Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 2, Tahun 2018

Hal 65 - 75

PENGARUH PERBANDINGAN TERONG BELANDA (Solanum betaceum Cav.) DENGAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) TERHADAP KARAKTERISITIK LEATHER

Ni Putu Yuni Wulan Sari1 , I Dewa Gede Mayun Permana2, I Made Sugitha2

1Mahasiswa Program Studi Imu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2Dosen Program Studi Imu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud

E-mail: [email protected]1

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of tamarillo and seaweed ratio on the characteristics of tamarillo leather and to know the optimum ratio of tamarillo and seaweed on the characteristics of leather. The experimental design was used completely randomized design with the ratio of tamarillo and seaweed as treatment, which consist of 6 levels such as: 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15% : 80% : 20%, and 75% : 25%. The treatment was repeated as many as 3 times then obtained 18 units of the experiment, the data obtained from the result research were analyzed by variance and if the treatment had an effect on the variable then continued with Duncan test. The results showed that tamarillo and seaweed ratio had a significant effect on moisture content, total sugars, vitamin C, curde fiber content, color (score), texture and taste level (hedonic and score), and overall acceptance (hedonic) of leather. Ratio 75% : 25% is produce best characteristic with 12.61% moisture content, 23.93% total sugars, 33.70 mg/100g vitamin C, 21.81% curde fiber content, color rather orange and liked, typical aroma of tamarillo and liked, very elastic texture and very liked, typical of tamarillo taste and very liked, and overall acceptance of very liked.

Keywords :    seaweed, tamarillo, leather, characteristics

PENDAHULUAN

Terong belanda (Solanum betaceaum Cav.) merupakan salah satu tanaman perdu famili Solanaceae yang berasal dari New Zealand, dan dalam industri perdagangan disebut Tamarillo (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Terong terkenal sebagai buah rendah kalori dan rendah lemak. Keunggulan yang terdapat pada terong belanda yaitu di dalam buah ini terdapat daging buah yang tebal berwarna kekuningan dibungkus oleh selaput tipis yang mudah dikelupas (Kumalaningsih, 2006). Rasa buah ini seperti tomat dan teksturnya seperti plum dengan kandungan gizi yang tinggi karena banyak mengandung provitamin A dan

vitamin C serta mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium yang mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh (Anonim, 2010). Terong belanda juga mengandung antioksidan alami yang dapat digunakan untuk memperkecil reaksi oksidasi dan menangkal radikal bebas (Hernani dan Rahardjo, 2005). Antioksidan yang terkandung pada terong belanda adalah β-Karoten dan antosianin.

Terong belanda merupakan komoditas yang mudah rusak secara fisik, kimia dan mikrobiologis, hal tersebut dikarenakan tingginya kandungan air pada terong belanda yaitu 80-90 g/100 g bahan (Kumalaningsih, 2006), oleh karena itu diperlukan penanganan pasca panen untuk

meminimalisir kerusakan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan umur simpan dan juga memberikan nilai tambah dari terong belanda adalah dengan mengolah terong belanda menjadi produk olahan. Terong belanda pada umumnya diolah menjadi jus, selai, dan permen jelly (Astawan, 2008).

Salah satu produk olahan yang mempunyai nilai ekonomis dan masa simpan yang cukup lama adalah fruit leather. Fruit leather merupakan olahan buah-buahan yang berbentuk lembaran tipis yang memiliki konsistensi dan rasa yang khas tergantung dari jenis buah yang digunakan (Enie et al., 1992). Jenis buah yang diolah menjadi fruit leather sebaiknya yang memiliki kandungan serat dan kematangan buah yang cukup. Fruit leather yang dihasilkan memiliki kelemahan yaitu dari segi plastisitas (Ismiati, 2003). Maka dari itu diperlukan diversifikasi produk untuk memperbaiki kualitas dari fruit leather yang dihasilkan.

