PENGARUH PENAMB AHAN SODIUM TRIPOLIFOSFAT (STPP) TERHADAP KARAKTERISTIK PATI SENTE (Alocasia macrorrhiza (L.) Schoot) YANG DIMODIFIKASI DENGAN METODE CROSS-LINKING
on
PENGARUH PENAMB AHAN SODIUM TRIPOLIFOSFAT (STPP) TERHADAP KARAKTERISTIK PATI SENTE (Alocasia macrorrhiza (L.) Schoot) YANG DIMODIFIKASI DENGAN METODE CROSS-LINKING
Silvia Novitas ari1, I Wayan Rai Widarta2, A. A. I Sri Wiadnyani2
1Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
Email: [email protected]
AB STRACT
Sente (Alocasia macrorrhiza (L.) Schoot) is one of minor tuber. Sente containing a lot of nutrition such us carbohydrates 23,16%, so sente is can be used as alternative food. The research aimed to find effect substitution sodium tripoliphosphate (STPP) to the characteristic of modified sente starch and to determine the optimal concentration of STPP, to produce the best characteristic of modified sente starch. This study used experimental design by Completely Randomized Design (CRD). The experiment consisted of six levels concentrations: 0%, 1%, 3%, 5%, 7% and 9%. The whole treatment was replicated three time to obtain 18 unit experiment. Data was analyzed by analysis of variance and the treatment show effect is observed by Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that consentration STPP influences of characteristic sente starch. The best characteristic modified sente starch was produced by 9% STPP concentration with phosphate content 0,33%, degree of substitution 0,0172, amylose content 16,13%, starch content 72,60%, swelling power 11,61 g/g, solubility 5,73%, gelatinization temperature at 85,1oC and final viscosity 1130 Cp. The amilography profile results showed that STPP can change the properties of native starch paste gelatization of type B into type C, the modified starch having a high stability on the heating process.
Keyword: Cross-lingk ing, sente, starch, STPP
PENDAHULUAN
Sente (Alocasia macrorrhiza (L.) Schott) merupakan jenis umbi-umbian yang banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia, India dan Sri Lanka. Produktivitas tanaman sente mencapai 30 ton/hektar, dan berkisar dari 2-5 kg per tanaman (Rubatzky and Yamaguchi, 1998). Sente belum banyak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Indonesia. Sejauh ini pemanfaatan sente hanya sebagai sumber pangan pengganti nasi yang dikonsumsi dengan cara direbus, dibakar, dipanggang, dikukus atau digoreng. Sente merupakan jenis talas-talasan keluarga Araceae yang mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu 23,16g/100 g (Kumoro et al., 2014). Oleh karena itu, sente
berpotensi sebagai sumber karbohidrat pengganti beras dan gandum. Pemanfaatan sente menjadi tepung dan pati dapat memperluas aplikasinya dibidang pangan, namun pati alami (native strach) mempunyai beberapa kendala jika dipakai bahan baku dalam industri pangan, yaitu jika dimasak pati alami membutuhkan waktu yang lama,
sifatnya terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan asam dan panas (Zulaidah, 2010). Permasalahan itulah yang menyebabkan penggunaan pati alami sebagai bahan baku pangan masih terbatas dan kurang diminati, untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan modifikasi pati. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia dan enzimatis. Modifikasi pati
secara kimia dilakukan dengan menambahkan 103
bahan kimia tertentu dengan tujuan mengantikan gugus hidroksil (OH-) dan memperkuat ikatan pada rantai pati.
