PENGARUH PERBANDINGAN PUREE LABU KUNING (Cucurbita moschata ex. Poir) DAN TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK BIKA AMBON

Hindun Tristya Zumrotin1, I Made Sugitha2, Ni Made Indri Hapsari A2

1 Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Email :[email protected]

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of the puree pumpkin and tapioca comparison on the characteristics of bika ambon and to determine the right ratio of it to produce of the best characteristics. The experimental design used was completely randomized design (CRD) by treatment with puree pumpkin and tapioca as follows : 0%:100%, 20%:80%, 40%:60%, 60%:40%, 80%:20%. Each treatment was repeated three times to obtain 15 experimental units. The results showed that the treatment was significant effected to water, protein, fat, carbohydrate, and beta carotene contens includes sensory evaluation (colour, texture, and overall acceptance) of bika ambon. Except for the ash content, aroma, cavity cake, and flavor. The best characteristic of bika ambon (38.71% water, 0.76% ash, 5.05% protein, 14.05% fat, 41.43% carbohydrate, 4.65 mg/100g beta carotene contens, 5.55 color (like), 5.70 aroma (like), 5.30 texture (rather like), 3.80 cavity cake (hollows), 6.15 flavor (like) and 5.85 overall acceptance (like)) was produced by ratio of 40% puree pumpkin and 60% tapioca.

Keywords : Puree pumpkin, tapioca, bika ambon.

PENDAHULUAN

Bika ambon merupakan kue yang terbuat dari tapioka, telur, gula, santan, terigu, ragi, dan air yang menggunakan proses fermentasi pada tahap pengolahannya (Faridah, 2005). Kue ini memiliki ciri khusus yaitu adanya lubang-lubang kecil pada bagian permukaannya dan setelah dipotong, bagian dalamnya terdapat rongga-rongga (Murtadlo, 2004). Kue ini banyak dijual di pasaran karena kue ini cukup digemari oleh konsumen sebagai makanan camilan maupun kudapan dalam acara tertentu. Ditinjau dari segi gizi, bika ambon mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral serta vitamin B1 yang berasal dari komposisi bahan, dan pada umumnya bika ambon tidak mengandung vitamin A (Anon., 2016).

Selain zat gizi, warna juga mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap suatu produk. Salah satu upaya produsen untuk mempertahankan daya tarik konsumen terhadap kue bika ambon adalah dengan menambahkan pewarna sintetis ke dalam produksi bika ambon sehingga bika ambon yang dihasilkan memiliki warna yang menarik. Namun, penggunaan pewarna sintetis yang tidak sesuai takaran yang ditentukan akan memberikan dampak negatif. Oleh sebab itu, akan lebih baik apabila pewarna sintetis yang digunakan diganti dengan pewarna alami yang diperoleh dari bahan alami seperti puree labu kuning.

Puree labu kuning merupakan salah satu bentuk olahan labu kuning yang diproses dengan cara dikukus terlebih dahulu kemudian dihancurkan. Puree labu kuning dapat

dikonsumsi secara langsung maupun diolah menjadi produk pangan lainnya (Suprapti, 2005). Labu kuning (Cucurbita moschata ex. Poir) mengandung senyawa beta karoten yang merupakan salah satu pigmen karotenoid yang mempunyai aktivitas vitamin A sangat tinggi. Dalam saluran pencernaan, sesuai dengan kebutuhan tubuh betakaroten dikonversi oleh sistem enzim menjadi retinol, yang selanjutnya berfungsi sebagai vitamin A. Beta karoten yang tidak digunakan sebagai vitamin A akan berperan sebagai antioksidan di dalam tubuh yang berfungsi menjaga integritas sel tubuh. Selain itu, labu kuning memiliki kandungan pigmen karotenoid yang tinggi sehingga mampu digunakan sebagai pewarna alami dalam suatu produk (Anam dan Handajani, 2010).

