Kajian Blansing dan Metode Pengeringan Terhadap Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Sayuran Kering Gonda (Spenoclea zeylanica)
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Putu Julyantika Nica Dewi dkk. /Itepa 12 (2) 2023 436-451
ISSN : 2527-8010 (Online)
Kajian Blansing dan Metode Pengeringan Terhadap Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Sayuran Kering Gonda (Spenoclea zeylanica)
Study of Blanching and Drying Methods of Bioactive Components and Antioxidant Activities of Gonda Dried Vegetables (Spenoclea zeylanica)
Putu Julyantika Nica Dewi1), Anak Agung Istri Sri Wiadnyani1)*
1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
* Penulis korepondensi: A.A. Istri Sri Wiadnyani, Email: [email protected]
Abstract
The urgency of this research is that dried gonda vegetables can support the potential of gonda vegetables as a functional food in addition to modernization demands that want to enjoy fresh vegetables at any time because they have been made in the form of dried vegetables which are certainly more extractive, efficient and have a longer shelf life. This study was designed with a Complete Randomized Design with two factors. The first factor is the preliminary treatment (blanching and without blanching), and the second is the drying method (oven (temperature 50OC for 2 hours) and microwave oven (power 350 watts – 800watts for 5 minutes)). The treatment was repeated 3 times so that 12 experimental units were obtained. The data were analyzed statistically using the variance test and if the treatment had a significant effect on the observed variables, it was continued with Tukey Multiple Range Test. The results showed that the preliminary treatment had a very significant effect (P≤0.01) on flavonoids, vitamin C, tannins, and antioxidant activity, and had a significant effect (P≤0.05) on yield. The drying method treatment had a very noticeable effect (P≤0.01) on tannins, and had a significant effect (P≤0.05) on flavonoids. The interaction between the preliminary treatment and the drying method significantly affected tannins and antioxidant activity (P≤0.01). The results showed that blanching treatment with oven drying method (temperature 50OC for 2 hours) was the best treatment with water content 13.34%, yield 12.84%, rehydration ratio 115.49%, flavonoids 0.0569 mg/g, vitamin C 0.1734 mg/g, tannins 0.45 mg/g, the antioxidant activity of 62.64 mg/g, as well as the sensory assessment of color are normal with bright characteristics, texture normal with slightly soft characteristics, and overall acceptability was normal.
Keywords: Gonda Dried Vegetables, Blanching, Drying Methods, Bioactive Components, Antioxidant
Activities
PENDAHULUAN
Tanaman gonda (Sphenoclea zeylanica) merupakan tanaman akuatik dengan ciri morfologi batang berongga menyerupai tanaman kangkung (Ipomaea aquatica) dan tergolong tumbuhan tahunan. Tanaman gonda umumnya tersebar pada wilayah dengan ketinggian 1-300 m dpl dengan lingkungan tumbuh tanah berlumpur
seperti lahan persawahan, tepian sungai, dan saluran irigasi. Secara global penyebaran tanaman gonda yaitu pada wilayah tropis sampai sub-tropis, meliputi Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Meksiko (Carter et al., 2014). Gonda merupakan sayuran lokal bali yang masih banyak dijumpai dan memiliki komponen bioaktif yang tinggi. Menurut penelitian
Cintari et al. (2013) ekstrak etanol gonda mengandung flavonoid ekivalen kuersetin 1,94 ) dan fenol ekivalen asam galat 10,19 . Komponen bioaktif yang dikandung gonda segar seperti total fenol, flavonoid dan Aktifitas Antioksidan sebesar 64,51 dengan nilai IC 50 sebesar 821,68 ppm (Wiadnyani dan Putra, 2019).
Aktifitas antioksidan gonda yang dikukuspun lebih tinggi yaitu sebesar 43,47 (Wiadnyani dan Putra, 2019). Wortel yang diberi perlakuan steam dan water blansing sebelum dikeringkan mengalami penurunan adar beta karoten vitamin C yang lebih rendah dibandingkan tanpa blansing dan rasio dehidrasi yang lebih besar (Asgar dan Musaddad, 2006).
Gaya hidup masyarakat modern saat ini juga mempengaruhi pola makan. Masyarakat modern cenderung memilih makanan yang praktis, cepat dan efisien. Kepraktisan menjadi alasan seseorang menyukai makanan instan. Perubahan gaya hidup masa kini yang ingin serba praktis mempengaruhi pola makan atau kebutuhan pangan seseorang. Oleh sebab itu, perkembangan makanan instan berupa sayuran kering sangat pesat untuk memenuhi kebutuhan seseorang di masa modern yang serba sibuk sehingga diperlukan teknologi pengolahan sayuran gonda segar menjadi sayuran kering gonda dengan nilai fungsional dan komponen bioaktif yang terkandung mendekati sayuran segar. Selain dinilai lebih praktis, sayuran
kering juga memiliki umur simpan yang relatif lebih lama. Untuk itu diperlukan teknologi pengeringan untuk mengolah sayuran segar menjadi sayuran kering. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menghambat pembusukan atau bahkan terhenti sama sekali. Metode pengeringan ada 2 yaitu pengeringan secara alami dan buatan. Pengeringan secara alami diantaranya dengan sinar matahari dan udara (dikering anginkan). Metode Pengeringan buatan diantaranya adalah dengan oven, microwave oven dan freeze drying (Adawyah, 2014).
