Pengaruh Perbandingan Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) dan Terigu Terhadap Karakteristik Cookies Sebagai Makanan Fungsional Tinggi Kalsium
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Azizah Septiyani Irawan dkk. /Itepa 12 (3) 2023 609-621
ISSN : 2527-8010 (Online)
Pengaruh Perbandingan Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) dan Terigu Terhadap Karakteristik Cookies Sebagai Makanan Fungsional Tinggi Kalsium
The Effect Comparison of Yellowfin Tuna Fish (Thunnus albacares) Bone Flour and Wheat Flour on the Characteristics of Cookies as a High Calcium Functional Food
Azizah Septiyani Irawan, Ni Made Indri Hapsari Arihantana*, I Made Sugitha
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korepondensi: Ni Made Indri Hapsari A., Email: [email protected]
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of comparison yellowfin tuna fish bone and wheat flour on the characteristics of cookies and to determine the best comparison of yellowfin tuna fish bone to produce cookies with the best characteristics. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with treatment of the amount of flour and bone meal of yellowfin tuna consisting of 5 levels, that are 100%: 0%; 90%:10%; 80%:20%; 70%:30%; and 60%:40%. The treatment was repeated 3 times to obtain 15 experimental units. The data obtained were analyzed statistically using variance and if the treatment had a significant effect, it was continued with Duncan s Multiple Distance Test. The results showed that the ratio of flour and bone meal of yellowfin tuna had a significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, calcium content, scoring test (color, texture, aroma, and taste) and hedonic test (color, aroma, and texture) cookies. Ratio of 60% flour with 40% yellowfin tuna fish bone produced cookies with the best characteristics with the criteria of water content 6.5%, ash content 13.17%, protein content 11.54%, fat content 46.85%, carbohydrates content 21.90%, calcium content 5.91%, characteristic of colour was brownish yellow and ordinary, aroma was fishy and ordinary, texture was crunchy and ordinary, taste was slightly typical of tuna and ordinary, and overall acceptance was ordinary.
Keyword: cookies, yellowfin tuna fish bone, calsium
PENDAHULUAN
Cookies merupakan salah satu makanan ringan yang digemari di kalangan masyarakat. Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang memiliki tekstur padat dan relatif renyah. Bahan baku pembuatan cookies pada umumnya adalah terigu, namun penggunaan terigu saja pada cookies hanya sebagai sumber karbohidrat dan kurang memberikan nutrisi bagi cookies dari segi mineralnya. Penggunaan terigu sebagai bahan dasar pembuatan cookies
menyebabkan cookies memiliki kandungan nutrisi yang rendah terutama pada kadar kalsiumnya. Dibutuhkan alternatif lain untuk mendapatkan kalsium yaitu salah satunya dengan menambahkan tepung tulang ikan tuna yang ting gi kasium ke dalam cookies sehing ga dapat menjadi pangan fungsional yang dikonsumsi oleh seluruh masyarakat.
Menurut Astawan (2011) pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar
manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Kalsium merupakan salah satu unsur penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena berfungsi dalam metabolisme tubuh untuk pembentukan tulang dan gigi, selain itu kalsium juga berfungsi dalam mekanisme pembekuan darah, proses kontraksi otot dan penghantar impuls syaraf serta menjaga keseimbangan hormon (Shita dan Sulistiyani, 2010). Kebutuhan kalsium anak-anak sebesar 200-1000 mg/hari, remaja sebesar 1200 mg/hari, dan dewasa sebesar 1000-1200 mg/hari (PERMENKES, 2019). Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteoporosis, pertumbuhan tulang yang rapuh, masalah otot, dan sindrom pramenstruasi. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya kepadatan tulang sehingga tulang mudah patah. Pada tahun 2005 pravalensi osteoporosis di Indonesia telah mencapai 41,75% yang berarti setiap 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko terkena osteoporosis (Indah,2020). Osteoporosis dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan kandungan kalsium, olahraga secara rutin, dan menghindari mengkonsumsi minuman beralkohol dan rokok secara berlebihan. Kalsium dapat diperoleh dari mengkonsumsi susu sapi, tetapi tidak semua orang dapat mengkonsumsi susu sapi karena memiliki alergi laktosa (laktosa intoleran) sehingga dibutuhkan alternatif lain untuk
mendapatkan kalsium yaitu salah satunya dengan menambahkan tepung tulang ikan tuna yang tinggi kasium ke dalam cookies sehingga dapat dikonsumsi oleh seluruh masyarakat.
Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan salah satu jenis ikan tuna yang sering ditemui di Indonesia dan memiliki nilai gizi yang ting gi. Menurut data dari Badan Statistika Provinsi Bali pada tahun 2020 produksi ikan tuna di Bali mencapai 127.695 ton per tahun 2020. Ikan tuna pada umumnya dimanfaatkan sebagai produk kaleng dan produk beku dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk loin beku. Produk ikan tuna sebagian besar hanya memanfaatkan bagian daging ikannya saja sedangkan sisa-sisa bagian lain berupa kepala, sirip dan tulang belum dimanfaatkan secara optimal. Tulang ikan merupakan salah satu bentuk limbah dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh ikan. Pemanfaatan limbah tulang ikan dapat dilakukan dengan cara mengubah tulang ikan menjadi tepung. Menurut Wardani et al. (2012) tepung tulang ikan dapat ditambahkan pada produk roti, biskuit, dan kue kering. Dilihat dari sudut pandang pangan dan gizi, tulang ikan sangat kaya akan kalsium yang dibutuhkan bagi manusia. Rozi dan Nabila (2021) menyatakan bahwa tepung tulang ikan tuna sirip kuning memiliki kadar kalsium sebesar 19,28–20,47% b/b yang berpotensi untuk
meningkatkan nutrisi produk pangan. Menurut penelitian Karlinda (2018) semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan tuna maka semakin tinggi juga kadar kalsium dari crakers tepung tulang ikan tuna. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widya et al.(2021) yaitu penambahan tepung tulang ikan tuna sebanyak 24 % memberikan peningkatan kadar kalsium tertinggi dari cookies tepung tulang ikan tuna. Penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning pada produk cookies diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi dan menjadikan cookies sebagai pangan fungsional. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning terhadap karakteristik cookies.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan dan bahan kima. Bahan baku terdiri dari terigu protein sedang yang diperoleh dari toko bahan kue UD. Ayu Jl. Tukad Barito dan tulang ikan tuna sirip kuning segar yang diperoleh dari PT. Primo Indo Ikan Jl. Ikan Tuna 1 No 1Denpasar. Bahan tambahan terdiri dari gula, garam, mentega, baking powder, bubuk vanili, dan telur yang diperoleh dari toko bahan kue UD. Ayu Jl. Tukad Barito dan jeruk nipis yang diperoleh dari pasar suwung Jl. Mertasari. Bahan kimia terdiri
dari aquadest, H2SO4, NaOH, HCL, tablet kjeldahl, indikator phenolphthalein, asam borat (H3BO3 3%), heksan, HNO3.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baskom, timbangan kue digital, mixer (Philips), pisau, panci, kompor (Rinnai), talenan, blender (Philips), cetakan cookies, ayakan 80 mesh, oven (Cole-Parmer), lumpang, kertas saring, kertas whatman No. 41, pipet tetes, labu Erlenmeyer (Pyrex), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), cawan porselen, cawan alumunium, deksikator, destilator (Behrotest S3), muffle furnance (WiseTherm), atomic absorption spectroscopy (Shimdazu AA-7000) buret, labu kjeldahl, kompor listrik (Gerhardt), gelas beaker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), corong plastik, gelas plastik, bola hisap, benang wol, perangkat komputer.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan jumlah terigu dan tepung tulang ikan tuna sirip kuning yang terdiri dari 5 taraf yaitu 100%:0%; 90%:10%; 80%:20% 70%:30%; dan 60%:40%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Data dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh terhadap parameter yang diamati maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995) pada program SPSS.
Tabel 1. Formulasi Cookies
Komposisi |
Perlakuan | ||||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 | |
Terigu (%) |
100 |
90 |
80 |
70 |
60 |
Tepung Tulang Ikan |
0 |
10 |
20 |
30 |
40 |
Tuna Sirip Kuning (%) | |||||
Gula Pasir (%) |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
Telur (%) |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
Mentega(%) |
75 |
75 |
75 |
75 |
75 |
Garam (%) |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
Baking powder (%) |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
Vanili bubuk (%) |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
Keterangan: Presentase diatas dibuat berdasarkan resep cookies per 100g
Pelaksanaan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah terigu, tepung tulang ikan tuna sirip kuning, mentega, gula, garam, baking powder, bubuk vanili, dan telur. Formulasi cookies dapat dilihat pada Tabel 1.
