Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Vol. 8, No. 4, 419-429, Desember 2019

ISSN : 2527-8010 (ejournal)

PENGARUH PERBANDINGAN TEH HITAM (Camellia sinensis) DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum) TERHADAP KARAKTERISTIK TEH CELUP

The Effect of Comparison Black Tea (Camellia sinensis) and Red Ginger (Zingiber officinale var. Rubrum) on the Characteristics of Teabag

Komang Ayu Melinda Savitri1), I Wayan Rai Widarta2), Anak Agung Gede Ngurah Anom Jambe2)

1Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of the comparison of black tea and red ginger to the characteristics of teabags and know the comparison of black tea and red ginger to get the best characteristics of tea bags. The experimental design used was Completely Randomized Design with comparison treatment of black tea and red ginger which consist by 6 levels : 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% and 50%:50%. The treatment was repeated 3 times to obtain 18 units of experiment.. The data obtained were analyzed by variance and if the treatment had significant effect followed by Duncan test. The result showed that tea bags with comaparions of 80% black tea powder and 20% red ginger powder is the best treatments with a water content of 7,78%, extract content of 27,13%, total phenol 247,10 mgGAE/g extract, flavonoids 401,72 mgQE/g extract, antioxidant activity 74,68%, color was liked, distinctive aroma of ginger and rather liked, distinctive taste of ginger and rather liked, overall acceptance was rather like.

Keywords : black tea, red ginger, teabag

PENDAHULUAN

Teh merupakan minuman yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camelia sinensis. Indonesia merupakan salah satu negara selain sebagai produsen juga merupakan negara eksportir teh pada urutan kelima didunia. Teh yang berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman tahunan yang terdiri dari banyak jenis dan tersebar di berbagai negara. Komoditas teh mempunyai peranan yang sangat strategis terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 komoditas teh mampu menghasilkan devisa sebesar US$ 156,74 juta (Anon., 2014).

Terdapat empat jenis teh berdasarkan pengolahannya yaitu teh hitam, teh hijau, teh putih dan teh oolong (Rohdiana, 2015). Produksi

teh hitam di Indonesia cukup banyak hal ini terbukti dari statistika ekspor teh, sekitar 80% dalam bentuk teh hitam (Anon., 2017). Teh hitam merupakan teh yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena ketersediaanya yang melimpah dan mudah dalam pengolahan. Pembuatan teh hitam yang mengalami proses oksidasi enzimatis, membuat senyawa katekin pada teh dikatalisa oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan theaflavin dan thearubigin (Rohdian, 2015). Senyawa katekin pada teh dapat mempengaruhi rasa pahit pada teh, sehingga teh hitam yang melalui proses oksidasi enzimatis akan menghasilkan aroma paling kuat dengan rasa lebih ringan (tidak terlalu pahit) (Tsai et al., 2006). Berdasarkan hal tersebut berbagai variasi teh hitam mulai diproduksi dengan berbagai

*Korespondensi Penulis:

E-mail: melindasavitri05@gmail.com 1)


bahan seperti buah, bunga maupun rempah-rempah. Produk yang dihasilkan akan menghasilkan aroma dan rasa yang khas pada teh contohnya teh melati, teh bunga mawar, teh apel, teh mangga dan bahan lainnya. Pemanfaatan teh hitam yang divariasikan dengan rempah-rempah masih jarang dijumpai. Salah satu rempah-rempah yang dapat digunakan adalah jahe merah.

Jahe merah merupakan salah satu tanaman rempah yang tumbuh baik dan tersebar di Indonesia, selain itu jahe merah memiliki banyak manfaat dan mudah ditemukan namun pemanfaatannya belum maksimal. Jahe merah di masyarakat sering dimanfaatkan sebagai obat-obatan seperti obat masuk angin, gangguan pencernaan, antipiretik, anti-inflamasi, dan analgesik (Arobi, 2010). Menurut Purnomo et al., (2010), jahe mengandung senyawa yang bersifat antioksidan. Fathona (2011) melaporkan bahwa kandungan 6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol dan 6-shogaol dalam jahe merah lebih tinggi dibandingkan dengan jahe gajah yaitu sebesar 18,03 ; 4,09 ; 4,61 dan 1,36 mg/g. Gingerol dan shogaol mampu bertindak sebagai antioksidan primer terhadap radikal lipida dan juga menyebabkan rasa pedas. Selain itu juga jahe merah mengandung senyawa zingiberen dan zingiberol yang menyebabkan aroma harum, sehingga penambahan jahe merah diharapkan mampu menghasilkan teh jahe merah yang khas sebagai varian baru dari produksi teh hitam.