Pembuatan fruit leather membutuhkan bahan pembentuk struktur agar dapat membentuk tekstur plastis. Bahan pembentuk struktur yang umum digunakan untuk membuat fruit leather adalah pektin. Kandungan pektin pada terong belanda rendah, yaitu 2,57% sehingga memungkinkan tekstur fruit leather yang terbentuk kurang plastis (Adrianne, 2009 dalam Latifah et al., 2013). Oleh karena itu dibutuhkan bahan

pembentuk struktur alternatif untuk menghasilkan fruit leather dengan tekstur plastis. Bahan pembentuk struktur yang umum ditemukan antara lain karagenan, pektin, dan gum arab. Salah satu bahan pembentuk struktur yang dapat digunakan untuk membuat fruit leather adalah rumput laut Eucheuma cottonii. Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung karagenan yang berfungsi sebagai pembentuk struktur yang dapat membentuk gel. Rumput laut memiliki kadar karagenan yang cukup tinggi berkisar antara 54 – 73% tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya (Wibowo et al., 2014).

Eucheuma cottonii sebagai penghasil karagenan mempunyai kandungan serat yang tinggi. Kadar serat makanan dari rumput laut Eucheuma cottonii mencapai 67,5% yang terdiri dari 39,47% serat makanan yang tak larut air dan 26,03% serat makanan yang larut air (Kasim, 2004). Dibandingkan dengan bahan pembentuk struktur pada umumnya seperti pektin dan gum arab, rumput laut lebih mudah diperoleh dipasaran karena banyak diolah sebagai makanan, dan harganya yang relatif lebih murah. Perbandingan terong belanda dengan rumput laut yang tidak tepat akan mempengaruhi karakteristik fruit leather. Konsentrasi rumput laut yang digunakan sangat menentukan karakteristik fruit leather. Apabila konsentrasi rumput laut rendah, fruit leather yang dihasilkan tidak plastis. Sedangkan bila konsentrasi

rumput laut tinggi, fruit leather yang dihasilkan keras dan kaku.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan terong belanda dengan rumput laut terhadap karakteristik leather serta mengetahui perbandingan terong belanda dengan rumput laut yang tepat sehingga dapat menghasilkan leather dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan untuk membuat fruit leather terdiri dari terong belanda, rumput laut, sukrosa, High Fructose Syrup (HFS), dan air. Rumput laut yang digunakan adalah jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari pantai Pandawa Desa Kutuh. Terong belanda yang digunakan adalah buah yang sudah matang, dengan ciri-ciri buah berwarna jingga kemerahan yang diperoleh dari pasar Badung. Sukrosa, HFS, dan air mineral dieroleh dari UD. Venny. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis kimia meliputi aquades, iodin, amilum 1%, HCl, NaOH, H2SO4, larutan Nelson Somogyi, Arseno, dan alkohol 96%.

Alat yang digunakan untuk membuat leather adalah pisau, oven, panci, sendok pengaduk, timer, thermometer, kertas perkamen, blender (Philips), timbangan digital (ACIS, gelas ukur

(Pyrex), loyang, kompor gas (Rinnai) dan wajan. Alat yang digunakan untuk analisis sifat fisik dan kimia antara lain eksikator, oven (Memmert), timbangan analitik (Shimadzu), aluminium foil, labu erlenmeyer (Pyrex), kertas Whatmann 42, biuret (pyrex), pipet volume (Pyrex), labu takar (Pyrex), vortex (Maxi Mix II Type 367000), mikropipet (Socorex), dan spektrofotometer (Thermo Scientific Genesis 10S UV-Vis, dan lembar quisioner.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan perlakuan perbandingan terong belanda dengan rumput laut, yaitu : 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15% : 80% : 20%, dan 75% : 25%. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengn sidik ragam (ANOVA) dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995)

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pembuatan leather, yaitu buah terong belanda disortasi terlebih dahulu. Buah yang telah masak (ditandai tekstur yang lembek dan warna buah menjadi jingga kemerahan) dan segar dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit buah.

Buah yang sudah bersih dikupas dan dihilangkan bijinya, kemudian diblansir pada suhu 60˚ C selama 3 menit. Setelah itu buah dipotong-potong dan dihancurkan menggunakan blender dan ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 hingga menjadi bubur terong belanda serta ditimbang sesuai perlakuan (100 g, 95 g, 90 g, 85 g, 80 g, 75 g).

Disisi lain, disiapkan rumput laut yang sebelumnya sudah direndam dengan air selama 3 hari. Air yang digunakan diganti setiap hari agar kotoran dan bau amis yang ditimbulkan dari rumput laut hilang. Perendaman dianggap cukup jika thallus rumput laut sudah mengembang, lunak dan dapat dipotong dengan jari tangan. Rumput laut yang sudah mengembang dihancurkan menggunakan blender hingga menjadi bubur rumput laut serta ditimbang sesuai perlakuan (0 g, 5 g, 10 g, 15 g, 20 g, 25 g).

