PENGARUH JENIS ASAM DAN pH PELARUT TERHADAP KARAKTERISTIK PEKTIN DARI KULIT LEMON (Citrus limon)
on
ISSN : 2527-8010 (ejournal)
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 7, No.4, 192-203, Desember 2018
PENGARUH JENIS ASAM DAN pH PELARUT TERHADAP KARAKTERISTIK PEKTIN DARI KULIT LEMON (Citrus limon) The Effect of Acid Type and pH Solvent to The Pectin Characteristic of Lemon Peel (Citrus limon)
Ni Kadek Yuli Kesuma1), I Wayan Rai Widarta2),I Dewa Gede Mayun Permana3) ¹)Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud ²)Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
ABSTRACT
This research was conducted with the aim to know the influence of acid and solvent pH on the extraction of pectin from lemon peel and find the right kind of acid and solvent pH to produce pektin of lemon peel with the best characteristics. The experimental design used in this research was a factorial Completely Randomized Design (CRD), which consisted of two factors. The first factor was a type of acid consisting of chloride acid and citric acid. The second factor was a solvent pH consisting of a pH 1,5; 2; 2,5 and 3. All treatments were repeated twice to obtain 16 units of experiments. The data were analyzed with analysis of variance and followed by Duncan test. The best results showed that extraction using chloride acid and pH of solvent 1,5 resulted in 22,35% of pectin yield, 11, 55% of water content, 22,11% of ash content, 1052,47% of equivalent weight, 10,81% of methoxyl content, 78,07% of galacturonic content, and 78,58% of esterification degree.
Keywords : lemon peel, pectin, characteristic, acid, solvent pH
PENDAHULUAN
Pektin merupakan asam poligalakturonat yang berbentuk rantai panjang dan tidak bercabang serta memiliki gugus metil ester. Penggunaan pektin paling banyak pada industri pengolahan pangan karena kemampuannya membentuk gel dan sumber serat dalam makanan. Berbagai produk makanan yang menambahkan pektin yaitu jeli, selai, makaroni, coklat, dan kembang gula. Variasi makanan yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan kebutuhan pektin dalam industri pangan. (Anon., 2004)
Pektin memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi tetapi di Indonesia industri penghasil pektin belum ada sehingga saat ini masih mengandalkan impor dari mancanegara seperti Jerman dan Denmark. Jumlah impor pektin di
Indonesia dari tahun 2008 hingga 2011 secara berurutan yaitu 147,6 ton; 147,3 ton; 291,9 ton; dan 240,8 ton. Jumlah impor pektin paling banyak terjadi pada tahun 2010 yaitu 291.870 kg dengan harga 2.977.479 US Dollar (Anon., 2011).
Usaha mengurangi impor pektin yaitu dengan mencari sumber bahan baku pektin yang diduga memiliki potensi untuk dikembangkan yakni pektin yang berasal dari kulit jeruk lemon. Lemon (Citrus limon) adalah salah satu produk hortikultura yang paling banyak diolah menjadi sari buah lemon. Sekitar 70% dari berat buah dalam industri pengolahan sari buah lemon akan terbuang (meliputi kulit, biji, pulp dan air lemon yang tersisa).
Limbah sari lemon terutama kulit lemon memiliki prospek yang tinggi untuk diolah
*Korespondensi Penulis:
Email: [email protected]1
menjadi sumber bahan baku pektin. Fitriani (2003) mengungkapkan rendemen pektin pada kulit jeruk lemon berkisar antara 16,3232,61%, dengan perlakuan variasi suhu dan waktu ekstraksi.
Pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan ekstraksi asam. Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion bivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air. Asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam organik seperti asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, dan asam fosfat. Asam organik digunakan karena memiliki sifat toksik yang lebih rendah dibandingkan asam mineral. Asam organik memiliki tingkat keasaman yang rendah sehingga tidak mendegradasi pektin menjadi asam pektat.
Menurut Kertesz (1951) dalam Hariyati (2006), ada kecenderungan untuk menggunakan asam mineral seperti asam sulfat, asam khlorida, dan asam nitrat. Penggunaan asam mineral akan mempercepat terlepasnya ion H+ sehingga dapat menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang mudah larut dan menyatukan molekul pektin dengan molekul pektin lain sehingga terbentuk sebuah jaringan pektin. Namun pemggunaann asam mineral kuat cenderung menyebabkan pektin terdegradasi menjadi asam pektat. Tuhuloula, et al. (2003) mengungkapkan tingkat keasaman yang lebih tinggi tidak baik dalam ekstraksi pektin karena akan menyebabkan kecenderungan terjadinya degradasi pektin menjadi asam pektat sehingga perolehan pektin menjadi lebih sedikit.
