Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Gusti Ayu Putri Dewi dkk. /Itepa 12 (2) 2023 408-422

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Konsentrasi Jus Bawang Putih (Allium sativum L.

Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging Babi

The Effect of Garlic Juice Concentration (Allium sativum L.) on Physical, Chemical and Microbiological Characteristics of Pork

Gusti Ayu Putri Dewi1, Ni Made Indri Hapsari Arihantana1*, Sayi Hatiningsih1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

* Penulis korepondensi: Ni Made Indri Hapsari Arihantana, Email: [email protected]

Abstract

Pork meat is one of the foods that is susceptible to contamination and damage caused by microbial growth that can affect the quality and safety of pork meat. Efforts can be made to maintain the quality and safety of pork meat by adding garlic juice that has antimicrobial content. This study was aimed to determine the effect of garlic juice concentration (Allium sativum L.) on the physical, chemical and microbiological characteristics of pork meat and to determine the right concentration of garlic juice (Allium sativum L.) in producing the best physical, chemical and microbiological characteristics of pork meat. This study used a complete randomized design consisting of 7 levels of garlic and aquadest comparison, that is without the addition of garlic and aquadest, 10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50 and 60:40. The treatment was repeated 3 times to obtain 21 experimental units. The data obtained was analyzed by variance and if the treatment had a significant effect then it was followed by Duncan s Multiple Range Test (DMRT). The results of this research showed that concentration of garlic juice (Allium sativum L.) had a significant effect on the physical characteristics namely water holding capacity (WHC), texture, pH, chemical characteristics namely moisture content, protein content, and microbiological characteristics namely TPC (Total Plate Count), Coliform and E. coli of pork meat. The ratio of 60% garlic and 40% of aquadest had the best pork meat characteristics with physical characteristics that is water holding capacity (WHC) 39.08%, texture 17.12 N, pH 5.79, chemical characteristics that is moisture content 73.25%, protein content 25.98% and microbiological characteristics that is 1.78 x 105 cfu/g Total Plate Count, 3.40 MPN/g Coliform and 0 cfu/g E. coli.

Keywords: garlic juice, pork characteristics, antimicrobial

PENDAHULUAN

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi sehingga layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Salah satu jenis daging yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah daging babi. Daging babi merupakan komoditas hasil peternakan yang sangat berpotensi untuk dikonsumsi oleh masyarakat dalam pemenuhan gizinya. Menurut Siagian

(1999), komposisi kimia yang terkandung pada daging babi adalah air 68-70%; protein 19-20%; lemak 9-11% dan abu 1,4%. Namun, kadar air pada daging babi tergolong tinggi, dimana tingginya kadar air pada daging babi dapat menyebabkan daging mudah mengalami kerusakan. Hal ini dikarenakan air merupakan salah satu media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba (Lindriati dan Maryanto, 2016).

Daging babi juga berpotensi mudah mengalami kontaminasi baik dari peternakan, pemotongan, pemasaran hingga mencapai tangan konsumen. Pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang berpotensi menyebabkan terjadinya kontaminasi pada daging. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran pedagang terhadap sanitasi dan hygiene yang diterapkan. Menurut Semadi dkk. (2008), tingkat cemaran mikroba pada daging babi di Pasar Badung mengandung bakteri Coliform sebesar (1,0 ± 0,1) x 104 cfu/g, dimana tingkat cemaran mikroba tersebut melebihi batas SNI 7388:2009 yaitu Coliform sebesar 1 x 101 cfu/g.

Kualitas daging babi baik secara fisik, kimia serta mikrobiologis sangat menentukan seberapa layak daging tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Berdasarkan SNI 7388:2009, salah satu syarat mutu yang harus dipenuhi dalam daging segar adalah persyaratan mikrobiologis (BSN, 2009). Persyaratan mikrobiologis dalam bahan pangan berkaitan dengan mutu maupun keamanan bahan pangan tersebut. Keamanan bahan pangan merupakan aspek yang penting bagi konsumen. Hal ini dikarenakan apabila bahan pangan yang dikonsumsi tidak aman, maka dapat membahayakan konsumen yang mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Priadi dkk. (2017), didapatkan hasil bahwa Escherichia coli yang