Pelaksanaan penelitian
Pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning
Proses pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning dilakukan berdasarkan penelitian Meulisa (2021) yaitu tulang ikan tuna sirip kuning dicuci dengan air bersih kemudian direbus selama 30 menit pada suhu 100°C, Selanjutnya tulang ikan tuna sirip kuning dibersihkan dan ditiriskan untuk memisahkan antara daging dengan tulang. Tulang ikan kemudian direndam dengan perasan air jeruk nipis selama 15 menit. Setelah itu, tulang ikan tuna sirip kuning dipresto selama 2 jam dengan suhu 130 ̊ C lalu direbus selama 30 menit pada suhu 100°C. Selanjutnya, tulang ikan tuna dikeringkan selama 90 menit dengan suhu
120°C. Tulang ikan yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan blender, lalu diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh dan dihasilkan tepung tulang ikan tuna.
Pembuatan cookies
Pembuatan cookies dimulai dari tahapan pencampuran mentega, gula pasir, kuning telur, baking powder, bubuk vanili, dan garam setelah dicampur bahan tersebut akan dimixer selanjutnya ditambahkan terigu yang sudah dicampur dengan tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebanyak (10%, 20%, 30%, dan 40%) sedikit demi sedikit sesuai perlakuan. Selanjutnya adonan cookies dibentuk bulat dengan cetakan berdiameter 8 cm dengan ketebalan adonan 0,5 cm dan ditata diatas loyang kemudian akan dilakukan proses pengovenan dengan suhu 180 ̊C selama 15 menit.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah karakteristik dari cookies yang meliputi kadar air dengan metode pengeringan (AOAC 2006), kadar abu dengan metode pengabuan (AOAC,
1995), kadar protein dengan metode micro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1984), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar karbohidrat dengan metode analisis by difference (Apriyantono et al., 1989), kadar kalsium dengan metode AAS (BBLK, 2014). Pada sifat sensoris menggunakan uji hedonik (kesukaan) terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan sedangkan uji skoring pada warna, aroma, tekstur dan rasa (Soekarto, 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar kalsium dari tepung tulang ikan tuna sirip kuning dan terigu dapat dilihat pada Tabel 2.
Karakteristik Kimia
Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dari cookies dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan nilai rata-rata kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar kalsium cookies dapat dilihat pada Tabel 4.
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air cookies. Tabel 3 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kadar air cookies tulang ikan tuna sirip kuning berkisar 6,52% sampai dengan 7,65%. Nilai rata-rata kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (0%) sebesar 7,65% tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (10%), P2 (20%), P3 (30%) dan perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan P4 (40%) yaitu sebesar 6,52% tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (20%), P3 (30%). Semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka semakin menurun kadar air dari cookies. Hal ini disebabkan oleh kadar air tepung tulang ikan sirip kuning lebih rendah dibandingkan dengan kadar air terigu. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kandungan kadar air tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebesar 6,45%, sedangkan terigu sebesar 12,19% (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar kalsium dari tepung tulang ikan tuna sirip kuning dan terigu.