Asam klorida dan asam sitrat merupakan asam yang paling sering digunakan pada ekstraksi pektin. Asam klorida merupakan asam mineral yang murah dan digunakan secara luas dalam bidang industri termasuk industri penghasil pektin. Asam sitrat merupakan asam organik yang berasal dari daun dan buah genus Citrus (jeruk-jerukan).
Asam sitrat sangat mudah ditemukan serta sering digunakan pada ekstraksi pektin. Penelitian Kalapathy dan Proctor (2001) pada ekstraksi pektin kedelai menggunakan asam klorida 0,1 N dengan pH larutan 3,5 menghasilkan hasil pektin tertinggi sebesar 28%. Begitu pula pada penelitian Madjaga, et al. (2017) pada ekstraksi pektin dari kulit buah sukun dengan pelarut asam sitrat pada konsentrasi 7% menghasilkan rendemen pektin sebesar 39,585%.
Pektin berbentuk protopektin yang tidak larut dalam air pada jaringan tanaman. Penambahan asam dengan pH rendah pada ekstraksi akan menghidrolisis peotopektin menjadi pektin yang larut dalam air. Ekstraksi pektin sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH 1,5 sampai 3,0 dengan suhu pemanasan 60 – 100°C selama setengah jam sampai satu setengah jam (Towle dan Christensen, 1973). Oleh karena itu diperlukan jenis asam dan pH yang tepat pada ekstraksi kulit lemon sehingga dapat menghasilkan pektin dengan karakteristik terbaik.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Bioindustri, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan April sampai Juni 2018.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit lemon yang didapatkan dari pengolahan sari buah lemon di UD Fenny Denpasar. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi pektin adalah etanol 96%, asam khlorida (HCl), asam sitrat, akuades, indikator phenolphtalein (PP), 0,1 N NaOH, 0,25 NaOH, akuades, NaCl, 0,25 HCl, dan asam oksalat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah termometer, timbangan analitik (Shimadzu), oven, pH-meter (PHS -3D pH Meter), tanur, kain saring tebal (Hero), desikator, blender (Philips), stopwatch, hot plate magnetic strirrer (IKA C-MAG HS 7), toples, aluminium foil serta alat-alat gelas (pyrex).
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah jenis asam (A), yaitu asam klorida dan asam sitrat sedangkan faktor kedua adalah pH pelarut (P) yaitu pH 1,5; 2; 2,5; dan 3. Seluruh perlakuan diulang sebanyak dua kali sehingga diperoleh 16 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabila berpengaruh terhadap parameter yang diamati, dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
-
a. Tahap Persiapan Sampel
Limbah kulit lemon dibersihkan dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 55°C selama 15 jam. Kulit lemon yang telah kering kemudian dihancurkan hingga mendapatkan bubuk kulit lemon.
Akuades diasamkan dengan jenis asam sesuai perlakuan yaitu asam khlorida (A1) dan asam sitrat (A2) dengan konsentrasi masing-masing 1 N sehingga terjadi perubahan pH menjadi 1,5 (P1), pH 2,0 (P2), pH 2,5 (P3), dan pH 3,0 (P4) sesuai perlakuan.
-
b. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan menambahkan 30 gram bubuk kulit lemon pada 1.050 ml air yang telah diasamkan (Perbandingan bubuk kulit lemon dengan air yang diasamkan 1:35). Ekstraksi kemudian dilakukan selama 40 menit pada suhu ±80°C di hot plate magnetic strirrer. Hasil ekstraksi kemudian disaring dengan menggunakan kain saring tebal untuk memisahkan filtrat dengan ampas kulit lemon. Kemudian filtrat dikentalkan sampai volume menjadi setengahnya dengan pemanasan pada
hot plate magnetic strirrer pada suhu 90°C.
