Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Vol. 8, No. 3, 330-340, September 2019

ISSN : 2527-8010 (ejournal)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE ULTRASONIC ASSISTED EXTRACTION (UAE)

The Effect of Time and Temperature Extraction on Antioxidant Activity of Starfruit Wuluh Leaf (Averrhoa bilimbi L.) using Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) Method

Meysi Andriani1), I Dewa Gde Mayun Permana2), I Wayan Rai Widarta2)

1)Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2)Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

ABSTRACT

This research was conducted to determine the effect of temperature and time of extraction wuluh starfruit leaves on antioxidant activity using the ultrasonic assisted extraction method and to get the right temperature and time to produce extracts of wuluh starfruit leaf extract had highest antioxidant activity. Experiment used in this study is a Completely Randomized Design of factorial pattern with two factors, namely temperature and time. The first factor is the extraction temperature consisting of 3 levels, namely 30°C, 40°C, and 50°C. The second factor is the extraction time consisting of 3 levels, namely 10 minutes, 20 minutes, and 30 minutes. The research was repeated twice for obtaining 18 experimental units. The parameters observed in this study included yield, total phenol, total flavonoids, total tannin and antioxidant activity. The data obtained were analyzed by variance and if the treatment had significant effect followed by Duncan test. The results showed that the treatment of temperature and extraction time had a significant effect (P<0.05) on total phenol, total flavonoids, total tannin and antioxidant activity, but no significant effect (P>0.05) on yield. The best results showed a temperature of 40°C with a time of 20 minutes having the highest antioxidant activity based on the percentage of free radical inhibition of 89.66% with an IC50 value of 25.74 mg/L, a yield of 15.49%, a total phenol of 437.79 mgGAE/g extract, total flavonoids was 393.00 mgQE/g extract, and total tannins was 402.27 mgTAE/g.

Keywords : wuluh starfruit leaves, temperature, time, ultrasonics, antioxidant,

PENDAHULUAN

Tanaman belimbing wuluh merupakan tanaman yang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman pagar. Tanaman belimbing wuluh juga memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan manusia. Salah satu bagian tanaman belimbing wuluh yang dapat dimanfatkan untuk kesehatan adalah bagian daun. Daun belimbing wuluh banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional, diantaranya bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit hipertensi, stroke, batuk, dan rematik (Pendit et al., 2016).

Daun belimbing wuluh diketahui memiliki kandungan antioksidan tinggi. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat melindungi tubuh dari kerusakan-kerusakan sel akibat radikal bebas. Daun belimbing wuluh memiliki kandungan senyawa bioaktif yaitu tanin, sulfur, fenol, dan flavonoid (Wijayakusuma, 2006). Daun belimbing wuluh yang muda memiliki kadar tanin yang tinggi sebesar 10,92%, kadar ini lebih tinggi dibandingkan dengan daun teh hijau sebesar 1,44% dan daun jeruk purut sebesar 1,8% (Hayati et al., 2010). Berdasarkan penelitian

*Korespondensi Penulis:

E-mail: [email protected]1)


Yulianingtyas et al., (2016) menyatakan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh yang diperoleh secara maserasi dengan perlakuan terbaik yaitu volume pelarut 250 ml dan waktu maserasi selama 48 jam menggunakan pelarut etanol 96% menghasilkan kadar flavonoid sebesar 72,31 mg.

Senyawa bioaktif yang terkandung dalam belimbing wuluh dapat diperoleh dengan metode ekstraksi. Menurut Agoes (2007) ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa bioaktif yang terkandung di dalam suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah dengan menggunakan pelarut. Metode ekstraksi yang biasanya digunakan yaitu maserasi, perkolasi, soxhletasi dan ultrasonik. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode ekstraksi antara lain sifat bahan, jenis pelarut dan tujuan penggunaan ekstraksi.

