Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 7, No.3, 120-129, Oktober 2018

ISSN : 2527-8010 (ejournal)

PENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DENGAN TEPUNG

KECAMBAH KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata, (L.) Walp) TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES

The Effect of Comparison Wheat Flour with Cowpea Sprout Flour (Vigna unguiculata, (L.) Walp) to The Characteristics of Cookies

I Ketut Triya Winata1 , Ni Wayan Wisaniyasa2, Putu Timur Ina2 1Mahasiswa Jurusan Imu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2Dosen Jurusan Imu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud PS Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

ABSTRACT

The purpose of this research was to know the effect of comparison wheat flour with cowpea sprout flour to the characteristics of cookies and to know the right comparison between wheat flour with cowpea sprout flour that was able to produce cookies with the best characteristics. The experimental design used Completely Randomized Design with the treatment comparison of wheat flour and cowpea sprout flour consisting of 6 levels: 100%:0%; 90%:10%; 80%:20%; 70%:30%; 60%:40%; 50%:50%. The treatment was repeated 3 times to obtain 18 units of experiment. The data obtained were analyzed by ANOVA and if the treatment had an effect on the variable then continued with Duncan test. The comparison of wheat flour with cowpea sprout flour significantly affected the content of water, ash, fat, protein, carbohydrate, coarse fiber, color, aroma, texture, taste as well overall acceptance of cookies. Comparison of 80% wheat flour:20% cowpea sprout flour had the best characteristics of cookies the content of water 2.41%, ash 1.26%, fat 23.44%, protein 11.38%, carbohydrate 61.51%, crude fiber 8.94%, the color, flavor, texture, taste, overall acceptance liked, had brown color and very crunchy texture.

Keywords : wheat flour, cowpea, cowpea sprout flour, cookies

PENDAHULUAN

Cookies merupakan makanan yang cukup popular dan merupakan produk pangan praktis karena mudah dibawa serta dapat dimakan kapan saja. Melalui pengemasan yang baik, cookies memiliki daya simpan yang relatif panjang. Kue ini dapat diberi rasa dengan menambahkan rasa coklat, vanili, atau pandan sehingga disukai oleh anak-anak maupun remaja. Cookies dibuat dari bahan dasar tepung yaitu terigu dan bahan-bahan tambahan lain yang membentuk suatu formula (Manley, 2000).

Bahan utama dalam pembuatan cookies adalah terigu. Terigu sebagai bahan dasar sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan cita rasa cookies, dimana terigu akan membentuk struktur adonan yang stabil dan mengikat bahan-bahan lain. Tahun 2014/2015 jumlah impor gandum di Indonesia sebesar 7,6 ton dan meningkat sebanyak 1,6%pada tahun 2015/2016 (Anon., 2010). Untuk mengurangi penggunaan terigu, perlu adanya pemberdayaan pangan lokal yang tidak kalah gizinya. Salah satu pangan lokal yang kaya akan kandungan gizi adalah kacang tunggak.

Kacang tunggak memiliki keunggulan yaitu

*Korespondensi Penulis:

Email: [email protected]1


kandungan protein berkisar antara 18,3%-25,53% tergantung dari umur biji kacang tunggak dan memiliki kandungan lemak yang rendah sehingga dapat meminimalisasi efek negatif dari penggunaan produk pangan berlemak (Rosida et al., 2013). Kacang tunggak memiliki senyawa anti gizi seperti antitripsin, lektin, dan asam fitat yang dapat menurunkan bioavailabilitas kandungan zat gizi yang ada didalam kacang tunggak (Winarto dan Kasno, 1998), maka salah satu upaya untuk mengatasinya dilakukan perlakuan pendahuluan untuk menurunkan atau menghilangkan zat anti gizi tersebut, yaitu dengan perkecambahan.

