Studi Keberadaan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada Pangan Tradisional Lawar Putih di Destinasi Wisata Pura Uluwatu
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Ezra Agitian dkk. /Itepa 12 (3) 2023 677-692
ISSN : 2527-8010 (Online)
Studi Keberadaan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Pada Pangan Tradisional Lawar Putih di Destinasi Wisata Pura Uluwatu
Study of the Presence of Escherichia coli and Staphylococcus aureus in Traditional White Lawar Food at Uluwatu Temple as a Tourism Destination
Ezra Agitian, Luh Putu Trisna Darmayanti*, Sayi Hatiningsih
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: Luh Putu Trisna Darmayanti, Email: [email protected]
Abstract
Lawar is a traditional Balinese food made from vegetables, minced meat, and grated coconut with Balinese spices. Most of the processed lawar use meat as the main raw material. On the other hand, meat is one of the foodstuffs that have high water content and a neutral pH which is prone to contamination with Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria. The aim of this study was to determined microbial contamination of Balinese food pork and sanitation practices in several restaurants that sell pork lawar in the tourist destination area Uluwatu Temple. This study used simple random sampling and survey techniques. The results of this study served in data tables and the data ware analyzed descriptively. Parameters observed were total microbes, coliform, E. coli, and S. aureus. The results showed that 100% of pork lawar met the requirements for the total microbes of processed meat with heat treatment (<1x106 cfu/g), all pork lawar were positive for coliforms, 87.5% pork lawar did not met the requirements processed meat with heat treatment for E. coli (<1x102 cfu/g), and 100% of pork lawar had met the requirements processed meat with heat treatment for S. aureus (<1x102 cfu/g). Sanitation practices at the pork lawar restaurant in the tourist area Uluwatu Temple include traders bought raw materials at the local market, 50% of raw materials are directly processed, 50% of raw materials did not use directly, 50% of producers processed lawar in the morning, 62.5% of traders took lawar without wearing gloves, cleanliness of traders and personal hygiene were still not good.
Keywords: Pork lawar, Eschericia coli, Staphylococcus aureus, sanitation practices.
PENDAHULUAN
Bali mempunyai daya tarik kuliner pangan tradisional yang menjadi perhatian masyarakat lokal dan internasional, karena itu makanan tradisional disetiap area destinasi mempunyai citarasa yang khas sehingga semakin diminati. Salah satu daerah di Bali yang menjadi tujuan wisata yang kaya akan kulinernya adalah di Pura Uluwatu. Pura Uluwatu merupakan pura yang berada di wilayah Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten
Badung. Selain dikenal sebagai destinasi wisata, banyak tersebar pedagang yang menjual makanan khas Bali diantaranya ayam betutu, babi guling, tipat, rujak, sate lilit, loloh, serta lawar babi.
Lawar adalah salah satu pangan tradisional Bali yang terbuat dari campuran sayur-sayuran, daging cincang, kelapa parut dengan bumbu-bumbu khas Bali. Daging yang umum digunakan untuk membuat lawar adalah daging babi, namun beberapa daerah di Bali juga menggunakan daging
sapi, kambing, bebek dan ayam. Lawar juga memiliki banyak nama, tergantung pada jenis bahan yang digunakan, misalkan lawar merah apabila menggunakan darah hewan, namun jika darah hewan tidak digunakan maka disebut lawar putih. Sebagian besar olahan lawar menggunakan daging sebagai bahan baku utamanya. Disisi lain, daging adalah salah satu bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi dan pH yang netral sehingga rentan terkontaminasi oleh mikroba, terutama bakteri. Salah satu spesies bakteri yang mudah mengontaminasi daging babi, terutama pada olahan lawar adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang menyebabkan penurunan kualitas seperti penurunan masa simpan dan menurunnya nilai sensoris produk bahkan memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi kesehatan (Supar, 2005). E. coli dan S. aureus adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan infeksi serta membahayakan kesehatan manusia. E. coli dapat menyebabkan diare, infeksi saluran kemih (ISK), gangguan pernapasan, BAB berdarah, hilang nafsu makan, atau mual dan muntah, demam, nyeri perut. Selanjutnya, S. aureus dapat menyebabkan mastitis, dermatitis, infeksi saluran pernafasan, impetigo, abses, sindrom syok toksik, dan keracunan makanan dengan gejala seperti mual, muntah, dan diare. Potensi adanya bakteri patogen pada lawar juga disebabkan karena bahan lain seperti sayuran, peralatan, dan proses pengolahan
yang belum menerapkan sanitasi dan kebersihan secara optimal.
