis secara deskriptif.
Pelaksanaan Penelitian
Tahap penelitian meliputi beberapa tahapan yaitu persiapan sampel, pembuatan ekstrak, uji kadar flavonoid, uji konfirmasi dan uji aktivitas antibakteri.
Tahap Persiapan Sampel
Daun sintrong disortasi dan dicuci dengan air mengalir, selanjutnya dipotong menjadi 2 bagian lalu keringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 24 jam hingga mengering. Selanjutnya dilakukan penghancuran menggunakan blender kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh sehingga didapatkan bubuk yang homogen.
Tahap Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak daun sintrong dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 100 gram serbuk daun sintrong dimasukkan ke dalam etanol 96% sebanyak 1000 mL (1:10) dan didiamkan selama 3 x 24 jam dalam suhu kamar (Anggraeni, 2017). Ekstrak disaring untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Selanjutnya, filtrat dievaporasi pada suhu 40oC sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi sehingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak etanol daun sintrong dibuat menjadi 5 taraf perlakuan (Gress, 2018 yang dimodifikasi).
Pengujian Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Sintrong
Pengujian kadar flavonoid dilakukan hanya pada ekstrak etanol daun sintrong konsentrasi 100% yaitu dianalisis dengan metode kalorimetri menurut Xu and Chang, 2007. Sebanyak 0,01 g sampel dilarutkan dalam 5 mL metanol, diambil
200 µL lalu direaksikan dengan 2,5 mL aquades dan 0,15 mL NaNO2 5% kemudian divorteks dan didiamkan selama 5 menit. Sebanyak 0,3 mL AlCl3 ditambahkan ke dalam larutan, kemudian didiamkan kembali selama 5 menit. Larutan direaksikan dengan 1 mL NaOH kemudian diencerkan dengan aquades hingga volume 5 mL lalu divorteks dan disentrifuse selama 5 menit, didiamkan selama 30 menit. Diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 510 nm dengan spektrofotometer UV-Vis (Desmiaty et al., 2009).
Uji Konfirmasi
Isolat Bacillus cereus yang sudah disegarkan kemudian dibiakkan pada media MYP dengan cara digoreskan agar diperoleh koloni tunggal dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC. Diambil satu koloni tunggal, kemudian dimasukkan kedalam LB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, dilakukan pewarnaan gram dan diamati bentuk sel melalui mikroskop dengan pembesaran 200x.
Pembuatan Stok Kultur Bacillus cereus
Diambil satu koloni Bacillus cereus dengan menggunakan jarum ose, lalu ditanamkan pada media Nutrien Agar miring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Dengan Metode Difusi Sumur
Sebanyak 100 µL B. cereus disebar dalam media NA yang telah dipersiapkan. Media didiamkan ±15 menit kemudian dilubangi dengan
tabung durham lalu diisi ±20 µL ekstrak etanol daun sintrong sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya, diinkubasi pada suhu 37oC lalu zona penghambatan diukur dengan jangka sorong sebanyak empat kali di tempat yang berbeda dan hasilnya dirata-ratakan kemudian dikurangi dengan diameter sumur (mm).
Pengujian Aktivitas Antibakteri Dengan Metode Kontak
Dipipet 0,2 mL kultur B. cereus ke dalam tabung efendorff dan ditambahkan 0,2 mL ekstrak etanol daun sintrong sesuai perlakuan, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah waktu kontak tercapai, campuran diencerkan hingga 10-3 kemudian sebanyak 0,1 mL dari pengenceran 10-1–10-3 ditanam pada media NA dengan metode sebar kemudian diinkubasi selama 24 jam (Tanzilla et al., 2016 yang sudah dimodifikasi). Pengujian dilakukan dengan menghitung total mikroba yang tumbuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Sintrong
Pengujian kadar flavonoid ekstrak etanol daun sintrong dilakukan secara kuantitatif. Senyawa flavonoid adalah senyawa aktif yang umumnya digunakan sebagai antibakteri, kadar flavonoid juga digunakan untuk mengetahui besar kecilnya diameter penghambatan pertumbuhan bakteri. Hasil rata-rata kadar flavonoid total ekstrak etanol daun sintrong yaitu sebesar 1,75% (mg/100g). Kadar ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar flavonoid ekstrak
etanol daun kelor sebesar 7,19% yang memiliki diameter penghambatan 7,5 mm–9,9 mm (Kenconojati dan Rukmana, 2019). Penelitian Parubak., (2013) juga membuktikan bahwa kadar flavonoid yang diperoleh pada ekstrak daun Akway (Drimys beccariana Gibbs) sebesar 0,36% dan memiliki diameter penghambatan sebesar 6,9 mm – 7,3 mm.