terkandung pada daging babi Bali adalah 2,3 x 101 cfu/g, dimana jumlah E. coli tersebut melebihi SNI 7388:2009 yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 1 x 101 cfu/g. E. coli merupakan mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit dan berbahaya bagi manusia.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga mutu dan keamanan daging adalah dengan melakukan pengolahan daging yaitu marinasi. Marinasi merupakan proses perendaman daging di dalam bahan marinasi yang berfungsi untuk mengawetkan daging serta menurunkan kandungan mikroba pada daging (Wahyuni dkk., 2019). Bahan marinasi dapat diperoleh melalui bahan alami seperti bawang putih. Bawang putih memiliki kandungan sulfur yaitu allicin yang berfungsi sebagai antimikroba (Moghadam dkk., 2014). Antimikroba merupakan suatu zat kimia yang memiliki daya penghambat aktivitas mikroba meskipun dalam jumlah sedikit (Waluyo, 2004). Allicin pada bawang putih bisa didapatkan dengan cara menghancurkannya yaitu dengan membuatnya ke dalam bentuk jus. Berdasarkan penelitian Nurwantoro dkk. (2012), yang menggunakan bawang putih pada marinasi daging sapi didapatkan hasil terbaik pada penggunaan bawang putih yang dibuat menjadi jus (8% dari berat daging) karena paling efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba

dibandingkan dengan menggunakan bawang putih yang dihancurkan.

Terdapat beberapa penelitian mengenai penggunaan bawang putih sebagai antimikroba diantaranya dilakukan oleh Syifa dkk. (2013) yang menggunakan ekstrak bawang putih sebagai antibakteri pada ikan bandeng dengan hasil konsentrasi ekstrak yang paling efektif 10%. Destriyana dkk. (2013) menggunakan perasan bahan antimikroba alami pada daging babi dengan hasil terbaik yaitu penggunaan bawang putih 10%. Situmorang (2021) menggunakan ekstrak bawang putih pada fillet ikan bandeng dengan hasil terbaik pada perbandingan bawang putih dengan akuades 55:45%. Namun, dari penelitian yang sudah ada belum banyak ditemukan penelitian terkait pengaruh konsentrasi jus bawang putih terhadap karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi daging babi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi jus bawang putih terhadap karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi daging babi serta untuk mengetahui konsentrasi jus bawang putih yang tepat dalam menghasilkan karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi daging babi terbaik.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari

bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari daging babi bagian paha dan bawang putih varietas lumbu kuning yang diperoleh dari Pasar Badung, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi akuades, bubuk Kjeldahl, H2SO4, NaOH, Phenolphthalein (PP), H3BO3 (asam borat), HCl, media PCA (Plate Count Agar) merek Oxoid, PW (Peptone Water) merek Merck, LB (Lactose Broth) merek Merck, EMBA (Eosin Methylen Blue Agar) merek Oxoid dan alkohol.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi pisau, blender, timbangan analitik (Shimadzu Aty 224), kertas saring, beaker glass (Pyrex), wadah plastik, sendok pengaduk, mortar dan alu, garpu, aluminium foil, plastik wrap, coolbox (Lion Star). Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu alat sentrifugasi (Clement), kertas saring, pH meter (EZ 9902), oven (Cole Parmer), desikator (Duran), cawan porselen, tabung reaksi (Pyrex), pipet tetes, erlenmeyer (Pyrex), buret, cawan petri (Pyrex, Labware Charuzu), tabung reaksi (Pyrex), pipet volume (Pyrex), botol media, colony counter (Darkliefd Quebec), gunting, pinset, pipet mikro (DiaLine Eco), tip warna kuning, tip warna biru, bunsen, vortex (Thermo Scientific Maximix II), inkubator (Memert), autoklaf (Hirayana HVE 50), rak tabung, tabung durham,

laminar air flow (Kojair Biowizard Silver SL 170), botol semprot, karet, plastik kiloan dan pipet ukur (Pyrex), texture analyzer (Ta Tx Analyzer).

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi jus bawang putih yang terdiri dari 7 taraf dengan perbandingan bawang putih dan akuades yaitu B0 (kontrol), B1 (bawang putih 10% : akuades 90%) , B2

(bawang putih

(bawang putih (bawang putih (bawang putih

20%


akuades


30%


40%


50%


akuades


akuades


akuades


80%), B3

70%), B4

60%), B5

50%), B6


(bawang putih 60%


: akuades 40%).


Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 21 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis

dengan apabila variabel


menggunakan sidik ragam dan perlakuan berpengaruh terhadap yang diamati, maka dilanjutkan

dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95% (Steel dan Torrie, 2010).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Jus Bawang Putih

Bawang putih yang digunakan adalah bawang putih varietas lumbu kuning yang masih segar, berwarna putih kekuningan dan tidak busuk. Bawang putih sebanyak ± 250 gram dikupas dan dicuci dengan menggunakan air mengalir. Bawang putih yang telah dicuci selanjutnya ditiriskan dan

ditimbang sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya, bawang putih sesuai perlakuan dimasukkan ke dalam blender lalu ditambahkan akuades sesuai dengan perlakuan (B0, B1, B2, B3, B4, B5 dan B6) kemudian diblender hingga halus. Setelah itu, didapatkan jus bawang putih sesuai dengan masing-masing perlakuan (Situmorang, 2021 dan Fityandini, 2021 yang dimodifikasi).

Persiapan Daging Babi dan Penambahan Jus Bawang Putih

Daging babi bagian paha dibersihkan dari lemak yang melekat. Daging babi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan ditiriskan. Kemudian, daging babi dipotong dan ditimbang ± 100 gram untuk setiap perlakuan. Sampel daging babi dimasukkan ke dalam jus bawang putih dan direndam selama 30 menit pada suhu ruang (27oC) dengan menggunakan wadah plastik yang berbeda. Selanjutnya, daging babi diangkat dan ditiriskan untuk dilakukan proses penyimpanan pada suhu ruang (27oC) selama 3 jam. Sampel disimpan secara terpisah menurut perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji fisik, kimia serta mikrobiologi (Fityandini, 2021 yang dimodifikasi).

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati meliputi daya ikat air (Suwardana dan Swacita, 2004), tekstur (Ihekoronye dan Ngoddy, 1985), nilai pH (Suantika dkk., 2017), kadar air (Sudarmadji dkk., 1997), kadar protein

(Sudarmadji dkk., 1997), Total Plate Count (Lay, 1994), Coliform (Edita dan Rusli, 2015) dan E. coli (Fardiaz, 1992).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Nilai pH Jus Bawang Putih

Nilai pH jus bawang putih tanpa penambahan daging babi dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil Analisis Fisik Daging Babi

Nilai rata-rata daya ikat air (DIA), tekstur dan nilai pH daging babi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Nilai pH jus bawang putih tanpa penambahan daging babi

Jus Bawang Putih (bawang putih : akuades %)

Nilai pH

B1 (10:90)

B2 (20:80)

B3 (30:70)

B4 (40:60)

B5 (50:50)

B6 (60:40)

5,97

5,95

5,90

5,85

5,79

5,74

Tabel 2. Hasil analisis daya ikat air (DIA), tekstur dan nilai pH pada daging babi dengan

penambahan jus bawang putih

Jus Bawang Putih (bawang putih : akuades %)

DIA (%)

Tekstur (N)

Nilai pH

B0 (kontrol)

30,17 ± 0,53f

22,49 ± 0,62a

5,98 ± 0,03a

B1 (10:90)

31,51 ± 0,51e

21,70 ± 0,98ab

5,97 ± 0,01a

B2 (20:80)

34,72 ± 0,47d

21,10 ± 0,42b

5,97 ± 0,04a

B3 (30:70)

36,69 ± 0,86c

19,89 ± 0,44c

5,92 ± 0,01a

B4 (40:60)

37,49 ± 0,90bc

19,35 ± 0,39cd

5,86 ± 0,03b

B5 (50:50)

38,07 ± 0,81ab

18,32 ± 0,32d

5,81 ± 0,01bc

B6 (60:40)

39,08 ± 0,80a

17,12 ± 0,70e

5,79 ± 0,06c

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata P<0,05)

Daya Ikat Air (DIA)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya ikat air daging babi. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya ikat air daging babi

berkisar antara 30,17% sampai 39,08%. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 39,08% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B5 (50:50) sedangkan nilai rata-rata

terendah terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 30,17%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan konsentrasi jus bawang putih, maka semakin tinggi daya ikat air daging babi yang dihasilkan. Tingginya daya ikat air yang dihasilkan berkaitan dengan kadar protein pada daging tersebut. Menurut Soeparno (1998), daya ikat air merupakan kemampuan protein daging untuk mengikat air. Protein pada daging digunakan oleh mikroba sebagai salah satu sumber energi untuk pertumbuhannya. Apabila pertumbuhan mikroba terus berlangsung, maka dapat menyebabkan menurunnya kemampuan protein daging untuk mengikat air. Adanya peningkatan daya ikat air pada daging babi yang dihasilkan diduga karena bawang putih memiliki senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga kerusakan protein pada daging dapat menurun dan daya ikat air dapat dipertahankan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pratama dkk. (2018), yang menyatakan bahwa penambahan bawang putih dapat meningkatkan daya ikat air (DIA) daging sehingga jika kerusakan protein daging semakin kecil, maka daya ikat air dapat dipertahankan.