Penelitian ini menggunakan metode dengan bantuan gelombang ultrasonik. Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi >16 kHz. Metode ekstraksi ultrasonik memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Kelebihan dari metode ini yaitu pelarut yang digunakan lebih sedikit dan hasil ekstrak yang diperoleh lebih pekat dan zat aktif yang didapat lebih banyak. Selain itu, metode ultrasonik lebih aman, dan lebih cepat proses ekstraksinya. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan (kavitasi) dalam fase cair dibawah titik didihnya dan meningkatkan kerusakan pada sel (List dan Schmidt, 1989).

Faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi diantaranya yaitu suhu dan waktu. Menurut Ibrahim et al., (2015) suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi yang terlalu lama serta melebihi batas optimum akan menyebabkan senyawa bioaktif pada larutan mengalami perubahan struktur karena terjadi proses

oksidasi, sehingga ekstak yang diperoleh rendah. Oksidasi dapat dipengaruhi oleh suhu, hal ini terjadi karena suhu yang tidak sesuai dengan sifat senyawa akan menyebabkan perubahan struktur kimia dari suatu senyawa tersebut. Penelitian suhu dan waktu ekstraksi telah dilakukan oleh Yuliantari, (2017) tentang pengaruh suhu dan waktu ekstraksi daun sirsak menggunakan ultrasonik, menyatakan bahwa pada suhu 45oC dengan waktu 20 menit merupakan suhu dan waktu yang optimum. Penelitian lama ekstraksi juga telah dilakukan oleh Handayani dan Sriherfyna (2016) terhadap ekstraksi daun sirsak dengan pelarut etanol 96% metode ultrasonik, menyatakan bahwa waktu yang optimum yaitu 20 menit. Hal tersebut menyatakan bahwa bahan yang berbeda memerlukan waktu dan suhu ekstraksi yang berbeda.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu dan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh menggunakan metode ultrasonik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, dan Laboratorium Biosains, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang diambil 3 daun teratas dari pucuk yang diperoleh dari Bukit Jimbaran. Bahan kimia yang dipergunakan terdiri dari aquades, etanol PA (Merck), reagen Folin-Ciocalteau

(Merck), reagen folin denis (Merk), Na2CO3 (Merck), NaNO2 5% (Merck), AlCl3 10% (Merck), NaOH 1% (Merck), air es, asam galat (Sigma), asam tanat (Sigma), kuersetin (Sigma), dan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) (Sigma).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari botol sampel, aluminium foil, kertas saring Whatman No. 1, rotary vaccum evaporator (IKA Laborthechnik), pipet volume (pyrex), timbangan analitik (sartorius), spektrovftometer UV-VIS (Biochrom Libra), kuvet, pipet tetes, beaker glass (pyrex), vortex, gelas ukur (pyrex), erlenmeyer (pyrex), labu ukur (pyrex), spatula, corong kaca, ultrasonic bath (Branson 2002), cawan porselen, blender (Philips), oven (Labo DO 225), loyang, water bath, tabung reaksi (pyrex), ayakan 60 mesh (Retsch), dan kertas label.

Pelaksanaan Penelitian

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan perlakuan suhu dan waktu. Faktor pertama yaitu suhu ekstraksi (S) terdiri dari 3 taraf yaitu: S1 : suhu ekstraksi 30oC, S2 : suhu ekstraksi 40oC, S3 : suhu ekstraksi 50oC. Faktor yang kedua yaitu waktu ekstraksi (W) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: W1 : waktu ekstraksi 10 menit, W2 : waktu ekstraksi 20 menit, W3 : waktu ekstraksi 30 menit.

Perlakuan ini diulang sebanyak dua kali sehingga diperolah 18 unit percobaan. Data yang diperoleh pada penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1993).

Persiapan Sampel

Persiapan sampel meliputi persiapan bahan yaitu daun belimbing wuluh disortasi kemudian dicuci hingga bersih. Daun belimbing wuluh dikeringkan dengan oven dengan suhu 40oC selama 24 jam hingga kadar air <10% (Anon, 2008).Selanjutnya,

dihaluskan menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh

Proses pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh yaitu bahan ditimbang sebanyak 15 gram dengan timbangan analitik, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya, dilarutkan dengan pelarut etanol 96% sebanyak 150 ml (1:10), kemudian diekstraksi dengan kombinasi suhu 30, 40, dan 50C dengan waktu 10, 20, dan 30 menit (sesuai perlakuan) menggunakan ultrasonic bath dengan frekuensi 47 kHz.