Penelitian mengenai penambahan jahe pada minuman telah dilakukan. Menurut penelitian Sukarminah dan Listanti (2003) dalam pengaruh rasio seduhan teh hitam dengan ekstrak jahe putih

terhadap karakteristik sirup teh didapatkan bahwa perbandingan seduhan teh hitam dan ekstrak jahe putih dengan perbandingan 30 : 70 memberikan hasil yang paling baik ditinjau dari warna, aroma sirup dan rasa seduhan. Produk teh yang praktis sangat disukai oleh masyarakat salah satunya pada penyeduhan teh. Penyeduhan teh yang efesien dan mudah dilakukan dapat memberikan peluang usaha bagi produsen sehingga tercipta teh celup. Teh celup merupakan bubuk teh yang dikemas ke dalam kantong dengan tali atau tanpa tali maupun perekat untuk dicelup, dimana proses penyeduhan yang mudah dan tanpa penyaringan (Anon., 2014).

Jahe merah memiliki rasa pedas yang tinggi hal ini disebabkan karena kandungan oleoresinnya tinggi sehingga akan memberikan flavor tersendiri. Penambahan jahe merah yang terlalu banyak akan menyebabkan rasa dan aroma pedas yang tajam sedangkan penambahan jahe merah yang sedikit akan menunjukkan sedikit perubahan dalam rasa dan aroma. Pembuatan teh celup dengan perbandingan teh hitam dan jahe merah belum dilakukan. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh perbandingan teh hitam dan jahe merah serta mengetahui perbandingan teh hitam dan jahe merah yang tepat untuk menghasilkan teh celup dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Pengolahan teh hitam dilaksanakan di PT. Bali Cahaya Amerta yang berlokasi di Jln. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra No.8, Desa Lebih,

Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Proses analisis dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan serta Laboratorium Pengolahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Kampus Sudirman. Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun teh varietas assamica yaitu petikan medium dengan pucuk dan 3 daun muda (p+3m) yang diperoleh dari PT. Bali Cahaya Amerta serta jahe merah yang diperoleh dari Pasar Badung. Bahan kimia yang digunakan antara lain : aquades, methanol PA (Merck), etanol 96%, Folin-Ciocalteau (Merck), DPPH (Diphenylpicryl-hydrazyl) (Sigma), standar asam galat (Merck), Na2CO3 (Merck), AlCl3 (Merck), NaNO2 (Merck), NaOH 1 M (Merck), kuersetin (Sigma), air es.

Alat yang digunakan adalah oven (Blue M), withering through, open top roller, loyang, nampan, pisau, aluminium foil, pinset, ayakan 40 mesh, rotary vakum evaporator (Ika Labortechnik), timbangan analitik (Shimadzu), sendok, blender (Philips), gelas untuk sensoris, tea bag kosong, water bath (Memmert), ultrasonic bath (Branson 2200), gelas ukur (Pyrex), botol gelap, vortex, tabung reaksi (Pyrex), spektrofotometer (Genesys 10s Uv-Vis), erlenmayer (Pyrex), kertas saring, cawan, desikator, alat penangas air, labu ukur (Pyrex), kertas whatman no.1.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah terdiri dari 6 taraf (%), yaitu :

P0 = 100 : 0

P1 = 90 :10

P2 = 80 :20

P3 = 70 :30

P4 = 60 :40

P5 = 50 :50

Masing–masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Pelaksanaan Penelitian

  • 1.    Proses pembuatan bubuk teh hitam.