Penambahan puree labu kuning sebagai bahan dalam pembuatan bika ambon bertujuan untuk meningkatkan karakteristik bika ambon terutama kandungan provitamin A (β-karoten) serta memberikan warna menarik pada bika ambon yang diperoleh dari pewarna alami labu kuning. Selama ini belum dilakukan penelitian mengenai karakteristik bika ambon yang ditambahkan puree labu kuning. Dengan dilakukannya penelitian ini maka bika ambon yang mengandung beta karoten akan mampu meningkatkan asupan vitamin A terhadap konsumen bika ambon, selain itu upaya produsen dalam menggunakan pewarna sintetis dapat dikurangi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Udayana dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, mulai bulan Mei 2016 sampai dengan bulan Juni 2016. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perbandingan persentase labu kuning dan tapioka yang terdiri dari 5 perlakuan, yaitu : P0 (0:100), P1 (20:80), P2 (40:60), P3 (60:40), dan P4 (80:20). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat (Sudarmadji dkk., 1997), beta karoten (Apriyantono dkk., 1988) dan uji sensoris (Soekarto, 1985).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu kuning yang diperoleh dari Pasar Pendem Desa Kesiman Denpasar, gula pasir (Gulaku), kelapa parut yang diperoleh dari Pasar Pendem, terigu (Lencana Merah), tapioka (Pak Tani), telur ayam, margarin (Blue Band) dan ragi kering instant (Saf-instant) yang diperoleh dari UD. Fenny. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia adalah tablet kjeldahl, H2SO4 pekat, aquades, NaOH, asam borak, HCl, heksan, petroleum eter, dan aseton.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah waskom, dandang kukusan, blender

(Kirin), mixer (Miyako), sendok, oven (Blue M), kompor gas (Rinnai), loyang, sendok kayu, kuas, alumunium foil (Klin Pak), timbangan (Sea Lion), spektrofotometer (Tunner SP-870), pinset, pemanas listrik (Robusta), tabung reaksi, gelas ukur, mortar, desikator, penjepit, pipet ukur, buret, statif, timbel, alat destilasi, muffle, vortex, cawan, labu erlenmeyer (Pyrex), dan gelas ukur (Pyrex).

Pelaksanaan Penelitian

a.    Proses Pembuatan Puree Labu Kuning

Proses pembuatan puree labu kuning dilakukan dengan cara labu kuning dicuci dengan air bersih dan mengalir kemudian dikupas kulitnya, lalu daging buahnya dipotong dengan ukuran ±2 cm. Potongan daging buah labu kuning dikukus pada suhu ±75oC selama ±15 menit, lalu daging buah labu kuning diblender sampai halus kemudian ditimbang sesuai perlakuan (Widayati dan Damayanti, 2007 yang telah dimodifikasi).

  • b.    Proses Pembuatan Adonan

    Pengembang (Biang)

Bahan pembuatan biang seperti terigu 20 g, gula 10 g, dan ragi 4 g dimasukkan ke dalam mangkuk dan diaduk rata. Sebanyak 25 ml air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen, lalu ditutup dengan kain dan didiamkan selama ±20 menit hingga adonan mengembang (Faridah, 2005 yang telah dimodifikasi).

  • c.    Proses Pembuatan Bika Ambon

Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan perlakuan masing-masing. Campuran putih dan kuning telur sebanyak 110 g (± 2 butir), kuning telur 36 g (± 3 butir), dan gula 80 g dimasukkan ke dalam wadah lalu diaduk selama ± 5 menit, selanjutnya adonan biang, puree labu kuning dan tapioka sesuai perlakuan dimasukkan, lalu ditambahkan santan sambil terus diaduk hingga homogen. Adonan difermentasi selama 2 jam, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan, lalu dipanggang pada suhu oven 150oC – 160oC selama 45 menit. Bika ambon yang telah matang dikeluarkan dari oven lalu didinginkan selam 15 menit. Formula bika ambon dapat dilihat pada Tabel 1 (Sayekti, 2014 yang telah dimodifikasi).

