Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Joice Pratiwi Purnamasari Nababan dkk. /Itepa 12 (3) 2023 729-742

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Tepung Beras dengan Tepung Pisang (Musa paradisiaca L. Terhadap Karakteristik Kue Apem Kukus

The Effect Comparison of Rice Flour with Banana Flour (Musa paradisiaca L.) on the Characteristics of Steamed Apem Cake

Joice Pratiwi Purnamasari Nababan, Ni Made Indri Hapsari Arihantana*, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati

PS. Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

*Penulis korepondensi: Ni Made Indri Hapsari Arihantana, E-mail: [email protected]

Abstract

This study was aimed to determine the effect comparison of rice flour with banana flour on the characteristics of steamed apem cake and determine the best comparison of rice flour and banana flour to produce steamed apem cake with the best characteristics. The experiment used a completely Randomized Design with comparison of rice flour and banana flour treatment consisting of 6 levels: 100%: 0%, 90%: 10%, 80%: 20%, 70%: 30%, 60%: 40%, and 50%:50%. The treatment was repeated 3 times to obtain 18 experimental units. The data was analyzed by using analysis of variance and if the treatment had a significant effect, then followed by a Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the comparison of rice flour with banana flour had a significant effect (P<0,05) on water content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, texture and overall acceptability (hedonic), aroma, taste, texture, and color (scoring). Steamed apem cake produced from the comparison of 80% rice flour and 20% banana flour had the best characteristics, with water content of 36.43%, ash content of 0.57%, protein content of 2.90%, fat content of 1.72%, carbohydrate content of 58.38%, crude fiber content of 2.45% and swelling power of 32.17%, whitish brown color, very soft texture, and very sweet taste was liked, the characteristic aroma of bananas and overall acceptance was very liked.

Keywords : rice flour, banana flour, characteristics of steamed apem cake

PENDAHULUAN

Kue apem adalah kue tradisional Indonesia yang dikenal masyarakat dan mudah dijumpai di pasaran. Di Bali kue apem biasanya dimanfaatkan untuk aktivitas keagamaan sebagai persembahan dan hidangan pada acara-acara tertentu. Kue apem adalah kue basah berbentuk bulat dan terbuat dari tepung beras, gula, garam, santan, baking powder dan ragi (Nurhayati et al., 2014). Kue apem terdiri dari tiga jenis yaitu kue apem kukus, kue apem panggang, dan kue apem selong (Anon., 2020).

Perbedaan dari ketiga jenis kue apem tersebut adalah terletak dari proses pengolahan, bentuk adonan dan tekstur kue apem yang dihasilkan. Kue apem pada umumnya berwarna putih, cokelat, merah maupun hijau dan memiliki tekstur yang empuk dan lembut saat dimakan. Salah satu jenis kue apem yang sering ditemui sebagai jajanan pasar yaitu kue apem kukus. Proses pembuatan kue apem kukus meliputi: pencampuran bahan, fermentasi dan pengukusan. Penggunaan tepung beras sebagai bahan utama dalam pembuatan kue

apem kukus menjadikan kue apem kukus sebagai jajanan tradisional yang hanya tinggi karbohidrat namun kurang untuk kandungan serat kasarnnya, sehingga penggunaan bahan pangan lokal lainnya perlu untuk dilakukan, untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan penggunaan bahan lokal yang lain dan mengurangi penggunaan beras. Salah satu alternatif bahan pangan lokal yang dapat digunakan untuk mengganti tepung beras yaitu tepung pisang.

Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah jenis buah-buahan yang terdapat hampir di seluruh Indonesia dan merupakan buah-buahan yang paling banyak diproduksi, dikonsumsi, harganya cukup terjangkau, dan tersedia sepanjang tahun sehingga keberadaannya mudah diperoleh tanpa bergantung pada musim buah seperti buah lainnya. Jenis pisang banyak terdapat di Indonesia, salah satunya adalah pisang raja. Pisang raja memiliki kandungan gizi seperti fosfor, kalsium, dan zat besi yang tidak ditemui dalam jenis pisang lainnya (Sari, 2018). Mineral yang ada pada pisang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang di kalangan anak-anak serta dapat diserap oleh tubuh hingga 100,00% dibandingkan dengan pangan nabati lainnya (Supriyadi, 2012). Salah satu pengolahan pisang raja adalah dengan mengolahnya menjadi tepung (Falestinia, 2016). Pengolahan pisang raja menjadi tepung, selain untuk memperpanjang umur simpan dari pisang itu

