Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 9, No. 1, 38-45, Maret 2020

ISSN : 2527-8010 (ejournal)


UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK BUAH TIN (Ficus racemosa Linn) TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus ATCC 25923

THE INHIBITORY TEST OF FIG FRUIT EXTRACT (Ficus racemosa Linn) AGAINST THE GROWTH OF Staphylococcus aureus ATCC 25923

Muhammad Rizal Ramadhan1), I Desak Putu Kartika

Pratiwi2), Ni Made Indri Hapsari Arihantana2)

1Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

ABSTRACT

This research aims to test the inhibitory extract of fig fruit (Ficus racemose Linn) by using aquadest solvent towards the growth of Staphylococcus aureus ATCC 25923. This research used an Completely Randomized Design with 5 concentrations level of fig fruit extract which were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100% with three replications. The observed variable was quantitative test of total colony after contacted with fig fruit extract and calculate the percentage death of Staphylocccus aureus ATCC 25923 after contact. Data of this research was analyzed with analysis of variance and then continued with Duncan test. The result showed that the extract of fig fruit had a significant effect on inhibitory the growth of Staphylcccus aureus ATCC 25923 or has a bacteriostatic character with percentage range death of Staphylococcus aureus ATCC 2593 is 7.20% - 51.40%.

Keywords: fig fruit, Staphylococcus aureus, antibacterial

PENDAHULUAN

Tin atau ara  (Ficus  racemosa, Linn)

merupakan sejenis tumbuhan penghasil buah-buahan yang dapat dimakan yang berasal dari Asia Barat. Nama tin diambil dari bahasa Arab, juga dikenal dengan nama ara. Buah tin tumbuh di daerah Asia Barat, mulai dari pantai Balkan hingga Afganistan, sekarang dibudidayakan di Australia, Cile, Argentina, serta Amerika Serikat. Adapun spesies buah tin yang tumbuh alami di Indonesia adalah Ficus   racemosa,   Linn.

Pemanfaatan spesies ini di Indonesia masih sangat terbatas dan umumnya hanya digunakan sebagai anakan bonsai. Buah tin di Indonesia banyak tumbuh di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Buah tin dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti kanker, mengurangi resiko jantung koroner, asam urat, dan mencegah pengeroposan 38

Korespondensi Penulis :

E-mail : rizalrmdn25@gmail.com1)

tulang karena komponen bioaktifnya (Paarakh, 2009). Buah tin merupakan sumber penting komponen bioaktif seperti fenol, benzaldehida, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid yang memiliki sifat antioksidan. Di negara-negara semenanjung India, buah tin merupakan tanaman yang dipakai untuk keperluan pengobatan dan menjadi ikon dalam indeks pengobatan India sejak zaman pra sejarah (Paarakh, 2009).

Penelitian tentang senyawa-senyawa flavonoid menjadi sangat penting dalam rangka mencari senyawa baru yang memiliki potensi kuat sebagai antibakteri, antivirus, antioksidan, antidiabetes, anti radang, anti kanker dan anti hiperlipidemia (Nakamura dkk., 2003). Tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri umumnya memiliki senyawa golongan flavonoid, alkanoid,

dan saponin (Abdillah, 2006). Komponen bioaktif yang terdapat dalam buah tin mempunyai fungsi bagi kesehatan salah satunya sebagai antibakteri. Mekanisme flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri sehingga menyebabkan semua ativitas metabolisme sel bakteri terhenti (Lawrence dan Block, 1968). Komponen bioaktif yang terdapat dalam buah tin mempunyai fungsi bagi kesehatan salah satunya sebagai antibakteri. Komponen bioaktif buah tin yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol, antosianin, dan likopen (Paarakh,2009).Kontaminasi mikroba patogen dapat terjadi pada bahan makanan, air, wadah makanan, tangan penyaji ataupun pada makanan yang sudah siap disajikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2008), kontaminasi pada bahan makanan sebanyak 40,0%, kontaminasi air sebanyak 12,9%, kontaminasi makanan matang 7,5%, kontaminasi dalam pewadahan makanan 16,9%, kontaminasi tangan 12,5%, dan kontaminasi makanan disajikan 12,2%. Hal tersebut menunjukkan kontaminasi paling banyak terdapat pada bahan makanan.