Pengeringan dengan oven menggunakan udara panas (Harrison, 2010). Pengeringan dngan oven drying mampu mempertahankan kandungan mineral pada bayam, drumstick dan bitter leaf dibandingkan pengeringan dengan sinar matahari (Liman et .al., 2018). Prinsip pengeringan dengan microwave oven adalah dengan radisi gelombang elektromagnetik. Energi radiasi gelombang mikro memiliki kapasitas generatif panas internal sehingga, dapat dengan mudah menembus lapisan bagian dalam dan langsung menyerap kelembaban dalam sampel. Penyerapan energi yang cepat menyebabkan penguapan air yang cepat. Secara teoritis, teknik pengeringan gelombang mikro dapat mengurangi waktu pengeringan dan menghasilkan produk akhir berkualitas
tinggi (Febria et. al., 2011). Pengeringan irisan bawang dengan microwave oven memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan pengeringan oven dan sinar matahari (Arslan, 2010), demikian pula aktifitas antioksidan yang tinggi ditandai dengan nilai IC 50 yng lebih kecil diandingkan pengeringan sinar matahari pada buah raspberry (Rodriguez et. al., 2018) dan pada labu kuning (Trisnawati et. al., 2014).
Pemanasan pendahuluan atau blansing dalam pengolahan pangan sangatlah diperlukan. Blanching merupakan salah satu tahap pra proses pengolahan bahan pangan yang biasa dilakukan dalam proses pengeringan buah-buahan atau sayuran. Proses blanching termasuk ke dalam proses termal dan umumnya membutuhkan suhu kurang dari 100oC (70-90OC). Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang memungkinkan perubahan warna, tekstur dan cita rasa bahan pangan (Muchlisun, 2015). Perlakuan kombinasi blansing dengan pengeringan oven menghasilkan warna tepung yang lebih cerah dibandingkan perlakuan tanpa blanching serta daya feisiensi pengeringan yang lebih baik sebesar 98,66 (Widyasanti et. al., 2019). Tepung ubi jalar ungu yang diberi perlakuan kombinasi blansing suhu 80OC dan pengeringan dengan oven memberikan hasil warna yang lebih cerah dibandingkan kombinasi perlakuan tanpa
diblansing dan pengeringan dengan sinar matahari (Effendi et. al., 2015)
Urgensi dari penelitian ini adalah sayuran gonda kering dapat menunjang potensi sayuran gonda sebagai pangan fungsional disamping tuntutan modernisasi yang ingin menikmati sayuran segar kapan saja karena sudah dibuat dalam bentuk sayuran kering yang tentunya lebih ptraktis, efisiem dan memiliki umur simpan yang lebih lama.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran gonda yang diperoleh dari petani yang ada di sekitar wilayah Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
Bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, pelarut etanol p.a (Merck), standar kuersetin (Sigma), reagen Folin-Ciocalteu (Merck), sodium karbonat (Na2CO3) (Merck), NaNO2 (Merck), AlCl3 (Merck), NaOH (Merck), 1,1-diphenyl-2-picryldrazil (DPPH) (Sigma Aldrich) dan standar asam galat (Sigma), Asam Sulfat, Sodium Sulfat, Amonium Molibdat, Petrolium Eter, EDTA, Buffer phospat, Alfa amilase, Pepsin, Pankreatin, HCL, Aseton.
Alat Penelitian
Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah oven dryer, microwave oven, kromameter / colorimeter, aluminium foil, kertas label, pisau, waskom, loyang,
container plastik, plastik HDPE, oven (Labo DO 225), spektrofotometer UV-Vis (Biocheme SN 133467), water bath (Memmert), timbangan analitik (Sartorius), alumunium foil, vortex, kertas Whatman No.1, blender (Miyako BL-101 PL), ayakan 60 mesh, rak tabung, pipet ukur 1 ml (Iwaki), pipet ukur 10 ml (Pyrex), pipet ukur 2 ml (Pyrex), corong, pinset, desikator, biuret. Pelaksanaan Penelitian
Perubahan Komponen Biokatif Pada Gonda Yang Diberi Perlakuan Metode Pengeringan dan Blansing
Sampel sayuran gonda segar disortasi dan dipotong-potong ±5 cm, selanjutnya dicuci dan ditiriskan. Setelah ditiriskan sayuran gonda diberikan perlakuan blansing dan tanpa blansing. Sayuran gonda dengan perlakuan blansing dikukus dengan suhu 70OC (steam blanching) selama 1,5 menit, setelah diberi perlakuan blansing dengan segera dilakukan precooling dengan cara memasukkan gonda yang telah di blansing kedalam air es selama 30 detik untuk mencegah pemasakan lebih lanjut dan ditiriskan. Menurut penelitian Wiadnyani dan Putra (2019), Sayuran gonda yang dimasak dengan metode pengukusan lebih sedikit terjadi pengurangan komponen bioaktif dan aktivitas antioksidan dibandingkan dengan menggunakan metode perebusan.