Proses pembuatan teh hitam menggunakan metode ortodoks (Kunarto, 2005). Daun teh yang digunakan yaitu petikan medium dengan pucuk dan 3 daun muda (p+3m). Daun teh yang sudah dipetik dilakukan sortasi, kemudian dilakukan pelayuan selama 16 jam menggunakan mesin Withering Through (WT). Daun teh yang dihamparkan ke palung akan dihembuskan udara secara berselang-seling. Jika daun teh basah akan dialirkan udara panas 32°C dan setelah air dipermukaan menguap suhu udara diturunkan menjadi 27°C. Jika pucuk tidak basah akan dialiri udara dengan suhu 27°C. Pembalikan dilakukan setiap 3 jam. Derajat layu teh adalah ±44-46%. Pelayuan berakhir hingga kadar air pada daun berkisar 55%. Setelah puncuk layu dilanjutkan

dengan penggulungan selama 45 menit dengan mesin Open Top Roller (OTR). Daun teh yang sudah digulung selanjutnya dilakukan fermentasi oksidasi enzimatis selama 2 jam dengan suhu udara ruangan 22°C dimana tebal hamparan sekitar 5-7cm, dilanjutkan dengan pengeringan selama 90 menit dengan oven pada suhu 120C. Teh hitam kering selanjutnya dihancurkan menggunakan blender dan dilakukan pengayakan dengan ayakan 40 mesh.

  • 2.    Proses pembuatan bubuk jahe merah.

Proses pembuatan bubuk jahe merah menggunakan metode yang dilakukan oleh Almasyuri et al., (2012). Jahe merah segar disortasi dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian dilakukan pengupasan dan blansing selama 3 menit. Jahe merah diiris tipis dengan ketebalan ± 3 mm kemudian dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 50C selama 15 jam. Jahe merah yang sudah kering selanjutnya dihancurkan dengan blender kemudian diayak dengan ayakan 40 mesh.

  • 3.    Proses pembuatan teh celup.

Pembuatan teh celup mengikuti prosedur yang dilakukan di PT. Bali Cahaya Amerta. Bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah ditimbang dan dilakukan pencampuran sesuai perlakuan, kemudian dilakukan pengemasan dengan tea bag berukuran 5,5 x 7 cm sesuai perlakuan dengan berat masing-masing tea bag 2 g.

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997), Kadar Sari (SNI 3753 : 2014), total fenol dengan spektrofotometer (Garcia et al., 2007), total flavonoid menggunakan spektrofotometer (Xu dan Chang, 2007), aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Khan et al., 2012) dan karakteristik sensoris (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rata-rata kadar air, kadar sari, total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan dari bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar sari, total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan dari teh celup

Perlakuan teh hitam : jahe merah

Kadar Air (%)

Kadar Sari (%)

Total Fenol (mgGAE/g)

Flavonoid (mgQE/g)

Aktivitas

Antioksidan (%)

P0 (100:0)

7,27± 0,19 d

28,67±0,54 a

297,12±4,39 a

541,81±23,80 a

84,85±0,57 a

P1 (90:10)

7,74±0,12 c

27,28±0,91 b

271,86±7,83 b

480,35±27,58 b

78,45±0,66 b

P2 (80:20)

7,78±0,23 c

27,13±0,69 b

247,10±4,34 c

401,72±10,45 c

74,68±0,82 c

P3 (70:30)

8,25±0,05 b

26,61±0,58 b

208,88±5,58 d

292,66±13,21 d

67,30±0,71 d

P4 (60:40)

8,27±0,17 b

26,57±0,14 b

187,72±9,34 e

233,17±15,90 e

65,49±0,77 e

P5 (50:50)

8,75±0,07 a

26,17±0,93 b

176,14±3,58 f

169,50±9,31 f

58,74±0,61 f

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar air teh celup. Kadar air teh celup berkisar antara 7,27% sampai dengan 8,75%. Kadar air tertinggi pada teh celup diperoleh pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk

jahe merah) yaitu 8,75% dan kadar air terendah pada P0 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah). Tabel 1 menunjukkan semakin meningkat perbandingan bubuk jahe merah pada teh celup maka menghasilkan kadar air yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan kadar air pada bubuk jahe merah lebih besar yaitu 10,36% (hasil penelitian pendahuluan) dibandingkan dengan kadar air bubuk teh hitam yaitu sebesar 7,27%, sehingga penambahan jahe merah yang meningkat pada setiap perlakuan akan meningkatkan kadar air teh celup. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu teh kering karena pada produk teh kering akan mempengaruhi umur simpan bahan. Apabila kandungan kadar air dalam teh kering cukup banyak maka akan menyebabkan teh menjadi lembab dan mudah rusak (Herawati dan Agus, 2007). Kadar air maksimal yang sesuai berdasarkan standar mutu teh celup adalah 10% b/b (Anon., 2014). Hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan standar mutu teh celup berdasarkan Standar Nasional Indonesia.