Bubur terong belanda dan bubur rumput laut dicampur dengan sukrosa sebanyak 25 g dan HFS sebanyak 25 g lalu dipanaskan sampai suhu 80!C (3 menit). Setelah pemasakan kemudian dicetak pada loyang yang sudah dialasi dengan kertas perkamen lalu dimasukkan kedalam oven untuk proses pengeringan pada suhu 60˚C selama 8 jam.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air diukur dengan metode pengeringan (Sudarmadji et

al., 1997), total gula dengan metode Nelson Somogyi (Sudarmadji et al., 1997), kadar vitamin C dengan metode iodimetri (Sudarmadji et al., 1997), kadar serat kasar dilakukan dengan metode hidrolisis asam dan basa (Sudarmadji et al., 1997), dan evaluasi sensoris menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kadar air, total gula, kadar vitamin C, dan kadar serat kasar dari leather terdapat pada Tabel 1.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air leather. Tabel 1 menunjukkan kadar air terendah leather diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 12,61%. Rendahnya kadar air pada perlakuan P5 disebabkan karena konsentrasi rumput laut tertinggi yaitu sebanyak 25%. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut maka kandungan air akan semakin rendah karena terjadi pengikatan air oleh kandungan serat pada rumput laut. Salah satu sifat serat yang terkadung pada rumput laut ialah mampu mengimobilisasikan air sehingga dengan semakin tinggi konsentrasi rumput laut yang ditambahkan menyebabkan jumlah air bebas dan air teradsorbsi yang ada dalam

produk menurun. Kadar air tertinggi leather diperoleh dari perlakuan P0 yaitu 15,20%. Kadar air leather tinggi pada perlakuan P0 seiring dengan tingginya konsentrasi terong belanda, hal ini dikarenakan terong belanda mengandung kadar air tinggi sebesar 80-90

g dalam 100 g buah terong belanda segar (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Sedangkan kadar air pada rumput laut lebih rendah yaitu 13,90% (Istini et al., 1986 dalam Yani, 2006).

Tabel 1. Nilai rata-rata Kadar Air, Total Gula, Kadar Vitamin C, dan Kadar Serat Kasar Leather

Perlakuan

Terong belanda:

Rumput Laut

Kadar

Air (%)

Total Gula (%)

Kadar Vitamin C (mg/100g)

Kadar Serat Kasar (%)

100% : 0% (P0)

15,20 ± 0,30 a

61,92 ± 1,75 a

39,57 ± 0,30 a

12,09 ± 2,15 d

95% : 5% (P1)

14,06 ± 0,40 b

55,82 ± 1,23 b

37,54 ± 0,38 b

13,89 ± 1,22 cd

90% : 10% (P2)

13,58 ± 0,19 c

53,00 ± 0,59 c

36,71 ± 0,15 c

16,88 ± 2,02 bc

85% : 15% (P3)

13,39 ± 0,28 cd

42,03 ± 2,04 d

35,83 ± 0,11 d

18,10 ± 1,48 ab

80% : 20% (P4)

13,15 ± 0,93 d

36,28 ± 0,18 e

34,91 ± 0,41 e

18,92 ± 1,64 a

75% : 25% (P5)

12,61 ± 0,27 e

23,93 ± 1,77 f

33,70 ± 0,45 f

21,81 ± 3,20 a

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan 0,05.

Total Gula

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total gula leather. Tabel 1 menunjukkan total gula terendah leather diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 23,93%, sedangkan total gula tertinggi leather diperoleh dari perlakuan P0 yaitu 61,92%. Total gula leather tinggi pada perlakuan P0 seiring dengan tingginya konsentrasi terong belanda, hal ini disebabkan karena terong belanda mengandung kadar gula sebesar 1,15% (Anonim, 2012). Semakin tinggi konsentrasi terong belanda maka semakin tinggi pula total gula yang dihasilkan.