Sample sayuran gonda dengan perlakuan blansing dan tanpa blansing selanjutkan dikeringkan dengan dua metode
pengeringan antara lain oven (suhu 50OC selama 2 jam) dan microwave oven (daya 400 watt selama 5 menit), sehingga dihasilkan sayuran kering gonda.
Variabel yang Diamati
Sayuran kering gonda dilakukan analisis kadar air, rendemen, analisis komponen bioaktif (analisis flavonoid, vitamin C, tanin, aktivitas antioksidan), analisis sifat fisik (warna dan rasio rehidrasi), sifat sensoris pada sayuran kering yang telah direhidrasi meliputi uji skor (warna dan tekstur), serta uji hedonik (warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan) untuk mengetahui dampak metode pengeringan dan blansing terhadap sifat fungsional sayuran kering gonda lokal bali.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati, analisis dilanjutkan dengan analisis Tukey.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan, metode pengeringan, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air sayuran kering gonda.
Hasil rerata dari kadar air sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air sayur kering gonda (%)
Perlakuan Pendahuluan |
Metode Pengeringan Rerata Oven Microwave Oven |
Tanpa Blansing Blansing |
12.51 13.01 12,76 ± 0,03 a 13.34 13.57 13,45 ± 0,11 a |
Rerata |
12,92 ± 0,05 a 13.29 ± 0,56 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 1 menunjukkan nilai rata - rata kadar air sayuran kering gonda pada perlakuan pendahuluan berkisar antara 12,76 sampai 13,45 . Perlakuan pendahuluan blansing menghasilkan kadar air lebih tinggi yaitu 13,45 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa blansing yaitu 12,76 .
Tabel 1 menunjukkan nilai rata - rata kadar air sayuran kering gonda pada perlakuan metode pengeringan berkisar antara 12,92 sampai dengan 13,29 . Sayuran kering gonda yang dikeringkan dengan metode microwave oven menghasilkan kadar air lebih tinggi yaitu 13,29 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pengeringan dengan metode oven yaitu 12,92 .
Kelembaban merupakan salah satu faktor penentu pengawetan makanan, karena produk dengan kadar air rendah stabil secara mikrobiologis dan aman disimpan dalam waktu lama (Guiné, 2018). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa pengeringan dengan metode oven (suhu 50OC selama 2 jam) dan microwave oven (daya 350 watt – 800watt
selama 5 menit) sama – sama dapat mengeringkan sayuran kering gonda hingga kadar air rendah, sehingga aman disimpan dalam waktu lama.
Kadar air suatu bahan pangan harus ditentukan karena semakin tinggi kadar air maka semakin besar kemungkinan bahan pangan tersebut mengalami pembusukan, sehingga tidak tahan lama. Menurut Supriad et al., (2004) kadar air kritis beras jagung instan sekitar 25,1 (bk) yang ditunjukkan dengan tumbuhnya kapang, lengket dan perubahan aromatik. Menurut Soekardo (1981), air yang terikat pada bahan pangan terbagi menjadi tiga, yaitu. fraksi terikat primer, sekunder dan tersier. Pada beberapa makanan, energi ikat fraksi terikat primer lebih tinggi dibandingkan dengan energi ikat air terikat sekunder dan tersier. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (2023), kandungan air sayuran kering maksimum adalah 14 . Dengan demikian, kadar air sayuran kering gonda yang dihasilkan dapat memenuhi standar.
Rendemen
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap rendemen sayuran kering gonda, sedangkan
metode pengeringan dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rendemen sayuran kering gonda. Hasil rerata dari rendemen sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata rendemen sayur kering gonda (%)
Perlakuan Pendahuluan |
Metode Pengeringan Rerata Oven Microwave Oven |
Tanpa Blansing Blansing Rerata |
16,97 16,11 16,54 ± 0,41 a 12,84 15,54 14.19 ± 1,10 b 14,91 ± 1,75 a 15.83 ± 0,68 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 2 menunjukkan nilai rata - rata rendemen sayuran kering gonda pada perlakuan pendahuluan berkisar antara 14,19 sampai 16,54 . Perlakuan pendahuluan tanpa blansing menghasilkan rendemen tertinggi yaitu 16,54 yang berbeda nyata dengan perlakuan dengan blansing yaitu 14,19 . Rendemen yang lebih tinggi menunjukkan kualitas lebih baik dibandingkan dengan rendemen yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kusdibyo dan Musaddad (2000) bahwa rendemen wortel kering hasil pemblansingan dengan uap lebih tinggi daripada rendemen hasil pemblansingan dengan air. Hal ini diduga oleh perbedaan laju penguapan air dari wortel yang dikeringkan, di mana pada perlakuan blansing laju penguapan lebih tinggi dibandingkan dengan laju penguapan tanpa diblansing. Akibatnya kandungan air sayuran gonda yang diberi perlakuan
blansing lebih rendah dibandingkan dengan kandungan air sayuran gonda kering yang tanpa blansing. Perlakuan blansing dengan air menyebabkan kehilangan padatan terlarut lebih banyak karena jaringannya lebih lunak dan selama proses kemungkinan terbukanya jaringan tersebut sangat besar (Asgar dan Musaddad, 2006).