Kadar Sari

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan bubuk teh hitam dan jahe merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar sari teh celup. Tabel 1 menunjukkan rata-rata kadar sari berkisar 26,17% sampai dengan 28,67%. Kadar sari tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dan kadar sari terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah). Kadar sari merupakan jumlah senyawa simplisia yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Semakin meningkat perbandingan bubuk jahe

merah, maka kadar sari semakin menurun, hal ini dapat disebabkan oleh kandungan senyawa jahe merah. Senyawa yang terkandung pada jahe merah terdiri dari minyak atsiri dan oleoresin salah satunya gingerol. Senyawa gingerol tidak dapat larut dalam pelarut air melainkan larut dalam pelarut organik (Widayat et al., 2017), sedangkan pada teh terkandung senyawa tanin. Salah satu senyawa penyusun tanin adalah katekin. Katekin yang terdapat di dalam teh antara lain epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC) dan epigallocatechin gallate (EGCG). Menurut Voight (1994) senyawa golongan tanin mudah larut dalam pelarut air, sehingga semakin meningkat penambahan bubuk jahe merah, maka jumlah kadar sari yang larut semakin menurun. Berdasarkan SNI (3753 : 2014) kadar sari minimal teh celup 32%. Kadar sari teh celup jahe merah yang dihasilkan belum memenuhi standar SNI teh hitam celup.

Total Fenol

Hasil sidik ragam diketahui bahwa perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenol. Total fenol pada perlakuan berkisar 176,14 mgGAE/g sampai dengan 297,12 mgGAE/g. Total fenol tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dan terendah terdapat pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah). Semakin banyak perbandingan bubuk jahe merah maka total fenol semakin turun, hal ini disebakan karena fenol pada jahe merah lebih rendah dibandingkan dengan teh hitam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Almasyuri et al., (2012) yang melaporkan bahwa total fenol pada jahe merah berkisar antara 68,22 mgGAE/g sampai dengan 95,99 mgGAE/g, sedangkan pada teh hitam total fenol sebesar 297,12 mgGAE/g.

Komponen utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang dikenal sebagai gingerol. Menurut Ho (1992) pemanasan mendekati 60°C akan menurunkan beberapa kandungan senyawa fenol. Senyawa fenol pada jahe berfungsi sebagai antioksidan.

Total Flavonoid

Hasil sidik ragam diketahui bahwa perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total flavonoid. Total flavonoid pada perlakuan berkisar 169,50 mgQE/g sampai dengan 541,81 mgQE/g. Total flavonoid terbesar terdapat pada perlakuan P0 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dan terendah pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah), ini menunjukkan semakin tinggi perbandingan bubuk jahe merah maka total flavonoid semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kandungan flavonoid pada bubuk jahe merah lebih rendah dibandingkan dengan bubuk teh hitam. Penelitian yang dilakukan Ghasemzadeh et al., (2016) melaporkan bahwa total flavonoid jahe merah berkisar antara 3,65 mgQE/g sampai dengan 8,27 mgQE/g, sedangkan pada teh hitam sebesar 541,81 mgQE/g.

Flavonoid terdapat pada tumbuhan, dimana merupakan senyawa fenol yang memiliki sistem aromatik yang terkonjugasi. Proses pemanasan dapat mengakibatkan penurunan total flavonoid

pada bahan, dikarenakan sistem aromatik terkonjugasi mudah rusak pada suhu tinggi (Sa’adah et al., 2017). Selain itu, beberapa golongan flavonoid juga memiliki ikatan glikosida dengan molekul gula.