Setelah diekstrak dilakukan penyaringan dengan cara, larutan disaring menggunakan kertas whatman no.1. Filtrat yang telah didapatkan kemudian dievaporasi dengan tujuan untuk memisahkan senyawa bioaktif dengan pelarut. Evaporasi dilakukan menggunakan rotary vacum evaporator dengan tekanan 100 mbar, suhu 40oC dengan kecepatan 100 rpm (Fuadi, (2012) yang telah dimodifikasi). Ekstrak kental yang diperoleh kemudian ditimbang dan dihitung rendemen ekstraknya, dan dilakukukan penentuan total fenol, total flavonoid, total tanin serta aktivitas antioksidan.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penlitian ini meliputi: Rendemen (AOAC, 1990), Total Fenol (Garcia et al., 2007), Total Flavonoid (Xu dan Chang, 2007), Total Tanin (Rajan et al., 2011) Uji Aktivitas Antioksidan (Mosquera et al., 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rendemen ekstrak daun belimbing wuluh. Perlakuan suhu ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen ekstrak daun belimbing wuluh sedangkan perlakuan waktu ekstraksi

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap      Nilai rata-rata ekstrak daun belimbing wuluh

rendemen ekstrak daun belimbing wuluh.       dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen ekstrak daun belimbing wuluh (%)

Perlakuan

Waktu (menit)

Suhu (°C)

10

20

30

Rata-rata

30

10,06 ± 0,4042

14,70 ± 0,3884

12,29 ± 0,3701

12,35 ± 1,8947c

40

12,15 ± 0,100

16,17 ± 0,1933

14,51 ± 0,3299

14,28 ± 1,6494a

50

11,20 ± 0,1553

15,60 ± 0,2725

13,05 ± 0,4687

13,28 ± 1,8038b

Rata-rata

11,14 ± 0,8544c

15,49 ± 0,6051a

13,28 ± 0,9212b

Keterangan : - Notasi pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

- Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Rendemen ekstrak daun belimbing wuluh tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu 20 menit sebesar 15,49% sedangkan rendemen terendah terdapat pada perlakuan waktu 10 menit sebesar 11,14%. Semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan hingga mencapai titik waktu optimum yaitu 20 menit maka rendemen ekstrak daun belimbing wuluh yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena kesempatan kontak antara pelarut dan bahan menjadi lebih besar. Kelarutan bahan tersebut akan terus meningkat hingga antara pelarut dan bahan mencapai titik kesetimbangan (Ketaren dan Suwastawa, 1995). Waktu ekstraksi daun belimbing wuluh yang semakin lama serta melebihi waktu optimum yaitu 20 menit maka rendemen yang dihasilkan menurun. Waktu ekstraksi yang terlalu lama serta melebihi batas optimum maka senyawa yang diekstrak akan rusak (Utami, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen daun belimbing wuluh yang tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu ekstraksi 40°C sebesar 14,28. Nilai rata-rata rendemen yang terendah diperoleh pada perlakuan suhu ekstraksi 30°C. Semankin tinggi suhu maka rendemen yang dihasilkan akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa suhu ekstraksi 40°C merupakan kondisi optimum kontak antara bahan dengan pelarut.

Namun, semakin tinggi suhu ekstraksi lebih dari 40°C maka rendemen akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena rusaknya senyawa bioaktif yang terdapat dalam bahan yaitu senyawa yang tidak tahan terhadap suhu tinggi, sehingga rendemen yang dihasilkan rendah (Cahyanti, 2016).