sendiri juga untuk memudahkan pencampuran dengan bahan lain. Menurut Rosalina et al. (2018) tepung pisang raja mempunyai kandungan karbohidrat (84,04%) dan serat (2,39%). Serat berfungsi untuk mencegah sembelit, menyembuhkan kanker usus besar, dan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Agustin et al., 2020). Tepung pisang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada pembuatan roti, cake, campuran makanan bayi, dan kue. Beberapa diantaranya terdapat dalam penelitian Silfia (2012), mengenai pengaruh substitusi tepung pisang pada pembuatan brownies terhadap sifat kimia dan penerimaan organoleptik. Sari et al. (2018) tentang pengaruh rasio tepung pisang raja nangka (Musa paradica) dan tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) terhadap sifat kimia dan organoleptik snack bar. Penggunaan tepung pisang raja pada pembuatan kue apem kukus perlu dilakukan karena kandungan gizi pada tepung pisang terutama kandungan karbohidarat yang diperlukan untuk proses fermentasi tidak jauh berbeda dengan kandungan gizi pada tepung beras. Komposisi kimia dari tepung pisang yaitu mengandung karbohidrat 82,81%, protein 4,84%, kadar air 9,08%, kadar abu 2,93%, dan lemak 1,07% (Suyatni dan Supriadi, 2008).

Penelitian mengenai substitusi tepung beras dengan ubi jalar pada pembuatan kue apem kukus telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Menurut Capriyani (2007), sifat

yang masih baik dan disukai dihasilkan pada perlakuan subtitusi tepung ubi jalar putih 40%. Sedangkan menurut Lutfi (2016), kue apem yang paling disukai panelis dengan subtitusi tepung ubi jalar oranye sebesar 40%. Penelitian menggunakan tepung pisang salah satunya oleh Silfia (2012), brownies dengan tepung pisang memberikan hasil yang optimal pada perlakuan penggunaan tepung pisang 75% dengan tekstur, rasa, dan aroma disukai panelis.

Perbandingan tepung beras dan tepung pisang dalam pembuatan kue apem kukus belum pernah dilakukan, sehingga diharapkan penggunaan tepung pisang dapat meningkatkan kandungan serat kasar kue apem kukus. Kandungan karbohidrat, serat kasar dan mineral pada pisang raja dalam peranannya sebagai penyumbang zat gizi, perlu ditingkatkan dalam penganekaragaman produk olahan pangan tradisional seperti kue apem kukus yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan dan bahan kimia. Adapun bahan baku terdiri dari tepung beras (Rose Brand) dan tepung pisang raja (Lingkar Organik) yang diperoleh dari Tiara Dewata, Denpasar. Bahan tambahan terdiri dari gula pasir (Gulaku), garam, santan (santan instan

Sasa), ragi (Fermipan) dan baking powder (Royal) yang diperoleh dari Tiara Dewata. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi aquades, n-hexan (Merck), H2SO4 (Merck), bubuk Kjeldahl (Merck), indikator PP (Merck), NaOH (Merck), asam borat 3% (Merck), HCl (Merck), dan alkohol 96%.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baskom, sendok, panci, cetakan kue apem kukus, ballon whisk, dan kompor gas (Rinnai), timbangan analitik (Shimzadu ATY224), gelas ukur (Pyrex), lumpang, kertas saring, kertas whatman 42, pipet tetes, erlenmeyer (Pyrex), waterbath (Thermology), cawan porselen, oven (Cole Parmer), cawan oven, desikator (Duran), burner (Longshun), muffle furnance (WiseTherm), tabung reaksi, alat titrasi, destilator (Behrotest), labu kjeldahl (Pyrex), kompor listrik (Gerhardt), gelas ukur (Pyrex), bola hisap, benang wol, labu takar (Pyrex), alat ekstraksi Soxhlet (Behrotest), wadah silinder/gelas beker, lidi, penggaris, rak tabung, labu ukur 5 ml (Pyrex), labu ukur 1000 ml (Pyrex), gelas beker (Pyrex), corong plastik, gelas plastik, pipet ukur, gelas ukur (Pyrex), pinset, dan aluminium foil (BestFresh).