Teja et al., (2010) melaporkan bahwa karakteristik pati sagu termodifikasi kimia dengan cross- linking dapat meningkatkan swelling power dan menurunkan freeze thaw stability dari pati sagu. Armayuni, (2015) melaporkan bahwa konsentrasi penambahan sodium tripolifosfat (STPP) sebanyak 7% menghasilkan karakteristik pati pisang kepok termodifikasi terbaik. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan modifikasi crosslinking salah satunya adalah konsentrasi STPP yang digunakan, jika konsentrasi STPP tepat maka akan terjadi peningkatan kandungan amilosa, penurunan solubility dan peningkatan swelling power (Teja et al., 2010). Namun jika konsentrasi STPP yang digunakan terlalu tinggi, maka akan meningkatkan residu fosfat didalam pati modifikasi, dimana residu fosfat yang diperbolehkan maksimal 0,4% dengan Degree of substitution (DS) maksimal 3. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi STPP tepat, sehingga menghasilkan pati termodifikasi dengan karakteristik terbaik.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Laboratorium Teknik Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dan Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi),
Subang, Jawa barat. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Desember 2015 – Maret 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: waskom, blender (Philips), oven, alumunium foil, ayakan 80 mesh (Retsch), timbangan analitik (Shimadzu), kain saring, tissue, pisau, kertas saring, tabung reaksi (Pyrex), tabung sentrifuse (Nezco Lab), erlemeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), cawan porselen (Pyrex), cawan alumunium, labu takar (Pyrex), pipet tetes, pipet volume (Pyrex), pipet mikro (Sorotex), corong plastik, vortex (Bj Barnstead Thermolyne), spektrofotometer (Thermo Scientific Genesis 10s UV-Vis), waterbath (Selecta P), centrifuge (Yenaco), brabender viscograph (Brabender Viscograph E Duisburg Germany), kompor (Rinai), desikator.
Bahan baku sente diperoleh dari perkebunan warga di Desa Petiga, Kecamatan. Marga, Kabupaten. Tabanan, Provinsi. Bali. Bahan kimia yang digunakan anatara lain: STPP, NaCl, NaOH, HCl, Na2CO3, Rochelle, NaHCO3, Na2SO4, CuSO4.5H2O, arseno-molybdate, vandate-molybdate, D-glucosa, asam asetat, amilosa, aquades.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan STPP sebanyak P0 (0%), P1 (1%), P2 (3%), P3 (5%), P4 (7%), P5 (9%). Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis Of Variance (ANOVA), apabila menunjukan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Variabel yang Diamati
Variable yang diamati antara lain persen fosfat (Teja et al., 2010), derajat subtitusi (Teja et al., 2010), kadar pati (Musita, 2009), kadar amilosa (AOAC, 1984) swelling power (Raina et al., 2006), solubility (Raina et al., 2006) dan sifat amilografi (Medikasari et al., 2009).
Pelaksanaan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan melalui 2 tahap pelaksanaan. Tahap pertama pembuatan pati sente dan tahap kedua modifikasi pati sente.
Pembuatan Pati Sente
Sente dikupas kulitnya (1 cm dari kulit luar) lalu dicuci bersih, diiris dengan ketebalan 0,5 cm dan direndam dalam larutan garam 7,5%, dengan perbandingan 4:1 (larutan garam : sente) selama 1 jam (Widiawan, 2012). Potongan sente yang sudah direndam, kemudian dicuci dengan air dan ditiriskan, dan dihaluskan menggunakan blender dengan penambahan air 1:1 (1 bagian sente : 1 bagian air). Bubur sente kemudian disaring dengan kain saring rangkap dua sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati sedangkan ampas tertinggal pada kain saring. Ampas ditambahkan air 1:3 (1 bagian ampas : 3 bagian air) dan di saring kembali menjadi suspensi pati. Suspensi pati ditampung pada wadah pengendapan dan dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendapan selama 6 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Pasta pati dicuci dengan air sebanyak 2 kali, kemudian pasta pati diletakkan diatas loyang dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC selam 12 jam. Setelah pati kering, pati dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh (Nazhrah et al., 2014). Diagram
alir proses pembuatan pati sente dapat dilihat pada Gambar 1.
