PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG BERAS (Oryza sativa) DAN LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch) TERHADAP KARAKTERISTIK SUMPING LABU
on
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 9, No. 1, 10-19, Maret 2020
ISSN : 2527-8010 (ejournal)
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG BERAS (Oryza sativa) DAN LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch) TERHADAP KARAKTERISTIK SUMPING LABU
THE EFFECT OF RICE FLOUR (Oryza sativa) AND PUMKIN (Cucurbita moschata Durch) RATIO ON THE CHARACTERISTICS OF PUMPKIN SUMPING
Aini Amalia1) ,A.A.G.N. Anom Jambe2), Ni Luh Ari Yusasrini2)
1Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
ABSTRACT
The purposes of this research were to know the effect of rice flour and pumpkin ratio on the characteristics of sumping and to find the right ratio from rice flour and pumpkin to produce sumping with the best characteristics. The completely randomized design was used in the research with treatment that is the ratio rice flour with pumpkin which consist of 25% : 75%; 30% : 70%; 35% : 65%; 40% : 60%; 45% : 55%; 50% : 50%. The treatment was repeated 3 times to obtained 18 units. The data obtained were analyzed of variance and if the treatment had an effect on the variable then continued with Duncan test. The results showed that rice flour and pumpkin ratio had significant effect to water content, ash content, total caroten, skoring test (colour, aroma, texture, taste) and hedonic test (colour, aroma, texture, taste, and overall acceptance). The ratio of rice flour 25 % and pumpkin 75% produces with the best characteristic namely water content 57,55%, ash content 1,74%, total caroten content 10868,52 μg/g, color yellow and like, flavor pumkin typical and rather like, texture chewy and like, taste typical pumkin and like and overall acceptance like.
Keywords : Rice flour, pumpkin, pumpkin sumping
PENDAHULUAN
Sumping labu atau waluh adalah jajanan tradisional Bali dan di Indonesia dikenal dengan nama kue nagasari (Anon, 2012). Sumping terbuat dari tepung beras, kelapa parut, gula, garam dan air yang kemudian dibungkus dengan daun pisang dan di kukus. Biasanya pada masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Bali sumping digunakan untuk acara keagamaan tetapi sekarang sumping sudah dijadikan makanan sehari-hari oleh masyarakat. Sumping biasanya berisikan irisan buah pisang, nangka dan lainnya untuk menambah citarasa. Pada pembuatan sumping labu ada penambahan
labu kuning, pemberian labu kuning pada sumping memiliki kelebihan yaitu meningkatkan kandungan gizi dan memberi warna yang lebih menarik pada produk.
Labu kuning merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang cukup lengkap antara lain mengandung vitamin B, C dan beberapa jenis mineral. Disamping itu labu kuning mengandung beta karoten atau provitamin A (pigmen berwarna orange) sehingga dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam pembuatan produk pangan (Hendrasty, 2003). Labu kuning dianggap sebagai sumber β-karoten dengan keunggulan antara lain dapat meningkatkan sistem
Korespondensi Penulis :
E-mail : ainiamalia999@gmail.com1)
imunitas serta mencegah penyakit jantung dan kanker.
Dipasaran sumping labu banyak ditemui dan digemari masyarakat. Sumping labu memiliki warna yang menarik dan rasa yang khas. Dari hasil survei pasar menunjukan adanya perbedaan tekstur sumping labu dari setiap pembuat dari bertekstur lembek sampai keras. Hal ini disebabkan karena perbandingan tepung beras dan labu kuning yang berbeda-beda sehingga diperoleh karakteristik sumping labu yang beragam. Penggunaan jumlah tepung beras dan labu kuning yang tidak tepat mempengaruhi karakteristik sumping labu yang dihasilkan (Anon, 2016). Saat ini belum ada formulasi yang pasti khususnya
perbandingan antara tepung beras dan labu kuning dalam pembuatan sumping labu oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui formulasi sumping labu agar diperoleh karakteristik sumping labu yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di
Laboratorium Pengolahan Pangan,
Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2018
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah labu kuning,tepung beras (rose brand), daun
pisang, gula, garam dan kelapa parut yang didapatkan dari Pasar Soputan Jalan Gn. Soputan, Pemecutan Klod Denpasar. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi alkohol, aquades, β-karoten murni, kloroform, petroleum benzena, aseton dan Na2SO4.
Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan terdiri dari talenan, pisau, baskom, panci pengukus, kompor gas, sendok. Sedangkan alat analisis kimia yang digunakan yaitu oven (Cole Palmer-Stable), muffle, timbangan analitik (Methler Toledo AB-204), kertas saring Whatman, botol timbang, pipet tetes, pipet volume, spektrofotometer (Unico UV 2100), cawan porselin, tabung reaksi, batang pengaduk, desikator, corong, labu takar (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), gelas beker, vortex, penjepit, alumunium foil, waterbath, soxlet, erlenmeyer dan lumpang.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan
perbandingan labu kuning dengan tepung
beras sebagai berikut : P1 = 75% labu kuning P2 = 70% labu kuning P3 = 65% labu kuning P4 = 60% labu kuning P5 = 55% labu kuning P6 = 50% labu kuning
Masing-masing
25% tepung beras
30% tepung beras
35% tepung beras
40% tepung beras
45% tepung beras
50% tepung beras perlakuan diulang
sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam
(ANOVA) melalui program SPSS 21 dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tahapan, diantaranya : Tahap pertama proses pembuatan labu kuning parut yaitu labu
g, gula 20 g dan garam 2 g yang sudah disesuaikan takarannnya seperti pada Gambar.
2. Bahan-bahan tersebut dicampur dengan cara diuleni selama 5 menit sampai bahan tersebut menjadi adonan dan menyatu lalu dibungkus dengan daun pisang sebanyak 25 g dan dikukus selama 1 jam. Adapun diagram alir proses pembuatan sumping labu dapat dilihat pada Gambar 2. Formulasi pembuatan sumping labu dapat dilihat pada Tabel 1.

kedalam wadah ditambahkan air panas 20 ml lalu diuleni kemudian ditambahkan parutan labu kuning seseuai perlakuan, kelapa parut 5
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan
Sumping Labu (Anon, 2016)
Tabel 1. Formulasi pembuatan sumping labu (Anon, 2016)
Perlakuan
No |
Komposisi |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 |
P6 |
1. |
Labu kuning (g) |
75 |
70 |
65 |
60 |
55 |
50 |
2. |
Tepung beras (g) |
25 |
30 |
35 |
40 |
45 |
50 |
3. |
Gula (g) |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
4. |
Air panas (ml) |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
5. |
Garam (g) |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
6 |
Kelapa parut (g) |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
Keterangan : |
Persentase berdasarkan jumlah tepung beras dan labu kuning (100 g) |
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air dengan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dengan metode pengabuan (Sudarmadji et
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar total karotenoid dari tepung beras dan
al., 1997), total karotenoid dengan metode spektrofotometri (Muchtadi, 1989) dan sifat sensoris menggunakan uji hedonik terhadap tekstur, aroma, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap tekstur, aroma, rasa, warna (Soekarto, 1985).
labu kuning yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata hasil analisis kadar air, kadar abu dan total karotenoid dari tepung beras dan
labu kuning.
Komponen |
Tepung Beras |
Labu Kuning |
Air (% ) |
12,36 |
89,51 |
Abu (% ) |
0,37 |
0,54 |
Total karotenoid (μg/g) |
0 |
11804,48 |
Hasil analasis menunjukkan bahwa labu kuning yang menjadi bahan baku dari penelitian ini mengandung kadar air 89,51%, kadar abu 0,54% dan total karotenoid 11804,48μg/g, sedangkan tepung beras yang menjadi bahan baku mengandung kadar air
12,36%, kadar abu 0,37% dan total karotenoid 0 (μg/g).
Hasil analisis kadar air, kadar abu, total karotenoid dari sumping labu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata kadar air, kadar abu, total karotenoid dari sumping labu
Perlakuan Tepung beras dan Labu Kuning |
Kadar Air (%) |
Kadar Abu (%) |
Total Karotenoid (μg/g) |
P1 (25% : 75%) |
57,55 ± 0,22 a |
1,74 ± 0,18 a |
10868,52 ± 105,24 a |
P2 (30% : 70%) |
54,63 ± 0,90 b |
1,70 ± 0,19 b |
9748,65 ± 185,51 b |
P3 (35% : 65%) |
51,09 ± 0,59 c |
1,67 ± 0,14 c |
8606,89 ± 266,33 c |
P4 (40% : 60%) |
50,49 ± 2,41 d |
1,57 ± 0,14 d |
7593,58 ± 380,37 d |
P5 (45% : 55%) |
49,66 ± 0,90 cd |
1,28 ± 0,14 e |
6743,21 ± 143,70 e |
P6 (50% : 50%) |
48,05 ± 1,57 d |
1,16 ± 0,11 e |
5697,98 ± 374,23 f |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan 0,05.
Kadar Air
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air sumping labu. Tabel 3 menunjukkan kadar air tertinggi sumping labu diperoleh dari perlakuan 25% tepung beras dengan 75% labu kuning (P1) yaitu 57,55% sedangkan kadar air terendah sumping labu diperoleh dari perlakuan 50% tepung beras dengan 50% labu kuning (P6) yaitu 48,05%. Semakin banyak konsentrasi penambahan labu kuning menyebabkan kadar air sumping labu meningkat, hal ini dikarenakan oleh tingginya kandungan kadar air labu kuning segar lebih tinggi dibandingkan kadar air tepung beras. Berdasarkan hasil analisis bahan baku kandungan kadar air labu kuning lebih tinggi yaitu sebesar 89,51% dibandingkan dengan tepung beras yaitu sebesar 12,36% (Tabel 2).