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan

perbandingan tepung beras dengan tepung pisang yang terdiri dari 6 taraf, yaitu:

P0 100% tepung beras : 0% tepung pisang; P1 90% tepung beras : 10% tepung pisang;P2 80% tepung beras : 20% tepung pisang; P3 70% tepung beras : 30% tepung pisang; P4 60% tepung beras : 40% tepung pisang; P5 50% tepung beras : 50% tepung pisang. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan bahan yang dilakukan dalam pembuatan kue apem kukus yaitu tepung pisang, tepung beras, gula pasir, garam, santan, ragi dan baking powder. Bahan yang digunakan kemudian ditimbang sesuai dengan formula. Adapun formula kue apem kukus perbandingan tepung beras dengan tepung pisang dapat dilihat pada Tabel 1.

Pembuatan kue apem

Bahan-bahan diantaranya: santan, air, garam, dan gula pasir dipanaskan hingga mendidih (suhu 100°C) kemudian didinginkan sampai suhu kamar (20°C – 25°C). Selanjutnya tepung beras dan tepung pisang sesuai dengan taraf perlakuan pada Tabel 1 serta ragi dicampur. Selanjutnya

santan yang sudah dingin dituang sedikit demi sedikit lalu diaduk hingga tercampur merata. Adonan yang terbentuk ditutup dengan kain dan didiamkan selama 50 menit. Adonan yang sudah mengembang kemudian ditambahkan baking powder dan diaduk sampai rata. Selanjutnya adonan dituang setinggj 5/6 dari cetakan (70g) dan dikukus pada suhu 100°C (air mendidih), selama 20 menit. Kue apem kukus yang sudah matang lalu dikeluarkan dari cetakan. Kriteria matang dari kue apem kukus yaitu tidak terlalu lengket saat ditusuk dengan lidi. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air dengan menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji, 1997), kadar abu dengan menggunakan metode pengabuan (AOAC, 1995), kadar protein dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1984), kadar lemak dengan menggunakan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar karbohidrat dengan menggunakan metode analisis Carbohydrate by different (Apriyantono et al., 1989), kadar serat kasar menggunakan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1984), uji daya kembang (Haryadi, 1992), dan pengujian sensoris meliputi uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan dan uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa (Soekarto, 1985).

Tabel 1. Formula Kue Apem Kukus

No

Komposisi

Perlakuan

P0

P1

P2

P3

P4

P5

1.

Tepung beras (%)

100

90

80

70

60

50

2.

Tepung pisang (%)

0

10

20

30

40

50

3.

Gula pasir (%)

80

80

80

80

80

80

4.

Santan (%)

20

20

20

20

20

20

5.

Air (%)

193,33

193,33

193,33

193,33

193,33

193,33

6.

Ragi (%)

3,33

3,33

3,33

3,33

3,33

3,33

7.

Baking powder (%)

1,67

1,67

1,67

1,67

1,67

1,67

8.

Garam (%)

0,83

0,83

0,83

0,83

0,83

0,83

Keterangan : Presentase di atas berdasarkan jumlah tepung beras dan tepung pisang (150g) Sumber : Rai (2015) yang dimodifikasi.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Bahan Baku

Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar dari tepung beras dan tepung pisang dapat dilihat pada Tabel 2.

Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia kue apem meliputi hasil proksimat, dan kadar serat. Hasil proksimat meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Nilai rata-rata proksimat dan kadar serat kasar kue apem dapat dilihat pada Tabel 3.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air kue apem kukus berkisar antara 34,73% sampai dengan 37,80%. Kadar air

tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 0%), sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%). Hal ini disebabkan karena perbedaan kadar amilosa pada bahan. Semakin sedikit kandungan amilosa maka pati akan lebih basah, lengket, dan cenderung sedikit menyerap air. Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering, kurang lekat, dan mudah menyerap air (higroskopis) (Wirakartakusumah, 1981). Adapun kandungan amilosa pada pisang yaitu 20,5% (Yuan et al., 1993), kandungan amilosa pada tepung beras sebesar 22% (Wanita dan Endang, 2013). Terjadinya penurunan kadar air kue apem kukus dikarenakan tepung pisang memiliki kadar air lebih rendah. Berdasarkan hasil analisis bahan baku pada Tabel 2, kadar air tepung pisang sebesar 10,27% dan tepung beras sebesar 11,88%. Semua perlakuan sudah memenuhi syarat SNI kadar air kue basah yaitu maksimal 40%.