Modifikasi Pati Sente
STPP masing-masing 1%; 3%; 5%; 7%; 9% dari berat sente (100 g) dilarutkan kedalam aquades 150 ml. Setelah itu 100 g pati sente disuspensikan kedalam larutan. Kemudian pH suspensi pati ditetapkan kembali dengan penambahan NaOH 5% sampai mencapai pH 10. Setelah itu suspensi diaduk selama 1 jam pada suhu ruang, kemudian pH suspensi dinetralkan sampai mencapai pH 6,5 dengan penambahan HCl 5%. Suspensi kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu endapan pati dicuci sebanyak 3 kali menggunakan aquades sampai pH 7, lalu pati dioven pada suhu 50oC selama 8 jam. Selanjutnya pati diblender dan diayak dengan ayakan 80 mesh Medikasari et al., (2009). Diagram alir proses pembuatan pati sente dapat dilihat pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi STPP berpengaruh terhadap kadar fosfat, derajat subtitusi (DS), kadar pati, kadar amilosa, swelling power, solubility dan sifat amilografi pati sente termodifikasi. Nilai rata-rata kadar fosfat, derajat subtitusi (DS), kadar pati, kadar amilosa, swelling power dan solubility dapat dilihat pada tabel 1.
Kadar Fosfat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap kadar fosfat pati sente termodifikasi (p<0,05). Nilai rata-rata kadar fosfat terendah
diperoleh pada perlakuan pati alami (P0) sebesar 0,08%, sedangkan kadar fosfat tertinggi pada perlakuan penambahan STPP sebanyak 9% (P5) sebesar 0,33%. Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan STPP maka terjadi peningkatkan kadar fosfat pada pati sente termodifikasi.
Peningkatan kadar fosfat disebabkan karena semakin banyak gugus fosfat yang menggantikan gugus hidroksil melalui reaksi ikatan silang (cross-linking) pada molekul amilosa
dan amilopektin. Ikatan silang akan menjadi jembatan antar satu molekul pati dengan molekul pati lainnya, dan akan memperkuat ikatan silang pada rantai pati yang lain (Kusnandar, 2010). Peningkatan nilai kadar fosfat rata-rata pada pati sente termodifikasi memenuhi kriteria kadar fosfat pada pati termodifikasi menurut Food and Drug Administration (FDA) yaitu maksimal jumlah residu fosfat pada pati termodifikasi adalah 0,4% (Anon, 2012).
Tabel 1. Nilai rata-rata kadar fosfat, derajat subtitusi (DS), kadar pati, kadar amilosa, swelling power dan solubility.
Perlakuan |
Kadar Fosfat (%) |
Derajat Subtitusi |
Kadar Pati (%) |
Kadar Amilosa (%) |
Swelling Power (g/g) |
Solubility (%) |
P0 (0%) |
0,08f |
0,0043f |
62,32c |
9,09e |
9,45c |
11,19a |
P1 (1%) |
0,15e |
0,0077e |
65,29bc |
12,29d |
10,47b |
9,10b |
P2 (3%) |
0,19d |
0,0103d |
68,24ab |
13,02cd |
10,64ab |
8,29b |
P3 (5%) |
0,22c |
0,0113c |
69,64ab |
13,59bc |
10,99ab |
7,08c |
P4 (7%) |
0,26b |
0,0138b |
71,11ab |
14,68b |
11,36ab |
6,38cd |
P5 (9%) |
0,33a |
0,0172a |
72,60a |
16,13a |
11,60a |
5,73d |
Keterangan: huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama menunjukkan perbedan
yang tidak nyata (p>0,05)
Derajat Subtitusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap derajat subtitusi (p<0,05). Nilai rata-rata derajat subtitusi terendah pada perlakuan pati alami (P0) sebesar 0,0043. Derajat subtitusi tertinggi pada perlakuan penambahan STPP sebanyak 9% (P5) sebesar 0,0172.