Perkecambahan telah diketahui sebagai proses yang tidak mahal dan teknologi yang efektif dalam meningkatkan kualitas dari kacang-kacangan. Menurut Wisaniyasa et al.,(2015) perkecambahan dapat menyebabkan perubahan sifat fungsional, meningkatkan daya cerna, dan dapat menurunkan aktivitas anti tripsin kacang gude (Cajanuscajan (L.) Millsp). Menurut Wisaniyasa dan Suter, (2016) perkecambahan terbukti mampu meningkatkan kandungan protein, kapasitas antioksidan, kadar serat pangan, berpengaruh terhadap sifat fungsionalserta mampu menurunkan ativitas anti tripsin pada pembuatan tepung kecambah kacang merah (Phaseolus vulgaris l.). Menurut Wisaniyasa et al., (2017) proses perkecambahan mampumeningkatkan daya cerna protein, menurunkan nilai IC 50%, meningkatkan kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, namun menurunkan swelling power, kelarutan tepung kecambah kacang merah dan berpengaruh terhadap kandungan gizi dalam proses pembuatan biskuit perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang merah. Penggunaan tepung kecambah kacang tunggak dalam pembuatan cookies bertujuan untuk menghasilkan produk pangan yang mempunyai kandungan gizi lebih tinggi dan meningkatkanpotensi penggunaan bahan lokal dalam pembuatan produk pangan sehingga

akan mendukung ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan kepada terigu. Berdasarkan uraian penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang produk pangan yaitu perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak (Vigna unguiculata, (L.) Walp) terhadap karakteristik cookies.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Biokimia dan Nutrisi dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2017.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari kacang tunggak segar yang sudah dikecambahkan dan terigu (merk kunci biru). Bahan tambahan terdiri dari kuning telur, gula halus, baking powder, dan margarin (merk blue band). Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi H2SO4, NaOH, HCl, heksan, alkohol 96%, tablet kjeldahl, asam borat, dan indikator PP (phenolpthalin).

Alat yang digunakan untuk membuat cookiesadalah mixer (elektrolux) pisau, talenan, sutil, sendok, gunting, waskom, panci, blender (Philips), rolling pan, timbangan digital (ACIS), gelas ukur (Pyrex), cetakan, kompor gas (Rinnai), oven (Sense) dan loyang. Alat yang digunakan untuk analisis sifat fisik dan kimia adalah lumpang, kertas saring, kertas whatman 42, corong, eksikator, botol timbang, oven (Memmert), timbangan analitik (Shimadzu), aluminium foil, pinset, pipet tetes, pipet volume (Pyrex), muffle (Daihan), kompor listrik, labu kjeldahl (Pyrex),

destruktor, labu erlenmeyer (Pyrex), gelas beaker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), destilator, biuret (Pyrex), pompa karet, labu takar (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), water bath (thermology), perangkat komputer dan lembar quisioner.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pembuatan cookies tepung kecambah kacang tunggak ada 3 tahap. Tahap 1 perkecambahan kacang tunggak. Kacang tunggak segar disortasi dengan memilih biji yang utuh dan tidak rusak. Dicuci dan direndam air bersih dengan perbandingan kacang : air (1 : 4) selama 12 jam, selanjutnya biji kacang tunggak ditiriskan kemudian ditaruh dalam wadah yang sudah diberi alas daun pisang untuk dikecambahkan, proses perkecambahan dilakukan selama 48 jam dan setiap 12 jam sekali disemprot air sebanyak 10 ml (Febrianty et al.,2015) yang dimodifikasi.Tahap 2 pembuatan tepung kecambah kacang tunggak, kecambah kacang tunggak dicuci, kemudian ditiriskan, lalu dilakukan pengukusan (steam blancing) suhu 60ºC selama 5 menit. Kecambah kacang tunggak kemudian diletakkan di atas loyang kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50ºC selama 12 jam lalu diblender dan diayak dengan ayakan 60 mesh (Ismayanti dan Harijono, 2015) yang dimodifikasi.Tahap 3 pembuatan cookies kecambah kacang tunggak. Pembuatan cookies menggunakan metode creaming method dimana gula halus (50%) dan margarin (40%) dimixer selama 2 menit kemudian dimasukkan kuning telur (20%) dan dimixer selama 2 menit setelah itu dimasukan

baking powder (1%), terigu : tepung kecambah kacang tunggak (100%:0%; 90%:10%; 80%:20%; 70%:30%; 60%:40%; 50%:50%) dimixer selama 2 menit hingga membentuk adonan cookies. Adonan cookies digiling menggunakan roolpan dan dicetak menggunakan cetakan cookies. Adonan yang telah dicetak diletakan pada loyang yang telah diolesi margarin setelah itu adonan dipanggang didalam oven dengan suhu 180º C selama 20 menit (Anon., 2016) yang dimodifikasi.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air (Sudarmadji et al.,1997), kadar abu (Sudarmadji et al.,1997), kadar lemak (Sudarmadji et al.,1997), kadar protein (Sudarmadji et al.,1997), kadar karbohidrat (Sudarmadji et al.,1997), kadar serat kasar (Sudarmadji et al.,1997), dan evaluasi sifat sensoris menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap warna dan tekstur (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar dari terigu dan tepung kecambah kacang tunggak dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar cookies dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan

kadar serat kasar terigu dan tepung kecambah kacang tunggak

Komponen

Terigu

Tepung Kecambah Kacang Tunggak

Air (%)