Komponen |
Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Terigu Kuning |
Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) Kadar kalsium (%) |
6,45 12,19 38,08 1,05 23,70 10,55 11.03 1,35 20,74 74,85 15,34 0,025 |
Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu dan kadar protein cookies
Perlakuan perbandingan (TTITSK) |
Kadar air (%) |
Kadar abu (%) |
Kadar Protein (%) |
P0 (0%) |
7,65 ± 0,13a |
1,41 ± 0,02e |
9,94 ± 0,64b |
P1 (10%) |
7,58 ± 0,45a |
4,30 ± 0,04d |
10,01 ± 0,12b |
P2 (20%) |
7,05 ± 0,31ab |
6,90 ± 0,11c |
10,52± 0,46b |
P3 (30%) |
6,87 ± 0,76ab |
10,00 ± 0,05b |
10,71± 0,68ab |
P4 (40%) |
6,52 ± 0,12b |
13,17 ± 0,09a |
11,54± 0,40a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
TTITSK = Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning
Tabel 4. Nilai rata-rata kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar kalsium cookies
Perlakuan Kadar Lemak (%) Kadar Karbohidrat (%) Kadar Kalsium(%)
pebandingan (TTITSK)
P0 (0%) |
35,69 ± 0,17e |
45,30 ± 0,78a |
1,47 ± 0,21d |
P1 (10%) |
38,37 ± 0,69d |
39,71 ± 0,23b |
1,98 ± 0,59d |
P2 (20%) |
43,15 ± 0,81c |
32,36 ± 0,81c |
3,08 ± 0,13c |
P3 (30%) |
44,96 ± 0,51b |
27,45 ± 0,52d |
4,34 ± 0,57b |
P4 (40%) |
46,85 ± 0,60a |
21,90 ± 0,25e |
5,91 ± 0,50a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
TTITSK = Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulida (2005), bahwa semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka akan semakin menurun kadar air dari crackers. Hal ini disebabkan karena dengan adanya penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning terjadi penambahan partikel kalsium yang akan mengikat partikel OH yang merupakan bagian dari unsur-unsur air atau H2O sehingga kadar air berkurang seiring dengan penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning (Linder, 1992). Adapun nilai rata-rata kadar air cookies belum memenuhi standar SNI 01-2973-1992 yaitu maksimal 5%.
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu cookies. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu cookies berkisar 1,41% sampai dengan 13,17%. Nilai rata-rata kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P4(40%) yaitu 13,17% dan terendah pada perlakuan P0(0%) yaitu 1,41%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan. Tingginya kadar abu yang dihasilkan disebabkan oleh kadungan mineral yang dikandung oleh tulang ikan tuna. Berdasarkan hasil analisis
bahan baku, kandungan kadar abu tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebesar 38,08%, sedangkan terigu sebesar 1,05% (Tabel 2).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karlinda (2021), bahwa semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning pada crakers maka akan semakin tinggi kadar abu dari crakers yang dihasilkan. Kadar abu yang tinggi dalam cookies tepung tulang ikan sirip kuning menguntungkan ditinjau dari segi nutrisi karena sebagian besar tepung tculang ikan mengandung unsur kalsium (Sulaeman et al., 1995). Mengacu pada SNI 01-29731992 nilai maksimal kadar abu adalah 1,5%, maka hanya cookies dengan folmulasi P0 yang memenuhi standar SNI.
Kadar Protein
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein cookies. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar protein cookies berkisar antara 9,94% sampai dengan 11,54%. Nilai rata-rata kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan P4(40%) yaitu 11,54% tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3(30%) dan terendah pada perlakuan P0(0%) yaitu 9,94% tidak berbeda nyata dengan P1(10%),P2(20%), dan P3(30%). Hasil uji yang dilakukan menunjukan bahwa semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka kadar protein pada cookies
akan meningkat. Meningkatnya kadar protein pada cookies disebabkan adanya penambahan tepung tulang ikan. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kandungan kadar protein tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebesar 23,70%, sedangkan terigu sebesar 10,55% (Tabel 2).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulida (2005), bahwa semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka akan semakin tinggi kadar protein dari crakers yang dihasilkan. Kadar protein sangat dipengaruhi oleh formulasi bahan baku sedangkan perlakuan proses pemanggangan tidak memberikan perbedaan terhadap kandungan protein produk, karena proses yang dilakukan terjadi dalam waktu singkat sehingga dapat meminimumkan kerusakan protein (Muchtadi et al., 1989). Kadar protein akan rusak pada suhu oven 230 oC selama 30 menit (Harris dan Karnas 1989). Adapun nilai rata-rata kadar protein cookies sudah memenuhi standar SNI 01-2973-1992 yaitu minimum 5%.
Kadar Lemak
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak cookies. Pada Tabel 4 nilai rata-rata kadar lemak cookies berkisar 35,69% - 46,85%. Nilai rata-rata kadar lemak tertinggi diperoleh dari perlakuan P4(40%) yaitu 46,85% dan terendah pada perlakuan P0(0%) yaitu
35,69%. Tingginya kadar lemak dari cookies dipengaruhi oleh bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies. Pada pembuatan cookies digunakan mentega yang mengadung kadar lemak yang cukup tinggi sebesar 82% selain penggunaan mentega kadar lemak juga dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan tuna maka akan semakin tinggi kadar lemak cookies. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kandungan kadar lemak tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebesar 11,03%, sedangkan terigu sebesar 1,35% (Tabel 2).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulida (2005), semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning makan akan semakin tinggi kadar lemak dari crakers. Dengan meningkatnya konsentrasi tepung tulang ikan madidihang, maka kadar lemak juga meningkat karena dalam tulang ikan tuna sirip kuning terkandung kadar lemak (Ketaren dalam Maulida, 2005). Adapun nilai rata-rata kadar lemak cookies sudah memenuhi standar SNI 01-2973-1992 yaitu minimum 9,5%.