Suhu ekstraksi yang rendah pada ekstraksi daun belimbing wuluh akan menyebabkan kandungan dalam daun belimbing wuluh tidak dapat terekstrak secara sempurna. Hal ini disebabkan karena pada suhu rendah bahan belum kontak terhadap pelarut. Sehingga proses ekstraksi tidak berjalan secara sempurna. Rendemen daun belimbing wuluh yang diperoleh termasuk rendah. Yuliantari et al., (2017) menyatakan bahwa daun sirsak dengan perlakuan suhu ekstraksi 45°C dan waktu ekstraksi selama 20 menit menghasilkan rendemen sebesar 19,14%.

Total Fenol

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total fenol ekstrak daun belimbing wuluh. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh terhadap total fenol dengan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 1.

500 'w 450 a 400 ^ 350


a 300 250 200 150 100

50 0


S


«


291,86 e

272,72

g


313,39 d

301,43 de

287,08 ef       Suhu 30°C

—■— Suhu 40°C


—⅛- Suhu 50°C


10


20


30


Waktu (menit)

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05) Gambar 1. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi terhadap total fenol ekstrak daun belimbing wuluh.

Nilai rata-rata total fenol tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 40°C dengan waktu 20 menit yaitu 437,79 mg GAE/g ekstrak dan nilai rata-rata total fenol terendah diperoleh pada perlakuan suhu 30°C dengan waktu 10 menit yaitu 272,72 mg GAE/g ekstrak. Semakin tinggi suhu hingga 40°C dan semakin lama waktu ekstraksi selama 20 menit akan menghasilkan total fenol yang meningkat. Hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa fenol dalam pelarut semakin besar, sehingga proses ekstraksi berjalan lebih mudah. Namun, pada suhu lebih dari 40°C dan waktu lebih dari 20 menit total fenol yang dihasilkan akan mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pelarut dan zat terlarut telah mencapai titik kesetimbangan (Margaretta et al., 2011). Hasil penelitian dari Sari et al., (2012) tentang pengujian kandungan total fenol Kappahycus alvarezzi dengan metode ultrasonik dengan variasi suhu dan waktu menyatakan bahwa semakin lama proses ekstraksi maka total fenol yang dihasilkan meningkat hingga mencapai batas optimum, dan akan mengalami penurunan total fenol apabila melebihi batas optimumnya. Hal serupa juga dilaporkan oleh

Margaretta et al., (2011) bahwa suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada daun pandan wangi yang sedang diproses sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan total fenol.

Suhu yang terlalu rendah dan waktu yang singkat pada ekstraksi daun belimbing wuluh menyebabkan senyawa fenol yang terdapat pada ekstrak daun belimbing wuluh tidak dapat terekstrak secara sempurna. Hal ini disebabkan karena proses ekstraksi kurang maksimal sehingga senyawa fenol yang terkandung dalam bahan masih banyak yang tidak dapat terekstrak. Pada suhu yang tinggi akan menyebabkan penigkatan kadar fenol sampai pada suhu tertentu, kemudian akan menurun seiring dengan peningkatan suhu yang lebih tinggi (Liyana, 2005).

Total Flavonoid

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total flavonoid ekstrak daun belimbing wuluh. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh terhadap total flavonoid dengan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 2.

450

^ 400

O 350

S 300

•2 250

O 200

rt 150

’S 100

■w

O

H 50

0


134,26

120,27


106,29 i


393,00 a


354,5


253,14 d

239,16 e

211,18 f —Suhu 30°C


—■— Suhu 40°C


—⅛- Suhu 50°C


10             20             30

Waktu (menit)

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 2. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi terhadap total flavonoid ekstrak daun belimbing wuluh.