E. coli pada lawar bersumber dari daging mentah, kulit, sayuran yang digunakan, dan juga dari talenan bekas yang dipergunakan (Arihantana, 1993). Penelitian Suter (2009), lawar yang dijual di kota Denpasar bahwa sebanyak 78% contoh lawar kandungan total mikrobanya sebanyak 9,03 x 106 koloni/g yaitu lebih tinggi dari kandungan total mikroba pangan segar sebanyak 106 koloni/g. Kondisi tersebut terjadi satu jam setelah lawar diolah oleh penjamah yang umumnyanya menggunakan tangan secara langsung untuk mencampurnya. Pada Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang kriteria jenis cemaran pada produk daging yang diolah dengan perlakuan panas, keberadaan mikroba pada produk pangan dapat dikategorikan membahayakan adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Enterobacteriaceae, dan Salmonella sp. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Candra (2013) ditemukan 60% lawar yang dijual di daerah Sanur terkontaminasi E. coli serta dalam penelitian Agustini et al. (2019) di rumah makan lawar putih yang berada di kecamatan Denpasar Utara mengandung cemaran E. coli dengan koloni melebihi standar yakni 102 koloni/g dan S. aureus lebih dari 2 x 102 koloni/g. Kontaminasi tersebut disebabkan karena cara pengolahan, higiene dan sanitasi pengolah,
serta alat yang digunakan pada saat pengolahan lawar (Suter, 2009). Oleh karena itu, upaya pengawasan keamanan lawar perlu terus dilakukan agar menjamin lawar merupakan pangan yang aman, bergizi dan diminati tidak hanya oleh masyarakat lokal namun juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan mikroba (total mikroba, uji coliform, E. coli, dan S. aureus) dan tindakan sanitasi pada pangan tradisional lawar di destinasi wisata Pura Uluwatu.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lawar putih daging babi yang diperoleh di sekitar kawasan Pura Uluwatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, larutan Peptone Water (Oxoid), media Plate Count Agar (Oxoid), media Lactose Broth (Oxoid), media Eosine Methylene Blue Agar (Oxoid), media Baird-Parker Agar (Oxoid) aquades, aluminum foil, stomacher bag, kapas, plastik PE (Polyetilen), dan alkohol 96%.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah ice box (Marina cooler), tabung reaksi (Iwaki), tabung durham, botol sampel, pipet volumetrik (Iwaki), pipet mikro (Akura), gelas ukur
(Pyrex), medical sterilizer (Fortune), erlemeyer 1000 mL (Pyrex), yellow tip, blue tip, gunting, rak tabung, pinset, vortex (Gemmy), bunsen, timbangan analitik (Ohaus), inkubator (Memert), autoklaf (Hirayama), colony counter, magnetic stirrer (Thermo scientific), spreader, dan laminar flow.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Delapan sampel masing-masing dilakukan pengulangan sebayak dua kali sehingga diperoleh 16 unit percobaan dan sampel akan diamati selama 48 jam. Diamati jumlah kontaminasi mikroba (total mikroba, coliform, E. coli, S. aureus). Data hasil pengamatan diinterpretasikan dengan kuantitatif dan kualitatif mempergunakan Microsoft Excel 2013. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk data dan tabel yang akan dianalisis secara deskriptif. Kemudian hasil dari penelitian akan dibandingkan dengan syarat Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 tentang standar mikrobiologis pada pangan olahan dengan kategori daging olahan yang diolah dengan perlakuan panas.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati yaitu uji total mikroba pada media Plate Count Agar (PCA) (Lay, 1994), uji kualitatif Coliform pada media Lactose Broth (LB) (Cappucino dan Sherman, 2002), uji E. coli pada media
Eosine Methylene Blue Agar (EMBA) (Fardiaz, 1992), dan uji S. aureus pada media Baird-Parker Agar (BPA) (Fardiaz, 1992).
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00 WITA di rumah makan yang menjual lawar putih di Pura Uluwatu. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel berupa wadah plastik dan ice box yang sudah disterilkan dengan alkohol. Sampel diberi kode R1-R8. Cara kerja pengambilan sampel yaitu sebanyak ±100 g sampel yang dibeli dari masing-masing rumah makan dimasukkan ke dalam plastik lalu disimpan di dalam ice box, adapun lokasi pengambilan sampel yaitu sampel lawar putih R1,R2,R5,dan R6 diambil di warung yang berada di radius 1-2 km dari kawasan wisata Pura Luhur Uluwatu serta sampel lawar putih R3,R4,R7, dan R8 diambil di warung yang berada di radius 3-6 km dari kawasan wisata Pura Luhur Uluwatu. Pada pukul 10.00 WITA dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana untuk dilakukan analisis mikroba.
Analisis total mikroba
Analisis total mikroba pada lawar putih dengan metode Total Plate Count (TPC). Koloni yang tumbuh dihitung dan dilaporkan sebagi jumlah koloni per gram atau mL menurut Standard Plate Count Procedure (Lay, 1994) dengan menggunakan media Plate Count Agar
(PCA) pada produk pangan. Pertama-tama dimasukkan Peptone Water (PW) sebanyak 45 mL ke dalam botol. Dimasukkan masing-masing sebanyak 9 mL PW kedalam dua tabung reaksi (10-2, 10-3, 10-4) kemudian botol sampel dan tabung reaksi yang telah berisi PW disterilisasi. Sampel yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan 5 gram sampel ke dalam botol yang telah berisi PW 45 mL yang telah disterilisasi. Sampel dihomogenkan menggunakan vortex. Ditambahkan 12-15 mL media PCA ke dalam masing-masing cawan petri. Dipipet 1 mL sampel dan masukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media PCA. Ditandai cawan petri dengan 10-1. Setelah itu pipet 1 mL sampel dan dimasukkan ke tabung reaksi 10-2.