Kadar Vitamin C

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan

rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C leather. Tabel 1 menunjukkan kadar vitamin C terendah leather diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 33,70 mg/100g, sedangkan kadar vitamin C tertinggi leather diperoleh dari perlakuan P0 yaitu 39,57 mg/100g. Kadar vitamin C leather tinggi pada perlakuan P0 seiring dengan tingginya konsentrasi terong belanda, hal tersebut disebabkan karena tingginya kandungan vitamin C yang terdapat pada terong belanda. Semakin tinggi konsentrasi terong belanda cenderung menyebabkan kadar vitamin C leather semakin meningkat. Hal ini dikarenakan terong belanda mengandung vitamin C 1542 mg/ 100 g buah (Kumalaningsih, 2006). Vitamin C adalah salah satu vitamin yang larut dalam air yang memiliki peranan

penting untuk kesehatan manusia seperti dapat mencegah berbagai macam penyakit, serta mampu menangkal radikal bebas (Winarno, 2002).

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar leather. Tabel 1 menunjukkan kadar serat kasar terendah leather diperoleh dari perlakuan P0 yaitu 12,09% serta tidak berbeda dengan perlakuan P1, sedangkan kadar serat kasar tertinggi leather diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 21,81% serta tidak berbeda dengan perlakuan P3 dan P4. Kadar serat kasar leather tinggi pada perlakuan P5 seiring

dengan tingginya konsentrasi rumput laut, hal tersebut disebabkan karena tingginya kandungan serat yang terdapat pada rumput laut sebesar 67,5% (Kasim, 2004). Kandungan serat yang terdapat pada terong belanda lebih kecil dibanding rumput laut, yaitu 1,4 - 4,7 g per 100 g buah terong belanda segar. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut cenderung menyebabkan kadar serat kasar leather semakin meningkat.

Evaluasi Sifat Sensoris

Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan leather dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa dapat dilihat pada pada Tabel 3.

Tabel 2. Nilai rata – rata Uji Hedonik Warna, Aroma, Tekstur, Rasa dan Penerimaan Keseluruhan Leather

Perlakuan Terong belanda: Rumput Laut

Nilai rata – rata uji hedonik

Penerimaan

Warna       Aroma       Tekstur        Rasa

Keseluruhan

100% : 0% (P0)

95% : 5% (P1)

90% : 10% (P2)

85% : 15% (P3)

80% : 20% (P4)

75% : 25% (P5)

4,35 ± 1,81 a   5,60 ± 0,82 a  4,70 ± 0,98 d  5,50 ± 0,51 d    5,65 ± 0,49 d

4,40 ± 1,35 a   5,80 ± 0,83 a  5,30 ± 0,57 c   5,70 ± 0,52 cd   5,95 ± 0,51 c

4,45 ± 1,88 a   5,80 ± 0,77 a  5,80 ± 0,41 b   5,80 ± 0,57 bcd  6,05 ± 0,51 c

4,60 ± 1,09 a  6,00 ± 0,79 a  5,80 ± 0,61 b   5,90 ± 0,44 a    6,05 ± 0,22 c

4,90 ± 1,71 a  6,10 ± 0,64 a  6,15 ± 0,50 b  6,05 ± 0,51 a    6,45 ± 0,51 b

5,65 ± 1,18 a  6,25 ± 0,71 a  6,80 ± 0,41 a   6,65 ± 0,49 a    6,90 ± 0,30 a

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan 0,05.

Kriteria hedonik : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka).

Tabel 3. Nilai rata-rata Uji Skoring Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa Leather

Perlakuan Terong belanda: Rumput Laut

Nilai rata – rata uji skoring

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

100% : 0% (P0)

2,30 ± 0,47 e

3,85 ± 0,88 a

3,35 ± 0,59 e

4,35 ± 0,15 a

95% : 5% (P1)

2,90 ± 0,30 d

4,15 ± 0,81 a

3,70 ± 0,47 d

4,30 ± 0,73 a

90% : 10% (P2)

3,40 ± 0,50 c

4,25 ± 0,71 a

3,95 ± 0,39 cd

4,10 ± 0,64 ab

85% : 15% (P3)

3,60 ± 0,50 bc

4,15 ± 0,67 a

4,10 ± 0,30 bc

4,20 ± 0,41 ab

80% : 20% (P4)

3,75 ± 0,55 b

3,85 ± 0,74 a

4,30 ± 0,47 b

3,85 ± 0,36 bc

75% : 25% (P5)

4,35 ± 0,49 a

3,70 ± 0,57 a

4,70 ± 0,47 a

3,70 ± 0,47 c

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan 0,05.