Pada perlakuan B6 (60:40) merupakan perlakuan dengan nilai daya ikat air tertinggi, hal ini dikarenakan kandungan antimikroba bawang putih yaitu allicin yang dapat membunuh mikroba. Nurohim

dkk. (2013), menyatakan bahwa senyawa allicin dapat membunuh mikroba sehingga mikroba tidak dapat menggunakan sumber energi secara sempurna yang mengakibatkan kerusakan protein daging semakin kecil dan daya ikat air akan semakin meningkat. Selain itu, menurut Ockerman (1983) dalam Pratama dkk. (2018), tingginya nilai daya ikat air dipengaruhi oleh kandungan protein yang tinggi pula.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur daging babi. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekstur daging babi berkisar antara 17,12 N sampai 22,49 N. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 22,39 N yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1 (10:90) sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu 17,12 N.

Tabel 2 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi jus bawang putih menyebabkan tesktur pada daging babi yang semakin empuk. Hal ini dikarenakan daya ikat air (DIA) pada hasil penelitian ini mengalami peningkatan seiring dengan semakin banyaknya penambahan konsentrasi jus bawang putih. Peningkatan daya ikat air akan mempengaruhi tekstur pada daging. Menurut Soeparno (2015), daging yang memiliki daya ikat air yang tinggi akan memiliki tekstur yang empuk.

Hal ini dikarenakan butiran-butiran lemak pada otot daging dapat mengikat air lebih banyak, sehingga ikatan pada otot akan lebih mudah terlepas. Daging yang memiliki daya ikat air lebih tinggi akan menyebabkan kandungan air yang hilang lebih sedikit pada saat proses pengolahan daging, sehingga daging akan menjadi lebih empuk (Yusop dkk., 2010 dalam Augustyńska-Prejsnar dkk., 2019).

Nilai pH bahan marinasi yang digunakan juga berkaitan dengan tekstur pada daging yang dihasilkan. Bahan marinasi yang digunakan pada penelitian ini adalah jus bawang putih. Jus bawang putih yang digunakan memiliki nilai pH berkisar antara 5,74 hingga 5,97 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai pH jus bawang putih pada semua perlakuan tergolong asam. Bahan marinasi yang memiliki nilai pH yang rendah atau asam dapat menyebabkan tekstur pada daging akan semakin empuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zahro dkk. (2021), bahwa bahan marinasi yang memiliki nilai pH yang rendah pada saat proses perendaman atau marinasi memiliki hubungan yang positif terhadap nilai tekstur pada daging, dimana proses perendaman dengan bahan yang menggunakan pH rendah dapat meningkatkan kemampuan daya ikat air sehingga daging akan semakin empuk.

Nilai pH

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap nilai pH daging babi. Terlihat pada Tabel 2 bahwa nilai rata-rata pH daging babi berkisar antara 5,79 sampai 5,98. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 5,98 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1 (10:90), B2 (20:80) dan B3 (30:70) sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 5,79 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B5 (50:50).

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan konsentrasi jus bawang putih dapat menurunkan nilai pH pada daging babi. Penurunan nilai pH pada daging babi yang dihasilkan berkaitan dengan bahan marinasi yang digunakan. Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran nilai pH jus bawang putih pada masing-masing perlakuan. Jus bawang putih yang digunakan pada penelitian ini berkisar antara 5,74 hingga 5,97 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Jus bawang putih pada penelitian ini memiliki nilai pH yang tergolong asam sehingga semakin banyak penambahan jus bawang putih akan menurunkan nilai pH daging babi. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurwantoro dkk. (2012), yang menyatakan bahwa jus bawang putih yang digunakan memiliki nilai pH yang asam, sehingga daging babi yang direndam atau dimarinasi dengan menggunakan jus bawang putih termasuk ke dalam proses marinasi tipe asam yang

dapat menyebabkan penurunan nilai pH. Nilai pH pada perlakuan B0 (kontrol), B1 (10:90), B2 (20:80) dan B3 (30:70) memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh kadar glikogen yang ada di dalam daging relatif sama.

Penurunan nilai pH pada daging babi yang dihasilkan juga berkaitan dengan kadar glikogen pada daging tersebut. Menurut Pratama dkk. (2018), glikogen dalam daging akan mengalami proses glikolisis sesaat setelah dilakukannya

proses pemotongan, dimana pada proses glikolisis ini akan menghasilkan asam laktat yang dapat menyebabkan penurunan pH pada daging. Nilai pH pada penelitian ini baik pada perlakuan B0 (kontrol) hingga perlakuan B6 (60:40) memiliki nilai pH yang sesuai dengan standar yaitu 5,5 sampai 5,9 (Sosiawan dkk., 2021).