-
c. Pengendapan
Filtrat kemudian didinginkan sampai suhu ruang dan dilakukan pengendapan dengan menambahkan etanol 96% yang telah diasamkan dengan menambahkan 2 ml asam klorida 37% per satu liter etanol. Perbandingan etanol yang telah diasamkan dengan filtrat adalah 1,5 : 1. Pengendapan ini dilakukan
selama 24 jam. Pemisahan endapan pektin dari larutan etanol dilakukan dengan disaring menggunakan kain saring tebal.
-
d. Pencucian
Endapan pektin yang diperoleh dicuci dengan menggunakan etanol 96%. Pencucian dilakukan dengan menambahkan etanol sampai endapan pektin terendam kemudian diaduk. Selanjutnya endapan pektin disaring. Hal ini diulang kembali sampai pektin bersifat netral. Pektin yang netral ialah pektin yang tidak berwarna merah bila ditambahkan indikator phenolphtalein (PP).
-
e. Pengeringan
Pektin basah dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 8 jam. Pektin yang sudah kering dihaluskan dan ditimbang untuk kemudian dilakukan pengujian lanjut.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi rendemen (Ranganna, 1977), kadar air (SNI 01-1891-1992), kadar abu (SNI 011891-1992), berat ekivalen (Ranganna, 1977), kadar metoksil (Ranganna, 1977), kadar asam galakturonat (Owens, et al., 1952), dan derajat esterifikasi (Schultz, 1965 dalam Fitriani, 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap
rendemen pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa rendemen pektin dari kulit lemon dari berbagai perlakuan berkisar antara 6,11 - 22,35%. Rendemen pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 1,5 yaitu 22,35% sedangkan rendemen
terendah diperoleh dari perlakuan ekstraksi pektin kulit lemon menggunakan asam sitrat dengan pH 3 yaitu 6,11%. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen pektin yang dihasilkan mengalami kenaikan seiring dengan penurunan pH pelarut, baik dengan menggunakan asam klorida maupun asam sitrat.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44808-1.jpg)
ASAM
KLORIDA
ASAM SITRAT
Gambar 1. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap rendemen pektin kulit lemon Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Semakin rendah pH pelarut, maka rendemen pektin kulit lemon yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin rendahnya pH pelarut menyebabkan semakin banyak ion hidrogen sehingga proses hidrolisis protopektin menjadi pektin menjadi lebih cepat dan meningkatkan rendemen pektin yang dihasilkan. Menurut Hanum et al. (2012), pH pelarut yang rendah menyebabkan semakin banyak ion hidrogen yang mensubstitusi kalsium dan magnesium dari protopektin, proses hidrolisis protopektin menjadi pektin lebih cepat, sehingga dapat menghasilkan pektin yang lebih banyak.
Rendemen pektin yang dihasilkan pada ekstraksi menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan asam sitrat. Asam klorida merupakan asam mineral yang memiliki tetapan keseimbangan (K) lebih tinggi dibandingkan asam sitrat sebagai asam organik. Nilai K untuk asam klorida sebesar 107 sedangkan asam sitrat sebesar 7,21x104 (Hesti, 2003). Semakin besar nilai K maka
akan meningkatkan jumlah suatu asam berdisosiasi dan semakin kuat pula asam untuk menarik ion divalen dan menggantinya dengan ion hidrogen. Ion hidrogen berfungsi untuk menghidrolisa protopektin menjadi pektin yang larut sehingga rendemen pektin yang dihasilkan akan semakin tinggi. Menurut Hesti (2003) pada kondisi asam, protopektin cenderung terhidrolisa menjadi asam pektinat atau pektin yang larut. Proses pelarutan pektin menjadi asam pektinat ini dapat terjadi karena adanya subsitusi ion divalen protopektin menjadi ion hidrogen ataupun karena putusnya ikatan antara asam pektinat dengan selulosa.
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar air pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar air pektin dari kulit lemon dari berbagai perlakuan berkisar antara 5,94 - 11,67 %. Kadar air pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 1,5 yaitu 11,67% sedangkan kadar air terendah diperoleh dari
perlakuan ekstraksi pektin kulit lemon menggunakan asam sitrat dengan pH 3 yaitu 5,94 %. Kadar air maksimum pektin kering menurut IPPA (2003) adalah 12%, dengan demikian kadar air pektin hasil penelitian ini masih di bawah syarat maksimum yang ditetapkan.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44808-2.jpg)
ASAM
KLORIDA
ASAM
SITRAT
Gambar 2. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar air pektin kulit lemon Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Semakin rendah pH pelarut maka akan meningkatkan kadar air pektin yang dihasilkan. Rendahnya pH pelarut menyebabkan banyaknya ion hidrogen yang menghidrolisa protopektin menjadi pektin. Semakin banyaknya pektin yang terbentuk maka ikatan hidrogen yang terbentuk juga semakin meningkat. Menurut Prasetyowati, et al. (2009), molekul air tunggal atau kelompok air dapat terikat pada permukaan pektin melalui ikatan hidrogen atau gugus –OH pada molekul pektin dengan atom H dari molekul air.