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan mikroba patogen yang cukup sering mengkontaminasi makanan sehingga sering dijadikan indikator dalam penilaian terhadap mutu pangan. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang diperkirakan 20-75% ditemukan pada saluran pernapasan atas, muka, tangan, dan rambut. Diantara organ yang sering diserang oleh bakteri Staphylococcus aureus adalah kulit yang mengalami luka dan dapat menyebar ke orang lain yang juga mengalami luka (Jawetz dkk., 1996).

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri gram positif yang bersifat patogen dan sering terdapat dalam susu yang terkontaminasi (Octaviantris, 2007), dan karkas ayam yang kurang baik saat penanganan pasca panen (Chotiah, 2009). Gejala dari keracunan karena S. aureus biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Gejala keracunan S. aureus ditandai oleh rasa mual, muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan dkk., 1994).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Laboratorium Analisis Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan November 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah tin matang berwarna merah tua yang diperoleh dari Kecamatan Cerme, Gresik, Jawa Timur, isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang diperoleh di Laboratorium Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, aquades steril, Oxoid NA (Nutrient Agar), Oxoid LB (Lactose Broth), Oxoid BPA (Baird Parker Agar), gliserol 30%, hidrogen peroksida, dan alkohol 95%.

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, kain kasa steril, evaporator, water bath, batang bengkok, timbangan analitik, mikropipet, freezer, inkubator (Memmert), tip, laminar flow cabinet (Kojair), bunsen, magnetic

stirrer, tabung durham, vortex, mikroskop, cawan petri (Pyrex), jarum ose, tabung reaksi (Pyrex), gelas beker (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), dan tabung effendorf.

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang memiliki tujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak buah tin (Ficus racemosa, Linn) dengan pelarut aquades terhadap pertumbuhan Staphylococcus    aureus.    Penelitian    ini

menggunakan perlakuan konsentrasi ekstrak buah tin yang terdiri dari 5 taraf yaitu P1 (konsentrasi 100% ekstrak), P2 (konsentrasi 80% ekstrak dengan 20% aquades), P3 (konsentrasi 60% ekstrak dengan 40% aquades), P4 (konsentrasi 40% ekstrak dengan 60% aquades), dan P5 (konsentrasi 20% ekstrak dengan 80% aquades). Masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 15 unit percobaan. Data hasil penelitian terhadap daya hambat akan dianalisis dengan analisis sidik ragam pada α = 5% dan jika perlakuan berpengaruh akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995). Data hasil pengujian konfirmasi S. aureus akan dideskripsikan dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

Pelaksanaan Penelitian

1.    Pembuatan Ekstrak Buah Tin

Pembuatan ekstrak buah tin dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Daging buah tin sebanyak 50g dipisahkan dari kulitnya dan dimasukkan kedalam aquades sebanyak 250 ml kemudian dicampur rata dan didiamkan selama 24 jam dengan pengadukan setiap 4 jam. Ekstrak

disaring untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Selanjutnya filtrat dievaporasi pada suhu 400C sehingga didapatkan ekstrak kental (Selawa dkk., 2013 yang dimodifikasi). Pembuatan 5 taraf konsentrasi dilakukan dengan cara menambahkan aquadest steril kedalam ekstrak pekat sesuai dengan taraf konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%).

  • 2.    Uji Konfirmasi Staphylococcus aureus ATCC 25923

Isolat Staphylococcus aureus yang sudah disegarkan kemudian digores pada media Baird Parker Agar (BPA) kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC. Diambil satu koloni tunggal dan kemudian dimasukkan kedalam Lactose Broth (LB) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, dilakukan pewarnaan gram dan dilihat bentuk sel melalui mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Selanjutnya dilakukan uji katalase dengan memberikan H2O2 3% sebanyak 2 - 3 tetes dan diamati terbentuknya gas (Juniarthati, 2011).

  • 3.    Persiapan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Isolat Staphylococcus aureus yang sudah disegarkan kemudian dibiakkan pada media Baird Parker Agar (BPA) dengan cara digoreskan agar diperoleh koloni tunggal dan diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC. Pertumbuhan koloni S. aureus ditandai dengan munculnya warna putih kecoklatan pada media Baird Parker Agar (BPA). Disiapkan 5 ml Lactose Broth (LB) kemudian dimasukan satu koloni tunggal S. aureus dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur stok gliserol dibuat dengan suspensi tersebut diatas

dengan penambahan 1 ml kultur isolat pada 1 ml gliserol 30%, kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20ᵒC, sedangkan untuk kultur kerja dibuat dengan cara menginokulasi isolat dari Lactose Broth (LB) yang sebelumnya telah diinkubasi ke media Nutrient Agar (NA) miring dan diinkubasi pada suhu 37C selama 48 jam kemudian kultur kerja disimpan pada suhu 4C (Juniarthati, 2011).