Hasil Analisis Kimia Daging Babi

Nilai rata-rata kadar air dan kadar protein daging babi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kadar air dan kadar protein pada daging babi dengan penambahan jus bawang putih

Jus Bawang Putih (bawang putih : akuades %)

Kadar Air (%)

Kadar Protein (%)

B0 (kontrol)

79,05 ± 0,50a

21,22 ± 0,02f

B1 (10:90)

77,99 ± 0,43ab

22,32 ± 0,46e

B2 (20:80)

77,11 ± 0,82b

23,07 ± 0,47d

B3 (30:70)

75,30 ± 0,30c

23,76 ± 0,03c

B4 (40:60)

74,86 ±0,84c

24,52 ± 0,03b

B5 (50:50)

74,45 ± 0,85c

25,72 ± 0,25a

B6 (60:40)

73,25 ± 0,54d

25,98 ± 0,25a

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata P<0,05)

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air daging babi. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air daging babi berkisar antara 73,25% sampai 79,05% Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 79,05% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1 (10:90)

sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 73,25%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi jus bawang putih yang semakin tinggi dapat menyebabkan kadar air daging babi semakin menurun. Hal ini disebabkan karena bawang putih yang berfungsi sebagai bahan pengawet memiliki kemampuan untuk menghambat

proses degradasi protein yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba. Kadar air pada daging babi berkaitan dengan aktivitas mikroba yang dapat menyebabkan terjadinya proses degradasi protein. Menurut Suyatno dkk. (2018), degradasi protein menyebabkan protein terdekomposisi menjadi air dan senyawa yang lebih sederhana seperti trimetilamina dan ammonia. Pajan dkk. (2016), menyatakan bahwa kandungan antimikroba pada bawang putih yaitu allicin dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel mikroba sehingga dapat menghambat proses degradasi protein yang sedang dilakukan oleh mikroba. Jadi, semakin tinggi penambahan konsentrasi jus bawang putih, maka kadar air pada daging babi akan semakin menurun karena proses degradasi protein yang dilakukan oleh mikroba dapat dihambat.

Winarto (2004) dalam (Andriana, 2019), menyatakan bahwa penurunan kadar air pada produk pangan disebabkan oleh adanya sumber antioksidan yang ditambahkan pada produk pangan. Antioksidan memiliki kemampuan dalam mengikat air melalui pemecahan ikatan ester sehingga semakin tinggi sumber antioksidan maka kadar air pada produk pangan akan semakin menurun. Menurut Wakhidah dkk. (2021), bawang putih mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti fenol, flavonoid, minyak atsiri dan triterpenoid, dimana senyawa fenol dan

flavonoid pada bawang putih memiliki aktivitas antioksidan meskipun termasuk ke dalam kategori lemah. Kadar air dalam daging dengan mutu yang baik berdasarkan SNI 01-2891-1992 yaitu tidak melebihi 80% (Liur dkk., 2019), sehingga kadar air pada semua perlakuan masih memenuhi standar SNI 01-2891-1992.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein daging babi. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar protein daging babi berkisar antara 21,22% sampai 25,98%. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 25,98% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan B5 (50:50) sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 21,22%. Tabel 3 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi jus bawang putih yang semakin tinggi dapat meningkatkan kadar protein daging babi. Hal ini disebabkan oleh kandungan antimikroba pada bawang putih yang berfungsi untuk mencegah terjadinya proses degradasi protein yang dilakukan oleh mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Meilani dkk. (2014), bahwa antimikroba pada bawang putih dapat menghambat mikroba untuk menghidrolisis protein yang mengakibatkan kandungan protein dapat dipertahankan, sehingga semakin tinggi penambahan bawang putih

maka aktivitas antimikroba dalam menghambat proses hidrolisis protein akan semakin baik. Menurut Nurohim dkk. (2013), senyawa allicin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba sehingga mikroba tidak dapat menggunakan sumber energi terutama protein secara sempurna yang mengakibatkan kerusakan protein pada daging semakin kecil. Pratama

dkk. (2018) menambahkan bahwa kerusakan protein pada daging dapat diperkecil dengan menambahkan bawang putih sebagai bahan marinasi.