6,07

6,50

Abu (%)

0,59

3,85

Lemak (%)

8,96

5,28

Protein (%)

8,63

28,12

Karbohidrat (%)

75,72

54,49

Serat Kasar (%)

5,32

15,74


Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar lemak cookies

Perbandingan Terigu dengan Tepung Kecambah Kacang Tunggak

Kadar               Kadar Abu (%)          Kadar Lemak (%)

Air (%)

100%:0%

90%:10%

80%:20%

70%:30%

60%:40%

50%:50%

1,27 ± 0,12 f               0,93 ± 0,19 d               25,11 ± 0,09 a

1,83 ± 0,09 e               1,20 ± 0,12 c               24,39 ± 0,33 b

2,41 ± 0,30 d              1,26 ± 0,11 bc              23,44 ± 0,25 c

3,37 ± 0,19 c              1,32 ± 0,09 abc              22,61 ± 0,16 d

3,88 ± 0,04 b               1,43 ± 0,01 ab              21,22 ± 0,14 e

4,57 ± 0,11 a                1,48 ± 0,01 a                20,60 ± 0,21 f

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan 0,05


Tabel 3. Nilai rata-rata kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar cookies

Perbandingan Terigu dengan Tepung Kecambah Kacang Tunggak

Kadar Protein (%)

Kadar Karbohidrat (%)

Kadar Serat Kasar (%)

100%:0%

9,18 ± 0,11 f

63,50 ± 0,27 a

7,63 ± 0,72 c

90%:10%

10,81 ± 0,19 e

61,77 ± 0,40 b

8,26 ± 0,66 bc

80%:20%

11,38 ± 0,28 d

61,51 ± 0,74 b

8,94 ± 0,46 bc

70%:30%

12,34 ± 0,08 c

60,37 ± 0,22 c

9,94 ± 1,28 ab

60%:40%

13,67 ± 0,18 b

59,80 ± 0,31 c

10,34 ± 1,46 ab

50%:50%

14,79 ± 0,14 a

58,55 ± 0,34 d

11,50 ± 1,48 a

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan 0,05


Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cookies. Kadar air cookies berkisar antara 1,27% sampai dengan 4,57%. Kadar air cookies tertinggi diperoleh dari cookies pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,57%, sedangkan kadar air cookies terendah diperoleh dari cookies pada perlakuan (100 % terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 1,27% (Tabel 2).

Pembuatan cookies dengan penambahan tepung kecambah kacang tunggak yang semakin meningkat menghasilkan cookies dengan kadar air yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar air tepung kecambah kacang tunggak lebih tinggi dari terigu, kadar air tepung kecambah kacang tunggak adalah 6,50%, sedangkan kadar air terigu adalah 6,07% (Tabel 1). Besarnya nilai kadar air menurut standar mutu cookies maksimal 5% bb (Anon., 1992), jadi kadar air cookies yang

dihasilkan telah memenuhi standar mutu cookies.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu cookies yang dihasilkan. Kadar abu cookies tertinggi diperoleh pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 1,48%,serta tidak berbeda dengan P3 dan P4. Kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan (100% terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 0,93% (Tabel 2).

Semakin banyak penggunaan tepung kecambah kacang tunggak maka kadar abu cookies yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena tepung kecambah kacang tunggak yang digunakan memiliki kadar abu sebesar 3,85%. Kadar abu tepung kecambah kacang tunggak lebih besar dibandingkan dengan terigu yang memiliki kadar abu sebesar 0,59% (Tabel 1). Oleh

karena itu, dengan perbandingan tepung kecambah kacang tunggak menyebabkan meningkatnya kadar abu cookies. Peningkatan ini kemungkinan karena pada proses perkecambahan terbentuk mineral-mineral yang tidak ada sebelumnya. Terbentuknya mineral-mineral tersebut menyebabkan kadar abu dari tepung yang dihasilkan semakin meningkat. Besarnya kadar abu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan (Sudarmadji et al., 1997).