Tabel 1. Formula pembuatan bika ambon

Komposisi Bahan

P0

Perlakuan

P4

P1

P2

P3

Puree labu kuning (g)

0

5

10

15

20

Tapioka (g)

25

20

15

10

5

Biang (g)

60

60

60

60

60

Campuran putih dan kuning telur (g)

110

110

110

110

110

Kuning telur (g)

36

36

36

36

36

Gula pasir (g)

90

90

90

90

90

Santan (ml)

150

150

150

150

150


HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pada bika ambon dapat dilihat pada Tabel 2.

Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air bika ambon, perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar air bika ambon dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air berkisar antara 35,40% sampai 40,88%.

Menurut Rakhmah (2012) beberapa hal dapat mempengaruhi kadar air dalam suatu produk pangan diantaranya adalah jenis bahan

dan komponen. Puree labu kuning memiliki kadar air yang lebih besar yakni 90,78% (Santoso dkk., 2013) dibandingkan tapioka (11,67%) sehingga penambahan puree labu kuning yang lebih tinggi akan menghasilkan bika ambon dengan kadar air yang tinggi pula. Hasil penelitian kadar air dari perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka terhadap bika ambon menunjukkan bahwa empat perlakuan perbandingan puree labu kuning (P0, P1, P2, dan P3) masih memenuhi standar maksimum kadar air pangan semi basah yakni 40% sedangkan satu perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka (P4) yakni 40,88% tidak memenuhi standar SNI produk pangan semi basah (Anon., 1995).

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar kabohidrat bika ambon

Perlakuan Puree Labu Kuning (%) : Tapioka (%)

Nilai Rata-Rata

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Kadar protein (%)

Kadar lemak (%)

Kadar

karbohidrat (%)

P0 (0 : 100)

35.40 a

0.68

6.71 d

11.69 a

45.50 e

P1 (20 : 80)

37.50 b

0.72

5.86 c

12.74 a

43.16 d

P2 (40 : 60)

38.70 c

0.75

5.05 b

14.05 b

41.43 c

P3 (60 : 40)

39.56 c

0.78

4.17 a

16.15 c

39.32 b

P4 (80 : 20)

40.88 d

0.85

3.67 a

17.68 d

36.89 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0,05).

Kadar Abu

Analisis sidik ragam kadar abu bika ambon menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan puree labu kuning dengan tapioka berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar abu bika ambon dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai kadar abu bika ambon berkisar antara 0,68% sampai 0,85%. Kadar abu tertinggi diperoleh dari perbandingan 80% puree labu kuning dan tapioka 20% yaitu 0,85%, sedangkan kadar

abu terendah diperoleh dari perbandingan puree labu kuning 0% dan tapioka 100% sebesar 0.68%. Banyaknya kadar abu dalam suatu bahan makanan menunjukkan adanya mineral yang terkandung dalam makanan tersebut. Kadar abu bika ambon yang dihasilkan masih memenuhi syarat produk pangan semi basah yang memiliki kadar abu maksimal 1% (Anon., 1995).

Kadar Protein

Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar protein bika ambon menunjukkan bahwa perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar protein bika ambon dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata kadar protein bika ambon berkisar antara 3,68% sampai 6,71%. Kadar protein bika ambon tertinggi terdapat pada perlakuan dengan perbandingan 0% puree labu kuning dan 100% tapioka (6,71%) sedangkan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan perbandingan 80% puree labu kuning dan 20% tapioka (3,67%). Semakin banyak penambahan puree labu kuning maka kadar protein bika ambon semakin menurun. Kadar protein bika ambon yang dihasilkan masih memenuhi standar SNI 01-4864-1998 bika ambon yakni minimal 2%. Kadar Lemak

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar lemak bika ambon dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata kadar lemak bika ambon berkisar antara 11,69% sampai 17,68%. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan puree labu kuning maka semakin tinggi kadar lemaknya. Hal ini disebabkan karena puree labu kuning mengandung kadar lemak lebih tinggi yakni 1,39% (Santoso dkk., 2013)

dibandingkan dengan tapioka (0,27%). Kadar lemak yang dihasilkan dari penelitian ini masih memenuhi standar SNI produk pangan semi basah yakni maksimal 25% (Anon., 1995).