Dilakukan hal yang sama secara terus-menerus hingga pengenceran 10-4.
Kemudian sampel diratakan dengan batang bengkok sambil cawan petri diputar agar pertumbuhan mikroba merata. Didiamkan selama 2-3 menit hingga memadat dan diinkubasi dengan posisi cawan petri terbalik pada suhu 35℃ selama 24-48 jam. Jumlah koloni menurut Fardiaz (1992) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Total Mikroba = jumlah
koloni x 1/Faktor Pengenceran x 10-1
Analisis Coliform dan E. coli
Analisis coliform dilakukan secara kualitatif yang terdiri dari dua tahap yaitu Tes Perkiraan (Presumtive Test) dan
dilanjutkan dengan Tes Penetapan (Confirmed Test) (Cappucino dan Sherman, 2002). Sebanyak 45 mL Peptone Water (PW) dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian disterilisasi. Dimasukkan PW ke dalam 2 tabung reaksi (10-2, 10-3) disterilisasi masing-masing sebanyak 9 mL. Disiapkan 9 tabung reaksi, sebanyak 3 tabung reaksi diberi tanda 10-1 dan seterusnya sampai pengenceran 10-3. Tabung durham dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian masukkan Lactose Broth (LB) ± 10 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi dilanjutkan dengan sterilisasi. Sampel dihaluskan terlebih dahulu, ditimbang sebanyak 5 gram. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi PW 45 mL yang telah disterilisasi. Untuk uji penduga coliform, sebanyak 1 mL larutan dari pengenceran 10-1 sampai 10-3 diinokulasikan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah berisi tabung durham. Selanjutnya, tabung reaksi yang berisi durham, LB, dan sampel diinkubasikan di inkubator dengan suhu 35℃ selama 48 jam. Pendugaan adanya bakteri coliform ditandai dengan terbentuknya gas dalam tabung durham pada setiap pengenceran. Apabila sampel terbukti positif mengandung coliform maka akan dilanjutkan analisis E. coli pada lawar putih menggunakan uji kuantitatif pada media Eosine Methylene Blue Agar (EMBA) berdasarkan (Fardiaz, 1992).
Pertama-tama dimasukkan PW sebanyak 45 mL ke dalam botol. Dimasukkan masing-masing sebanyak 9 mL PW kedalam dua tabung reaksi (10-2, 10-3) kemudian botol sampel dan tabung reaksi yang telah berisi PW disterilisasi. Dihomogenkan tabung 10— 2 diatas vortex kemudian dipipet 1 mL larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi 10-3.
Pada uji E. coli diinokulasi masing-masing sampel ke dalam cawan petri yang berisi media EMBA. Sampel ditanam pada cawan petri yang telah diisi media EMBA ± 12-15 mL yang telah dibekukan. Diratakan dengan batang bengkok sambil cawan petri diputar agar pertumbuhan mikroba merata. Didiamkan selama 2-3 menit hingga memadat dan diinkubasi selama 48 jam di inkubator pada suhu 35℃. Koloni E. coli positif ditandai dengan adanya bintik hitam kecil yang dikelilingi warna hijau metalik. Analisis S. aureus
Analisis S. aureus akan dilakukan menggunakan uji kuantitatif pada media Baird-Parker Agar (BPA) sesuai (Fardiaz, 1992). Sebanyak 45 mL Peptone Water (PW) dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian disterilisasi. Dimasukkan PW ke dalam 2 tabung reaksi (10-2, 10-3) masing-masing sebanyak 9 mL kemudian disterilisasi. Sampel yang telah terdestruksi kemudian ditimbang sebanyak 5 gram. Dimasukkan 5 gram sampel ke dalam botol yang telah berisi PW 45 mL yang telah disterilisasi. Ditandai botol dengan
pengenceran 10-1. Botol berisi PW dan sampel dihomogenkan menggunakan votrex. Kemudian dipipet 1 mL sampel dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan ditandai cawan petri dengan 10-1. Setelah itu dipipet 1 mL sampel dan dimasukkan ke tabung reaksi 10-2. Langkah diulangi hingga pengenceran 10-3. Ditambahkan 12-15 mL media BPA ke dalam masing-masing cawan petri dan diratakan dengan batang bengkok sambil cawan petri diputar agar pertumbuhan mikroba merata. Didiamkan selama 2-3 menit hingga memadat dan diinkubasi dengan posisi cawan petri terbalik pada suhu 35℃ selama 24-48 jam. Koloni S. aureus positif ditandai dengan adanya koloni berwarna hitam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Mikroba
Berdasarkan hasil pengujian, jumlah mikroba pada 8 sampel lawar putih daging babi di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu tertinggi pada R3 sebesar (4,5 ± 3,8) x 105 koloni per gram, dan terendah pada sampel R6 sebesar (3,4 ± 0,7) x 103 koloni per gram. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 tentang Standar Mikrobiologis Pada Pangan Olahan dengan kriteria batas cemaran total mikroba pada produk daging olahan yang dipanaskan adalah 106 koloni per gram. Hasil penelitian total mikroba pada lawar putih daging babi ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil uji total mikroba ditunjukkan pada tabel 1 menunjukkan bahwa seluruh sampel lawar putih memiliki total mikroba di bawah 106 koloni per gram. Ini menunjukkan bahwa total mikroba memenuhi syarat keamanan pangan. Komponen rempah-rempah yang digunakan dalam lawar putih termasuk bawang merah, bawang putih, lengkuas, dan cabai, yang juga bertindak sebagai agen antibakteri dalam makanan olahan (Jenie et al., 1992). Menurut data hasil penelitian penyebab tingginya jumlah mikroba pada R5 dan R6 adalah karena alat yang digunakan dalam pengolahan tidak dibersihkan terlebih dahulu, dan daging giling disimpan pada suhu kamar tanpa perlakuan khusus akan mempengaruhi peningkatan pertumbuhan mikroba. Kehadiran mikroba kontaminan pada pangan dapat berasal dari lingkungan tempat pengolahan seperti sumber air yang digunakan untuk mencuci bahan baku atau untuk proses pengolahan, peralatan yang digunakan baik untuk proses pengolahan maupun penyajian, dan kesehatan penjamah yang kurang baik seperti penjamah yang sakit atau carrier penyakit (William et al.,1990).