Hasil Analisis Mikrobiologi Daging Babi

Nilai rata-rata TPC (Total Plate Count), Coliform dan E. coli daging babi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis TPC (Total Plate Count), Coliform dan E. coli pada daging babi dengan penambahan jus bawang putih

Jus Bawang Putih (bawang putih : akuades %)

TPC (koloni/g)

Coliform (MPN/g)

E. coli (koloni/g)

B0 (kontrol)

4,74 x 105 ± 0,39a

93 ± 0a

1 x 101 ± 0a

B1 (10:90)

4,49 x 105 ± 0,40a

36,67 ± 1,15b

0 ± 0b

B2 (20:80)

3,73 x 105 ± 0,26b

20,34 ± 0,57c

0 ± 0b

B3 (30:70)

3,35 x 105 ± 0,32bc

14,67 ± 0,57d

0 ± 0b

B4 (40:60)

2,76 x 105 ± 0,21cd

7,26 ± 0,11e

0 ± 0b

B5 (50:50)

2,47 x 105 ± 0,20d

6,14 ± 0,05f

0 ± 0b

B6 (60:40)

1,78 x 105 ± 0,49e

3,40 ± 0,34g

0 ± 0b

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata P<0,05)

TPC (Total Plate Count)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap TPC (Total Plate Count) daging babi. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata TPC daging babi berkisar antara 1,78 x 105 koloni/g sampai 4,74 x 105 koloni/g. Nilai rata-rata TPC tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 4,74 x 105 koloni/g yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1 (10:90) sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 1,78 x 105 koloni/g.

Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi jus bawang putih, maka semakin rendah nilai TPC (Total Plate Count) pada daging babi. Hal ini sesuai dengan penelitian Anggraeni dkk. (2019), dimana penggunaan bawang putih dapat menurunkan nilai TPC (Total Plate Count) pada daging ikan. Penurunan nilai TPC (Total Plate Count) pada daging babi disebabkan oleh senyawa antimikroba yang terdapat pada bawang putih. Bawang putih merupakan salah satu bahan alami yang mengandung senyawa antimikroba (Moghadam dkk., 2014). Semakin tinggi

penambahan konsentrasi jus bawang putih, maka aktivitas antimikrobanya juga akan semakin tinggi.

Wiryawan dkk. (2005) menyatakan bahwa mekanisme antimikroba pada bawang putih adalah dengan cara menghambat sintesis protein pada mikroba serta merusak dinding sel mikroba. Antimikroba yang terdapat pada bawang putih adalah allicin, dimana allicin memiliki permeabilitas yang tinggi dalam menembus dinding sel mikroba. Allicin akan menghancurkan gugus S-H atau gugus sulfihidril yang merupakan penyusun membran sel mikroba, sehingga struktur dinding sel mikroba rusak (Nurwantoro dkk., 2012). Rusaknya struktur dinding sel mikroba dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhambat serta proses metabolisme tidak berlangsung dengan sempurna sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian sel mikroba (Ngaisah, 2010). Nilai TPC (Total Plate Count) daging babi pada semua perlakuan telah memenuhi persyaratan SNI 7388:2009 tentang Batasan Cemaran Pada Pangan, dimana batas maksimum TPC pada daging adalah 1 x 106 koloni/g.

Coliform

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah Coliform pada daging babi. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata Coliform daging babi berkisar antara 3,40 MPN/g sampai 93

MPN/g. Nilai rata-rata Coliform tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 93 MPN/g sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 3,40 MPN/g. Jumlah Coliform daging babi pada semua perlakuan masih memenuhi persyaratan mikrobiologi daging yaitu persyaratan SNI 7388:2009 tentang Batasan Cemaran Pada Pangan, dimana batas maksimum Coliform pada daging adalah 1 x 102 koloni/g.

Coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogen. Coliform juga digunakan sebagai indikator kualitas air yang digunakan pada saat proses pengolahan. Semakin sedikit kandungan Coliform, maka semakin baik kualitas air yang digunakan pada saat proses pengolahan (Wardhany, 2015 dalam Siregar, 2018). Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi jus bawang putih, maka Coliform pada daging babi juga semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurohim dkk. (2013), dimana penambahan jus bawang putih menyebabkan penurunan jumlah Coliform pada daging. Bawang putih yang dijadikan jus akan cepat meresap ke dalam daging karena tidak terhambat oleh padatan-padatan bawang putih, sehingga senyawa allicin yang berfungsi sebagai antimikroba pada jus bawang putih akan lebih banyak membunuh mikroba.