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 96%. Etanol merupakan salah satu pelarut yang bersifat polar. Menurut Moein and Mahmood, (2010) pelarut yang bersifat polar mampu melarutkan fenol lebih baik, dimana turunan fenol tertinggi adalah flavonoid. Flavonoid bekerja sebagai antibakteri dengan cara merusak membran sitoplasma bakteri. Membran sitoplasma bakteri berfungsi sebagai pengatur masuknya nutrisi atau bahan-bahan makanan untuk bakteri. Jika membrane sitoplasma rusak, metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan nutrisi untuk menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga terjadi ketidakmampuan sel bakteri untuk tumbuh (Dzen, 2003).
Uji Konfirmasi Bacillus cereus
Hasil uji konfirmasi menunjukkan bahwa B. cereus memiliki bentuk koloni bulat, warna koloni pink keunguan, memiliki bentuk sel basil panjang dan termasuk bakteri Gram positif. Hasil pengamatan terhadap B. cereus sesuai dengan pernyataan Fatmasari (2015) yang menyatakan bahwa B. cereus memiliki bentuk koloni bulat terbentuk zona, dan berwarna pink keunguan. Pengamatan terhadap warna koloni B. cereus pada media MYP dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bentuk dan warna koloni B. cereus pada MYP Agar
Hasil pengamatan secara mikroskopik menunjukkan bahwa B. cereus merupakan bakteri Gram positif. Bakteri Gram positif mempertahankan zat pewarna kristal violet sehingga sel berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif akan kehilangan kristal violet ketika diteteskan dengan alcohol. Hal ini disebabkan karena perbedaan ketebalan lapisan peptidoglikan antara bakteri gram positif dan negatif. Hasil pengamatan bakteri dengan mikroskop pada pembesaran 200x dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk morfologi Bacillus cereus pada pembesaran 200x
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum crepidiodeTerhadap Pertumbuhan Bacillus cereus dengan Metode Difusi Sumur
Kategori daya hambat pada diameter penghambatan dibagi menjadi empat kategori, yaitu <5 mm lemah, 5-10 mm sedang, 10-20 mm kuat, dan >20 mm sangat kuat (Davis and Stout, 1971). Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui rata-rata penghambatan ekstrak etanol daun sintrong terhadap pertumbuhan B. cereus, dimana ekstrak etanol daun sintrong sudah mampu menghambat pertumbuhan B. cereus dengan kategori kuat dari konsentrasi terendah hingga tertinggi dengan rata-rata diameter penghambatan 12,3 mm - 14,5 mm.
Diameter zona hambat cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak. Diameter penghambatan B. cereus terendah berada pada konsentrasi 20% sebesar 12,3 mm, sedangkan diameter penghambatan tertinggi diperoleh pada konsentrasi 100% sebesar 14,5 mm. Semakin meningkat konsentrasi ekstrak etanol daun sintrong, diameter zona hambat juga semakin besar, dikarenakan semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun sintrong dan jumlah zat antibakteri yang terlarut juga semakin banyak sehingga daya hambat terhadap bakteri akan semakin tinggi. Lestari et al., (2015) membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak etanol daun sintrong yang diberikan, semakin besar pula zona hambat yang terbentuk. Terbentuknya zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sintrong memiliki senyawa bioaktif yang berperan sebagai senyawa antibakteri sehingga mampu menghambat pertumbuhan B. cereus. Zona hambat ekstrak etanol daun sintrong terhadap B. cereus dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1. Penghambatan ekstrak etanol daun sintrong terhadap B. cereus
Konsentrasi |
Rata-Rata Penghambatan (mm) |
20% 40% 60% 80% 100% |
12,3 12,7 13,2 13,8 14,5 |
Berdasarkan Gambar 3, zona hambat terbentuk pada konsentrasi terendah 20% hingga konsentrasi tertinggi 100%. Konsentrasi ekstrak yang digunakan merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat yang terbentuk disekitar lubang yang telah diisi ekstrak. Semakin lebar diameter zona hambat yang terbentuk membuktikan kuatnya senyawa bioaktif pada daun dalam menghambat pertumbuhan
bakteri. Adanya kandungan flavonoid pada ekstrak etanol daun sintrong, yaitu sebesar 1,75% (mg/100g) mempengaruhi adanya aktivitas antibakteri. Ekstrak etanol daun sintrong juga memiliki kandungan fenol total sebesar 1,8581 g GAE/100g (Lestari et al., 2015). Senyawa-senyawa tersebut diketahui mampu berperan sebagai antibakteri baik pada bakteri Gram negatif ataupun bakteri Gram positif.