Coliform dan Escherichia coli
Uji awal yang dilakukan adalah uji praduga dengan menggunakan LB. Berdasarkan pengujian ini diketahui tanda-tanda pertumbuhan bakteri pada media LB. Hasil fermentasi positif jika terdapat fermentasi laktosa pada sampel coliform.
Tabel 1. Uji kuantitatif total mikroba pada lawar putih daging babi dijual pada kawasan Pura Uluwatu
Sampel Lawar |
Total Mikroba koloni/g |
PerBPOM 2019 olahan daging koloni/g |
Keterangan |
R1 |
(2,5 ± 1,3) x 105 |
106 koloni/g |
MS |
R2 |
(4,4 ± 2,9) x 104 |
106 koloni/g |
MS |
R3 |
(4,5 ± 3,8) x 105 |
106 koloni/g |
MS |
R4 |
(6,3 ± 0,5) x 104 |
106 koloni/g |
MS |
R5 |
(3,7 ± 0,7) x 103 |
106 koloni/g |
MS |
R6 |
(3,4 ± 0,7) x 103 |
106 koloni/g |
MS |
R7 |
(1,3 ± 1,2) x 105 |
106 koloni/g |
MS |
R8 |
(5,9 ± 4,1) x 104 |
106 koloni/g |
MS |
Keterangan:
MS = Memenuhi syarat
TMS = Tidak Memenuhi syarat
Gas yang terbentuk dapat dilihat dalam media LB pada bagian atas tabung durham terbalik. Hasil pengujian coliform pada lawar putih daging babi oleh rumah makan yang menjual lawar putih pada kawasan wisata Pura Uluwatu ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian, pada kedelapan sampel lawar putih daging babi di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu positif terkontaminasi coliform. Menurut Sartika (2005) hasil tes positif pada media LB menunjukkan bahwa kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri coliform dapat terjadi karena air yang dipakai terkontaminasi dengan bakteri dan selama pengolahan lawar pekerjanya tidak melakukan cuci tangan dengan sabun. Adanya bakteri coliform di dalam makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Purbowarsito, 2011). Hasil uji coliform yang menunjukan
positif memiliki peluang tumbuhnya jenis kontaminan E. coli pada sampel lawar putih. Hasil pengujian E. coli lawar putih di rumah makan yang menjual lawar putih di kawasan wisata Pura Uluwatu ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengujian, jumlah E. coli pada 8 sampel lawar putih daging babi di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu yang tidak memenuhi syarat terdapat pada sampel R1, R2, R3, R4, R6, R7, R8 dengan kandungan E. coli tertinggi sebesar (6,4 ± 1,9) x 102 koloni per gram yang terdapat pada sampel R7 dan sampel yang bebas E. coli hanya terdapat pada sampel R5, terdapat 1 sampel lawar putih daging babi yang masih memenuhi batas cemaran E. coli yakni dibawah 102 koloni per gram. Hasil tes positif ini melebihi Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2019 kriteria batas cemaran E. coli pada daging olahan yang dipanaskan yaitu dengan ambang maksmial 102 koloni/g.