Kriteria warna

Kriteria aroma

Kriteria tekstur plastis

Kriteria rasa


: 1. Coklat pudar, 2. Coklat, 3. Oranye kecoklatan, 4. Agak oranye, 5. Oranye

: 1. Sangat tidak khas terong belanda, 2. Tidak khas terong belanda, 3. Agak khas terong belanda, 4. Khas terong belanda, 5. Sangat khas terong belanda

: 1. Sangat tidak plastis, 2. Tidak plastis, 3. Agak plastis, 4. Plastis, 5. Sangat

: 1. Sangat tidak khas terong belanda, 2. Tidak khas terong belanda, 3. Agak khas terong belanda, 4. Khas terong belanda, 5. Sangat khas terong belanda

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna leather. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna leather berkisar antara 4,35 (biasa) sampai dengan 5,65 (suka). Perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkatan warna (uji skoring) leather. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji skoring terhadap warna leather tertinggi diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 4,35 (agak oranye). Sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dar perlakuan P0 yaitu 2,30 (coklat). Panelis menyukai leather perlakuan P5 dengan warna agak oranye.

Menurut Winarno (2004) warna merupakan komponen yang sangat penting

untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang tidak menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya maka bahan tersebut tidak akan dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna karena warna tampil terlebih dahulu.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kesukaan aroma (uji hedonik) leather. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma leather berkisar antara 5,60 (suka) sampai dengan 6,25 (suka).

Perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh tidak nyata

(P>0,05) terhadap tingkatan aroma (uji skoring) leather. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma leather berkisar antara 3,85 (khas terong belanda) sampai dengan 3,70 (khas terong belanda). Hal ini disebabkan karena aroma terong belanda sangat kuat sehingga tidak berpengaruh terhadap aroma leather kuat. Panelis menyukai leather perlakuan P0 dengan aroma khas terong belanda. Menurut Meilgaard et al. (2000) menyatakan bahwa aroma makanan timbul disebabkan oleh terbentuknya senyawa volatil yang mudah menguap, selain itu proses pemasakan yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan tekstur (uji hedonik) leather. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur leather tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 yaitu 6,80 (sangat suka). Perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkatan tekstur (uji skoring) leather.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur leather tertinggi diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 4,70 (sangat plastis), sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan P0 yaitu 3,35 (agak plastis). Panelis menyukai

leather perlakuan P5 dengan tekstur sangat plastis. Tekstur plastis leather sangat dipengaruhi oleh komponen karagenan yang terkandung di dalam rumput laut. Kecenderungan peningkatan tingkatan tekstur (uji skoring) leather disebabkan pada perbandingan rumput laut dengan konsentrasi tertinggi, dimana semakin tinggi perbandingan rumput laut, semakin plastis tekstur yang dihasilkan.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan rasa leather. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa leather tertinggi diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 6,65 (sangat suka) serta tidak berbeda dengan perlakuan P3 dan P4. Perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkatan rasa (uji skoring) leather. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa leather tertinggi diperoleh dari perlakuan P0 yaitu 4,35 (khas terong belanda) serta tidak berbeda dengan perlakuan P1, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan P5 yaitu 3,70 (khas terong belanda). Panelis menyukai leather perlakuan P0 dengan rasa khas terong belanda. Hal ini disebabkan karena perbandingan terong belanda dengan rumput laut dapat mempengaruhi rasa leather yang dihasilkan. Terong belanda

sendiri memiliki rasa asam yang sangat kuat sehingga dengan perlakuan perbandingan terong belanda dengan rumput laut serta dengan penambahan sukrosa dan HFS rasa asam dari terong belanda dapat dikurangi. Semakin banyak konsentrasi rumput laut yang ditambahkan maka rasa asam yang dihasilkan oleh terong belanda akan berkurang. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit perbandingan rumput laut maka rasa asam yang dihasilkan terong belanda akan tetap kuat.