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak cookies yang dihasilkan. Kadar lemak cookies tertinggi diperoleh pada perlakuan (100% terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 25,11%. Kadar lemak terendah diperoleh pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 20,60% (Tabel 2).

Kandungan lemak mengalami penurunan setelah perbandingan tepung kecambah kacang tunggak, ini terjadi karena semakin berkurangnya penggunaan terigu dalam pembuatan cookies. Hal ini disebabkan kandungan lemak tepung kecambah kacang tunggak lebih rendah dibandingkan dengan kandungan terigu, kandungan lemak tepung kecambah kacang tunggak sebesar 5,28% sedangkan terigu memiliki kandungan lemak sebesar 8,96% (Tabel 1). Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang efektif (Winarno, 1992). Selain itu lemak dapat menahan air sehingga umur simpan cookies lebih lama. Lemak memberikan cita rasa yang khas dalam cookies, memberikan kalori dan rasa kenyang (Ketaren, 1986).

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein cookies yang dihasilkan. Kadar protein cookies tertinggi diperoleh pada

perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 14,79%. Kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan (100% terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 9,18% (Tabel 3). Semakin meningkat jumlah tepung kecambah kacang tunggak yang digunakan, kadar protein cookies semakin meningkat. Peningkatan kandungan protein ini dikarenakan kandungan protein tepung kecambah kacang tunggak lebih tinggi yaitu sebesar 28,12% dibandingkan terigu yang hanya memiliki kandungan protein sebesar 8,63% (Tabel 1). Peningkatan ini kemungkinan disebabkan pada saat proses perkecambahan terbentuk asam-asam amino yang tidak ada sebelumnya. Terbentuknya asam-asam amino baru tersebut menyebabkan kadar proteinnya semakin meningkat.

Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat cookies yang dihasilkan. Kadar Karbohidrat cookies tertinggi diperoleh pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 58,55%. Kadar karbohidrat terendah diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 63,50% (Tabel 3).

Kandungan karbohidrat mengalami penurunan setelah penambahan tepung kecambah kacang tunggak. Penurunan ini terjadi karena semakin berkurangnya penggunaan terigu dalam pembuatan cookies. Hal ini disebabkan kandungan karbohidrat tepung kecambah kacang tunggak lebih rendah dibandingkan dengan kandungan terigu, kandungan karbohidrat tepung kecambah

kacang tunggak sebesar 54,49% sedangkan terigu memiliki kandungan karbohidrat sebesar 75,72% (Tabel 1).Kadar karbohidrat yang dihitung secara Carbohydrate by different dipengaruhi oleh komponen nutrisi lain, semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin rendah (Sugito dan Hayati, 2006).

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap kadar serat kasar cookies yang dihasilkan. Kadar serat kasar cookies tertinggi diperoleh pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 11,50%, serta tidak berbeda dengan P3 dan P4. Kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan (100% terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 7,63%(Tabel 3).

Peningkatan kadar serat kasar ini seiring dengan peningkatan penggunaan tepung kecambah kacang tunggak, karena tepung kecambah kacang tunggak memiliki kandungan serat kasar yang jauh lebih tinggi yaitu 15,74% dibandingkan dengan terigu yang hanya memiliki kadar serat kasar 5,32% (Tabel 1).Makanan dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung. Singkatnya waktu transit makanan dengan kandungan serat kasar yang relatif tinggi (Joseph, 2002). Jadi dengan demikian cookies yang dihasilkan pada penelitian ini cocok dikembangkan sebagai pangan fungsional.

Evaluasi Sifat Sensoris

Evaluasi sifat sensoris cookies dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Uji

skoring dilakukan terhadap warna dan tekstur cookies. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan cookies dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan tekstur dapat dilihat pada pada Tabel 5.