Tabel 2. Uji kualitatif coliform pada lawar putih daging babi dijual pada kawasan Pura Uluwatu
Sampel Lawar |
Tabung Positif Replikasi 1 |
Keterangan |
Tabung Positif Replikasi 2 |
Keterangan | ||||
10-1 |
10-2 |
10-3 |
10-1 |
10-2 |
10-3 | |||
R1 |
3 |
2 |
0 |
Positif |
3 |
2 |
0 |
Positif |
R2 |
3 |
1 |
0 |
Positif |
3 |
1 |
0 |
Positif |
R3 |
3 |
3 |
1 |
Positif |
3 |
2 |
0 |
Positif |
R4 |
3 |
2 |
2 |
Positif |
3 |
2 |
1 |
Positif |
R5 |
1 |
1 |
0 |
Positif |
1 |
1 |
0 |
Positif |
R6 |
2 |
1 |
0 |
Positif |
2 |
0 |
0 |
Positif |
R7 |
3 |
0 |
1 |
Positif |
3 |
0 |
0 |
Positif |
R8 |
3 |
1 |
0 |
Positif |
3 |
0 |
1 |
Positif |
Tabel 3. Uji kuantitatif E. coli pada lawar putih daging babi dijual pada kawasan Pura Uluwatu
Sampel Lawar |
E. coli koloni/g |
PerBPOM 2019 olahan daging koloni/g |
Keterangan |
R1 |
(1,8 ± 1,2) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
R2 |
(1,6 ± 0,2) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
R3 |
(3,9 ± 2,8) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
R4 |
(4,4 ± 2,5) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
R5 |
0 |
102 koloni/g |
MS |
R6 |
(1,4 ± 0,3) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
R7 |
(6,4 ± 1,9) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
R8 |
(3,2 ± 1,8) x 102 |
102 koloni/g |
TMS |
Keterangan:
MS = Memenuhi syarat
TMS = Tidak Memenuhi syarat
Adanya E. coli pada daging menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut telah tercemar kotoran manusia atau hewan yang dapat mencemari peralatan pengolahan, sehingga dalam mikrobiologi pangan E. coli dikenal sebagai indikator keamanan pangan (Supardi dan Sukanto, 1999). Lawar putih yang melebihi ambang batas maksimum cemaran E. coli ini tidak layak dikonsumsi karena memungkinkan terjadinya food borne disease yang membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini didukung oleh pernyataan Zuhri (2009)
salah satu sumber utama penyebab keberadaan E. coli adalah air. Sumber pengotor umumnya berasal dari kotoran yang terbawa oleh air, sehingga mudah mengkontaminasi makanan.
Berdasarkan hasil kuisioner juga ditemukan bahwa beberapa pedagang jarang mencuci tangan, tidak menggunakan sabun, membersihkan lemari kaca hanya jika terlihat kotor, dan tidak menggunakan lap basah untuk membersihkannya 3 kali dalam seminggu. Kontaminasi E. coli di semua rumah makan yang menjual lawar
putih daging babi mempengaruhi keamanan pangan. Sumber pencemaran yang memungkinkan terjadinya pencemaran berasal dari air yang tercemar E. coli yang digunakan untuk mencuci daging, mencuci alat, dan mencuci tangan tanpa sabun selama bekerja.
Staphylococcus aureus
Berdasarkan hasil penelitian lawar putih daging babi oleh rumah makan yang menjual lawar pada kawasan destinasi wisata Pura Uluwatu menurut acuan Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2019 kriteria batas cemaran E. coli pada daging olahan yang dipanaskan, maksimal kontaminasi S. aureus pada makanan adalah 2 x 102 koloni per gram, sehingga lawar putih yang dijual di rumah makan di kawasan destinasi wisata Pura Uluwatu masih memenuhi ambang batas cemaran mikroba pada produk daging olahan yang diolah dengan perlakuan panas. Hasil pengujian S. aureus dapat dilihat pada Tabel 4.
Penelitian Salim (2015) menunjukkan penggunaan bumbu-bumbu Bali (base genep) yang dibuat dari rempah-rempah seperti bawang putih dan kunyit diketahui mengandung senyawa antimikroba seperti senyawa allisin dan kurkuminoid yang terbukti mampu menghambat kinerja bakteri gram positif S. aureus. S. aureus termasuk bakteri berbahaya, karena mampu memproduksi
racun yang disebut enterotoksin. Racun tersebut memiliki masa inkubasi 1-8 jam (Kitamoto et al., 2009). Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang mempunyai membran plasma tunggal yang dikelilingi dinding sel berupa peptidoglikan sehingga mudah dipenetrasi oleh zat antibakteri dibandingkan dengan bakteri gram negatif (Jawetz, 2005). Enzim alinase seperti yang terdapat pada salah satu komponen bumbu yakni bawang putih dapat menjadi alisin yang dimana alisin ini akan mereduksi sistein dalam tubuh mikroba sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam proteinnya (Hernawan et al., 2003). Efektivitas dari rempah-rempah tersebut akan lebih efektif bila bahan yang digunakan memiliki cemaran bakteri awal yang rendah sehingga kualitas lawar dapat lebih baik serta konsentrasi pada rempah-rempah ditingkatkan namun hal ini dapat mengurangi milai sensoris produk.
Praktik sanitasi dan higiene Kondisi bahan baku lawar
Berdasarkan hasil survei terdapat 100% produsen lawar rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu mendapatkan bahan baku dari pasar tradisional. Jenis babi yang umum digunakan pada lawar adalah jenis babi lokal. Bahan baku yang dibeli produsen adalah daging babi yang baru disembelih pada sehari sebelum pengolahan lawar, dagingnya berwarna merah cerah, teksturnya padat, dan dagingnya khas.