Menurut Khasanah (2003) menyatakan bahwa rasa adalah faktor yang dinilai panelis setelah tekstur, warna dan aroma yang dapat yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera pencicip atau lidah. Rasa yang enak dapat menarik perhatian sehingga konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari rasanya. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan leather. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan leather tertinggi diperoleh dari perlakuan 75% terong

belanda dengan 25% rumput laut (P5) yaitu 6,90 (sangat suka). Sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan 100% terong belanda dengan 0% rumput laut (P0) yaitu 5,65 (suka). Penerimaan keseluruhan leather dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, tekstur dan rasa.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  • 1.    Perbandingan terong belanda dengan rumput laut berpengaruh terhadap kadar air, total gula, kadar vitamin C, kadar serat kasar, tingkat warna (skor), tekstur dan rasa (hedonik dan skor), dan penerimaan keseluruhan (hedonik) leather.

  • 2.    Perbandingan 75% terong belanda : 25% rumput laut menghasilkan leather dengan karakteristik terbaik dengan kriteria kadar air 12,61%, total gula 23,93%, kadar vitamin C 33,70 mg/100g, serat kasar 21,81%, warna agak oranye dan disukai, aroma khas terong belanda dan disukai, tekstur sangat plastis dan sangat disukai, rasa khas terong belanda dan sangat disukai serta penerimaan keseluruhan sangat disukai.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, untuk menghasilkan leather dengan karakteristik terbaik disarankan menggunakan perbandingan 75% terong belanda : 25%

rumput laut dalam proses pembuatan leather.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianne, P. 2009. Terong belanda. http://www.plantamor.com Diakses pada tanggal 2 Februari 2015.

Anonymous. 2010. Terong belanda. http://id.wikipedia.org/wiki/TerungB elanda. Diakses pada tanggal 19 Juli 2011.

Anonymous. 2012. Terong belanda. http://kesehatan-saulus.blogspot.co.id/2012/05/khasiat -terong-belanda.html. Diakses pada tanggal 17 Januari 2018.

Astawan, M. 2008. Terong belanda Si Jagoan                Antioksidan.

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/c ybermed/detail.aspx?x=Natural+ Healing&y=cybermed%7C3%7C0 %7C3%7C157. Diakses pada tanggal 19 Juli 2011.

Enie, A.B., N. Lestari., A. Syukri., dan A. Djakaria. 1992. Pengembangan Pemanfaatan Buah-buahan Tropis Untuk Pembuatan Produk Olahan Eksotik. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik unukt penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Hal : 13 – 16. UI – Press, Jakarta.

Hernani, dan M. Rahardjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Cetakan I. Hal: 3, 9, 11, 16-17.    Penebar

Swadaya, Jakarta.

Ismiati, W. 2003. Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Karaginan terhadap Mutu Selai Apel Lembaran. Skirpsi Jurusan Teknologi Pangan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Istini, S., A. Zatnika, Suhaimi dan J. Anggadireja. 1986. Manfaat dan

Pengolahan Rumput Laut. Jurnal Penelitian. BPPT, Jakarta.

Kasim, S. R. 2004. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Dan Lamanya Waktu Pemberian Rumput Laut E. Cottonii Terhadap Kadar Lipid Serum Darah Tikus. Skripsi. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya, Malang.

Khasanah, U. 2003. Formulasi Karakterisasi   Fisiko-Kimia dan

Organoleptik   Produk Makanan

Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kumalaningsih. 2006. Antioksidan alami Terong belanda. Trubus Agrisarana, Jakarta.

Kumalaningsih, dan Suprayogi. 2006. Taramillo (Terong belanda). Trubus Agrisarana, Surabaya.

Latifah., R. Nurismanto., C. Agniya. 2013. Pembuatan Selai Lembaran Terong belanda. Fakultas Teknologi Industri. UPN “Veteran”, Jawa Timur.

Meilgaard, M, G. V. Civille and B. T. Carr. 2000. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press. Boca Raton, Florida.

Soekarto,    S. T.    1985. Penilaian

Organoleptik Untuk Industri Pangan dan         Hasil         Pertanian.

BratakaryaAksara, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Wibowo, S., R. Peranginangin, M. Darmawan, dan A.R. Hakim. 2014. Teknik Pengolahan ATC Dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Penebar Swadaya, Jakarta Timur.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2004.   Hasil-hasil

Simposium     Penganekaragaman

Pangan. Prakarsa Swasta dan Pemda, Jakarta.

Yani, H. I. 2006. Karakteristik Fisika Kimia Permen Jelly dari Rumput Laut

Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.