Kadar Abu
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu sumping labu. Tabel 3
menunjukkan kadar abu sumping labu tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 1,74%, sedangkan kadar abu terendah sumping labu diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 1,16%. Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral yang terdapat dalam sumping labu.
Kadar abu sumping labu bertambah seiring dengan tingginya penambahan labu kuning. Hal ini dikarenakan labu kuning mengandung mineral lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beras sehingga semakin banyak penambahan labu kuning kadar abu sumping labu tinggi. Berdasarkan hasil analisis bahan baku kadar abu labu kuning yaitu 0,54% lebih besar dari pada kadar abu tepung beras yaitu 0,37% (Tabel 2). Kandungan mineral dalam labu kuning adalah kalsium (45,00 mg/100g), fosfor (64,00mg/100g) dan besi (1,40 mg/100g) (Hendrasty, 2003). Mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Beberapa fungsi mineral dalam tubuh diantaranya kalsium berperan dalam membentuk tulang dan gigi serta mengatur proses biologis, fosfor berperan dalam penyimpanan dan pengeluaran energi
Total Karoten
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total karotenoid sumping labu. Tabel 3 menunjukkan total karotenoid tertinggi sumping labu diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 10868,52 μg/g sedangkan total karotenoid terendah sumping labu diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 5697,98 μg/g.
Evaluasi Sifat Sensoris
Hasil analisis ragam nilai rata-rata penilaian uji hedonik sumping labu dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring
Total karotenoid sumping labu bertambah seiring dengan tingginya konsentrasi penambahan labu kuning. Berdasarkan hasil analisis bahan baku total karotenoid labu kuning yaitu 11804,48 μg/g lebih besar dari pada total karotenoid tepung beras yaitu 0 μg/g (Tabel 2). Beta karoten merupakan sumber terbaik dari salah satu vitamin penting yakni vitamin A yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan mata dan kulit.
terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dapat dilihat pada pada Tabel 5.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan sumping labu | |||||
Perlakuan Tepung Beras Dengan Labu Kuning |
Nilai Rata-Rata Uji Hedonik | ||||
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa |
Penerimaan Keseluruhan | |
25% : 75% (P1) |
5,60 a |
6,00 a |
5,67 a |
5,93 a |
6,20 a |
30% : 70% (P2) |
5,47 a |
5,73 ab |
5,33 a |
5,47 ab |
5,93 a |
35% : 65% (P3) |
4,93 ab |
5,33 ab |
4,87 a |
4,87 bc |
5,13 b |
40% : 60% (P4) |
4,87 ab |
5,00 bc |
3,93 b |
4,27 cd |
4,60 bc |
45% : 55% (P5) |
4,67 ab |
4,33 cd |
3,67 b |
3,80 de |
4,13 c |
50% : 50% (P6) |
4,07 b |
3,53 d |
3,13 b |
3,50 e |
3,53 d |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan 0,05.
Warna
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan warna sumping labu. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai tertinggi tingkat kesukaan panelis terhadap warna sumping labu
diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 5,60 (suka) serta tidak berbeda dengan perlakuan P2, P3 dan P4 sedangkan nilai kesukaaan terendah terhadap warna diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 4,07 (biasa). Perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor warna sumping labu.
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerimaan terhadap warna uji skoring sumping labu tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 4,67 (kuning tua) dan terendah diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 2,27 (putih kekuningan).
Panelis menyukai sumping labu dengan perlakuan P1 yang berwarna kuning hal ini disebabkan warna pada labu kuning sehingga mempengaruhi warna produk akhir makanan (See, et al.,2007). Menurut Winarno (2004)
warna merupakan komponen yang penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang tidak menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya maka bahan tersebut tidak akan dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna karena warna tampil terlebih dahulu.
Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring warna, aroma, tekstur dan rasa sumping labu | ||||
Perlakuan Tepung Beras Dengan Labu Kuning |
Nilai Rata – Rata Uji Skoring | |||
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa | |
25% : 75% (P1) |
4,67 a |
4,53 a |
4,53 a |
4,53 a |
30% : 70% (P2) |
4,00 b |
3,93 b |
3,93 b |
4,00 a |
35% : 65% (P3) |
3,60 b |
3,33 c |
3,60 b |
3,13 b |
40% : 60% (P4) |
3,07 c |
2,87 d |
2,53 c |
2,80 bc |
45% : 55% (P5) |
2,87 c |
2,80 cd |
1,93 d |
2,53 cd |
50% : 50% (P6) |
2,27 d |
2,27 d |
1,27 e |
2,07 d |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan 0,05.