Tabel 2 menunjukkan nilai rata - rata rendemen sayuran kering gonda pada perlakuan metode pengeringan berkisar antara 14,91 sampai 15,83 . Sayuran kering gonda yang dikeringkan dengan metode pengeringan microwave oven menghasilkan rendemen tertinggi yaitu 15,83 yang tidak berbeda nyata dengan metode pengeringan oven yaitu 14,91 . Hal ini menunjukkan bahwa metode pengeringan tidak menyebabkan peningkatan rendemen yang berbeda nyata. Rendemen sangat penting untuk kualitas produk yang dihasilkan karena sebagai berat
produk yang diolah dan tergantung pada jumlah rendemen per unit kuantitatif.
Rehidrasi
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan, metode pengeringan, dan
interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rasio rehidrasi sayuran kering gonda. Hasil rerata dari rasio rehidrasi sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata rasio rehidrasi sayur kering gonda (%)
Perlakuan Pendahuluan |
Metode Pengeringan |
Rerata | |
Oven |
Microwave Oven | ||
Tanpa Blansing |
114,62 |
115,35 |
114,98 ± 0,07 a |
Blansing |
115,49 |
115,93 |
115.71 ± 0,15 a |
Rerata |
115,06 ± 0,72 a |
115,64 ± 0,87 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 3 menunjukkan nilai rata - rata rasio rehidrasi sayuran kering gonda pada perlakuan pendahuluan berkisar antara 114,98 sampai 115,71 . Perlakuan pendahuluan blansing menghasilkan rasio rehidrasi tertinggi yaitu 115,71 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa blansing yaitu 114,98 . Hal ini disebabkan oleh adanya zat-zat yang larut ke dalam air pada saat proses blansing dan terus ikut menguap sehingga setelah pengeringan, bahan menyerap air dengan cepat dan banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pendahuluan blansing lebih baik dibandingkan dengan tanpa blansing sebagaimana yang dinyatakan oleh Kusdibyo dan Musaddad (2000) bahwa media air memberikan hasil tingkat rehidrasi lebih baik (28,10 ) dibandingkan dengan media uap (24,55 ) pada wortel kering.
Tabel 3 menunjukkan nilai rata – rata rasio rehidrasi sayuran kering gonda pada perlakuan metode pengeringan berkisar antara 115,06 sampai 115,64 . Sayuran kering gonda yang dikeringkan dengan metode pengeringan microwave oven menghasilkan rasio rehidrasi tertinggi yaitu 115,64 yang tidak berbeda nyata dengan metode pengeringan oven yaitu 115,06 . Hal ini menunjukkan bahwa sayuran kering gonda yang dikeringkan dengan metode pengeringan oven (suhu 50OC selama 2 jam) dan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit) memiliki kemampuan menarik air yang hampir sama. Rasio rehidrasi adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap air.
Tujuan rehidrasi sayuran kering adalah untuk mengetahui kemampuan bahan dalam menyerap kembali air setelah bahan
dikeringkan. Selain itu, tujuan rehidrasi adalah untuk mengetahui kualitas (penampakan, warna dan aroma) produk kering setelah penyerapan air. Rasio rehidrasi sangat dipengaruhi oleh elastisitas dinding sel, hilangnya permeabilitas diferensial membran protoplasma, hilangnya tekanan turgor sel, denaturasi protein, kristalinitas pati, dan ikatan hidrogen makromolekul (Neuma, 1972). Dinding sel menyerap air dan melunak saat bahan kering direndam dalam air. Dengan elastisitas, dinding sel kembali ke bentuk aslinya. Adanya elastisitas pada dinding sel
disebabkan oleh komposisi dan struktur dinding sel. Setiap perlakuan yang mempengaruhi elastisitas dinding sel akan mempengaruhi rasio rehidrasi jaringan.
Flavonoid
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), metode pengeringan berpengaruh nyata (P≤0,05), dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kandungan flavonoid sayuran kering gonda. Hasil rerata dari kandungan flavonoid sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata kandungan flavonoid sayur kering gonda (mg/g)
Perlakuan Pendahuluan |
Metode Pengeringan Rerata Oven Microwave Oven |
Tanpa Blansing Blansing |
0,0431 0.0388 0,0409 ± 0,0035 b 0,0569 0.0498 0,0533 ± 0,0013 a |
Rerata |
0,0500 ± 0,0040 a 0,0443 ±0,0024 b |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 4 menunjukkan nilai rata - rata kandungan flavonoid sayuran kering gonda pada perlakuan pendahuluan berkisar antara 0,0409mg/g sampai 0,0533mg/g. Perlakuan pendahuluan blansing menghasilkan kandungan flavonoid tertinggi yaitu 0,0533 mg/g yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa blansing yaitu 0,0409 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan blansing dapat mempertahankan kandungan flavonoid selama proses pengeringan dibandingkan dengan tanpa blansing. Selain
itu proses blansing diduga mengakibatkan senyawa flavonoid dalam bentuk glikosida akan terdegradasi menjadi aglikon dan gula sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pujimulyani, et al., (2010) yang menyatakan bahwa kadar flavonoid total kunir putih yang telah mengalami blanching meningkat secara nyata dibandingkan kunir putih tanpa blanching. Senyawa flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas melalui
pemberian atom hidrogen pada radikal bebas (Wilmsen et al., 2005).