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan warna cookies. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna tertinggi diperoleh dari cookies dari perlakuan (80% terigu dan 20% tepung kecambah kacang tunggak 20%) yaitu 5,95 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan P0 dan P1 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari cookies pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,65 (agak suka) dan berbeda tidak nyata dengan P5 (Tabel 4).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna cookies. Nilai rata-rata skor tertinggi terhadap warna cookies diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,60 (amat sangat coklat), sedangkan nilai rata-rata terendah cookies diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 1,00 (tidak coklat) (Tabel 5). Menurut Winarno (2004) warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang tidak menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya maka bahan tersebut tidak akan dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna karena warna tampil terlebih dahulu.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan cookies

Perbandingan

Nilai rata – rata uji hedonik

Terigu dengan Tepung Kecambah Kacang Tunggak

Warna

Aroma           Tekstur

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

100% : 0%

5,20±0,95 bcd

5,35± 0,75 ab

5,50± 0,83 a

4,80± 0,95bc

5,80 ± 0,89 a

90% : 10%

5,70 ± 0,66 ab

5,65± 0,81 a

5,45± 0,94 a

5,15 ± 1,18 abc

5,65± 0,67 ab

80% : 20%

5,95 ± 0,83 a

5,70 ±0,80 a

5,80± 0,62 a

5,65 ± 0,88 a

6,05± 0,76a

70% : 30%

5,65 ± 0,67 abc

4,70 ± 1,13 bc

5,60± 0,82 a

5,35 ± 1,14 ab

5,15 ± 0,93 bc

60% : 40%

5,10 ± 1,20 cd

4,55 ± 1,79 c

5,35± 1,23 a

4,65 ± 1,14 bc

5,05± 0,76c

50% : 50%

4,65 ± 0,75 d

4,45 ± 1,10 c

4,55± 1,43 b

4,30 ± 1,05 c

4,85 ± 0,88 c

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan

yang nyata pada Uji Duncan 0,05.

Kriteria hedonik : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka)

Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring warna dan tekstur cookies

Perbandingan Terigu dengan                              Nilai rata – rata uji skoring

Tepung Kecambah Kacang Tunggak

Intensitas warna

Kerenyahan

100% : 0%

1,00± 0 e

3,30± 0,47 b

90% : 10%

1,75 ± 0,44 d

3,55 ± 0,69 ab

80% : 20%

2,85 ± 0,81 c

3,75 ± 0,72 a

70% : 30%

3,00 ± 0,64 c

3,35 ± 0,75 ab

60% : 40%

3,45 ± 0,60 b

2,85 ± 0,59 c

50% : 50%

4,60 ± 0,50 a

2,65 ± 0,49 c

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan

yang nyata pada Uji Duncan 0,05.

Nilai skoring warna : 1 (tidak coklat); 2 (agak coklat); 3 (coklat) ; 4 (sangat coklat); 5 (amat sangat coklat).

Nilai skoring tekstur : 1 (tidak renyah); 2 (agak renyah); 3 (renyah) ; 4 (sangat renyah); 5 (amat sangat renyah).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan aroma cookies. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tertinggi diperoleh dari cookies pada perlakuan (80% terigu dan 20% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 5,70 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0 dan P1 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari cookies pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,45 (agak suka) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3 dan P4 (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung kecambah kacang tunggak sehingga aroma kacang tunggak pada cookies semakin kuat seiring dengan penambahan

tepung kecambah kacang tunggak dalam pembuatan cookies.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur cookies. Nilai rata-ratatingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tertinggi diperoleh dari cookies pada perlakuan (80% terigu dan 20% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 5,80 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0, P1, P3, P4 sedangkan nilai rata-rata tekstur terendah diperoleh dari cookies pada perlakuan (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,55 (agak suka) (Tabel 4).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah

kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur cookies. Nilai rata-rata skor tertinggi terhadap teksturcookies diperoleh pada perlakuan P2 (80% terigu dan 20% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 3,75 (sangat renyah) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1 dan P3 sedangkan nilai rata-rata terendah cookies diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 2,65 (renyah) dan berbeda tidak nyata dengan P4 (Tabel 5).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan rasa cookies. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tertinggi diperoleh dari cookiespada perlakuan (80% terigu dan 20% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 5,65 (suka) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1 dan P3 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,30 (agak suka) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0 dan P4 (Tabel 4).