Aroma
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma sumping labu. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai tertinggi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sumping labu diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 6,00 (suka) serta tidak berbeda dengan perlakuan P2 dan P3 sedangkan nilai kesukaaan terendah terhadap aroma diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 3,53 (agak tidak suka) serta tidak
berbeda dengan P5. Perbandingan tepung beras dengan labu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor aroma sumping labu. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerimaan terhadap aroma uji skoring sumping labu tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 4,53 (khas labu kuning), dan terendah diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 2,27 (tidak beraroma labu kuning) tidak berbeda dengan perlakuan P4 dan P5.
Panelis menyukai sumping labu dengan perlakuan P1 yang beraroma khas labu
kuning. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi labu kuning sehingga aroma labu kuning pada sumping labu semakin kuat.
Tekstur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur sumping labu. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap nilai kesukaan tekstur sumping labu berkisar 5,67 (suka) sampai dengan 3,13 (agak suka). Perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor tekstur sumping labu. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai penerimaan terhadap tekstur uji skoring sumping labu tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 4,53 (kenyal) sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 1,27 (agak keras) .
Semakin banyak penambahan labu kuning menyebabkan tekstur sumping labu semakin lembek karena labu kuning memiliki kandungan air yang tinggi. Keberadaan air dalam suatu produk akan mempengaruhi tekstur karena air yang di dalamnya akan mempengaruhi keras dan lunaknya produk (Apriliyani, 2010). Panelis menyukai sumping labu dengan perlakuan P2 yang bertekstur kenyal
Rasa
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras degan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap rasa sumping labu. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai tertinggi tingkat kesukaan panelis terhadap nilai kesukaan rasa sumping labu diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 5,93 (suka) serta tidak berbeda dengan perlakuan P2 sedangkan nilai kesukaaan terendah diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 3,50 (agak tidak suka) serta tidak bebeda dengan perlakuan P5 . Perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor rasa sumping labu. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerimaan terhadap rasa uji skoring sumping tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 yaitu 4,53 (khas labu kuning) serta tidak berbeda dengan P2, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan P6 yaitu 2,07 (tidak khas labu kuning) serta tidak berbeda dengan perlakuan P5.
Hal ini disebabkan karena banyak penambahan labu kuning sehingga rasa sumping labu yang dihasilkan rasa khas labu kuning kuat. Menurut Khasanah (2003) menyatakan bahwa rasa adalah faktor yang dinilai panelis setelah tekstur, warna dan aroma yang dapat yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Rasa yang enak dapat menarik perhatian sehingga konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari rasanya.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan sumping
labu. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan sumping labu berkisar antara 6,20 ( suka) sampai 3,53 (agak tidak suka). Nilai rata-rata tertinggi terhadap penerimaan keseeluruhan diperoleh pada perlakuan P1 yaitu 6,20 sedangkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan P6 yaitu 3,53. Penilaian penerimaan keseluruhan panelis dipengaruh oleh beberapa faktor seperti warna, tekstur, aroma dan rasa pada sumping labu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
-
1. Perbandingan tepung beras dengan labu kuning berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, total karotenoid, evaluasi sensoris (uji hedonik dan uji skoring) sumping labu.
-
2. Perbandingan 25% tepung beras : 75% labu kuning mampu menghasilkan sumping labu dengan karakteristik terbaik dengan kadar air 57,55%, kadar abu 1,74%, total karotenoid 10868,52 μg/g, warna kuning dan suka, aroma khas labu kuning dan agak suka, tekstur kenyal dan suka, rasa khas labu kuning dan suka serta penerimaan keseluruhan suka.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk :
-
1. Sumping labu dapat di olah dengan perbandingan 25% tepung beras : 75%
labu dalam proses pembuatan sumping labu.
-
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang umur simpan sumping labu dari hasil penambahan labu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2012. Sumping Waluh. http://kuenusantara.blogspot.com/20 12/09/ sumping-waluh.html. Diakses Pada Tanggal 2 Januari 2017.
Anonimus. 2016. Sumping Waluh. http://amynaraya.Wordpress.com/20 16/03/04/sumping-waluh.html.
Diakses Pada Tanggal 4 Maret 2016.
Gomes, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta.
Hendrasty, H.K. 2003. Tepung Labu Kuning: Pembuatandan Pemanfaatannya.
Karnisius, Yogyakarta
Haryadi., 2006. Teknologi Pengolahan Beras.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisiko-Kimia dan Organoleptik Produk Tortila Chip. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor
See, E. F., W. Nadiah., and A. Noor. 2007. Physico-Chemical and Organoleptic Evaluations of Wheat Bread Substituted with Different Percentage of Pumpkin Flour (Cucurbita moschata). ASEAN Food Journal, Vol. 14( 2) : 123-130.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Jakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
19
Discussion and feedback