Tabel 4 menunjukkan nilai rata – rata kandungan flavonoid sayuran kering gonda pada perlakuan metode pengeringan berkisar antara 0,0443 mg/g sampai 0,0500 mg/g. Sayuran kering gonda yang dikeringkan dengan metode pengeringan oven menghasilkan kandungan flavonoid tertinggi yaitu 0,0500 mg/g yang berbeda nyata dengan metode pengeringan microwave oven yaitu 0,0443 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan dengan oven (suhu 50OC selama 2 jam) dapat mempertahankan kandungan flavonoid lebih baik dibandingkan dengan pengeringan menggunakan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit). Flavonoid dan senyawa antioksidan akan mengalami
penurunan akibat pengaruh variasi suhu pada saat proses pengeringan karena senyawa tersebut bersifat sensitif terhadap cahaya dan panas. Degradasi flavonoid terjadi karena adanya pemutusan rantai molekul dan terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan oksidasi gugus hidroksil dan akan membentuk senyawa lain yang mudah menguap dengan cepat (Zainol et al., 2009). Vitamin C
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), sedangkan metode pengeringan dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kandungan vitamin C sayuran kering gonda. Hasil rerata dari kandungan vitamin C sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata kandungan vitamin C sayur kering gonda (mg/g)
Metode Pengeringan Rerata
Perlakuan Pendahuluan
Oven Microwave Oven
Tanpa Blansing |
0.2204 |
0.2072 |
0,2138 ± 0,0018 a |
Blansing |
0.1734 |
0.1543 |
0,1639 ± 0,0002 b |
Rerata |
0,1969 ± 0,0141 a |
0,1808 ±0,0155 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 5 menunjukkan nilai rata - rata kandungan vitamin C sayuran kering gonda pada perlakuan pendahuluan berkisar antara 0,1639mg/g sampai 0,2138mg/g. Perlakuan pendahuluan tanpa blansing menghasilkan kandungan vitamin C tertinggi yaitu 0,2138mg/g yang berbeda nyata dengan
perlakuan blansing yaitu 0,1639mg/g. Vitamin C mudah rusak karena panas maupun larut air, perlakuan tanpa blansing tidak menggunakan panas yang tinggi sehingga vitamin C masih baik dibandingkan dengan perlakuan blansing. Hal ini sejalan dengan penelitian Asgar dan
Musaddad (2006) yang menyatakan bahwa cara uap lebih baik dari media air untuk vitamin C. Juga dapat dilihat bahwa dengan semakin rendah suhu dan waktu blansing, maka vitamin C semakin tinggi. Sifat vitamin C yaitu tidak stabil dan mudah larut dalam air. Laju kelarutan vitamin C bergantung pada suhu air. Semakin tinggi suhu air, maka proses kelarutan vitamin C semakin cepat dan semakin cepat pula penguapan.
Tabel 5 menunjukkan nilai rata – rata kandungan vitamin C sayuran kering gonda pada perlakuan metode pengeringan berkisar antara 0,1808mg/g sampai 0,1969mg/g. Sayuran kering gonda yang dikeringkan dengan metode pengeringan oven menghasilkan kandungan vitamin C
tertinggi yaitu 0,1969mg/g yang tidak berbeda nyata dengan metode pengeringan microwave oven yaitu 0,1808mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan dengan metode oven (suhu 50OC selama 2 jam) dan microwave oven (daya 450 watt selama 5 menit) memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap kandungan vitamin C pada sayuran kering gonda.
Tanin
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan, metode pengeringan, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap kandungan tanin sayuran kering gonda. Hasil rerata dari kandungan tanin sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata kandungan tanin sayur kering gonda (mg/g)
Perlakuan Pendahuluan |
Metode Pengeringan | |
Oven |
Microwave Oven | |
Tanpa Blansing |
0.23 ± 0,01 b |
0.21 ± 0,02 b |
Blansing |
0.45 ± 0,02 a |
0.15 ± 0,05 b |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 6 menunjukkan nilai rata - rata kandungan tanin sayuran kering gonda berkisar antara 0,15 mg/g sampai 0,45 mg/g. Perlakuan pendahuluan blansing dan pengeringan dengan oven menghasilkan kandungan tanin tertinggi yaitu 0,45 mg/g sedangkan kandungan tanin terendah diperolah pada perlakuan blansing dengan pengeringan microwave oven yaitu 0,15
mg/g yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa blansing dengan pengeringan oven dan perlakuan tanpa blansing dengan pengeringan microwave oven. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pujimulyani et al., (2010) yang menyatakan bahwa kadar tanin kunir putih yang telah mengalami blansing lebih tinggi secara nyata dibandingkan kunir putih segar.