Kadar air pektin yang dihasilkan dengan menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan dengan dengan asam sitrat. Ini dikarenakan asam klorida memiliki tetapan keseimbangan (K) yang lebih tinggi sehingga jumlah ion hidrogen semakin tinggi. Ion hidrogen tersebut akan meningkatkan kinetika reaksi hidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut. Semakin banyak pektin yang terbentuk akan meningkatkan ikatan hidrogen yang terbentuk. Menurut Prasetyowati, et al.
(2009), molekul air tunggal atau kelompok air dapat terikat pada permukaan pektin melalui ikatan hidrogen atau gugus –OH pada molekul pektin dengan atom H dari molekul air.
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar abu pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 3.
Hasil penelitian menunjukkan kadar abu pektin yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan asam klorida berkisar antara 0,73 – 2,11 %. Kadar abu pektin dalam IPPA (2003) yaitu tidsk lebih dari 10%, dengan demikian kadar abu pektin kulit lemon hasil penelitian ini memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kadar abu pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 1,5 yaitu sebesar 2,11%. Kadar abu terendah terdapat pada perlakuan
ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 3 yaitu sebesar 0,73%.
Semakin rendah pH pelarut maka semakin tinggi kadar abu pektin yang dihasilkan. Perlakuan dengan asam yang memiliki pH rendah akan mengakibatkan hidrolisis protopektin menjadi pektin. Reaksi hidrolisis protopektin yang semakin meningkat mengakibatkan komponen ion Ca dan Mg juga bertambah. Dengan begitu, akan meningkatkan
kadar mineral sehingga kadar abu pektin yang dihasilkan semakin meningkat. Menurut Kalapathy dan Proctor (2001), asam memiliki kemampuan untuk melarutkan mineral alami bahan yang diekstrak dan semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu dan waktu ekstraksi. Mineral tersebut akan larut dan mengendap kemudian bercampur dengan pektin pada saat pengendapan alkohol.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44808-3.jpg)
ASAM
KLORIDA
ASAM SITRAT
Gambar 3. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar abu pektin kulit lemon Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Jenis asam mempengaruhi kadar abu pektin. Kadar abu pektin yang dihasilkan dengan menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan asam sitrat. Ini menunjukkan semakin kuat asam akan meningkatkan reaksi hidrolisis protopektin yang mengakibatkan bertambahnya mineral berupa Ca dan Mg sehingga kadar abu pektin akan semakin meningkat. Menurut Hanum (2012), semakin kuat asam yang digunakan dalam ektraksi pektin akan meningkatkan reaksi hidrolisis protopektin oleh asam yang akan meningkatkan komponen Ca dan Mg dalam larutan ekstrak.
Berat Ekivalen
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
berat ekivalen pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap berat ekivalen pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan bahwa berat ekivalen pektin dari kulit lemon dari berbagai perlakuan berkisar antara 461,47 – 1928,52. Berat ekivalen pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 3 yaitu 1928,52 sedangkan berat ekivalen terendah diperoleh dari perlakuan ekstraksi pektin kulit lemon menggunakan asam sitrat dengan pH 1,5 yaitu 461,47.