Gambar 3. Zona hambat ekstrak etanol daun sintrong terhadap Bacillus cereus
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum crepidiodes) Terhadap Pertumbuhan Bacillus cereus dengan Metode Kontak
Total B. cereus yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,47 x 106 CFU/mL dan setelah dikontakkan pada konsentrasi sesuai perlakuan, B. cereus yang tumbuh mengalami penurunan. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada
kontak dengan konsentrasi ekstrak 100%, jumlah B. cereus turun sebanyak 1,4 x 106 dengan kematian bakteri uji sebesar 93,7%. Pada kontak dengan konsentrasi 80% jumlah B. cereus turun sebanyak 1,4 x 106 dengan kematian bakteri uji sebesar 92,4%. Pada kontak dengan konsentrasi 60% jumlah B. cereus turun sebanyak 1,3 x 106 dengan kematian bakteri uji sebesar 90,5%. Pada kontak dengan konsentrasi 40% jumlah B. cereus
turun sebanyak 1,3 x 106 dengan kematian bakteri uji sebesar 87,8% dan pada kontak dengan konsentrasi 20% jumlah B. cereus turun sebanyak 1,2 x 106 dengan kematian bakteri uji sebesar 80,9%.
Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun sintrong yang ditambahkan, semakin tinggi pula kemampuan penghambatannya terhadap pertumbuhan B. cereus. Peningkatan konsentrasi ekstrak etanol daun sintrong akan diikuti oleh peningkatan konsentrasi zat bioaktif, sehingga aktivitas antibakteri juga akan semakin tinggi. Hal ini
ditandai dengan berkurangnya jumlah koloni bakteri uji ketika konsentrasi ekstrak dinaikkan.
Menurut Baron et al., (1992) jika kematian bakteri uji minimal 99,99%, maka pada konsentrasi tersebut antibakteri dikatakan bersifat bakterisidal (membunuh bakteri). Sebaliknya, jika kematian kurang dari 99,99%, maka antibakteri dikatakan bersifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Berdasarkan persentase kematian, ekstrak etanol daun sintrong memiliki daya penghambatan kurang dari 99,99% yang berarti bersifat bakteristatik.
Tabel 2. Penghambatan Ekstrak Etanol Daun Sintrong Terhadap Bacillus cereus Dengan Metode Kontak
Konsentrasi Ekstrak |
Jumlah B.cereus setelah kontak (CFU/mL) |
Penurunan jumlah B.cereus (CFU/mL) |
Kematian B.cereus (%) |
20% |
2,6 x 105 |
1,2 x 106 |
80.9 |
40% |
1,7 x 105 |
1,3 x 106 |
87.8 |
60% |
1,3 x 105 |
1,3 x 106 |
90.5 |
80% |
1,1 x 105 |
1,4 x 106 |
92.4 |
100% |
0,9 x 105 |
1,4 x 106 |
93.7 |
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
-
1. Ekstrak etanol daun sintrong (Crassocephalum crepidiodes) mengandung total flavonoid sebesar 1,75%
-
2. Ekstrak etanol daun sintrong (Crassocephalum crepidiodes) mampu mengambat pertumbuhan B.cereus mulai dari konsentrasi 20% dengan kategori kuat dan membentuk efek bakteristatis dengan persentasi kematian sebesar 80,9% - 93,7%
Saran
Perlu dilakukan uji kuantitatif senyawa fitokimia lain pada ekstrak daun sintrong (Crassocephalum crepidiodes) dan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sintrong terhadap bakteri lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adjatin, A., Dansi, A., Badoussi, E., Loko, Y.L., Dansi, M., Gbaguidi, F., Azokpota, P., Ahissou, H., Akoègninou, A., Akpagana, K., and Sanni A. (2013). Phytochemical screening and toxicity studies of Crassocephalum rubens (Juss. ex Jacq.) S. Moore and Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moore consumed as vegetable in Benin. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research, 2013, 5(6):160-167
Anggraeni, N. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Pada Tumbuhan Tespong (Oenanthe Javanica Dc), Sintrong (Crassocephalum Crepidioides), Dan Pohpohan (Pi Lea Trinerviaw) Terhadap Bakteri
Staphylococcus Epidermidis &
Pseudomonas Aerugenosae. [Skripsi].