Pengeringan menggunakan oven (suhu 50OC selama 2 jam) dapat mempertahankan kandungan tanin yang lebih besar dibandingkan pengeringan menggunakan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit). Pengeringan dengan metode microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit) diduga belum bisa menginaktivasi enzim polifenol oksidase. Tanin adalah senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, yang berwarna coklat atau merah gelap, dan berasa pahit dan kelat. Bernard et al. (2014) melaporkan bahwa senyawa polifenol pada buah dan sayuran rentan terhadap degradasi oksidatif oleh polifenol oksidase selama pengeringan, yang mengakibatkan reaksi kondensasi intermolekuler dan kadarnya menurun. Degradasi yang lebih besar dapat terjadi tidak hanya karena polifenol oksidase tetapi juga oleh pemanasan dalam waktu yang
lama (Mongi et al., 2015). Rahmawati et al., (2013) mengatakan semakin tinggi suhu pengeringan dan lama waktu pengeringan maka semakin tinggi inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah, dan kerusakan fenol akan semakin kecil. Akan tetapi kandungan fenol juga akan terganggu oleh semakin tingginya suhu pengeringan sehingga jumlah total fenol akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung mengalami penurunan.
Aktivitas Antioksidan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), sedangkan perlakuan metode pengeringan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aktivitas antioksidan sayuran kering gonda. Hasil rerata dari aktivitas antioksidan sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan sayur kering gonda (%)
Perlakuan Pendahuluan |
Metode Pengeringan | |
Oven |
Microwave Oven | |
Tanpa Blansing |
60.45 ± 1,006 b |
57.87 ± 0,681 b |
Blansing |
62.64 ± 0,608 a |
63.84 ± 0,086 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 6 menunjukkan nilai rata -rata aktivitas antioksidan sayuran kering gonda berkisar antara 57,87 sampai 63,84 . Perlakuan pendahuluan blansing dan pengeringan dengan microwave oven
menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 63,84 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan blansing dengan pengeringan oven, sedangkan aktivitas antioksidan terendah diperolah pada
perlakuan tanpa blansing dengan pengeringan microwave oven yaitu 57,87 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa blansing dengan pengeringan oven. Hal ini menunjukkan bahwa blansing dapat mempertahankan aktivitas antioksidan selama proses pengeringan. Hal ini juga menunjukkan bahwa metode pengeringan oven (suhu 50oC selama 2 jam) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan metode pengeringan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit) terhadap aktivitas antioksidan sayuran kering gonda.
Menurut Prabandari (2015), terdapat korelasi positif antara aktivitas antioksidan dengan total fenol dan flavonoid, dimana semakin meningkatnya total fenol dan flavonoid, maka aktivitas antioksidan akan
semakin meningkat juga. Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga semakin tinggi total flavonoidnya, maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Zuhra et al., 2008). Pujimulyani et al. (2010) menyatakan bahwa blansing dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan pada kunir putih dengan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa kadar flavonoid total kunir putih yang telah mengalami blanching meningkat secara nyata dibandingkan kunir putih tanpa blanching.
Warna
Hasil rerata dari uji warna (L*, dan a*) sayuran kering gonda disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Nilai rata-rata uji warna (L*, dan a*) sayur kering gonda
Perlakuan |
Warna L a- |
V1B0 |
12,00 ± 0,73 -23,21 ± 0,18 |
M1B0 |
11,67 ± 0,05 -24,90 ± 0,49 |
V1B1 |
11,30 ± 1,28 -24,90 ± 0,49 |
M1B1 |
11,30 ± 1,28 -27,64 ± 1,05 |
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai L (kecerahan) yaitu berkisar antara 11,30 sampai 12,00. Nilai L* tertinggi terdapat pada metode pengeringan oven tanpa blansing yaitu 12,00, sedangkan nilai L* terendah terdapat pada metode pengeringan oven dengan blansing dan metode pengeringan microwave oven
dengan blansing yaitu 11,30. Nilai L* yang diperoleh pada berbagai metode pengeringan dan perlakuan pendahuluan blansing dan tanpa blansing cenderung memiliki warna gelap (hijau gelap). Perbedaan warna ini diduga karena adanya reaksi pencokelatan pada proses pemanasan dalam pembuatan sayuran kering gonda.
Menurut Winarno (1992), menyatakan bahwa tumbuhan yang mengandung banyak substrat fenolik maka akan berpengaruh terhadap warna suatu produk karena adanya enzim polifenol oksidase yang menyebabkan terjadinya proses pencoklatan enzimatis yang membentuk orto semiquinon yang dapat bereaksi lebih lanjut dengan senyawa amino membentuk warna coklat.
Nilai a* menunjukkan tingkat kecerahan warna dari hijau sampai merah. Nilai a* yang dihasilkan dari sayuran kering gonda berkisar antara -27,64 sampai -23,21. Nilai a* tertinggi terdapat pada metode pengeringan oven tanpa blansing yaitu -23,21, sedangkan nilai a* terendah terdapat pada metode pengeringan microwave oven dengan blansing yaitu – 27,64. Nilai a* yang diperoleh bernilai negatif, menunjukkan
warna sayuran kering gonda pada berbagai metode pengeringan dan perlakuan pendahuluan yang dihasilkan mendekati warna hijau. Diduga warna kehijauan ini berasal dari pigmen warna alami yaitu hijau yang terdapat pada sayuran gonda. Proses blansing dapat menginaktifkan enzim sehingga warna hijau pada sayuran gonda dapat dipertahankan.