Semakin rendah pH pelarut maka berat ekivalen pektin kulit lemon yang dihasilkan juga semakin rendah. pH yang rendah dapat menyebabkan terjadinya deesterifikasi pektin menjadi asam pektat, di mana jumlah gugus asam bebas semakin banyak sehingga berat
penurunan berat ekivalen karena asam pektat yang memiliki berat ekivalen yang lebih rendah semakin meningkat.
ekivalen semakin rendah. Menurut Fitriani (2003), perubahan berat ekivalen dipengaruhi oleh deesterifikasi. Peningkatan proses deesterifikasi berarti peningkatan jumlah
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44808-4.jpg)
pH Pelarut
ASAM KLORIDA ASAM SITRAT
Gambar 4. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap berat ekivalen pektin kulit lemon
Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Sifat asam mempengaruhi berat ekivalen pektin. Berat ekivalen pektin menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan asam sitrat. Semakin kuat asam maka akan meningkatkan hidrolisa protopektin menjadi asam pektinat atau pektin yang larut. Pektin yang larut memiliki berat ekivalen yang tinggi. Asam pektat murni memiliki berat ekivalen 176, sedangkan pektin murni memiliki berat ekivalen yang tinggi yaitu sebesar 1886
(Fitriani, 2003).
Kadar Metoksil
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar metoksil pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar metoksil pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 5.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44808-5.jpg)
ASAM
KLORIDA
ASAM SITRAT
Gambar 5. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar metoksil pektin kulit lemon
Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Hasil penelitian menunjukkan kadar metoksil pektin yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan asam klorida berkisar antara 5,52 – 10,81%. Kadar metoksil pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 1,5 sebesar 10,8 %. Kadar metoksil terendah terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam sitrat dengan pH 3 sebesar 5,52 %. Berdasarkan standar IPPA, pektin bermetoksil tinggi memiliki kadar metoksil >7,12% sedangkan pektin bermetoksil rendah yaitu 2,5 – 7,12%. Pektin dengan ekstraksi menggunakan asam sitrat pada pH 2,5 dan pH 3 termasuk ke dalam pektin bermetoksil rendah sedangkan pektin lainnya termasuk dalam kategori pektin bermetoksil tinggi.
Kadar metoksil pada pektin memiliki peranan penting yaitu menentukan sifat fungsional pektin seperti struktur dan tekstur dari gel pektin. Pektin bermetoksil tinggi dapat membentuk gel dengan penambahan gula dan asam. Kondisi yang diperlukan untuk pembentukan gel adalah kadar gula 58-75% dengan pH 2,8-3,5. Pektin bermetoksil rendah tidak memiliki kemampuan membentuk gel dengan adanya gula dan asam, tetapi dapat membentuk gel dengan adanya kation polivalen seperti kalsium (Fitria, 2013).
Semakin rendah pH pelarut maka semakin tinggi kadar metoksil pektin yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan oleh gugus karboksil yang teresterifikasi semakin meningkat dengan semakin rendahnya pH pelarut sehingga kadar metoksil pektin semakin tinggi. Menurut Sufy (2015), kadar metoksil merupakan jumlah metanol yang terdapat dalam pektin dan jumlah gugus karboksil teresterifikasi. Semakin meningkatnya konsentrasi asam akan meningkatkan kadar metoksil pektin karena gugus karboksil teresterifikasi semakin
meningkat.
Kadar metoksil pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan dengan kadar metoksil pada menggunakan asam sitrat. Hal ini disebabkan karena asam klorida memiliki nilai K yang lebih tinggi sehingga meningkatkan ion hidrogen yang menghidrolisa protopektin menjadi pektin. Semakin banyak pektin maka jumlah metanol pada gugus karboksil tersesterifikasi juga semakin banyak sehingga meningkatkan kadar metoksil. Menurut Hanum (2012), semakin banyak jumlah ion hidrogen pada asam yang digunakan untuk menghidrolisa protopektin menjadi pektin yang larut, maka akan semakin meningkatkan jumlah gugus karboksil teresterifikasi pada pektin sehingga kadar metoksil semakin meningkat.
Kadar Asam Galakturonat
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar asam galakturonat pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar asam galakturonat pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 6.
Hasil penelitian menunjukkan kadar asam galakturonat pektin yang diperoleh berkisar antara 43,79 – 97,78 %. Kadar asam galakturonat pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam sitrat dengan pH 3 yaitu sebesar 97,78%. Kadar asam galakturonat terendah terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam sitrat dengan pH 1,5 yaitu sebesar 43,79%.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44808-6.jpg)
Gambar 6. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap kadar asam galakturonat pektin kulit lemon
ASAM
KLORIDA
ASAM SITRAT
Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Semakin rendah pH pelarut pada ekstraksi pektin maka semakin tinggi juga kadar asam galakturonat pektin yang dihasilkan. Hal ini disebabkan semakin rendah pH pelarut yang digunakan, maka kinetika reaksi hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga dapat meningkatkan kadar asam galakturonat pektin. Menurut Ariesti, et al. (2015), kadar galakturonat pektin semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam dikarenakan meningkatnya reaksi hidrolisis protopektin menjadi pektin yang komponen dasarnya D-galakturonat.