Kadar Karbohidrat
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat cookies. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada
perlakuan P0 yaitu 45,30% dan kadar karbohidrat terendah terdapat pada perlakuan P4 yaitu 21,90%. Semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna maka akan semakin menurun kadar karbohidrat dari cookies. Hal ini disebabkan oleh menurunnya penambahan terigu ke dalam cookies. Terigu merupakan sumber karbohidrat, sehingga kadar karbohidrat akan menurun seiring dengan menurunya jumlah terigu pada adonan cookies. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kandungan kadar karbohidrat tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebesar 20,74%, sedangkan terigu sebesar 74,85% (Tabel 2).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulida (2005), yaitu semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka kadar karbohidrat dari crakers akan semakin menurun. Adapun nilai rata-rata kadar karbohidrat cookies belum memenuhi standar SNI 01-2973-1992 yaitu minimum 70%.
Kadar Kalsium
Hasil sidak ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kalsium cookies. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar kalsium cookies berkisar antara 1,47% sampai dengan 5,91%. Nilai rata-rata kadar kalsium tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu 5,91% dan terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu 1,47 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin meningkat penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka semakin tinggi kadar kalsium cookies. Hal ini disebabkan karena kadar kalsium pada tepung tulang ikan tuna sirip kuning lebih tinggi dari kadar kalsium terigu. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kandungan kadar kalsium tepung tulang ikan tuna sirip kuning sebesar 15,34%, sedangkan terigu sebesar 0,02% (Tabel 2).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karlinda (2018), semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka akan semakin tinggi kadar kalisum dari crackers. Peran kalsium bagi kesehatan tulang dan gigi sangat penting. Kurang asupan gizi kalsium setiap harinya akan menyebabkan osteoporosis atau tulang keropos, namun kelebihan kalsium dapat menyebabkan gangguan ginjal, konstipasi (susah buang air besar). Kelebihan kalsium dapat terjadi jika menggunakan suplemen berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2003).
Evaluasi Sifat Sensoris
Evaluasi sensoris dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dapat dilihat pada Tabel 6. Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji warna (hedonik) cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning berkisar 3,55 - 3,80. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada P4(40%) dengan nilai rata-rata 3,80 (Kriteria suka) dan nilai rata-rata terendah diperoleh oleh P0 (0%) 2,95 (kriteria biasa).
Tabel 5. Nilai rata-rata uji tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan cookies
Perlakuan (Terigu: TTITSK) |
Nilai rata-rata uji hedonic | ||||
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa |
Penerimaan Keseluruhan | |
P0(0%) |
3,55 ± 1,31a |
4,30 ± 0,80a |
3,90± 1,07a |
3,90 ± 0,96a |
4,20± 0,76a |
P1(10%) |
3,60 ± 0,94a |
4,00 ± 0,72ab |
3,35± 0,93a |
3,50 ± 1,00a |
3,60± 0,75b |
P2(20%) |
3,75 ± 0,78a |
3,55 ± 0,94ab |
3,55± 0,99a |
3,60 ± 0,82a |
3,55 ± 0,88b |
P3(30%) |
3,65 ± 0,87a |
3,35 ± 0,93c |
3,7± 0,73a |
3,60 ± 1,09a |
3,45 ± 0,95b |
P4(40%) |
3,80 ± 1,10a |
3,05 ± 1,19c |
3,95 ± 1,19a |
3,35 ± 1,27a |
3,1 ± 0,96b |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda tidak nyata (P>0,05). 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = biasa, 4 = suka, 5 = sangat suka.