Kadar Karbohidrat

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar kabohidrat bika ambon dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata kadar karbohidrat bika ambon berkisar antara 36,89% sampai 45,51%. Semakin tinggi puree labu kuning yang digunakan maka kadar karbohidrat bika ambon semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kadar karbohidrat tapioka lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat bika ambon.

Berdasarkan syarat mutu SNI produk semi basah kadar karbohidrat telah ditetapkan minimal 40%. Hasil penelitian kadar karbohidrat dari perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka terhadap bika ambon menunjukkan bahwa tiga perlakuan perbandingan puree labu kuning (P0, P1, dan P2) masih memenuhi standar sedangkan dua perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka (P3 dan P4) tidak memenuhi standar SNI produk pangan semi basah (Anon., 1995). Beta Karoten

Nilai rata-rata hasil kandungan beta karoten bika ambon dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata kandungan beta karoten bika ambon

Perlakuan Puree Labu Kuning (%) : Tapioka (%)

Kandungan Beta Karoten (mg/100g)

P0 (0 : 100)

1.73 a

P1 (20 : 80)

3.14 a

P2 (40 : 60)

4.65 b

P3 (60 : 40)

6.14 c

P4 (80 : 20)

8.18 d

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).


Hasil analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan beta karoten bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata beta karoten bika ambon dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rata-rata beta karoten dalam bika ambon berkisar antara1,73 mg/100 g sampai 8,18 mg/100 g.

Menurut Anam dan Handajani (2010) labu kuning memiliki kandungan beta karoten yang sangat tinggi di dalam daging buahnya, sehingga semakin tinggi puree labu kuning yang digunakan maka kandungan beta karoten bika ambon semakin meningkat. Beta karoten merupakan senyawa pro vitamin A yang akan diubah menjadi vitamin A. Bika ambon yang dibuat dengan menggunakan puree labu kuning memiliki kandungan gizi berupa vitamin A yang lebih baik dibandingkan dengan bika ambon yang dibuat tanpa menggunakan puree labu kuning.

Sifat Sensoris

Uji sensoris bika ambon dilakukan dengan uji tingkat kesukaan (hedonik) dan uji skor. Uji hedonik (kesukaan) dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan sedangkan uji skor dilakukan terhadap rongga kue bika ambon. Hasil uji sensoris disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Warna

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna bika ambon. Nilai rata-rata hasil uji hedonik warna bika ambon dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata warna bika ambon berkisar antara 4,30-5,90 yang termasuk dalam kategori biasa sampai suka.

Menurut Anam dan Handajani (2010) labu kuning merupakan tanaman yang memiliki kandungan pigmen karotenoid yang tinggi di dalam daging buahnya. Pigmen karotenoid merupakan pigmen alami berwarna kuning kemerahan yang terdapat pada buah-buahan dan sayuran. Pigmen karotenoid yang terdapat pada puree labu kuning yang digunakan dalam pembuatan bika ambon mampu memberikan warna yang disukai oleh panelis, dengan demikian penggunaan puree labu dalam pembuatan bika ambon dapat digunakan sebagai pengganti pewarna sintetis. Pewarna alami yang terdapat pada puree labu kuning tidak memiliki dampak negatif terhadap kesehatan tubuh sehingga jauh lebih aman jika pembuatan bika ambon menggunakan bahan pewarna alami dibandingkan dengan pewarna sintetis.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa bika ambon Perlakuan                                 Nilai Rata-Rata

Puree Labu Kuning (%) : Tapioka (%)

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan keseluruhan

P0 (0 : 100)

4.30 a

5.20

6.10 b

5.25

4.80 a

P1 (20 : 80)

5.40 b

5.45

5.40 a

5.65

5.45 a

P2 (40 : 60)

5.55 b

5.70

5.30 a

6.15

5.85 b

P3 (60 : 40)

5.80 b

6.00

5.20 a

5.70

5.75 b

P4 (80 : 20)

5.90 b

5.90

5.15 a

6.10

5.90 b

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).