Aktivitas Antioksidan

Hasil sidik ragam diketahui bahwa perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan teh celup. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan teh celup berkisar 58,74% sampai dengan 84,85%. Aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah). Aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh sejumlah senyawa fenol dan flavonoid yang terkandung pada bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah. Semakin tinggi kandungan total fenol dan total flavonoid maka semakin tinggi aktivitas antioksidan. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa semakin tinggi total fenol dan total flavonoid maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidan. Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi orto dan para terhadap OH dan –OR (Marjoni et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Rafi et al., (2012) melaporkan bahwa adanya kolerasi positif total fenol dan dan total flavonoid dengan aktivitas antioksidan pada enam tumbuhan obat.

Evaluasi Sifat Sensoris

Evaluasi sensoris teh celup dilakukan dengan uji hedonik dan skoring. Uji hedonik dilakukan terhadap warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring dilakukan terhadap

aroma dan rasa. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan teh celup dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan rasa teh celup dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan teh celup.

Perlakuan             Warna           Aroma           Rasa

teh hitam : jahe merah

Penerimaan Keseluruhan

P0 (100:0)        4,70±0,47 a         3,55±1,14 c       3,40±1,35ab

P1 (90:10)        4,50±0,68 ab        3,75±1,11 bc      4,00±0,97 a

P2 (80:20)        4,60±0,59 a         3,95±0,68 abc     3,85±0,81ab

P3 (70:30)        4,05±0,82 bc        4,20±0,76 ab      3,55±0,82ab

P4 (60:40)        3,80±0,95 c         4,35±0,81 ab      3,20±1,15 b

P5 (50:50)        3,85±0,81 c         4,45±0,99 a       3,15±1,22 b

3,75±0,78 a

3,90±0,91 a

3,80±0,83 a

3,75±0,96 a

3,65±1,38 a

3,60±1,39 a


Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda (P<0,05).

Kriteria hedonik : 1 (tidak suka); 2 (suka); 3 (biasa); 4 (agak suka); 5 (suka).

Tabel 3. Nilai rata-rata uji skoring terhadap aroma dan rasa teh celup.


Perlakuan                        Aroma

teh hitam : jahe merah

Rasa

P0 (100:0)                        1,75±1,02 e

P1 (90:10)                       2,45±0,60 d

P2 (80:20)                        3,25±0,71 c

P3 (70:30)                       4,05±0,39 b

P4 (60:40)                       4,20±0,52 b

P5 (50:50)                        4,70±0,47 a

1,45±0,68 e

2,60±0,94 d

3,45±0,88 c

4,00±0,79 b

4,15±0,81 b

4,75±0,55 a


Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria skoring aroma dan rasa : 1 (sangat khas teh); 2 (khas teh); 3 (campuran teh jahe); 4. (khas jahe); 5 (sangat khas jahe).

Warna                                            dengan perlakuan P1 dan P2 sedangkan nilai

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa       terendah diperoleh pada perlakuan P4 (60%

perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe       bubuk teh hitam : 40% bubuk jahe merah) yaitu

merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01)       dengan kriteria agak suka dan berbeda tidak nyata

terhadap warna seduhan teh celup dengan uji       dengan perlakuan P3 dan P5. Menurut Winarno

hedonik. Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata       (2004) warna merupakan komponen penting

sensoris oleh panelis berkisar antara 3,85 (agak       dalam menentukan penerimaan suatu produk oleh

suka) sampai dengan 4,70 (suka). Nilai rata-rata       konsumen karena tampilan visual pertama selain

kesukaan panelis terhadap warna teh celup        beberapa faktor antara lain cita rasa, aroma dan

tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100%       nilai gizinya.

bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) yaitu dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata


Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan teh hitam dan jahe merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma seduhan teh celup dengan uji hedonik. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap aroma teh celup diperoleh pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah) dengan kriteria agak suka sedangkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan P0 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dengan kriteria agak suka. Meilgaard et al (2000) menyatakan bahwa aroma makanan timbul karena adanya komponen senyawa volatile yang mudah menguap namun komponen volatile akan hilang selama proses pemanasan. Aroma khas yang ditimbulkan merupakan hasil perpaduan dari perbandingan teh hitam dan jahe merah. Perbandingan jahe yang semakin meningkat membuat aroma teh semakin kuat yang menyebabkan adanya peningkatan kesukaan panelis terhadap teh.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan teh hitam dan jahe merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma seduhan teh celup dengan uji skoring. Nilai rata-rata skor tertinggi terhadap aroma teh celup diperoleh pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam dan 50% bubuk jahe merah) dengan kriteria sangat khas jahe dan nilai rata-rata terendah pada perlakuan P0 (100% bubuk teh hitam) dengan kriteria khas teh. Semakin meningkat perbandingan teh hitam dan jahe merah aroma teh cenderung khas jahe, hal ini disebabkan oleh