Semakin tinggi konsentrasi STPP yang ditambahkan akan meningkatkan derajat subtitusi gugus fosfat pada pati termodifikasi. Hal ini disebabkan semakin banyak gugus fosfat yang menggantikan gugus hidroksil (OH) melalui
ikatan silang pada saat modifikasi pati. Hal ini sesuai dengan penyataan Santoso et al., (2015) yang melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi senyawa STPP maka semakin banyak ion fosfat yang dapat mensubtitusi gugus OH pada molekul pati melalui reaksi ikatan silang (crosslinking). Gugus OH pada bagian amorf dua kali lebih mudah disubtitusi dengan gugus fosfat per unit anhidroglukosa dibandingkan dengan gugus OH pada bagian kristalin. Subtitusi gugus OH pada pati yang digantikan gugus fosfat terjadi secara acak pada daerah amorf yaitu pada posisi
OH bebas pada atom C-2, C-3, C-6 (Santoso et al., 2015)
Kadar Pati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap kadar pati (p<0,05). Nilai rata-rata kadar pati tertinggi pada perlakuan penambahan STPP sebanyak 9% (P5) sebesar 72,60%, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan penambahan STPP sebanyak 7% (P4), 5% (P3) dan 3% (P2) sebesar 71,11%, 69,64% dan 68,24%. Kadar pati terendah pada pati alami (P0) sebesar 62,32%.
Nilai rata-rata kadar pati meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi STPP yang ditambahkan pada pati sente termodifikasi. Peningkatan kadar pati ini disebabkan meningkatnya derajat subtitusi pada molekul pati. Semakin banyak derajat subtitusi pada molekul pati, semakin banyak pula ikatan silang yang akan memperkuat ikatan molekul pati termodifikasi sehingga akan mengurangi kehilangan pati pada saat pencucian, dan akan meningkatkan kadar pati. Hal ini sesuai dengan penyataan Retnaningtyas et al.,(2014), yang melaporkan bahwa, semakin banyak penambahan STPP pada saat modifikasi pati, akan menyebabkan semakin banyak ikatan gugus fosfat dengan molekul pati, sehingga sifat granula pati semakin stabil dan semakin tidak mudah terdispersi dalam air selama proses pencucian, sehingga kehilangan pati pada saat proses pencucian lebih sedikit. Selain itu saat gugus fosfat berpenetrasi kedalam granula pati dan membentuk ikatan kovalen dengan molekul pati, akan meningkatkan berat molekul pati, sehingga meningkatkan kadar pati (Retnaningtyas et al., 2014).
Kadar Amilosa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa (p<0,05). Hasil penelitian diperoleh kadar amilosa tertinggi pada perlakuan penambahan STPP sebanyak 9% (P5) sebesar 16,13. Nilai rata-rata kadar pati terendah pada perlakuan pati alami (P0) sebesar 8,23%. Tabel 1 menunjukkan semakin banyak penambahan STPP akan meningkatkan kadar amilosa.
Semakin tinggi konsentrasi STPP yang ditambahkan, nilai rata-rata amilosa akan semakin meningkat hal ini disebabkan karena molekul amilopektin bersifat lebih mudah mengalami fosforilasi (ikatan silang) daripada molekul amilosa dan akan menyebabkan proporsi amilosa lebih tinggi daripada amilopektin (Munarso et al., 2004). Nilai rata-rata kadar amilosa pati sente berkisar antara 9,09%–16,13%, bedasarkan IRRI (International Rice Research Institute) dalam Armayuni, (2015), kadar amilosa pati sente termasuk golongan amilosa rendah (<20%).
Swelling Power
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap swelling power (p<0,05). Nilai rata-rata swelling power tertinggi pada perlakuan P5 (9%) sebesar 11,60g/g, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 (7%), P3 (5%) dan P2 (3%) sebesar 11,36 g/g, 10,99 g/g, 10,64 g/g. Nilai rata-rata swelling power terendah pada perlakuan pati alami (P0) sebesar 9,4477 g/g, yang berbeda nyata dengan perlakuan P1 (1%). Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi STPP akan meningkatkan nilai swelling power, hal ini disebabkan saat pati bereaksi dengan STPP 107
akan dihasilkan gugus fosfat yang bersifat polar, gugus fosfat polar ini mudah mengikat air.