Tabel 4. Uji kuantitatif S. aureus pada lawar daging babi dijual pada kawasan Pura Uluwatu
Sampel Lawar |
S. aureus koloni/g |
PerBPOM 2019 olahan daging koloni/g |
Keterangan |
R1 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R2 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R3 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R4 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R5 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R6 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R7 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
R8 |
0 koloni/g |
2 x 102 koloni/g |
MS |
Keterangan:
MS = Memenuhi syarat
TMS = Tidak Memenuhi syarat
Tabel 5. Hasil survei terhadap tempat kondisi bahan baku pada lawar putih daging babi di kawasan Pura Uluwatu
Indikator/ Variabel |
R1 |
R2 |
R3 |
R4 |
R5 |
R6 |
R7 |
R8 | |
Tempat pembelian |
Pasar |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
bahan baku |
Distributor |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Jenis bahan baku |
Lokal |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
(daging babi) |
Non-lokal |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Bahan baku langsung |
Ya |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
diolah |
Tidak |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
Penyimpanan bahan |
Kulkas |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
baku |
Tidak disimpan |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
Maksimal lama |
<1 hari |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
penyimpan |
Tidak disimpan |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
Pencemaran bakteri-bakteri patogen pada bahan baku dapat dimulai dari pasar, karena kondisi pasar yang tidak bersih, kontaminasi area terbuka sehingga daging mengalami kontaminasi langsung dan bakteri lebih mudah berkembang biak. Hasil survei status bahan baku dan situasi penyimpanan pada proses produksi daging babi disajikan pada Tabel 5.
Berdasarkan hasil survei penelitian menunjukkan sebanyak 50% daging babi yang didapatkan dari pasar langsung diolah
oleh produsen untuk dijadikan lawar putih dan sebanyak 50% daging babi yang dibeli di pasar tidak diolah secara langsung namun disimpan pada wadah yang tertutup kemudian diletakan ke dalam lemari pendingin untuk diolah pada pagi hari dengan kisaran waktu penyimpanan 8 jam. Berdasarkan Anihouvi et al. (2006), kondisi higienitas bahan baku yang sangat rendah, disebabkan karena proses penjualan dipasarkan dalam kondisi terbuka serta
penggunaan kemasan yang tidak higienis sehingga mudah dihinggapi lalat.
Kondisi proses pengolahan dan penyimpanan
Berdasarkan hasil data survei penelitian bahwa produsen di rumah makan yang menjual lawar putih pada kawasan wisata Pura Uluwatu pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak 25% pembuatan adonan lawar di pagi hari pukul 06.00 sampai 08.30 WITA. Sebanyak 75% produsen yang membuat adonan saat dini hari pada pukul 01.00 WITA dan disajikan di pagi hari pukul 09.00 WITA. Hal ini dapat memicu pertumbuhan mikroba karena lamanya waktu proses pengolahan, lokasi penyimpanan yang berpindah-pindah dan kontaminasi selama di dalam pengerjaan. Sesuai dengan pengujian pada sampel maka terbukti total mikroba yang tidak memenuhi persyaratan karena telah melewati batas maksimum cemaran mikroba olahan daging. Hasil survei terhadap kondisi proses pembuatan bahan olahan lama penyimpanan dan wadah untuk membuat lawar putih daging babi dapat dilihat pada Tabel 6.
Data survei penelitian penjualan lawar putih pada rumah makan di kawasan wisata Pura Uluwatu pada Tabel 6, menunjukan terdapat 50% adonan lawar dibuat pada pagi hari dari pukul 05:00 hingga 08:30 WITA. Namun, sebanyak 50% produsen membuat adonan lawar pada pukul 01.00 WITA dan menyajikannya
pada pukul 08.30 WITA. Hal ini dapat memicu pertumbuhan mikroba karena lamanya waktu pemrosesan, lokasi penyimpanan yang berbeda dan kontaminasi selama pengerjaan. Dalam proses penyimpanan bahan yang telah dicacah diletakan ke dalam wadah kaca, sebanyak 25% rumah makan yang menjual lawar putih di kawasan wisata Pura Uluwatu menyimpan bahan cacahan tersebut hingga 4 jam. Sebanyak 75% rumah makan menyimpan hingga lebih dari 4 jam. Berdasarkan pengujian sampel, jumlah E. coli total yang terbukti tidak memenuhi syarat karena melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging olahan terjadi karena bahan cincang yang dibiarkan terbuka selama lebih dari 4 jam berpotensi meningkatkan pertumbuhan total mikroba dan E. coli. Berdasarkan penelitian Kurniasih et al. (2015), penyimpanan lebih dari 4 jam dapat memungkinkan kontaminasi oleh penyebar bakteri patogen seperti lalat. Lalat senang hidup pada tempat yang kotor seperti pada ceceran sampah. Selain itu pedagang menyimpan makanan dalam keadaan tertutup. Hal ini mempengaruhi makanan terhindar dari kontaminasi oleh vektor penyebar kuman patogen seperti lalat.