TTITSK = Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning
Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa cookies
Perlakuan (Terigu : TTITSK) |
Nilai rata-rata uji skoring | |||
Warna (Kecoklatan) |
Aroma (Amis) |
Tekstur (Kerenyahan) |
Rasa (Khas ikan tuna) | |
P0 (0%) |
2,95 ± 0,89b |
1,00 ± 0c |
2,85 ± 0,93ab |
1,00 ± 0d |
P1 (10%) |
3,60 ± 0,94a |
1,50 ± 0,60b |
2,25 ± 0,63c |
1,85 ± 0,87c |
P2 (20%) |
3,75 ± 0,79a |
1,90 ± 0,64b |
2,15 ± 0,74c |
2,25 ± 0,71bc |
P3 (30%) |
3,65 ± 0,88a |
2,65 ± 0,74a |
2,60 ± 0,99bc |
2,55 ± 0,88ab |
P4 (40%) |
3,80 ± 1,11a |
3,00 ± 0,91a |
3,25 ± 0,91a |
2,90 ± 1,07a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Tepung tulang ikan tuna memiliki warna putih kecoklatan sehingga semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka warna cookies akan semakin coklat dan lebih disukai oleh panelis.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna (uji skoring) cookies. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata warna (uji skoring) yaitu berkisar antara 2,95 (kriteria kuning) sampai dengan 3,80 (kriteria kuning kecoklatan). Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (40%) yaitu 3,80 dengan kriteria kuning kecoklatan tidak berbeda nyata dengan P1 (10%), P2 (20%), dan P3(30%), sedangkan nilai rata-rata uji skoring terhadap warna terendah diperoleh pada perlakuan P0 (0%) yaitu 2,95 dengan kriteria kuning. Peningkatan jumlah penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning pada penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji skoring warna cookies pada tiap perlakuan. Pada hal
ini warna kuning yang tebentuk pada P0 berasal dari kuning telur dan mentega sedangkan pada warna kecoklatan disebabkan oleh penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Menurut (Rahayu, 2001) warna suatu bahan pangan dipengaruhi oleh cahaya yang diserap dan dipantulkan dari bahan itu sendiri dan juga ditentukan oleh faktor dimensi yaitu warna produk, kecerahan, dan kejelasan warna produk
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma (uji hedonik) cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan tertinggi terhadap aroma cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning terdapat pada perlakuan P0(0%) sebesar 4,30 dengan kriteria suka, tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (10%),P2 (20%) dan perlakuan terendah pada P4 (40%) sebesar 3,05 dengan kriteria biasa tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P3 (30%). Hal ini dikarenakan semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka aroma cookies akan semakin amis.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma (uji skoring) cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata – rata uji skoring terhadap aroma cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning berkisar antara 1,00 (kriteria tidak amis) sampai dengan 3,00 (amis). Nilai rata-rata uji skoring terhadap aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (40%) yaitu 3,00 dengan kriteria amis tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (30%), sedangkan nilai rata-rata uji skoring terhadap aroma terendah diperoleh pada perlakuan P0 (0%) yaitu 1,00 dengan kriteria tidak amis. Perlakuan penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning P1(10%) terhadap cookies dengan nilai rata-rata 1,50 paling disukai oleh panelis Hal ini disebabkan oleh penambahan tepung tulang ikan tuna yang semakin banyak akan menyabakan aroma amis pada cookies.
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur (uji hedonik) cookies. Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekstur (uji hedonik) yaitu berkisar antara
3,35 sampai dengan 3,95 (kriteria suka). Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada P4(40%) dengan nilai rata-rata 3,95 (Kriteria suka) dan nilai rata-rata terendah diperoleh oleh P1(10%) dengan nilai rata-rata 3,35 (kriteria biasa). Hal ini disebabkan oleh semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka tekstur cookies akan semakin renyah
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur ( uji skoring ) cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata – rata uji skoring terhadap tekstur cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning berkisar antara 2,15 (kriteria agak renyah) sampai dengan 3,25 (kriteria renyah). Nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (40%) yaitu 3,25 dengan kriteria renyah tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 (0%), sedangkan nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur terendah diperoleh pada perlakuan P2 (20%) yaitu 2,15 dengan kriteria agak rennyah tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (10%), P3 (30%). Tingkat kesukaan tekstur yang tertinggi adalah cookies dengan penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning 40 %. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka semakin meningkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies karena tekstur cookies menjadi semakin renyah.