Tabel 2. Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar dari tepung beras dan tepung pisang.

Komponen (%)

Tepung Beras               Tepung Pisang

Kadar air

11,88                       10,27

Kadar abu

0,28                          1,54

Kadar protein

Kadar lemak

7,85                              2,87

1,46                              1,34

Kadar karbohidrat

78,53                         83,99

Kadar serat kasar

1,49                          3,03

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kue apem kukus.

Perlakuan (TB:TP)

Kadar Air (%b/b)

Kadar Abu (%b/b)

Kadar Protein (%b/b)

Kadar Lemak (%b/b)

Kadar Karbohidrat (%b/b)

Kadar Serat Kasar (%)

P0(100:0%)

37,80±0,00a

0.42±0.02e

3,52±0,02a

1,90±0,06a

56,35±0,26f

1,45±0.05d

P1 (90:10%)

36,68±0,01b

0,52±0,01d

3,18±0,08b

1,83±0,04a

57,78±0,05e

2,13±0,12c

P2 (80:20%)

36,43±0,17c

0,57±0,01c 2,90±0,23bc

1,72±0,03b

58,38±0,23d

2,45±0,03b

P3 (70:30%)

35,70 ±0,01d

0,59±0.01c

2,78±0,09c

1,67±0,03b

59,25±0,12c

2,91±0,00a

P4 (60:40%)

35,11±0,02e

0,62±0,02b

2,75±0,03c

1,56±0,06c

59,97±0,02b

2,94±0,05a

P5 (50:50%)

34,73±0.03f

0,65±0,01a

2,69±0,22c

1,44±0,05d

60,49±0.29a

3,02±0,05a

Keterangan:

- nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05 .

- TB = Tepung Beras.

- TP = Tepung Pisang.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar abu kue apem kukus berkisar antara 0,42% sampai dengan 0,65%. Kadar abu perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%), sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 0%). Hal ini disebabkan karena tepung pisang memiliki kadar abu yang lebih tinggi

dibandingkan tepung beras. Berdasarkan Tabel 2, kadar abu tepung pisang sebesar 1,54% dan tepung beras sebesar 0,28%. Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral yang terkadung pada suatu produk yang dihasilkan (Papunas, 2013). Bedasarkan SNI kue basah, syarat mutu kadar abu maksimal adalah 3%, sehingga seluruh perlakuan kue apem kukus sudah memenuhi syarat SNI.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan

tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar protein kue apem kukus berkisar antara 2,69% sampai dengan 3,52%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 0%), sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%) dan tidak berbeda nyata dengan P2, P3, dan P4. Hal ini disebabkan oleh tepung beras memiliki kadar protein yang lebih tinggi yaitu sebesar 7,85% dibandingkan tepung pisang sebesar 2,87%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Silfia (2012), bahwa perlakuan 100% penggunaan tepung pisang dalam pembuatan brownies menghasilkan kadar protein paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar protein kue apem kukus berkisar antara 1,44% sampai dengan 1,90%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 0%) dan tidak berbeda nyata dengan P1, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%). Hal ini disebabkan oleh tepung beras memiliki kadar lemak yang lebih tinggi yaitu sebesar 1,46% dibandingkan tepung pisang sebesar 1,34%. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh kadar protein suatu bahan, umumnya protein

memiliki gugus hidrofobik yang mampu mengikat lipid (lipoprotein) (Chrestella, 2020). Kadar lemak kue apem kukus berdasarkan SNI kue basah maksimal adalah 3%, sehingga seluruh perlakuan kue apem kukus sudah memenuhi syarat SNI.

Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat kue apem kukus berkisar antara 56,35% sampai dengan 60,49%. Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%), sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 0%). Hal ini disebabkan oleh tepung beras memiliki kadar karbohidrat yang lebih rendah yaitu sebesar 78,53% dibandingkan tepung pisang sebesar 83,99%.

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar serat kasar kue apem kukus berkisar antara 1,45% sampai dengan 3,02%. Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%), sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 0%) dan tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4. Hal ini

disebabkan oleh tepung beras memiliki kadar serat kasar yang lebih rendah yaitu sebesar 1,49% dibandingkan tepung pisang sebesar 3,03%. Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat, sebagian berasal dari dinding sel tanaman dan mengandung selulosa dengan lignin dan hemiselulosa (Suparjo, 2010). Kandungan serat yang semakin tinggi menyebabkan warna kue apem kukus akan semakin pekat atau gelap. Hal ini sesuai dengan Andarwulan et al. (2011) yang menyatakan bahwa kandungan serat yang tinggi akan meningkatkan warna gelap pada produk karena serat tersebut merupakan selulosa yang tidak larut air.

Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik kue apem kukus meliputi uji daya kembang Hasil analisis daya kembang pada kue apem kukus dengan perbandingan tepung beras dan tepung pisang dapat dilihat pada Tabel 4.

Karakteristik Sensoris Kue Apem Kukus

Karakteristik sensoris didapatkan dari dilakukannya pengujian hedonik dan pengujian skoring. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dapat dilihat pada Tabel 6.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya kembang kue apem kukus.

Adapun penetuan daya kembang berdasarkan pengambilan tinggi kue apem kukus yaitu sebelum dan sesudah pengukusan dengan lidi pada 5 titik (tengah, kanan, kiri, depan dan belakang) yang hasilnya dirata-ratakan dan dihitung. Bedasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa daya kembang kue apem kukus berkisar antara 25,27% sampai dengan 37,15%. Daya kembang tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (TB 100% : TP 50%), sedangkan perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB 50% : TP 50%). Menurut Oktaviana (2017), daya kembang juga dipengaruhi oleh kadar lemak dan kadar amilopektin. Amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (Hersoelistyorini et al., 2015). Kandungan amilopektin pada tepung pisang tidak jauh berbeda dengan tepung beras yaitu sebesar 79,5% (Yuan et al., 1993) sedangkan tepung beras sebesar 78% (Wanita dan Endang, 2013). Lemak akan membentuk lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula (Oktaviana, 2017). Semakin sedikit penetrasi air dapat mengingkatkan gelatinisasi pati sehingga kue apem kurang mengembang dan tekstur lebih padat. Selain itu kandungan serat kasar yang semakin meningkat menurunkan daya serap air granula pati sehingga proses gelatinisasi pati menjadi tidak sempurna (Hood, 1980).

Tabel 4. Nilai rata-rata daya kembang kue apem kukus dengan perbandingan tepung beras dan tepung pisang.

Perlakuan (TB : TP)

Daya kembang (%)

P0 (100:0)

P1 (90:10)

P2 (80:20)

P3 (70:30)

P4 (60:40)

P5 (50:50)

37,15±0,26a

34,77±0,14b

32,17±0,28c

31,28±0,08d

29,63±0,25e

25,27±0,29f

Keterangan:

- nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05 .

- TB = Tepung Beras.

- TP = Tepung Pisang.

Tabel 5. Nilai rata-rata hasil uji hedonik kue apem kukus terhadap warna, aroma, rasa,

tekstur, dan penerimaan keseluruhan

Perlakuan (TB:TP)

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

P0 (TB100%:TP 0%)

3,30±0,57ab

3,55±0,51a

3,25±0,44ab

3,20±0,41b

3,40±0,50bc

P1 (TB90%:TP10%)

3,15±0,37b

3,60±0,50a

3,35±0,49ab

3,25±0,44b

3,60±0,50abc

P2 (TB80%:TP20%)

3,25±0,44ab

3,60±0,50a

3,40±0,50ab

3,30±0,47ab

3,65±0,49ab

P3 (TB70%:TP30%)

3,55±0,51a

3,70±0,47a

3,50±0,51a

3,60±0,50a

3,75±0,44a

P4 (TB60%:TP40%)

3,30±0,47ab

3,65±0,49a

3,15±0,37b

3,40±0,50ab

3,50±0,51abc

P5 (TB50%:TP50%)

3,20±0,41b

3,65±0,49a

3.10±0,31b

3,35±0,49ab

3,30±0,47c

Keterangan:

  • -    Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05 .

  • -    TB = Tepung beras.

  • -    TP = Tepung pisang.