Praktik personal higiene
Hasil survei personal higiene pedagang di rumah makan yang menjual lawar putih di kawasan wisata Pura Uluwatu ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 6. Hasil survei terhadap pembuatan bahan olahan lama dan penyimpanan untuk membuat lawar putih daging babi di kawasan Pura Uluwatu
Indikator/ V |
ariabel |
R1 |
R2 |
R3 |
R4 |
R5 |
R6 |
R7 |
R8 |
Waktu pembuatan |
Pagi |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
bahan olahan lawar |
Malam (H-1 penjualan) |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
Maksimal lama |
1-4 jam |
- |
- |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
penyimpanan | |||||||||
bahan yang telah di cincang di lemari kaca |
5-12 jam |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
Sebanyak 37,5% karyawan yang mengambil lawar menggunakan sendok dan 62,5% karyawan yang mengambil lawar dengan menggunakan tangan, dimana penyajian menggunakan tangan dapat menyebabkan kontaminasi dari tangan penjamah ke produk.Terdapat 100% pedagang tidak menggunakan peralatan higiene seperti hairnet, masker, dan sarung tangan. Selama proses pengolahan, dan sebanyak 37,5% menerapkan prinsip cuci tangan menggunakan sabun setelah beraktivitas dan sebanyak 62,5% hanya mencuci tangan bila diperlukan.
Cemaran E. coli pada rumah makan yang menjual lawar putih di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu disebabkan oleh pedagang yang tidak mencuci tangan dengan benar dan tidak menggunakan sabun. Air yang terkontaminasi E. coli dapat menyebabkan pencemaran. Analisis mikrobiologi lawar juga membuktikan bahwa rumah makan yang terkontaminasi E. coli dimana terbukti bila frekuensi
pekerja mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas juga dapat mengurangi kontaminasi silang produk. Tangan adalah ujung tombak dari semua kegiatan, sehingga apapun kegiatan yang kita lakukan pasti lebih dulu berinteraksi dengan tangan termasuk saat mengolah dan menyajikan makanan. Jika tangan tidak bersih maka otomatis akan mempengaruhi kebersihan makanan karena kemungkinan tangan banyak mengandung kuman dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit (Kurniasih et al., 2015). Kebiasaan mencuci tangan membantu mencegah penyebaran kuman penyakit dari tangan penjamah ke makanan (Arisman, 2009).
Praktik sanitasi
Hasil survei terhadap praktik sanitasi menunjukkan 100% lemari kaca hanya dibersihkan jika terlihat kotor. Keberadaan mikroba dalam makanan juga dipengaruhi oleh praktik kebersihan lingkungan yang kurang baik.
Tabel 7. Hasil survei terhadap personal higiene dalam membuat lawar putih daging babi di kawasan Pura Uluwatu
Indikator/ Variabel |
R1 |
R2 |
R3 |
R4 |
R5 |
R6 |
R7 |
R8 | |
Cara pengambilan |
Tangan |
✓ |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
Alat makan |
- |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- | |
Kelengkapan karyawan |
Ada |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
(hair net, masker, dan sarung tangan) |
Tidak ada |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
Frekuensi mencuci tangan |
Sesudah dan sebelum beraktivitas |
- |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
Seperlunya |
✓ |
- |
✓ |
✓ |
- |
- |
✓ |
✓ |
Pranoto et al. (2014) kebersihan lingkungan meliputi tempat ruang produksi dan lemari kaca karena dapat mempengaruhi kualitas makanan. Jika tidak dijaga kebersihannya secara tidak langsung dapat berakibat menurunnya kualitas mikrobiologis lawar. Menurut Irianto (2006), ruangan yang memiliki sistem pertukaran udara yang buruk menyebabkan terkonsentrasinya debu di dalam ruangan. Partikel debu mengandung senyawa organik yang di jadikan bakteri sebagai sumber nutrisi. Konsentrasi partikel debu di dalam ruangan digunakan oleh bakteri sebagai media pertumbuhan, pernyataan ini didukung dengan tingginya kontaminasi mikroba pada sampel dengan kode R3, R4, R7, dan R8 yang berada di sekitar pinggiran jalan raya karena kondisi udara yang kurang baik sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara kotor.
Kebersihan dapat dijaga dengan menjauhkan tempat sampah dari ruang produksi dan membersihkan ruang produksi setiap akan memulai produksi. Sterilisasi ruangan harus dilakukan terutama di ruangan produksi. Suhu ruangan tidak boleh terlalu tinggi untuk mencegah bakteri – bakteri muncul di dalam air. Proses membersihkan peralatan selama pengolahan lawar secara keseluruhan menggunakan air mengalir yang dilakukan sebelum memulai aktivitas di rumah makan. Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan dalam keadaan kering. Pembersihan lingkungan restoran juga dilakukan pada pagi hari, antara lain menyapu, mengepel dan membuang sampah. Hasil survei terhadap praktik sanitasi di rumah makan yang menjual lawar putih pada kawasan wisata Pura Uluwatu dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil survei praktik sanitasi di rumah makan yang membuat lawar putih daging babi di kawasan Pura Uluwatu
Indikator/ Variabel |
R1 |
R2 |
R3 |
R4 |
R5 |
R6 |
R7 |
R8 | |
Membersihkan |
Ya |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
lemari kaca |
Tidak |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
Membersihkan |
Ya |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
peralatan pengolahan |
Tidak |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Pembersihan dan |
Ya |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
✓ |
sanitasi ruang pengolahan sebelum dan sesudah aktivitas |
Tidak |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
KESIMPULAN
Keseluruhan sampel lawar putih daging babi di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu telah memenuhi persyaratan total mikroba untuk produk daging olahan. Sampel lawar di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu terdapat 87,5% sampel yang
memenuhi total persyaratan E. coli untuk produk daging olahan. Sebanyak 12,5% lawar daging babi tidak memenuhi persyaratan. Lawar daging babi di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu telah memenuhi persyaratan S. aureus pada produk olahan daging.