Karakteristik Sensori
Hasil analisis uji sensori meliputi uji skoring warna, uji hedonik warna, uji skoring tekstur, uji hedonik tekstur, dan penerimaan keseluruhan sayuran kering gonda dengan perlakuan pendahuluan blansing dan tanpa blansing dengan kombinasi perlakuan metode pengeringan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai rata-rata karakteristik sensori sayur kering gonda | |||||
Perlakuan |
Organoleptik | ||||
Skoring Warna |
Hedonik Warna |
Skoring Tekstur |
Hedonik Tekstur |
Penerimaan Keseluruhan | |
V1B0 |
2,27 ± 0,46 a |
2,93 ± 0,88 b |
2,93 ± 0,26 a |
3,73 ± 1,22 a |
2,93 ± 0,80 b |
M1B0 |
1,00 ± 0,00 c |
1,53 ± 1,13 c |
2,40 ± 0,51 b |
3,27 ± 0,80 ab |
1,93 ± 1,10 c |
V1B1 |
2,67 ± 0,62 a |
3,47 ± 0,74 ab |
1,73 ± 0,59 c |
2,80 ± 1,21 ab |
2,93 ± 0,80 b |
M1B1 |
1,47 ± 0,52 b |
3,93 ± 0,59 a |
1,07 ± 0,26 d |
2,13 ± 1,30 b |
3,93 ±0,96 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
Skoring warna: 1 = kusam, 2 = agak cerah, 3 = cerah. Skoring tekstur: 1 = keras, 2 = agak lunak, 3 = lunak. Hedonik warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan: 1 = sangat tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = biasa, 4 = suka, 5 = sangat suka.
Warna
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan
dan metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap skoring warna sayuran kering gonda. Tabel 9 menunjukkan
nilai rata - rata skoring warna sayuran kering gonda berkisar antara 1,00 sampai 2,67 dengan kriteria warna kusam hingga cerah. Warna paling cerah diperoleh pada perlakuan blansing dengan pengeringan oven dengan nilai rata-rata tertinggi 2,63 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa blansing dengan pengeringan oven. Hal ini menunjukkan bahwa metode pengeringan oven (suhu 50OC selama 2 jam) dapat mempertahankan kecerahan warna sayuran kering gonda lebih baik dibandingkan dengan metode pengeringan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit) yang menghasilkan warna yang cenderung kusam.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan dan metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap hedonik warna sayuran kering gonda. Tabel 9 menunjukkan nilai rata - rata hedonik warna sayuran kering gonda berkisar antara 1,53 sampai 3,93 dengan kriteria warna sangat tidak suka hingga sangat suka. Perlakuan blansing dengan metode pengeringan microwave oven merupakan perlakuan yang paling disukai panelis dari atribut warna sayuran kering gonda dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 3,93. Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai warna sayuran kering gonda dengan kriteria warna kusam. Tekstur
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan
dan metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap skoring tekstur sayuran kering gonda. Tabel 9 menunjukkan nilai rata - rata skoring tekstur sayuran kering gonda berkisar antara 1,07 sampai 2,93 dengan kriteria tekstur keras hingga lunak. Tekstur paling lunak diperoleh pada perlakuan tanpa blansing dengan pengeringan oven dengan nilai rata-rata tertinggi 2,93 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan tanpa blansing dengan metode pengeringan oven (suhu 50OC selama 2 jam) menghasilkan tekstur sayuran kering gonda yang paling lembek dibandingkan dengan perlakuan blansing dengan metode pengeringan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit) yang menghasilkan tekstur yang cenderung keras.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan dan metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap hedonik tekstur sayuran kering gonda. Tabel 9 menunjukkan nilai rata - rata hedonik tekstur sayuran kering gonda berkisar antara 2,13 sampai 3,73 dengan kriteria tekstur sangat tidak suka hingga sangat suka. Perlakuan blansing dengan metode pengeringan oven merupakan perlakuan yang paling disukai panelis dari atribut tekstur sayuran kering gonda dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 3,73. Hal ini menunjukkan bahwa
panelis menyukai tekstur sayuran kering gonda dengan kriteria tekstur lunak.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan dan metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap penerimaan keseluruhan sayuran kering gonda. Tabel 9 menunjukkan nilai rata - rata penerimaan keseluruhan sayuran kering gonda berkisar antara 1,93 sampai 3,93 dengan kriteria penerimaan keseluruhan sangat tidak suka hingga sangat suka. Perlakuan blansing dengan metode pengeringan microwave oven (daya 350 watt – 800watt selama 5 menit) merupakan perlakuan yang paling disukai panelis dari atribut penerimaan keseluruhan sayuran kering gonda dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 3,93 dengan kriteria suka.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan blansing dengan metode pengeringan oven (suhu 50OC selama 2 jam) merupakan perlakuan terbaik dengan Kadar air 13.34 , Rendemen 12,84 , Rasio rehidrasi 115,49 , Flavonoid 0,0569 mg/g, Vitamin C 0.1734 mg/g, Tanin 0.45 mg/g, Aktivitas antioksidan 62.64 mg/g, serta penilaian sensori terhadap warna yaitu biasa dengan karakteristik cerah, tesktur biasa dengan karakteristik agak lunak, dan penerimaan keseluruhan biasa.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih diberikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat melalui Fakultas Teknologi Pertanian yang telah menyediakan Hibah PUPS (Penelitian Unggulan Program Studi) melalui DIPA PNBP Universitas Udayana 2020
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2002. Guidelines for single laboratory validation of chemical methods for dietary supplements and botanicals. AOAC International, 1–38.