Nilai rata-rata total flavonoid tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 40°C dengan waktu 20 menit yaitu 393,00 mg QE/g ekstrak dan nilai rata-rata total flavonoid terendah diperoleh pada perlakuan suhu 30°C dengan waktu 10 menit yaitu 106,29 mg QE/g ekstrak. Semakin tinggi suhu ekstraksi hingga suhu 40°C dan semakin lama proses ekstraksi selama 20 menit maka flavonoid yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini disebabkan kontak antara bahan dan pelarut dalam proses ekstraksi pengambilan flavonoid dalam bahan optimal (Koirewa, 2012). Namun, pada suhu ekstraksi yang tinggi yaitu lebih dari 40°C dan waktu yang lama lebih dari 20 menit akan mengalami penurunan total flavonoid. Hal ini disebabkan karena hilangnya senyawa-senyawa pada larutan dikarenakan terjadi proses oksidasi. Senyawa flavonoid tidak tahan terhadap suhu diatas 50°C, hal ini akan menyebabkan perubahan struktur dan ekstrak yang dihasilkan rendah (Ibrahim et al., 2015).

Suhu ekstraksi yang digunakan rendah dan waktu yang digunakan singkat akan menghasilkan total flavonoid yang rendah. Hal ini disebabkan karena senyawa flavonoid yang terekstrak dalam bahan tidak sempurna. Hasil yang serupa diperoleh dari penelitian Yuliantari et al., (2017) dalam penelitian suhu dan waktu ekstraksi daun alpukat dengan metode ultrasonik menyatakan bahwa pada suhu 45°C dengan waktu 20 menit merupakan suhu dan waktu optimum untuk menghasilkan total flavonoid tertinggi.

Total Tanin

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total tanin ekstrak daun belimbing wuluh. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh terhadap total tanin dengan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan : Notasi yang bereda menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 3. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi terhadap total tanin ekstrak daun belimbing wuluh.


Nilai rata-rata total tanin tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 40°C dengan waktu 20 menit yaitu 402,27 mg TAE/g ekstrak dan nilai rata-rata total tanin terendah diperoleh pada perlakuan suhu 30°C dengan waktu 10 menit yaitu 175,00 mg TAE/g ekstrak. Semakin tinggi suhu hingga 40°C dan semakin lama waktu ekstraksi hingga 20 menit maka senyawa tanin yang terekstrak meningkat. Pada suhu dan waktu yang telah mencapai titik optimal yaitu suhu lebih dari 40°C dengan waktu lebih dari 20 menit tanin akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tanin mengalami kerusakan akibat proses hidrolisis selama proses ekstraksi dan pemanasan yang berlangsung secara terus menerus (Sukardi et al., 2007). Menurut Dewi (2011) menyatakan bahwa senyawa tanin tidak tahan terhadap pemanasan yang terlalu tinggi.

Suhu yang terlalu rendah dan waktu yang singkat pada ekstraksi daun belimbing wuluh menyebabkan senyawa tanin yang terdapat pada ekstrak daun belimbing wuluh tidak dapat terekstrak secara sempurna sehingga hasil yang diperoleh sedikit. Hal ini

disebabkan karena laju proses ekstraksi berjalan lebih lama dan kurang maksimal.

Aktivitas Antioksidan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh terhadap aktivitas antioksidan dengan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.

Nilai rata-rata aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 40°C dengan waktu 20 menit yaitu 89,66% dan nilai rata-rata aktivitas antioksidan terendah diperoleh pada perlakuan suhu 30°C dengan waktu 10 menit yaitu 79,75%.

Aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan meningkatnya total fenol, total flavonoid, dan total tanin, namun setelah mencapai titik optimum yaitu pada suhu 40°C dan waktu lebih dari 20 menit maka aktivitas antioksidan akan menurun selaras dengan senyawa yang bersifat antioksidan yaitu fenol, flavonoid, dan tanin. Berdasarkan penelitian Wicaksono dan Elok (2015), proses

pemanasan mampu mengekstrak lebih banyak


kerusakan      aktivitas


senyawa pemanasan


menyebabkan

antioksidan, namun proses       antioksidan.

—♦— Suhu 30°C

—■— Suhu 40°C

—⅛- Suhu 50°C

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 4. Grafik hubungan antara suhu dan waktu ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh.


Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, perlakuan dengan suhu ekstraksi 40°C dengan waktu ekstraksi 20 menit memiliki presentase tertinggi sehingga perlakuan ini dipilih untuk diuji penentuan IC50. Grafik konsentrasi ekstrak dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh dapat dilihat pada gambar 5.

40

Konsentrasi ekstrak (mg/L)


20


Gambar 5. Grafik konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh dengan presentase aktivitas antioksidan

Berdasarkan analisis regresi linier diperoleh persamaan yaitu y =1,9259 x + 0,4233 dengan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,9977 dengan nilai IC50 sebesar

25,74 mg/L. Menurut Blois (1958) nilai IC50 yang didapat dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sangat kuat. Semakin rendah nilai IC50 maka semakin besar kemampuan antioksidannya.

Pada penelitian ini, total fenol, total flavonoid dan total tanin memiliki kolerasi positif terhadap aktivitas antioksidan berdasarkan penangkapan radikal DPPH. Grafik antara total fenol, total flavonoid dan total tanin dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh dapat dilihat pada gambar 6A, 6B dan 6C.

Gambar 6A. Grafik hubungan antara total fenol dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh


Total Flavonoid (mg QE/g)

Gambar 6B. Grafik hubungan antara total flavonoid dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbng wuluh

Gambar 6C. Grafik hubungan antara total tanin dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh

Koefisien korelasi (R2) antara total fenol dengan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh sebesar 0,8092, koefisien korelasi (R2) antara total flavonoid dengan aktivitas antioksidan sebesar 0,945, koefisien korelasi (R2) antara total tanin dengan aktivitas antioksidan sebesar 0,8274. Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan menunjukkan korelasi yang kuat. Menurut Sarwono (2006) menyatakan bahwa koefisien korelasi (R2) yang memiliki nilai >0,75-0,99 dapat dikategorikan sebagai berkorelasi sangat kuat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh dipengaruhi oleh total fenol, total flavonoid dan total tanin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

  • 1.    Suhu dan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh dengan metode ultrasonic assisted extraction (UAE) terdapat interaksi dan berpengaruh nyata terhadap total fenol, total flavonoid, total tanin dan aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstrak daun belimbing wuluh.

  • 2.    Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas       antioksidan       tertinggi

berdasarkan presentase penghambatan radikal yaitu 89,66% dengan IC50 sebesar 25,74 mg/L ekstrak, rendemen sebesar 15,49%, total fenol sebesar 437,79 mgGAE/g ekstrak, total flavonoid sebesar 393,00 mgQE/g ekstrak dan total tanin sebesar 402,27 mgTAE/g ekstrak terdapat pada perlakuaan dengan suhu 40°C dengan waktu 20 menit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh konsentrasi pelarut pada ekstraksi sehingga didapatkan antioksidan yang lebih tinggi serta pengaplikasian pada produk pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. ITB Press, Bandung.

AOAC. 1990. Official Method of Analysis of Association Official Agriculture Chemist Washington DC.

Blois, M.S. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. J. Nature, 181 : 1199-1200.

Cahyanti, I. A. P. A., N. M, Wartini., L. P. Wrasiati. 2016. Pengaruh Suhu dan Waktu     Ekstraksi     Terhadap

Karakteristik Pewarna Alami Buah Pandan (Pandanus tectorius). Jurnal Rekayasa     dan     Manajemen

Agroindustri. 4(2) : (32-41).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dewi, R.A.S. 2011. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Tanin Pada Kulit Batang dan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Secara Sektrofotometri       Menggunakan

Pereaksi Biru Prusia. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya.

Fuadi, A. 2012. Ultrasonik sebagai alat bantu ekstraksi oleoresin jahe. Jurnal Teknologi. 12(1) : 14-21.

Garcia, C.A., G. Gavino., M.B. Mosqueda., P. Hevia and V.C. Gavino. (2007). Correlation of tocopherol, tokotrienol, γ-oryzanol  and total polyphenol

content in rice bran with different antioxidant capacity assays. Food Chemistry 102: 1228-1232.

Handayani, H., and F.H. Sriherfyna. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonik Bath. (Kajian Rasio Bahan: Pelarut dan Lama Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4(1):262-272.