  • 4.    Pengujian Daya Hambat Ekstrak Buah Tin terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan Metode Kontak

Pengujian daya hambat dilakukan dengan metode kontak (Parhusip dkk., 2008 yang telah dimodifikasi). Kultur S. aureus diencerkan dalam Lactose Broth (LB) dengan perbandingan konsentrasi 1 ml kultur bakteri dan 9 ml Lactose Broth (LB). Selanjutnya dipipet 1 ml bakteri ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml ekstrak (dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%). Masing – masing tabung reaksi diinkubasi dengan waktu inkubasi 24 jam. Setelah waktu inkubasi tercapai maka sebanyak 0,1 ml ditanam dalam media Baird Parker Agar (BPA) dengan metode sebar kemudian diinkubasi selama 24 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konfirmasi

Pengujian konfirmasi terhadap S. aureus meliputi bentuk dan warna koloni, pewarnaan gram, dan bentuk sel. Hasil uji konfirmasi S. aureus dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji Konfirmasi Staphylococcus aureus ATCC 25923

No

Parameter yang diamati

Hasil

1

Bentuk koloni

Bulat

2

Warna koloni

Putih Kecoklatan

3

Pewarnaan gram

Gram positif

4

Bentuk sel

Bulat atau kokus

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa Staphylococcus aureus memiliki bentuk koloni bulat, warna koloni putih kecoklatan, termasuk bakteri gram positif, dan memiliki bentuk sel bulat atau kokus. Hasil pengamatan terhadap bentuk koloni S. aureus sesuai dengan pernyataan Jay (2000) yang menyatakan bahwa S. aureus berbentuk bundar (kokus) atau agak lonjong dengan diameter 0.5 - 1.5 µm. Mikroba ini digolongkan sebagai bakteri gram positif, bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, tidak motil, dan membentuk spora (Jay, 2000). Bentuk sel S. aureus dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kultur Staphylococcus aureus ATCC 25923 Perbesaran 1000 Kali

Keberadaan enzim katalase pada koloni Staphylococcus aureus yang tumbuh di media BPA dapat dilakukan dengan uji katalase. Uji katalase dilakukan sebagai salah satu konfirmasi sifat S. aureus yang telah ditumbuhkan di media Baird

Parker Agar (BPA). Uji positif ditandai dengan adanya pembentukan gelembung-gelembung gas. Pada koloni dari kultur awal S. aureus yang telah ditumbuhkan pada media Lactose Broth (LB), semua menunjukkan hasil positif (terbentuk gelembung gas). Hasil uji katalase S. aureus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Uji Katalase Kultur Staphylococcus aureus ATCC 25923

Daya Hambat Ekstrak Buah Tin Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Aktivitas antibakteri ekstrak buah tin terhadap Staphylococcus aureus dapat dilihat dengan jumlah penurunan Staphylococcus aureus dalam berbagai konsentrasi ekstrak buah tin. Penelitian ini diuji dengan menggunakan metode kontak. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ektsrak buah tin dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Data penghambatan ekstrak buah tin terhadap pertumbuhan S. aureus dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penghambatan ekstrak buah tin terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Konse ntrasi Ekstr ak buah tin

Jumlah

S. aureus awal

Jumlah S.aureus setelah kontak (CFU/ ml)

Penurunan jumlah S. aureus (CFU/ml)