Asgar, A. dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing sebelum Pengeringan pada Wortel. J. Hort. 16 (3) : 245-252
Asgar, A. dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing sebelum Pengeringan Kubis. J. Hort. 16 (4) : 349-355
Belitz, H.-D., W. Grosch, and P. Schieberle. 2009. Food Chemistry (4th ed.). Berlin: Springer-Verlag.
Bernard, D., A. I . Kwabena, O. D. Osei, G. A. Daniel, S. A. Elom, A. Sandra. 2014. The effect of different drying methods on the phytochemicals and radical scavenging activity of Ceylon Cinnamon (Cinnamomum zeylanicum plant parts. European Journal of Medicinal Plants 4(11):1324-1335.
DOI:10.9734/EJMP/2014/11990.
Goldshall, M.A. and J. Solms, 1992. Flavor and sweetener interaction with starch. Food Technol. 46(6):140-145.
Gumilang D.P. 2016. Pengaruh metode pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dan penghambatan enzim alfa glukosidase temu mangga (Curcuma mangga). [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hua, X., and R. Yang. 2016. Enzymes in Starch Processing. In R. L. Ory & A. J. S. Angelo (Eds.), Enzymes in food and beverage processing (pp. 139–170). Boca
Raton: CRC Press.
http://doi.org/10.1021/bk-1977-0047
OECD-FAO. (2011). OECD-FAO
Agricultural Outlook - OECD.
Kusdibyo dan D. Musaddad. 2000. Teknik perlakuan blansing pada pengeringan sayuran wortel dan kubis. Laporan Penelitian T.A. 1999/2000. Balitsa Lembang.
Luximon-Ramma A., T. Bahorun, M. A . Soobrattee, dan O. I. Aruoma. 2002. Antioxidant Activities of Phenolic, Proanthocyanidin, and Flavonoid Components in Extracts of Cassia fistula. J. Agric. Food Chem50 (18) : 5042-5047
Neuma, H. J. 1972. Dehydrated celery: Effect of predrying treatment and rehydration procedure are reconstitution. J.
Food.Sci. 93:437-441.
Prabandari, I. M. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Perebusan Daun Sirsak Segar (Annona muricata Linn) Terhadap Aktivitas Antioksidan Sari Daun Sirsak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi, T. 2014. Uji Aktivitas Ekstrak Metanolik Sargassum hystrix dan Eucheuma denticulatum dalam Menghambat α-Amilase dan α-Glukosidase. Universitas Gadjah Mada.
Pujimulyani, D., S. Raharjo, Y. Marsono, dan U. Santoso. 2010. Pengaruh Blanching Terhadap Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenol, Flavonoid, dan Tanin Terkondensasi Kunir Putih (Curcuma mangga Val.). Jurnal Agritech. 30 (3): 141-147
Santosa, B. A. S., Narta dan D. S. Damardjati, 1998. Pembuatan brondong dari berbagai beras. Agritech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gajah Mada. 18(1):24-28
Setyaningsih, W., I. E. Saputro, M. Palma, and C. G. Barroso. 2016. Pressurized liquid extraction of phenolic compounds from rice (Oryza sativa grains. Food Chemistry, 192.
http://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015. 06.102
Setyaningsih, W., E. Saputro, M. Palma, and G. Carmelo. 2015. Profile of Individual Phenolic Compounds in Rice (Oryza sativa Grains during Cooking Processes. International Conference on Science and Technology 2015. Yogyakarta, Indonesia.
United State Department of Agriculture. 2023. Nutrition Database Carrot Raw, USDA National Nutrient Database for Standard Reference, www.nal.usda/fnic/foodcomp/cgi-bin/list_nut_edit.pl, accessed June 28, 2023
Wiadnyani, A.A.I.S., N.K. Putra. 2019. Kajian Pengolahan dengan Panas terhadap Komponen Bioaktif Sayuran Lokal Bali. Laporan Penelitian PNBP LPPM Unud. Tidak Dipulikasikan
Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Zainol, M., A. Abdul-Hamid, B. F. Abu, and D. S. Pak. 2009. Effect of Different Drying Methods On The Degradation Of Selected Flavonoids in Centella Asiatic. International Food Reasearch Journal. 16: 531-537.
Zuhra C.F, J. B. Tarigan, dan H. Sihotang. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.). J Biol Sumatera. 3(1):7-10.
451
Discussion and feedback