Air akan berpenetrasi masuk ke dalam granula pati pada saat pemanasan sehingga akan meningkatkan swelling power. Hal ini sesuai dengan Retnaningtyas et al., (2014) yang menyatakan bahwa, saat pati bereaksi dengan STPP akan dihasilkan gugus fosfat yang bersifat hidrofilik (ion suka air). Semakin banyak konsentrasi STPP yang ditambahkan maka semakin banyak gugus fosfat yang mengikat air, sehingga saat pati dipanaskan akan meningkatkan nilai swelling power.
Solubility
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap solubility (p<0,05). Nilai rata-rata solubility terendah pada perlakuan penambahan STPP sebanyak 9% (P5) sebesar 5,73%, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan STPP sebanyak 7% (P4) sebesar 6,38%. Solubility tertinggi pada perlakuan pati alami (P0) sebesar 11,19%. Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata solubility mengalami penurunan, hal ini disebakan karena meningkatnya swelling power. Saat pati dipanaskan, air akan masuk kedalam granula pati, dan pati akan mengembang menjadi pasta pati. Pasta pati yang terbentuk daya kembangnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya derajat subtitusi, dan akan menurunkan solubility karena sebagaian besar pati sudah mengembang menjadi pasta pati, dan hanya meninggalkan sedikit pati yang masih dapat larut bersama air.
Menurut Retnaningtyas et al., (2014) fosfat berpenetrasi masuk kedalam granula pati memiliki kecenderungan untuk membentuk ikatan kovalen. Ikatan silang yang terbentuk menyebabkan ikatan-ikatan kovalen diantara molekul pati termodifikasi lebih kuat dibandingkan dengan pati alami yang hanya terdiri dari ikatan hidrogen, sehingga memungkinkan pati termodifikasi yang larut air lebih sedikit daripada pasta pati alami (Armayuni, 2015).
Sifat Amilografi
Profil pengamatan sifat amilografi meliputi suhu awal gelatinisasi (SG), viskositas puncak (PV), viskositas pasta panas (holding viscosity), viscositas breakdown, viscositas setback dan viskositas pasta dingin. Profil kurva amilografi pati sente dan pati sente termodifikasi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan pati sente alami memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih rendah yaitu 77,2oC dibandingkan dengan pati sente termodifikasi yaitu 83,6oC; 85,0oC; 85,1oC; 87,4oC dan 88,4oC. Pati sente alami memiliki viskositas puncak sebesar 1590 Cp, namun pada masing-masing perlakuan pati sente termodifkasi tidak ditemukan adanya viskositas puncak. Peningkatan suhu awal gelatinisasi ini disebabkan oleh adanya ikatan silang antara gugus fosfat dengan gugus hidroksil pada rantai pati. Ikatan silang ini akan sulit dipercah selama proses pemanasan, sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk memutuskan ikatan silang pada molekul-molekul pati selama proses gelatinisasi berlangsung (Herlina, 2011).