100%

3,7 x 1016

1,8 x 1016

1,9 x 1016

80%

3,7 x 1016

2,1 x 1016

1,6 x 1016

60%

3,7 x 1016

2,6 x 1016

1,1 x 1016

40%

3,7 x 1016

3,1 x 1016

0,6 x 1016

20%

3,7 x 1016

3,4 x 1016

0,3 x 1016

Total S. aureus yang digunakan pada penelitian ini adalah 3,7 x 1016 CFU/ml dan setelah dikontakkan pada konsentrasi tertentu, total S. aureus yang tumbuh mengalami penurunan. Pada kontak dengan konsentrasi ekstrak 100% jumlah S. aureus turun sebanyak 1,9 x 1016 dengan kematian bakteri uji sebesar 51,40 %. Pada kontak dengan konsentrasi 80% jumlah total S. aureus turun sebanyak 1,6 x 1016 dengan kematian bakteri uji sebesar 43,26 %. Pada kontak dengan konsentrasi 60% jumlah S. aureus turun sebanyak 1,1 x 1016 dengan kematian bakteri uji sebesar 27,90 %. Pada kontak dengan konsentrasi 40% jumlah S. aureus turun sebanyak 0,6 x 1016 dengan kematian bakteri uji sebesar 15,86 % dan pada kontak dengan konsentrasi 20% jumlah S. aureus turun sebanyak 0,3 x 1016 dengan kematian bakteri uji sebesar 7,20 %. Tabel 2 menunjukan terjadinya penghambatan terhadap S. aureus yang berbanding lurus dengan perlakuan konsentrasi yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak buah tin semakin tinggi pula kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan S. aureus. Peningkatan konsentrasi ekstrak buah tin akan diikuti oleh peningkatan konsentrasi zat

bioaktif, sehingga aktivitas antibakteri akan semakin tinggi pula (Sulistyarini, 2014). Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah koloni bakteri uji ketika konsentrasi ekstrak buah tin dinaikkan. Nilai rata-rata total persentase kematian S. aureus setelah dikontak dengan ekstrak buah tin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata persentase kematian Staphylococcus aureus

Konsentrasi Ekstrak Buah Tin

Persentase Kematian S. aureus (%)

100 %

51,40 a

80 %

43,26 ab

60 %

27,90 bc

40 %

15,86 c

20 %

7,20 d

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan nyata dengan taraf kepercayaan 5% (P<0,05)

Berdasarkan hasil analisis keragaman konsentrasi ekstrak buah tin memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap persentase kematian S. aureus. Nilai persentase kematian S. aureus tertinggi berada pada konsentrasi 100% ekstrak buah tin yaitu sebesar 51,40% yang berbeda tidak nyata dengan konsentrasi 80% ekstrak buah tin yaitu sebesar 43,26%. Persentase kematian S. aureus terendah didapatkan pada konsentrasi 20% ekstrak buah tin dengan persentase kematian S. aureus sebesar 7,20%.

Berdasarkan data tersebut, konsentrasi ekstrak buah tin mulai mengalami peningkatan kemampuan penghambatan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 40% ekstrak buah tin. Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa persentase kematian S.

aureus pada konsentrasi 40% ekstrak buah tin berbeda nyata dengan persentase kematian S. aureus pada konsentrasi 20% ekstrak buah tin, tetapi tidak berbeda nyata dengan persentase kematian S. aureus pada konsentrasi 60% ekstrak buah tin. Hal tersebut diduga karena pada konsentrasi ekstrak buah tin diatas 40% telah terjadi peningkatan kandungan senyawa antibakteri yang signifikan. Menurut Paarakh (2009), buah tin merupakan sumber penting komponen bioaktif seperti fenol, benzaldehida, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid yang memiliki sifat antibakteri. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga senyawa fenol, benzaldehida, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid yang terdapat pada buah tin berperan dalam kemampuan untuk menghambat pertumbuhan S. aureus. Senyawa antibakteri yang dimiliki ekstrak buah tin dapat melakukan penghambatan dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen sehingga dapat menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri, (Ramadhan dkk, 2015). Apabila dinding sel tersebut pecah maka zat antibakteri akan masuk dengan mudah ke dalam sel dan akan mengganggu metabolisme sel hingga akhirnya bakteri mati (Sulistyarini, 2014).

Menurut Baron dkk (1992), jika kematian bakteri uji minimal 99,99%, maka pada konsentrasi tersebut antibakteri dikatakan bersifat bakterisidal (membunuh bakteri). Sebaliknya, jika kematian kurang dari 99,99%, maka antibakteri dikatakan bersifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Dilihat dari persentase kematian, ekstrak buah tin memiliki daya penghambatan kurang dari 99,99%. Pada penelitian ini ekstrak buah tin

bersifat    bakteristatik    karena    memiliki

penghambatan kurang dari 99,99%. Antibakteri yang bersifat bateristatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri tetapi tidak membunuh. Senyawa antibakteri yang bersifat bakteristatik seringkali menghambat sintesa protein atau mengikat ribosom (Mardigan dkk,2000).

Ada beberapa faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja zat antibakteri. Siswadi (2002) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kerja senyawa antibakteri meliputi konsentrasi zat antibakteri, jenis, umur, keadaan bakteri, suhu, dan waktu kontak. Konsentrasi senyawa antibakteri berpengaruh terhadap kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Semakin tinggi konsentrasi zat antibakteri maka semakin tinggi pula kemampuan dalam menghambat       pertumbuhan       bakteri

(Mangunwardoyo dkk,2008).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

  • 1.    Ekstrak buah tin dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923.