Aroma

Analisis sidik ragam terhadap aroma bika ambon menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh tidak nyata terhadap aroma bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata hasil uji hedonik aroma bika ambon dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata aroma bika ambon yang dihasilkan berkisar antara 5,20-6,00 (agak suka sampai suka). Adanya perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka menyebabkan peningkatan kesukaan panelis terhadap bika ambon. Hal ini dipengaruhi karena puree labu kuning memiliki aroma yang khas dibandingkan dengan tapioka. Puree labu kuning memiliki komponen gizi lebih lengkap dibandingkan dengan tapioka sehingga perpaduan puree labu kuning dengan bahan-bahan lain seperti telur, santan, gula dan juga ragi (yeast) menghasilkan bika ambon yang disukai oleh panelis.

Tekstur

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata uji hedonik tekstur bika ambon

dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata tekstur bika ambon berkisar antara 5,15 sampai 6,00 (agak suka - suka). Hasil rata-rata yang diperoleh dari penilaian tekstur bika ambon menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan puree labu kuning maka nilai kesukaan panelis terhadap tekstur yang diperoleh semakin menurun. Hal ini disebabkan karena puree labu kuning memiliki kadar air yang tinggi sehingga mempengaruhi tekstur bika ambon yang dihasilkan. Kadar air bika ambon yang tinggi menyebabkan tekstur bika ambon agak disukai oleh panelis.

Rongga Kue

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh tidak nyata terhadap rongga kue bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata uji skor rongga kue bika ambon dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan standar SNI bika ambon, syarat bika ambon adalah adanya rongga-rongga ketika kue bika ambon tersebut dipotong.

Rongga kue bika ambon dibentuk dari komposisi bahan penyusun seperti ragi dan dibantu dengan proses fermentasi pada saat pembuatan adonan. Enzim dalam ragi akan

bereaksi dengan gula maltosa yang terdapat pada terigu dan gula sukrosa yang terdapat pada gula pasir sehingga terjadi proses fermentasi dan menghasilkan gas CO2, selain bereaksi dengan gula yang terdapat dalam terigu dan gula pasir, ragi juga memecah gula yang terdapat dalam pati. Tapioka merupakan pati singkong yang tersusun dari amilosa dan amilopektin yang termasuk dalam kelompok polisakarida. Enzim amilase yang dihasilkan oleh ragi berperan untuk menghidrolisis gula dalam pati menjadi gula disakarida yakni

maltosa kemudian dihidrolisis kembali menjadi gula yang paling sederhana yaitu monosakarida (glukosa) yang dapat difermentasikan oleh khamir. Pada saat proses pemanggangan, CO2 yang terperangkap pada adonan akan mengembang dan dengan adanya tekanan panas dari bawah (api) maka gas CO2 terdorong ke atas yang menyebabkan CO2 tersebut terlepas dan meninggalkan rongga dalam bentuk garis-garis yang mengarah secara vertikal (Sayekti, 2014).

Tabel 5. Nilai rata-rata uji skor terhadap rongga kue bika ambon

Perlakuan

Nilai Rata-Rata

Puree Labu Kuning (%) : Tapioka (%)

Rongga kue

P0 (0 : 100)

4.30

P1 (20 : 80)

3.70

P2 (40 : 60)

3.80

P3 (60 : 40)

3.60

P4 (80 : 20)

3.70

Keterangan : Skala uji skor rongga kue : 5 (sangat banyak rongga) – 1 (sangat sedikit rongga).