Suhu pemanasan
Suhu pendinginan
4
15oC 35oC 55oC 75oC 95oC<--------► 95oC 75oC 55oC 50oC
Waktu (Menit)
0%
^^^^^M 1%
3%
5%
^^^^^ 7%
^^^^^M 9%
S Suhu
Gambar 3. Profil kurva amilografi pati sente alami dan pati sente termodifikasi
Pati sente alami memiliki viskositas pasta panas 1585 Cp dan memiliki breakdown viscosity. Pada masing-masing perlakuan pati sente termodifikasi tidak ditemukan adanya viskositas pasta panas dan breakdown viscosity. Pati sente alami memiliki vikositas pasta dingin sebesar 2320 Cp sedangkan viskositas pasta dingin pati temodifikasi berkisar antara 700 Cp ; 890 Cp; 950 Cp; 1130 Cp dan 1140 Cp. Saat proses pemanasan pasta pati dihentikan, dan dilakukan proses pendinginan, akan terjadi peningkatan kembali viskositas pasta pati (setback viscosity). Proses ini disebabkan oleh adanya pembentukan kembali ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin yang rusak selama proses pemanasan (Kusanandar, 2010). Pati sente alami memiliki viskositas setback sebesar 735 Cp, namun pada pati sente termodifikasi tidak mempunyai viskositas setback. Hal ini disebabkan karena pati sente termodifikasi terus mengalami peningkatan viskositas dari awal tercapainya suhu gelatinisasi hingga akhir pendinginan pada suhu 50oC.
Menurut Munarso et al., (2004) peningkatan viskositas terjadi karena proses fosforilasi menciptakan ikatan silang pada molekul amilosa dan amilopektin, dan akan menyebabkan integritas granula pati semakin kuat, sehingga pada saat pati sente termodifikasi dipanaskan, kapasitas masuknya air kedalam granula pati semakin besar dan meningkatkan viskositas. Peningkatan viskositas ini terjadi secara perlahan-lahan dan terus-menerus dari awal pemanasan sampai akhir tahap pendinginan.
Pati sente alami memiliki viskositas pasta dingin yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati sente termodifikasi, hal ini disebabkan pati sente alami memiliki viskositas setback. Viskositas setback menunjukkan kemudahan pati untuk mengalami retrogradasi dibandingkan dengan pati sente termodifikasi (Pangesti et al., 2014). Retrogradasi merupakan proses terbentuknya kembali ikatan hidrogen selama pendinginan, sehingga pendinginan pasta pati pada suhu yang lebih rendah akan menyebabkan pasta pati
bengangsur-angsur membentuk gel (gelation) (Kusnandar, 2010). Pembentukan gel ini akan menghasilkan viskositas pasta dingin yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan semua perlakuan modifikasi pati sente dengan metode cross-linking berhasil mengubah profil amilografi pati sente alami dari profil B menjadi profil C. Pati tipe C tidak menunjukkan viskositas puncak dan relatif konstan selama pemanasan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pangesti et al, (2014) yang melaporkan bahwa profil amilografi pati tipe C pada tepung bengkuang yang memiliki kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak, namum viskositasnya cenderung meningkat dan dapat dipertahankan selama pemanasan hingga akhir pendinginan. Pati dengan profil amilografi tipe C memiliki keuntungan jika digunakan sebagai bahan pangan olahan, karena mempunyai kestabilan tinggi terhadap proses pemanasan (Putra et al., 2014).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan penambahan konsentrasi STPP pada pati sente termodifikasi dengan metode crosslinking berpengaruh terhadap kadar fosfat, derajat subtitusi (DS), kadar pati, kadar amilosa, swelling power, solubility dan sifat amilografi. Semakin tinggi konsentrasi penambahan STPP akan meningkatkan kadar fosfat, derajat subtitusi (DS), kadar amilosa, kadar pati, swelling power dan menurunkan nilai solubility. Hasil profil amilografi, penambahan STPP berhasil mengubah sifat gelatinisasi pasta pati sente alami dari tipe B menjadi tipe C, yaitu pati termodifikasi yang memiliki kestabilan yang tinggi terhadap proses
pemanasan. Karakteristik pati sente termodifikasi terbaik dihasilkan dengan penambahan STPP sebesar 9% dengan nilai kadar fosfat sebesar 0,3252%, DS 0,0172, kadar pati 72,60%, kadar amilosa 16,13%, swelling power 11,60 g/g, solubility 5,73%, suhu awal gelatinisasi 85,1oC dan viskositas pasta dingin 1130 Cp.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2012. Food Additive Status List. Food and drug Administation.
http://www.fda.gov/default.htm. Diakses tanggal 25 April 2015.