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung Program Studi Strata I Farmasi. Bandung
Baron, E.J., L.R Peterson, dan S.M. Finegold. 1992. Diagnostic Microbiology. 9th Ed. Baile&Scott’s. St. Louis
Desmiaty,Y., J. Ratnawati., dan P. Andini. 2009. Penentuan Jumlah Flavonoid Total Ekstrak Etanol Daun Buah Merah (Pandanus
Conoideus Lamk) Secara Kalorimeter
Komplementer. Fakultas Farmasi.
Universitas Jendral Ahmad Yani. Cimahi. Jawa Barat.
Djajadisastra, A.N. 2007. Penapisan
Komponen Antibakteri dan Uji
Toksisitas dari Spons Perairan Taka Bonerate Sulawesi Selatan. Skripsi. Bogor. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Institut Pertanian Bogor
Fatmasari, 2015. Uji Sensitivitas Antibiotik Kloramfenikol, Siprofloksasin, Eritromisin dan Klindamisin Terhadap Bacillus cereus Yang Diisolasi Dari Daging Sapi di Pasar Tradisional dan Pasar Modern Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanudin, Makassar
Gress, R.N. 2018. Kandungan Flavonoid dan Antosianin Ekstrak Kayu Secang
(Caesalpinia sappan L.) Serta Aktivitas Antibakteri Terhadap Vibrio cholera.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana
Gunawan. 2002. Ilmu Obat Alam (Farmakologi). Penebar Swadaya. Jakarta: 99-100.
Kenconojati, H dan Nina, R.R. 2019. Daya hambat ekstrak daun Kelor (Moringa oleifera) terhadap Aeromonas hydrophila: studi awal untuk pengobatan aeromoniasis. Universitas Airlangga. Journal of Aquaculture Science April 2019 vol 4 (1): 12-20
Kusdianti., Nilawati, T. S., Sheba, L. (2008). Tumbuhan Obat di Legok Jero Situ Lembang. Makalah seminar penggalang taksonomi tumbuhan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Lestari, T., Nurmala., dan Nurmalasari. 2015. Penetapan Kadar Polifenol dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum crepidiodes (Benth.) S. moore). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. Volume 13 Nomor 1 Februari 2015
Moein S., and Mahmood RM. 2010. Relationship between antioxidant properties and phenolics in Zhumeria majdae. Journal of Medicinal Plants Research (7): 517-521
Parubak, A.S. 2013. Senyawa Flavonoid Yang Bersifat Antibakteri Dari Akway (Drimys becariana.Gibbs). Chem. Prog. Vol. 6, No.1
Purwanti, M., Sudarwanto, M., Rahayu, W. P. & Sanjaya, A. W. 2008. Pertumbuhan Bacillus cereus dan Clostridium perfringens pada Makanan Tambahan Pemulihan yang Dikonsumsi Balita Penderita Gizi Buruk. Jurnal Forum Pascasarjana. Vol. 31 No. 4
Tanzilla, A. 2017. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun Pegagan (Centella Asiatica (L.) Urban) Terhadap Pertumbuhan
Escherichia coli ATCC 8739. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.
Xu, B.J. dan Chang, S.K.C. 2007. A comparative study on phenolic profiles and antioxidant activities of legumes affected by extraction solvent. Journal of Food Science 72: 59-66.
210
Discussion and feedback