Tabel 6. Nilai rata-rata hasil uji skoring kue apem kukus terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa

Perlakuan

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

P0 (TB100%:TP0%)

1,00±0,00e

1,00±0,00d

3,00 ±0,00a

2,90 ±0,31a

P1 (TB90%:TP10%)

1,50±0,51d

1,50 ±0,51c

2,95 ±0,22ab

2,85± 0,37a

P2 (TB80%:TP20%)

2,05±051c

2,10±0,31b

2,80 ±0,41abc

2,80± 0,41a

P3 (TB70%:TP30%)

2,50±0,51b

2,35± 0,49ab

2,75± 0,44bc

2,70± 0,47ab

P4 (TB60%:TP40%)

2,75±0,44ab

2,55 ±0,51a

2,60 ±0,50c

2,50 ±0,51bc

P5 (TB50%:TP50%)

3,00±00a

2,60±0,50a

2,10±0,31d

2,35±0.49c

Keterangan:

- Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05 .

- TB = Tepung beras

- TP = Tepung pisang

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna (hedonik) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penerimaan terhadap warna (uji hedonik) kue apem kukus berkisar antara 3,15 sampai dengan 3,55. Nilai rata-rata perlakuan nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (TB70%:TP30%) dengan kriteria sangat suka dan berbeda tidak nyata dengan P0, P2, dan P4, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P1 (TB90%:TP10%) dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P0, P2, P4, dan P5.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna (skoring) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai uji skoring warna kue apem kukus berkisar antara 1,00 sampai dengan 3,00. Nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (TB50%:TP50%) dengan kriteria coklat dan berbeda tidak nyata dengan P4, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P0 (TB100%:TP0%) dengan kriteria putih. Menurut Prahasta (2009) tepung pisang mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan tepung terigu, karena tepung pisang mempunyai kandungan fenol oksidasi (enzim yang mengkatalisis reaksi

oksidasi dalam proses browning pada buah – buahan dan sayuran), sehingga semakin banyak penambahan tepung pisang maka warna kue apem kukus yang dihasilkan akan semakin gelap. Bahan pangan yang warnanya kurang menarik atau memiliki kesan yang menyimpang seharusnya belum tentu disukai oleh konsumen walaupun bahan pangan tersebut memiliki rasa yang enak, berkualitas dan bertekstur baik.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma (hedonik) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai uji hedonik aroma kue apem kukus berkisar antara 3,55 sampai dengan 3,70. Penambahan tepung pisang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap uji hedonik aroma kue apem kukus pada setiap perlakuan, keseluruhan panelis memberikan nilai rerata sangat suka terhadap aroma dari kue apem kukus yang dihasilkan.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma (skoring) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai uji skoring aroma kue apem kukus berkisar antara 1,00 sampai dengan 2,60. Nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (TB50%:TP50%) dengan kriteria sangat khas pisang dan

berbeda tidak nyata dengan P3 dan P4, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan P0 (TB100%:TP0%) dengan kriteria tidak khas pisang. Hal ini sesuai dengan penyataan Deman (2012) dalam Murni et al. (2014) bahwa suatu bahan pangan biasanya mempengaruhi aroma bahan makanan itu sendiri karena sifat alami bahan tersebut atau dari berbagai macam campuran bahan penyusun lainnya. Menurut Wijaya (2009), aroma adalah sensasi dari senyawa volatil yang diterima oleh rongga hidung.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur (hedonik) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai uji hedonik tekstur kue apem kukus berkisar antara 3,10 sampai dengan 3,50. Nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (TB70%:TP30%) dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P0, P1, dan P2, sedangkan nilai rata-rata perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB50%:TP50%) dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P0, P1, P2, dan P4.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur (skoring) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai uji skoring tekstur kue apem kukus

berkisar antara 2,10 sampai dengan 3,00. Nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (TB100%:TP0%) dengan kriteria sangat lembut dan berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2 sedangkan nilai rata-rata perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB50%:TP50%) dengan kriteria lembut. Menurut Nita (2012), secara mikroskopik adanya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati suatu bahan maka semakin tinggi kemampuannya menyerap air, sehingga saat dilakukan proses pengeringan daya ikat molekul air pada produk rendah sehingga tekstur produk menjadi lebih empuk.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rasa (hedonik) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai uji hedonik rasa kue apem kukus berkisar antara 3,20 sampai dengan 3,60. Nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (TB70%:TP30%) dengan kriteria sangat suka dan berbeda tidak nyata dengan P2, P4, dan P5, sedangkan nilai rata-rata perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan P0 (TB100%:TP0%) dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P1, P2, P4, dan P5.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa (skoring) kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai uji skoring rasa kue apem kukus berkisar antara 2,35 sampai dengan 2,90. Nilai rata-rata perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (TB100%:TP0%) dengan kriteria sangat manis dan berbeda tidak nyata dengan P1, P2, dan P3 sedangkan nilai rata-rata perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan P5 (TB50%:TP50%) dengan kriteria manis dan berbeda tidak nyata dengan P4. Menurut Silfia (2012), terbentuknya rasa manis yang khas pada tepung pisang berasal sebagian dari karbohidrat yang berubah menjadi tiga gula yaitu sukrosa, fruktosa, dan glukosa, yang terjadi pada pengukusan buah. Selain itu rasa kue apem juga dipengaruhi oleh bahan-bahan peyusun kue apem yaitu gula, santan serta bahan tambah yang digunakan (Wahyuni et al., 2017).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonik penerimaan keseluruhan kue apem kukus. Bedasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai uji hedonik kue apem kukus berkisar antara suka sampai dengan sangat suka. Nilai rata-rata uji hedonik tertinggi diperoleh dari pada P3 (TB70%:TP30%) dengan kriteria