Kadar asam galakturonat pada ekstraksi dengan menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat pada pH 2,5 dan 3. Hal ini dikarenakan asam klorida pada pH tersebut masih menghidrolisis protopektin menjadi pektin lebih baik dibandingkan dengan asam sitrat. Ini menyebabkan kandungan asam galakturonat juga lebih tinggi. Menurut Hesti (2003), asam klorida memiliki nilai K yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat. Nilai K ini menunjukkan semakin kuat asam dalam disosiasi ion divalen menjadi ion hidrogen yang membantu hidrolisis protopektin menjadi pektin. Kandungan asam galakturonat yang terdapat di dalam pektin juga semakin meningkat dengan meningkatnya pektin yang dihasilkan.
Kadar asam galakturonat pada ekstraksi menggunakan asam klorida lebih rendah dibandingkan dengan asam sitrat pada pH 1,5 dan 2. Hal ini diduga karena hidrolisis pektin pada asam kuat dengan pH rendah cenderung terus-menerus sehingga dapat mendegradasi pektin menjadi asam pektat. Degradasi pektin menjadi asam pektat menyebabkan penurunan asam galakturonat pektin. Menurut Nurhikmat (2003) degradasi pektin menjadi asam pektat dapat terjadi karena hidrolisis pektin oleh asam yang cenderung terus-menerus sehingga menurunkan kadar asam galakturonat.
Derajat Esterifikasi
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat esterifikasi pektin kulit lemon. Grafik interaksi antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap derajat esterifikasi pektin kulit lemon dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 menunjukkan derajat esterifikasi pektin kulit lemon yang diperoleh berkisar antara 60,99 – 82,47 %. Derajat esterifikasi pektin tertinggi terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam klorida dengan pH 3 yaitu sebesar 82,47 %. Derajat esterifikasi terendah terdapat pada perlakuan ekstraksi menggunakan asam sitrat dengan pH 1,5 yaitu sebesar 60,99 %. Standar mutu pektin
dalam IPPA (2003), pektin disebut memiliki ester tinggi apabila derajat esterifikasi di atas 50% sedangkan pektin ester rendah memiliki derajat esterifikasi di bawah 50%. Pektin yang
dihasilkan dalam penelitian ini termasuk pektin ester tinggi karena memiliki derajat esterifikasi di atas 50%.
3
100
80
60
40
20
0
78,58 c |
81,45 b |
82,45 a —4— |
82,47 a —A |
, —■---- |
----■ | ||
60,99 g |
64,23 f |
69,62 e |
71,52 d |
1,5 |
2 |
2,5 |
3 |
pH Pelarut
KLORIDA
ASAM SITRAT
Gambar 7. Hubungan antara jenis asam dengan pH pelarut terhadap derajat esterifikasi pektin kulit lemon
Keterangan : Notasi yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Semakin rendah pH pelarut maka semakin rendah derajat esterifikasi pektin. Ini disebabkan karena pH yang rendah akan menyebabkan degradasi pektin menjadi asam pektat sehingga gugus metil ester berkurang. Menurut Budiyanto dan Yulianingsih (2008) ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat. Jika ekstraksi dilakukan pada pH yang rendah, pektin akan terdegradasi menjadi asam pektat dimana asam galakturonat bebas dari gugus metil ester. Jumlah gugus metil ester menunjukkan jumlah gugus karboksil yang tidak teresterifikasi atau derajat esterifikasi.
Derajat esterifikasi pektin dengan esktraksi menggunakan asam klorida lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat. Hal ini dikarenakan asam klorida memiliki nilai K yang tinggi sehingga meningkatkan proses hidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut. Tingginya jumlah pektin yang dihasilkan akan meningkatkan gugus metil ester atau derajat esterifikasi pektin. Menurut Hesti
(2003) asam klorida memiliki tetapan keseimbangan disosiasi (K) sebesar 107. Nilai K yang tinggi akan meningkatkan jumlah suatu asam berdisosiasi dan meningkatkan jumlah ion hidrogen sehingga hidrolisis protopektin menjadi pektin menjadi lebih cepat. Pektin terdiri dari asam poligalakturonat yang mengandung metil ester. Kandungan gugus metil ester yang meningkat dengan ekstraksi asam klorida menunjukkan derajat esterifikasi yang semakin meningkat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
-
1. Interaksi antara jenis asam dan pH pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar asam galakturonat, dan derajat esterifikasi pektin kulit lemon.