senyawa zingiberen dan zingiberol yang terkandung pada jahe (Herlina et al., 2002).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan teh hitam dan jahe merah berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rasa seduhan teh celup dengan uji hedonik. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa teh celup diperoleh pada perlakuan P1 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dengan kriteria agak suka sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah) dengan kriteria biasa dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P4. Rasa khas jahe yang terdapat pada teh cenderung menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap teh. Rasa merupakan aspek penting dalam penilaian dalam suatu produk. Penilain rasa dilakukan oleh indera pengecap manusia ketika makanan atau minuman dikonsumsi (Meilgaard et al., 2000).

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan teh hitam dan jahe merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa seduhan teh celup dengan uji skoring. Nilai rata-rata skor tertinggi terhadap rasa teh celup diperoleh pada perlakuan P5 (50% bubuk teh hitam : 50% bubuk jahe merah) dengan kriteria sangat khas jahe sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan P1 (100% bubuk teh hitam : 0% bubuk jahe merah) dengan kriteria sangat khas teh. Perbandingan bubuk teh hitam dan bubuk jahe merah yang semakin meningkat menyebabkan rasa khas jahe pada teh celup. Rasa khas jahe yang timbul disebabkan karena senyawa

gingerol dan shogaol pada jahe merah (Ravindran dan Babu, 2005).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan teh hitam dan jahe merah berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penerimaan keseluruhan seduhan teh celup dengan uji hedonik. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan teh celup berkisar antara 3,60 sampai dengan 3,90 dengan kriteria agak suka. Penerimaan keseluruhan teh celup dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma dan rasa.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • 1.    Perbandingan teh hitam dan jahe merah berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, total fenol, flavonoid, aktivitas antioksidan, warna (hedonik), aroma (skoring), rasa (skoring), berpengaruh nyata terhadap kadar sari dan aroma (hedonik) serta berpengaruh tidak nyata terhadap rasa (hedonik) dan penerimaan keseluruhan (hedonik).

  • 2.    Perbandingan 80% bubuk teh hitam dan 20% bubuk jahe merah menghasilkan teh celup dengan karakteristik  terbaik berdasarkan

karakteristik sensoris dengan kadar air 7,78%, kadar  sari 27,13%,  total fenol 247,10

mgGAE/g ekstrak, flavonoid 401,72 mgQE/g ekstrak, aktivitas antioksidan 74,68%, warna disukai, aroma khas jahe dan agak disukai, rasa

khas jahe dan agak disukai, penerimaan keseluruhan dan agak disukai.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai suhu dan lama pengeringan jahe merah dalam pembuatan bubuk jahe merah pada produk teh celup sehingga akan mendapatkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Almasyuri, S. Wardantu dan L. Nuraeni. 2012. Perbedaan cara pengirisan dan pengeringan terhadap kandungan minyak atsiri dalam jahe merah. Buletin Penelitian Kesehatan 40(3) : 123-129.

Anonimus. 2014. Peraturan Menteri Pertanian No. 50 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Budidaya Teh Yang Baik. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Anonimus. 2014. SNI 3753:2014. Teh Hitam Celup. Badan Standar Nasional, Jakarta.

Anonimus. 2016. SOP : Teh Hitam PT. Bali Cahaya Amerta. Bali Cahaya Amerta, Bali.

Anonimus. 2017. Statistik Teh Indonesia 2017. Direktorat      Statistik      Tanaman

Perkebunan, Jakarta.

Arobi, I. 2010. Pengaruh Ekstrak Jahe Merah (Zinger  offcinale Rosc) Terhadap

Perubahan Pelebaran Alveolus Paru-paru Tikus (Ratus norvegicus) yang Terpapar Allethrin. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Sains dan Teknologi UII, Malang.

Fathona, D. 2011. Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan Penerimaan Panelis terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale var. Roscoe), Jahe Emprit   (Zingiber

officinale var. Amarum) dan Jahe Merah (Zingiber  officinale var. Rubrum).

Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor

Garcia, C.A., G. Gavino, M.B. Mosqueda, P. Hevia dan V.C. Gavino. 2007.

Correlation of tocopherol, tokotrienol, γ-oryzanol and total polyphenol content in rice bran with different antioxidant capacity assays. Food Chemistry. 102: 1228-1232.

Ghasemzadeh, A., H.Z.E. Jaafar dan A. Rahmat. 2016. Variation of the Phytochemical Constituents and Antioxidant Activities of Zingiber officinale var. rubrum Theilade Associated with Different Drying Methods and Polyphenol Oxidase Activity. Molecules 21(780) : 1-12.

Herawati, H dan N. Agus. 2007. Peningkatan Nilai Tambah Produk The Hijau Rakyat di Kecamatan Cikalong Wetan-Kabupaten Bandung. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 10 (3) : 241-249.

Ho, C.T. 1992. Phenolic Compound In Food. In : Ho CT, Lee CY, Huang MT (eds). Phenolic Compounds In Food and Their Effects on Health I. American Chemival Society. Washington. DC.

Khan, R.A., M.R. Khan, S. Sahreen dan M. Ahmed. 2012. Evaluation of phenolic contents and antioxidant activity of various solvent extracts of Sonchus asper (L.) Hill. Chemistry Central Journal 6 : 1-7.

Kunarto, B. 2005. Teknologi Pengolahan Teh Hitam Sistem Orthodox. Semarang University Press, Semarang.

Marjoni, M.R., Afrinaldi dan A. D. Novita. 2015. Kandungan Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Daun Kersen (Muntingia   calabura L.). Jurnal

Kedokteran Yasri 23 (3) : 187-196.

Meilgaard, M., G. V. Civille dan B. T. Carr. 2000. Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton. CRC Press. Florida.

Purnomo, H., F. Jaya dan S.B. Widjanarko. 2010. The effects of type and time of thermal processing on ginger   (Zingiber

offinacinale     Roscoe)     rhizome

antioxidant coumpounds and its quality. International Food Research Journal. 17: 335-347.

Rafi, M., N. Widyastuti, E. Suradikusumah, L.K. Darusman. 2012. Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenol dan Flavonoid Total dari Enam Tumbuhan Obat di Indonesia.

Jurnal Bahan Alami Indonesia 8(3) : 159 – 165.

Ravindran, P.N. dan K.N. Babu. 2005. Ginger : Teh Genus Zingeber. CRC Press, United State of America.

Rohdiana, D. 2015. Teh : proses, karakteristik, dan     komponen     fungsionalnya.

Foodreview Indonesia 10 (8) : 34-37.

Sa’adah, H. Nurhasnawati, V. Permatasari. 2017. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifola (L.)Merr)       dengan       Metode

Spektrofotometri. Jurnal Borneo Journal of Pharmascientech 1 (1) : 1 – 9

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sukarminah, E dan L. Listanti. 2003. Pengaruh imbangan seduhan teh dengan ekstrak jahe terhadap karakteristik sirup teh jahe. Jurnal Bionatural 5(3) : 170-181.

Tsai, P.J., T.H. Ysai, C.H. Yu, S.C. Ho. 2006. Comparison of NO-Scavenging and NOSuppressing Activities of Different Herbal Teas With Those of Green Tea. Fodd Chemistry 103 (1) : 181 – 187.

Voight, R.. 1994. Buku Pengantar Teknologi

Farmasi. Penerjemah N. Soedani. Universitas Gadjah Mada Pr ess, Yogyakarta.

Widayat, B. Cahyono, H. Satriadi dan S. Munfarida. 2017. Antioxidant activity and total phenolic content in Red Ginger (Zingiber officinale) based drinks. Series

: Earth and Environmental Science 102 (2018) 012-025.

Winarno, F. G. 2004. Hasil-hasil Simposium Penganekaragaman Pangan. Prakarsa Swasta dan Pemda. Jakarta.

Xu dan S.K. Chang, 2007. Comparative analyses of phenolic composition, antioxidant capacity,  and color of cool  season

legumes  and other selected food

legumes. Journal of Food Science 72 (2) : 167.

429