Rasa adalah faktor yang dinilai panelis setelah warna, aroma dan tekstur yang dapat yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera pencicip atau lidah. Rasa yang enak dapat menarik perhatian sehingga konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari rasanya (Khasanah, 2003).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan cookies. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap penerimaan keseluruhan dari cookies diperoleh pada perlakuan perlakuan P2 (80% terigu dan 20%

tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 6,05 (sangat suka) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0 dan P1 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung kecambah kacang tunggak) yaitu 4,85 (agak suka) dan berbeda tidak nyata dengan P4 (Tabel 4). Penerimaan keseluruhan cookies dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, tekstur dan rasa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1.    Perbandingan terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, warna (uji hedonik dan skoring), aroma (uji hedonik), tekstur (uji hedonik dan skoring), rasa (uji hedonik) serta penerimaan keseluruhan (uji hedonik) cookies.

  • 2.    Perbandingan 80% terigu dengan 20% tepung kecambah kacang tunggak menghasilkan cookies dengan karakteristik terbaik yaitu: kadar air 2,41%, kadar abu 1,26%, kadar lemak 23,44%, kadar protein 11,38%, kadar karbohidrat 61,51%, kadar serat kasar 8,94%, warna, aroma, tekstur, rasa, penerimaan keseluruhan disukai, berwarna coklat dan tekstur sangat renyah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian untuk menghasilkan cookiesterbaik menggunakan perbandingan 80% terigu dengan 20% tepung kecambah kacang tunggak.Perlu dilakukan perbandingan dengan tepung lainnya untuk pengganti terigu agar dapat mengurangi penggunaan terigu dan juga memperbaiki kandungan produk pangan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1992. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01- 2973-1992). BSN. Jakarta.

Anonimus. 2010. Daftar Komposisi Bahan Makanan Indonesia.

Anonimus. 2016. Diagram Alir Pembuatan Cookies.Pelangi Rex’s. Denpasar.

Febrianty, K., T.D., Widyaningsih, S.D., Wijayanti, N.I.P., Nugrahini, dan J.M., Maligan. 2015. Pengaruh Proporsi Tepung (Ubi Jalar Terfermentasi : Kecambah Kacang Tunggak) dan Lama Perkecambahan terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Flake. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 3 p.824-834.

Gomes, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta.

Ikujenlola, VA., and JB., Fashakin. 2005. The physico-chemical properties of a complementary diet prepared from vegetable proteins. J. of Food Agriculture & Environment Vol.3 (3&4) : 23-26

Ismayanti, M. dan Harijono. 2015. Formulasi Mpasi Berbasis Tepung Kecambah Kacang Tunggak dan Tepung Jagung dengan Metode Linear Programming. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.3 No.3 p.9961005.

Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) ; Jakarta.

Khasanah, U. 2003. Formulasi Karakterisasi

Fisiko-Kimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Manley, D. J. R. 2000. Technology of Biscuits. Crackers and Cookies. Ellis Horwood Limited. Chichester.

Onwuka, C. Frank, Ikewuchi, C.Chaterine, Ikewuchi, C. Jude and O. Edward. 2009. Investigation on the Effect of Germination on the Proximate Composition of African Yam Bean (Sphenostylis stenocarpa Hochst ex A Rich) and Fluted Pumpkin (Telferia occidentalis). J. Appl. Sci. Environ.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sugito dan A. Hayati. 2006. Penambahan Daging Ikan Gabus (Ophicepallus strianus) dan Aplikasi Pembekuan pada Pembuatan Pempek Gluten. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 14 No. 1 : 9-20.

Winarno, F. G. 2004. Hasil-hasil Simposium Penganekaragaman Pangan. Prakarsa Swasta dan Pemda, Jakarta.

Winarno. F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarto, A. dan A., Kasno 1998. Kacang Tunggak. Balai   Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan   dan Umbi-umbian.

Malang.

Wisaniyasa N. W., A. S., Duniaji, dan A. A. G. N. A., Jambe. 2017. Studi Daya Cerna Protein, Aktivitas Antioksidan dan Sifat

Fungsional Tepung Kecambah Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dalam Rangka Pengembangan Pangan Fungsional. Media Ilmiah Teknologi Pangan. 4(2) : 122-129.

Wisaniyasa N. W., dan I. K., Suter. 2016. Kajian Sifat Fungsional dan Kimia Tepung Kecambah Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L). Media Ilmiah Teknologi Pangan. 3(1) : 26-34.

Wisaniyasa N. W., I. K., Suter, Y., Marsono, dan I. N. K., Putra. 2015. Germination Effect on Functional Properties and Antitrypsin Activities of Pigeon Pea (Cajanuscajan (L.) Millsp) Sprout Flour. Food Science and Quality Management. 43 : 79-83.

129