-
2. Hasil penelitian terbaik pektin kulit lemon adalah perlakuan kombinasi ekstraksi dengan menggunakan asam klorida pada pH pelarut 1,5. Kombinasi ini memberikan rendemen pektin sebesar 22,35%, kadar air 11,55%, kadar abu 2,11%, berat ekivalen 1052,47 , kadar metoksil 10,81%, kadar asam galakturonat 78,07%, dan derajat esterifikasi 78,58%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan dilakukan penelitian yang mengkaji pengaruh jenis asam lain untuk menghasilkan pektin dengan rendemen yang lebih tinggi serta berat ekivalen yang sesuai standar IPPA (2003) yaitu sebesar 600-800.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2004. High Grade Pectin From Lime Peels. National Research Development Corporation, India.
Anonimus. 2011. Statistik Perdagangan Ekspor Impor Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Ariesti, L.K., F. Waharina., dan Y.
Ristianingsih. 2015. Pengaruh
konsentrasi HCl dan komposisi campuran kulit pisang pada ekstraksi pektin dari kulit pisang dan aplikasinya pada pengentalan karet. Jurnal Teknik Kimia. 1(1) : 1-8.
Budiyanto, A. dan Yulianingsih. 2008. Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap karakter pektin dari ampas jeruk siam (Citrus nobilis L). Jurnal Pascapanen. 5(2) : 37-44.
Fitria, V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa balbisiana ABB).
Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN, Jakarta.
Fitriani, V. 2003. Ekstraksi dan Karakteristik Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus medica var Lemon). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Hanum, F., M. A. Tarigan, dan I.M.D. Kaban. 2012. Ekstraksi pektin dari kulit buah pisang raja (Musa sapientum). Jurnal Teknik Kimia. 1(2) : 21 - 26.
Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakteristik Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Bogor.
Hesti, M. dan I. Sailah. 2003. Produksi pektin dari kulit jeruk lemon (Citrus medica). Prosiding Simposium Nasional Polimer. 5 : 117-126
IPPA (International Pectins Procedures Association). 2003. What is Pectin. Switzerland.
Kalapathy, U. dan A. Proctor. 2001. Effect of acid extraction and alcohol precipitation conditions on the yield and purity of soy hull pectin. Food Chemistry. 73 : 393-396
Madjaga, B.H., Nurhaeni, dan Ruslan. 2017. Optimasi ekstraksi pektin dari kulit buah sukun (Artocarpus altilis).
Kovalen. 3(2) : 158-165
Nurhikmat, A. 2003. Ekstraksi pektin dari apel lokal : optimasi pH dan waktu hidrolisis. Widyariset. Vol 4 : 23-31
Owens, H. S., R. M. McCready, A. D. Shepard, T. H. Schultz, E. L. Pippen, H. A. Swenson, J. C. Miers, R. F. Erlandsen, dan W. D. Maclay. 1952. Methods Used at Western Regional Research Laboratory for Extraction of Pectic Materials. Washington DC : USDA Bureau of Agricultural and Industrial Chemistry. pp 9.
Prasetyowati, K.P. Sari, dan H. Pesantri. 2009. Ekstraksi pektin dari kulit mangga. Jurnal Teknik Kimia. 4(16) : 42-49.
Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. McGraw Hill, New Delhi.
Sufy, Q. 2015. Pengaruh Variasi Perlakuan Bahan Baku dan Konsentrasi Asam Terhadap Ekstraksi dan Karakteristik Pektin dari Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana BBB). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN, Jakarta.
Towle dan Christensen. 1973. Pectin Industrial Gums, Polysacharides and Vegetable Juice Production. Akademic Press, New York.
Tuhuloula, A. 2003. Karakteristik pektin dengan memanfaatkan limbah kulit pisang menggunakan metode ekstraksi. Jurnal Konversi. 2(1) : 21-27
203
Discussion and feedback