Rasa

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh tidak nyata terhadap rasa bika ambon yang dihasilkan. Nilai rata-rata uji hedonik rasa bika ambon dapat dilihat pada Tabel 4. Rasa bika ambon dipengaruhi karena adanya perbedaan perlakuan penggunaan puree labu kuning. Pada umumnya labu kuning memiliki rasa yang sedikit manis dan enak sehingga labu kuning sering digunakan dalam pembuatan produk-produk kue tradisional, sedangkan tapioka tidak memiliki rasa yang khas sehingga pembuatan bika ambon dengan menggunakan puree labu kuning lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan bika ambon

yang dibuat dengan hanya menggunakan tapioka.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis sidik ragam perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh nyata terhadap penerimaan keseluruhan bika ambon (P<0,05). Nilai rata-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan bika ambon dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan panelis terhadap bika ambon berkisar antara 4,80-5,90 (agak suka sampai suka). Secara keseluruhan panelis dalam memberikan penilaian terhadap bika ambon yang dihasilkan menunjukkan bahwa semua perlakuan perbandingan puree labu kuning dan tapioka dapat diterima oleh panelis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbandingan puree labu kuning dan tapioka berpengaruh nyata terhadap karakteristik bika ambon yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, beta karoten, warna, tekstur, dan penerimaan keseluruhan sedangkan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu, aroma, rongga kue, dan rasa bika ambon. Perbandingan 40% puree labu kuning dan 60% tapioka mampu menghasilkan bika ambon dengan karakteristik terbaik, dengan kriteria kadar air 38,71%, kadar abu 0,76%, kadar protein 5,05%, kadar lemak 14,05%, kadar karbohidrat 41,43%, beta karoten 4,65 mg/100 gram, warna (suka), aroma (suka), tekstur (agak suka), rongga kue (banyak rongga), rasa (suka), penerimaan keseluruhan (suka).

Saran

Dalam pembuatan bika ambon dengan menggunakan campuran puree labu kuning dan tapioka disarankan untuk menggunakan campuran puree labu kuning sampai dengan perbandingan 40% puree labu kuning dan 60% tapioka.

DAFTAR PUSTAKA

Anam, C dan S. Handajani. 2010. Mi Kering Waluh   (Cucurbita   moschata)

dengan Antioksidan Dan Pewarna Alami. Caraka Tani XXV No.1.

Anonymous. 1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Anonymous. 2016. Isi Kandungan Gizi Kue Bika Ambon - Komposisi Nutrisi Bahan Makanan. Available from. http://www.organisasi.org/1970/01/ isi-kandungan-gizi-kue-bika-ambon-komposisi-nutrisi-bahan makanan.html. Diakses tanggal 13 November 2016.

Apriyantono, A., F. Dedi., N.L.P. Sedarnawati, dan B. Slamet. 1988. Analisis Pangan. IPB. Press, Bogor.

Faridah,                                   A.

2005. Kajian Fenomena dan Pengha mbatan Retrogradasi Bika Ambon. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Murtadlo, T. 2004. Membuat Aneka Bikang Ambon. PT. Kawan  Pustaka,

Jakarta.

Rakhmah, Y. 2012. Studi Pembuatan Bolu dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santoso, E., B. Basito, Rahadian, dan Dimas. 2013. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Susu Terhadap Sifat Sensoris Dan Sifat Fisikokimia Puree Labu Kuning   (Cucurbita   moschata).

Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 3 Juli 2013 : 16-24.

Sayekti, D.D. 2014. Pengaruh Penambahan Puree Wortel (Daucus carota L.) dan Waktu Fermentasiterhadap Hasil Jadi Bika Ambon. E-Journal boga. Vol. 03. No. 01.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Aksara, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suprapti, L. 2005. Selai dan Cake Waluh. Kanisius, Yogyakarta.

Widayati, E dan W.P. Damayanti. 2007. Aneka Pengolahan dari Labu Kuning. Trubus    Agrisarana,    Jakarta.