Pedagang lawar putih daging babi di rumah makan kawasan wisata Pura Uluwatu membeli bahan baku di pasar lokal, 50% bahan baku langsung diproses, 50% bahan baku tidak langsung digunakan, 50% produsen mengolah lawar di pagi hari, 62,5% pedagang mengambil lawar tanpa menggunakan sarung tangan, kebersihan
pedagang dan personal higiene masih kurang baik.
Rumah makan yang menjual lawar di kawasan wisata Pura Uluwatu sebaiknya melakukan pengolahan lawar di pagi hari, bahan yang sudah dicincang tidak boleh disimpan lebih dari 4 jam dalam keadaan terbuka, dan dalam meningkatkan praktik higiene dan higienitas rumah makan yang menjual lawar sebaiknya menggunakan peralatan selama pemrosesan untuk menghindari kontaminasi akibat mikroba patogen.
Penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan mengukur suhu sampel terlebih dahulu sehingga dapat diketahui suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri. Penelitian dapat dilanjutkan dengan menguji cemaran Enterobacteriaceae dan Salmonella.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, N.K.S., Putra, I.N.K., dan Permana I.D.G.M. 2020. Studi Cemaran Mikroba pada Produk Pangan Tradisional “Lawar Putih Daging Babi” di Kecamatan Denpasar Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (Itepa). 9(1): 20-29.
Anihouvi, V. B., Ayernorgs, J. D., Hounhouigan, H. dan Sakyi-Dawson, E. 2006. Quality Characteristics of Lanhouin: A traditionally Processed Fermented Fish Product in The Republic of Benin. African Journal of Food Agriculture Nutrition and Development. 6(2): 1-6.
Arihantana, M. B. 1993. Tingkat Cemaran Coliform, Faecal Coliform dan Escherichia coli pada Proses Penyediaan Lawar di
Restaurant/Warung Makan di Sekitar Denpasar. Universitas Udayana, Denpasar.
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi “Keracunan Makanan”. EGC, Jakarta.
Candra, P., Oktafia, S., Citra, M., dan Cahyani, M. 2013. Cemaran Eschericia Coli dan Coliform pada Lawar Merah yang Dijual di Daerah Pariwisata. Universitas Udayana, Denpasar.
Cappucino, J. G., dan Sherman, N. 2002. Microbiology A Laboratory Manual. Mc-Graw-Hill, San Fransisco.
Direktorat Standardisasi Pangan Olahan. 2019. Kriteria Mikrobiologi Dalam Pangan Olahan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 15. BPOM, Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hernawan, U. E. dan Setyawan A. D. 2003. Senyawa Organosulfur Bawang Putih. (Allium sativum L.) dan Aktivitas Biologinya. 1(2): 65-76.
Jawetz dan Melnick, A. 2005. Medical Microbiology Mc.Graw Hill Companies Inc. Penerbit Salemba Medika. p. 357-359.
Kurniasih, R.P., Nurjazuli, Hanani, D.Y. 2015. Hubungan Higiene dan Sanitasi Makanan dengan Kontaminasi Bakteri Escherichia coli dalam Makanan di Warung Makanan Sekitar Terminal Borobudur, Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat UNDIP,
Semarang. 3(1): 549-558.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Purbowarsito, H. 2011. Uji Bakteriologis Air Sumur Di Kecamatan Semampir Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.
Salim, H. H. U., dan Soleha, T. U. Pengaruh Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Putih (Allium
sativum) terhadap Bakteri Gram Positif (Stphylococcus aureus) dan Bakteri Gram Negatif (Eschericia coli) Secara in vitro. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Lampung. 7(5):66-70.
Sartika, R. A. D, Indrawani, Y. M., dan Sudiarti, T. 2005. Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 9(1):23-28.
Suter, I.K. 2009. Lawar. Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Denpasar.
Supar. 2005. Keamanan pangan produk peternakan ditinjau dari aspek pra panen: Permasalahan dan solusi. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor, 14 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. p. 50-60.
Supardi, dan Sukanto. 1999. Mikrobiologi, Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Jakarta.
Syahrurachman, A. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara Publisher, Jakarta. p. 123-158.
William, T., Alysoun, M., dan Margaret, W. 1990. Food, Environment, and Health. World Health Organization, Geneva.
Zuhri, Shofyan. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologi Air Minum Isi Ulang Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
692
Discussion and feedback