AOAC. 1984. Official Methods of Analisis of The Association of Official Analytical Chemist. Wasington D.C.
Armayuni, P. H. 2015. Karakteristik Pati Pisang Kepok (Musa paradisiaca var.
formatipyca) Termodifikasi Dengan Metode Ikatan Silang Menggunakan Sodium Tripolifosfat (STPP). Skripsi S1. Tidak Dipublikasikan. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.
Kumoro, A. C., Budiyati. C. S and Retnowati, D.S. 2014. Calsium Oxalate Reduction During Soaking of Giant Taro (Alocasia macrorrhiza (L.) Schoot) Corn Chips in Sodium Bicarbonate Solution. International Food Research Journal. 4 (12):1583-1588.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Medikasari, S. Nurjanah., N. Yuliana and N. Lintang. 2009. Sifat Amilografi Pasta Pati Sukun Termodifikasi Menggunakan Sodium Tripolifosfat (STPP). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 14 (2): 173177.
Munarso, J.S., D. Muchtadi., D. Fardiaz and R. Syarief. 2004. Perubahan Sifat Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Beras Akibat Proses Modifikasi Ikatan-Silang. Jurnal Pascapanen. 1 (1): 22-28.
Musita, N. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten Dari Berbagai Varietas Pisang. Jurnal Teknologi Industri pertanian. 14 (8): 68-79.
Nazhrah, E. Julianti and L. Masniary. 2014. Pengaruh Proses Modifikasi Fisik Terhadap Karakteristik Pati dan Produksi Pati Resisten dari Empat Varietas Ubu Kayu (Manihot esculenta). Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2 (2): 22-30.
Raina, C., S. Singh., A. Bawa and D. Saxena. 2006. Some Characteristic of Acetylated, Cross-linking and Dual Modified Indian Rice Straches: European Food Research and Technology. 223: 561-570.
Pangesti, Y. D., N. H. R. Parnato and A. Ridwan. 2014. Kajian Sifat Fisiko Kimia Tepung Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Dimodifikasi Secara Heat Moisture Treatment (HMT) dengan Variasi Suhu. Jurnal Teknologi Pangan. 3 (3): 72-77.
Putra, I.N.K., N.W.Wisaniyasa and A.A.I.S.Wiadnyani. 2014. Modifikasi Talas Kimpul Dengan Teknik Heat Moisture Treatmen (HMT) Dalam Upaya Pemanfaatannnya Sebagai Pensubtitusi Terigu Pada Produksi Mie Instan. Laporan Tahunan. Penelitian Hibah Desentralisasi. Universitas Udayana. Bali
Santoso, B., F. Pratama., B, Hamzah and R. Pambayun. 2015. Karakteristik Fisik dan Kimia Pati Ganyong dan Gadung Termodifikasi Metode Ikatan Silang. Jurnal Agritech. 35 (3): 233-279.
Retnaningtyas, DA and W. D. R. Putri. 2014. Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan STPP (Lama Perendaman dan Konsentrasi). Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 2 (4): 68-77.
Rubatzky, V.E and M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia I: Prinsip, Produksi dan Gizi Penerbit IPB Press. Bandung.
Teja, A., I. Sindi., A. Ayucitra and L. E. K. Setiawan. 2010. Karakteristik Pati Sagu Dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross-linking. Jurnal Teknik Kimia
Indonesia. 7 (3): 836-843.
Widiawan, E. M. I. 2012. Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia Pati Talas Kimpul
(Xanthosoma sagitafolium)
Tekmodifikasi Dengan Metode Asetilasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Skripsi S1. Tidak Dipublikasikan.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.
Zualidah, A. 2010. Peningkatan Nilai Guna Pati Alami Melaluai Proses Modifikasi Pati. Jurnal Teknik Kimia. Universitas Pangandaran.
111
Discussion and feedback