sangat suka dan berbeda tidak nyata dengan P1, P2, dan P4. Nilai rata-rata uji hedonik terendah diperoleh dari pada P5 (TB50%:TP50%) dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P1, P2, dan P4. Penilaian panelis dipengaruhi oleh aspek aroma, rasa, tekstur, warna dan kesukaan keseluruhan dari kue apem kukus yang dipengaruhi oleh perbandingan bahan yang digunakan sesuai perlakuan. Adanya pemanbahan tepung pisang pada pembuatan kue apem kukus dengan jumlah penambahan yang     berbeda-beda

menghasilkan penerimaan keseluruhan yang berbeda juga.

KESIMPULAN

Perbandingan tepung beras dengan tepung pisang berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, kadar serat kasar, daya kembang dan hedonik (tekstur dan penerimaan keseluruhan) dan skoring (warna, aroma, tekstur dan rasa) dan tidak berpengaruh nyata terhadap hedonik (warna, aroma, dan rasa). Kue apem kukus dengan perbandingan 80% tepung beras dan 20% tepung pisang memiliki karakteristik terbaik yaitu : kadar air 36,43%, kadar abu 0,57%, kadar protein 2,90%, kadar lemak 1,72%, kadar karbohidrat 58,38%, kadar serat kasar 2,45% dan daya kembang 32,17%.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, A. T., M. A. Zaini dan D. Handito. 2020. Pengaruh Metode dan Suhu

Blanching Terhadap Persenyawaan Serat Batang Pisang Sebagai Bahan Baku Pembuatan Ares. Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan . 6(1 : 610.

Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat, Jakarta.

Anonimus. 2020. Bedanya Kue Apem Kukus, Panggang         dan        Selong.

www.kompas.com. Diakses tanggal 6 Februari 2022.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Inc. Washintong D.C.

Apriansyah, R. 2018. Pengaruh Subtitusi Tepung Uwi (Dioscoe alata pada Pemakaian Tepung Terigu terhadap Mutu Mie yang Dihasilkan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Badan Standardisasi Nasional. 1995. Kue Basah. SNI 01-3951-1995. Jakarta.

Capriyani, M. 2007. Subtitusi Tepung Ubi Jalar pada Tepung Beras dalam Pembuatan Apem dan Kue Mangkok. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Chrestella, O. Y. 2020. Kualitas Kue Pukis dengan Substitusi Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris dan Tepung Buah Sukun (Artocarpus communis Sebagai Sumber Serat. Jurnal Gizi Dan Pangan Soedirman, 4(2 , 131.

Falestinia, S. 2016. Pemanfaatan Tepung Pisang dalam Pembuatan Produk Banana Éclair dan Kue Satu Pisang. Skripsi. Pendidikan Teknik Boga dan Busana, Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta.

Haryadi, J. 1992. Fisiko Kimiawi dan Teknologi Bahan Berpati. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Hersoelistyorini, W., S. S. Dewi dan A. C. Kumoro. 2015. Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour dengan Fermentasi Menggunakan Ekstrak Kubis. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Karmini, M., D. Sutopo dan Hermana. 1996. Aktivitas Enzim Hidrolik Kapang Rhizopus sp. pada Proses Fermentasi Tempe. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan. 19(5 : 94.