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rasa (uji hedonik) cookies. Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasa (uji hedonik) yaitu berkisar antara 3,35 sampai dengan 3,90 (kriteria suka). Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada P0(0%) dengan nilai rata-rata 3,95 (Kriteria suka) dan nilai rata-rata terendah diperoleh oleh P4(40%) dengan nilai rata-rata 3,35 (kriteria biasa). Hal ini disebabkan oleh semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna sirip kuning maka cookies akan memiliki rasa khas ikan tuna.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa ( uji skoring ) cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata – rata uji skoring terhadap rasa cookies tepung tulang ikan tuna sirip kuning berkisar antara 1 (tidak khas ikan tuna) sampai dengan 3,00 (khas ikan tuna). Nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (40%) yaitu 2,90 dengan kriteria khas ikan tuna tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (30%), sedangkan nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa terendah diperoleh pada perlakuan P0 (0%) yaitu 1,00 dengan kriteria tidak khas ikan tuna. Semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna pada cookies maka akan semakin
meningkatkan rasa khas ikan tuna pada cookies.
Penerimaan keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan (uji hedonik) cookies. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis berkisar antara 3,10 denga kriteria biasa hingga 4,20 dengan kriteria suka. Nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan cookies tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (0%) dengan kriteria suka sedangkan penerimaan keseluruhan yang terendah terdapat pada perlakuan P4 (40%) dengan kriteria biasa tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (10%), P2 (20%), dan P3 (30%). Penerimaan keseluruhan cookies dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, tekstur dan juga rasa.
KESIMPULAN
Perbandingan terigu dan tepung tulang ikan tuna sirip kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar kalsium, uji skoring warna, tekstur, aroma, rasa dan uji hedonik warna, aroma, tesktur cookies, namun tidak berpengaruh nyata terhadap uji hedonik rasa.
Perbandingan 60% terigu dengan 40% tepung tulang ikan tuna sirip kuning menghasilkan cookies dengan karakteristik terbaik dengan kriteria kadar air 6,5%, kadar
abu 13,17%, Kadar protein 11,54%, Kadar lemak 46,85%, karbohirat 21,90%, kadar kalsium 5,91%, serta sifat sensori warna kuning kecoklatan dan suka, beraroma amis dan biasa, bertekstur renyah dan suka, rasa agak khas ikan tuna dan biasa, dan penerimaan kesluruhan biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
AOAC. 2006. 18th Edition, AOAC International, Gaithersburgs, Maryland, USA.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Inc. Washintong D.C.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.
Astawan M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
BBLK. 2014. Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Balai Besar Laboratorium Makassar. Balai Besar Laboratorium Kesehatan. Makassar
BPS. 2020. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali (Ton), 2018-2020. Bali: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali.
BSN. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. SNI: 01- 2973-1992. Jakarta: Dewan
Standarisasi Nasional.
Fajiarningsih H. Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang (Solanum Tuberosum L) Terhadap Kualitas Cookies.Skripsi.Fakultas
Teknik.Universitas Semarang,Semarang.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press: Jakarta.
Harris SR., E Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Edisi kedua. Penerjemah: Achmadi S, Niksolihin S. Nutritional Evaluation of Food Processing. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Indah, I.S. 2020. Infodatin Situasi Osteoporosis di Indonesia.Pusat dan Data Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Karlinda. 2018. Analisis Kandungan Zat Gizi Biskuit Crackers Tulang Ikan Tuna (Thunnus Sp) Sebagai Alternatif Perbaikan Gizi
Masyarakat.Skripsi.Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan.Universitas Islam Negeri Makasar, Makasar
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Ui Press.
Maulida, N. 2005. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Sebagai Suplemen Dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Skripsi.Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Menteri Kesehatan RI. 2019. PERMENKES No 28 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia.
Meulisa, A.I., A. Rozi., S. Zuraidaha.2021. Kajian Mutu Kimiawi Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) Dengan Suhu Pengeringan yang Berbeda.Jurnal Perikanan
Tropis.Vol 8 (1).
Muchtadi TR, Sugiyono. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor
Pangestika,W., F.W.Putri dan K.
Arumasari.2021. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin dan Tepung Tulang Ikan Tuna Untuk Pembuatan Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 9 (1): 44-55.
Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pangan. IPB. Bogor
Rozi, A dan N. Ukhty. 2021. Karakteristik Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dengan Perlakuan Suhu Pengeringan yang Berbeda. Jurnal Fishtech. Vol. 10 (1): 25-34.
621
Discussion and feedback