  • 2.    Daya penghambatan ekstrak buah tin tergolong pada kriteria bakteristatis dengan kematian bakteri uji 7,20% - 51,40%.

  • 3.    Konsentrasi ekstrak buah tin 100% membentuk efek bakteristatis tertinggi yaitu dengan kematian bakteri uji sebesar 51,40%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya hambat ekstrak buah tin terhadap bakteri lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah A. 2006. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Air Daun Sisik Naga (Pyrrosia nummularifolia (Sw.) Ching) terhadap Sel Lestari Tumor HeLa secara In Vitro [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Baron, E.J., L.R Peterson, dan S.M. Finegold. 1992. Diagnostic Microbiology.  9th Ed.

Baile & Scott’s. St. Louis.

Chotiah S. 2009. Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam dan Olahannya. Dalam: Sani Y, Natalia L, Brahmantiyo B, Puastuti W, Nurhayati, Anggraeni A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, penyunting. Teknologi Peternakan dan Veteriner Mendukung Industrialisasi Sistem Pertanian untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Peternak Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14 Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslitbang Peternakan. hlm. 682- 687.

Djaja, I.M., 2008. Kontaminasi E. Coli pada

Makanan dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003. MAKARA, Kesehatan, 12 (1) : 36-41

Gomez, K.A. dan A.A Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press, hal :13 – 16

Jawetz, E., J.L. Melnick, dan E.A. Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Ed ke-20. Penerjemah : Nugroho E, Maulany FR,. Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari Review of Medical Microbiology. Jakarta.

Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. 6th edition. Maryland: Aspen Publication Inc.

Juniarthati, P.E. 2011. Skrining Bakteri Asam Laktat Isolat Susu Sapi Bali Penghasil Bakteriosin Penghambat Bakteri Patogen E.coli Penyebab Diare Akut. Skripsi. Jurusan Farmasi. Unversitas Udayana. Bali.

Lawrence , C.A dan S. S. Block. 1968. Disinfection,        Sterilization       and

Preservation.     Lea    and    Febiger.

Philadelphia. Pp.401-417.

Mangunwardoyo, W., L. Ismaini, dan E.S. Herawati. 2008. Uji antibakteri dari fraksi ekstrak biji picung (pangium edule reinw) segar. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 6(4):163-168.

Mardigan, M. T., J.M. Martinko, dan J Parker. 2000. Biology of Microorganisms. 8th edition. Pearson Prentice Hall. USA.

Nakamura, Y., S. Watanabe, N. Miyake, N. Kohno, dan T. Osawa. 2003. Dihydrochalcones: Evaluation as Novel Radical Scavenging Antioxidant. J.Agri Food Chem 51 : 33093332.

Octaviantris, F. A. 2007. Deteksi BakteriS. aureus pada Susu Bubuk Skim (Skim Milk Powder) Impor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Paarakh, P.M. 2009. Ficus Racemosa Linn : An Overview. Nat Prod Radiance. 8: 84-90.

Parhusip, A. J. N., M.T.D. Ambarita., dan L. Thresia. 2008. Kajian Metode Ekstraksi Antimikroba Cabai Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Kering Terhadap Mikroba Patogen Pangan. Jurnal Ilmu dan teknologi Pangan Vol. 6, N0.1, April 2008.

Ramadhan, N.S., R. Rasyid., E. Sy. 2015. Daya Hambat Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) yang Diambil di Batusangkar terhadap Pertumbuhan Kuman Vibrio cholera secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas 4  (1). Fakultas Kedokteran.

Universitas Andalas. Padang.

Ryan, K.J., J.J. Champoux, S. Falkow, J.J. Plonde, W.L. Drew, F.C. Neidhardt, dan C.G. Roy, 1994. Medical Microbiology An Introduction to Infectious Diseases. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange. P.254.

Selawa, W., M.R.J. Runtuwene, dan G. Citraningtyas. 2013. Flavonoid dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong  (Andredera  Cordifulic

(Ten.) Steenis.) FMIPA. Universitas Samratulangi. Manado.

Siswadi, I. 2002. Mempelajari Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxilum acanthopodium D.C) terhadap bakteri Patogen Perusak Makanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulistyarini, I. 2014. Ekstrak daun Kersen (Muntingia    calabura L.) Sebagai

Antibakteri Alami Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Program Studi DIII Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Pekalongan. Pekalongan.

45