Lutfi. 2016. Pengaruh Subtitusi Tepung Ubi

Jalar Oranye pada Pembuatan Apem Ditinjau dari Kadar β–Karoten dan Daya Terima. Publikasi Ilmiah. Surakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Murni, T., N. Herawati dan Rahmayuni. 2014. Evaluasi Mutu Kukis yang Disubstitusi Tepung Sukun (Artocarpus communis Berbasis Minyak Sawit Merah (MSM , Tepung Tempe dan Tepung Udang Rebon (Acetes erythraeus . Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Nita, M. 2012. Karateristik Granula Pati dari Berbagai-Macam-Sumber-Pati blog.ub.ac.id. Diakses 08 Juni 2022.

Nurhayati, E., Mulyana, V. I. Ekowati dan A.

Meilawati. 2013. Inventarisasi Makanan Tradisional Jawa Serta Alternatif Pengembangannya. Laporan Akhir Penelitian Guru Besar. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Nurhayati, E., Mulyana, V. I. Ekowati dan A. Meilawati. 2014. Inventarisasi Makanan Tradisional Jawa Unsur Sesaji di Pasar-Pasar Tradisional Kabupaten Bantul. Jurnal Penelitian Humaniora. 19(2 : 124140.

Oktaviana, A. S., W. Hersoelistyorini dan Nurhidajah. 2017. Kadar Protein, Daya Kembang, dan Organoleptik Cookies dengan Substitusi Tepung Mocaf dan Tepung Pisang Kepok. Jurnal Pangan dan Gizi. 2: 72-81.

Papunas, M. E., G. S. S. Djarkasi dan J. S. C. Moningka.     2013. Karakteristik

fisikokimia dan Sensoris Flakes Berbahan Baku Tepung Jagung (Zea Mays L. , Tepung Pisang Goroho (Musa acuminafe sp. dan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiates . Jurnal Universitas Sam Ratulangi 3(5 .

Prahasta, B. 2009. Beberapa Metode Pengolahan Pisang Kepok. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Rai, A. K. 2015. Produk Fermentasi Khas Banten.

https://www.scribd.com/doc/290602306 /Fermentasi-Komang. Diakses pada tanggal 6 Februari 2022.

Rosalina, Y., L. Susanti, D. Silsia dan R. Setiawan. 2018. Karakteristik Tepung Pisang dari Bahan Baku Pisang Lokal Bengkulu. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 7(3 : 153-160.

Sari, O. N. F., M. Devi dan Issutarti. 2018.

Pengaruh Rasio Tepung Pisang Raja Nangka (Musa paradica dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L. Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Snack Bar. Teknologi dan Kejuruan. Universitas Negeri Malang. 41(2 : 154163.

Silfia. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Pisang Pada Pembuatan Brownies Terhadap Sifat Kimia dan Penerimaan Organoleptik. Jurnal Litbang Industri. 2(2 : 71-78. Padang: Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik (untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian . Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Sudarmadji, S. 1997. Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Suparjo. 2010, Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi; Analisis Proksimat dan Analisis Serat, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi.

Supriyadi. 2012. Studi Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan. Skripsi.Bogor : InstitutPertanian Bogor.

Suyanti dan Supriyadi. 2008. Pisang,

Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar.Cet.19 (edisi revisi . Penebar Swadaya. Jakarta.

Visita, B. F dan W. D. R. Putri. 2014. Pengaruh Penambahan Bubuk Mawar Merah (Rosa damascene mill dengan Jenis Bahan Pengisi Berbeda pada Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol 2 No 1: 39-46.

Wahyuni, S., M. Rais dan R. Fadilah. 2017. Fortifikasi Tepung Kulit Melinjo Sebagai Pewarna Alami Pada Pembuatan Kerupuk Singkong. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. (3 : 212-222.

Wanita, Y. P., dan Endang. 2013. Pengaruh Cara Pembuatan Mocaf Terhadap Kandungan Amilosa dan Derajat Putih Tepung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.

Wijaya, C. H. 2009. Food Review. Majalah Food review Indonesia. Vol. IV.

Wirakartakusumah, M. A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinitation and Water Absorption in Rice. PhD Disertation. Univ. of Wisconsin, Madison.

Yuan, R.C., D.B. Thompson and C.D. Boyer. 1993. Fine Structure of Amylopectin in Relation to Gelatinization and Retrogradation Behavior of Maize Starches from Three Wxcontaining Genotypes in Two Inbred Lines. Cereal Chemistry 70, 81–89.

742