Hayati, K.E., A.G, Fasyah., Sa’adah., and Lallis. 2010. Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Jurnal Kimia Volume 4, Nomor 2.

Ibrahim, A.M., Yunita and H.S, Feronika. 2015. Pengaruh suhu dan lama waktu ekstraksi terhadap sifat kimia dan fisik pada pembuatan minuman sari jahe merah dengan kombinasi penambahan madu sebagai pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (2):530-541.

Ketaren, S., Suastawa, I.G.M. 1995. Pengaruh tingkat mutu buah panili dan nisbah bahan dengan pelarut terhadap rendemen dan mutu oleoresin yang dihasilkan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 3:161-171.

Koirewoa, Y. A., Fatimawali, W. I. Wiyono, 2012. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Beluntas (Pluchea     indica     L.).Laporan

Penelitian. FMIPA UNSRAT. Manado.

List, P. H and P.C. Schimdt. 1989. Phytopharmaceutical    Technology.

CRC Press, Boston.

Liyana, P. C. and F.  Shahidi.  2005.

Optimization of extraction of phenolic compounds from wheat   using

response surface methodology. Food Chemistry 93:47–56.

Margarettaa, S., S.D. Hanyani, N. Indraswati dan H. Hindarso. 2011. Ekstraksi senyawa    phenolic    Pandanus

amaryllifolius     Roxb     sebagai

aantioksidan alami. Jurnal Widya Teknik. 10(1) : 21-30.

Mosquera, O. M., Y.M, Correa and J, Nino. 2009, Antioxidant activity of plants extract from Colombian flora Braz. J. Pharm. 19(2A): 382-387.

Pendit, P.A.C.D., E. Zubaidah and F.H. Sriherfyna. 2016. Karakteristik fisik-kimia dan aktivitas antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 400-409.

Rajan, S., S. Mahalaksmi., V. Deepa., K. Sathya., S. Shajitha., and T. Thirunalasundari. (2011). Antioxidant potentials of punica granatum fruit rind extracts. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3:82-88.

Sari, D.K., D.H. Wardhani dan A. Prasetyaningrum. 2012. Pengujian Kandungan Total Fenol Kappahycus alvarezzi Dengan Meetode Ekstraksi Ultrasonik Dengan Variasi Suhu dan Waktu. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke 3. 1(1) : 4044.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sudarmadji S., Haryono B., Suhardi. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.

Sukardi, A. R. Mulyatro dan W. Safera. 2007. Optimasi waktu ekstraksi terhadap kandungan tanin pada bubuk ekstrak daun jambu biji (Psidii folium) dan biaya produksinya. Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2) : 88-94.

Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan prosedur statistika suatu pendekatan biometric. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Utami. 2009. Potensi daun alpukat (Persea Americana  Mill)  sebagai sumber

antioksidan ekstrak kunyit. Jurnal ITEPA. 6(2) : 61-70

Wicaksono, G. S, Z. Elok. 2015. Pengaruh karagenan dan lama perebusan daun sirsak terhadap mutu dan karakteristik jelly drink sirsak. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(1): 281-291.

Wijayakusuma, H and S, Dalimarta. 2006, Ramuan     Tradisional     Untuk

Pengobatan Darah Tinggi, 45-46, Jakarta, Penebar Swadaya.

Xu, B.J. and S. K. C, Chang. 2007. A Comperative study on phenolic profiles and antioxidant activities of legumes as affected by extraction solvents. Journal of Food Science. 72(2):159-166.

Yulianingtyas, A., B, Kusmartono. 2016. Optimasi Volume Pelarut dan Waktu Maserasi Pengambilan Flavonoid Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal Teknik Kimia Vol.10, No.2.

Yuliantari, N. W. A., I W. R. Widarta,. and I. D. G. M. Permana. 2017. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Daun Sirsak (Annona muricata     L.)     Menggunakan

Ultrasonik. Scientific Journal of Food Technology. 4(1): 35-42.

340