Londhe dkk. (2011) menyatakan bahwa senyawa allicin dapat menghambat secara total sintesis RNA mikroba dan menghambat sintesis DNA mikroba secara parsial, sehingga dengan terhambatnya sintesis RNA dan DNA mikroba maka pertumbuhan mikroba tidak dapat berlangsung secara sempurna. Apabila proses penghambatan terus berlangsung, maka dapat mengakibatkan kematian sel mikroba.

Escherichia coli

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi jus bawang putih berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah E. coli pada daging babi. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata E. coli daging babi berkisar antara 0 koloni/g sampai 1 x 101 koloni/g. Nilai rata-rata E. coli tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (kontrol) yaitu sebesar 1 x 101 koloni/g sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan B6 (60:40) yaitu sebesar 0 koloni/g dan tidak berbeda nyata dengan B1 (10:90), B2 (20:80), B3 (30:70), B4 (40:60), B5 (50:50).

Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi jus bawang putih dapat menurunkan jumlah E. coli pada daging babi. Hal ini disebabkan oleh bawang putih mengandung senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Bawang putih mengandung dua senyawa organosulfur yang penting yaitu asam amino non-volatil γ-glutamil-Salk(en)il-L-sistein dan minyak

atsiri S-alk(en)il-sistein sulfoksida atau alliin. Alliin akan diubah menjadi allicin yang bersifat antimikroba dengan bantuan enzim alinase. Enzim alinase lebih efektif apabila terdapat bersama air (Prihandani dkk., 2015).

Alisjahbana dkk. (2015) menyatakan bahwa senyawa antimikroba allicin yang terdapat di dalam bawang putih memiliki daya antimikroba dengan spektrum luas dan bersifat bakteriosidal terhadap E. coli, yaitu dapat membunuh pertumbuhan mikroba, sehingga pada perlakuan yang ditambahkan jus bawang putih yaitu B1 (10:90), B2 (20:80), B3 (30:70), B4 (40:60), B5 (50:50) dan B6 (60:40) tidak terdapat koloni E. coli atau 0 koloni/g. Adanya E. coli pada perlakuan B0 (kontrol) sebesar 1 x 101 koloni/g diduga disebabkan oleh terkontaminasinya daging selama proses pemotongan serta pedagang yang kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygiene. Berdasarkan penelitian Hendrayana dkk. (2012), daging babi yang dijual dan dibiarkan terbuka pada suhu kamar dapat mempermudah terjadinya kontaminasi dari udara dan lingkungan sekitar. Namun, jumlah E. coli daging babi pada semua perlakuan masih memenuhi persyaratan mikrobiologi daging yaitu persyaratan SNI 7388:2009 tentang Batasan Cemaran Pada Pangan, dimana batas maksimum E. coli pada daging adalah 1 x 101 koloni/g.

KESIMPULAN

Konsentrasi jus bawang putih (Allium sativum L.) berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik yaitu daya ikat air (DIA), tekstur, nilai pH, karakteristik kimia yaitu kadar air, kadar protein, dan karakteristik mikrobiologi yaitu TPC (Total Plate Count), Coliform dan E. coli daging babi. Konsentrasi jus bawang putih (Allium sativum L.) pada perlakuan B6 (60% bawang putih dan 40% akuades) merupakan perlakuan yang terbaik dengan karakteristik fisik yaitu daya ikat air (DIA) 39,08%, tesktur 17,12 N, nilai pH 5,79, karakteristik kimia yaitu kadar air 73,25%, kadar protein 25,98% serta karakteristik mikrobiologi yaitu TPC (Total Plate Count) sebesar 1,78 x 105 koloni/g, Coliform sebesar 3,40 MPN/g dan E. coli sebesar 0 koloni/g. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian sensoris dan Salmonella sp. pada daging babi yang ditambahkan jus bawang putih.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, S., S. Hendratno dan Y. Naldi. 2015. Pengaruh Senyawa Allicin dalam Ekstrak Bawang Putih Terhadap Perkembangbiakan Bakteri Escherichia coli. Tunas Media Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2 1):1-5.

Andriana, R.N. 2019. Pengaruh Konsentrasi Larutan Estrak Kunyit Terhadap TPC, Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Daging Ayan Segar. Skripsi. Semarang : Universitas Semarang.

Anggraeni D. dan Nurlela. 2019. Efektivitas Antibakteri Bawang Putih Allium sativum L.) Sebagai Pengawet Alami Pada Ikan Lele Dumbo Clarias gariephinus) Segar. Jurnal Ilmiah Ilmu

Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 14 1):26-31.

Augustyńska-Prejsnar, A., M. Ormian, Z. Sokolowicz dan A. Rogowska. 2019. Effect of Marinating Broiler Chicken Meat with Acid Whey on Product Quality and Consumer Acceptance. Żywność Nauka Technologia Jakość. 1 118):125-136.

Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 012891-1992: Cara Pengujian Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional : Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 7388:2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standardisasi Nasional : Jakarta.

Destriyana, L. M., I. B. N. Swacita dan I. N. K. Besung. 2013. Pemberian Perasan Bahan Antimikroba Alami dan Lama Penyimpanan pada Suhu Kulkas 5oC) terhadap Jumlah Bakteri Coliform pada Daging Babi. Buletin Veteriner Udayana. 5 2):122-131.

Edita, E., I. Ahmad dan R. Rusli. 2015. Analisis Cemaran Mikroba Pada Ikan Asin Air Tawar di Samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1. Samarinda, 5-6 Juni 2015. Universitas Mulawarwan Samarinda.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan     Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fityandini. 2021. Kualitas Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging Ayam Broiler yang Dimarinasi Menggunakan Jus Bawang Putih dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Skripsi. Pekanbaru : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Hendrayana, M.A., K.J.P. Pinatih dan A. Yelly. 2012. Deteksi Bakteri Escherichia coli Serotipe O157 Pada Daging Babi dari Pedagang Daging Babi di Kota Denpasar.Jurnal Ilmiah Kedokteran. 43 1):3-8.

Ihekoronye, A. I., dan P. O. Ngoddy. 1985. Integrated Food Science and Technology for The Tropics. Macmillan Publishers Ltd, London.

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Lindriati T. dan Maryanto. 2016. Aktivitas Air, Kurva Sorpsi Isotermis serta Perkiraan Umur Simpan Flake Ubi Kayu dengan Variasi Penambahan Koro Pedang.     Jurnal     Agroteknologi.

10 02):129-136.

Liur, I.J., M. Veerman dan A. Mahakena. 2019. Kualitas Sensoris dan Kimia Daging Sapi yang Beredar di Beberapa Tempat Penjualan di Kota Ambon. Agritekno Jurnal Teknologi Pertanian. 8 2):42-47.

Londhe V.P., A.T. Gavasane, S.S. Nipate, D.D. Bandawane dan P.D. Chaudhari. 2011. Role of Garlic Allium sativum) in Various Diseases: An Overview. Journal of Pharmaceutical Research and Opinion. 1 4):129-134.

Meilani, F., H. Purwanti dan B. Suharno. 2014. Kandungan Protein, Lemak, Populasi Bakteri dan Sifat Organoleptik Pada Bakso Ikan Rucah dengan Berbagai Dosis Bawang Putih Allium sativum). Prosiding Mathematics and Sciences Forum. Semarang, 23 Agustus 2014. Universitas PGRI Semarang.

Moghadam, F., T. Navidifar dan M. Amin. 2014. Antibacterial Activity of Garlic Allium sativum L.) on Multi-Drug Resistant Helicobacter pylori Isolated from Gastric Biopsies. International Journal of Enteric Pathogens. 2 2):2–5.

Ngaisah, S. 2010. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah Piper crocoatum Ruiz & Pav.). Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Nurohim, Nurwantoro dan D. Sunarti. 2013. Pengaruh Metode Marinasi Dengan Bawang Putih Pada Daging Itik Terhadap pH, Daya Ikat Air, dan Total Coliform. Animal Agricukture Journal. 2 1):77-85.

Nurwantoro, V.P. Bintoro, A.M. Legowo, A. Purnomoadi, L.D. Ambara, A. Prokoso dan S. Mulyani. 2012. Nilai pH, Kadar Air, dan Total Escherichia coli Daging Sapi yang Dimarinasi Dalam Jus Bawang Putih. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 2):20-22.

Nurwantoro, Y. B. P., B.E. Setiani, S. Sulistiarto, H. Arissaputra, G. A. Perdana dan V. P. Bintoro. 2012. Marinasi Daging Sapi Dengan

Menggunakan Bawang Putih Untuk Meningkatkan Keamanan Pangan Marination of Beef With Garlic To Increase Food Safety). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 10 2):113-122.

Pajan, S.A., O. Waworuntu dan M.A. Leman. 2016. Potensi Antibakteri Air Perasan Bawang Putih  Allium sativum L.)

Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pharmacon J. Ilmiah Farmasi. 5 4):2302–2493.

Pratama, R., R. Riyanti dan A. Husni. 2018. Efektivitas Bawang Putih Dengan Metode Marinasi Terhadap Kualitas Fisik Daging Broiler. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 2 1):20-25.

Priadi, I G. D., N. L. P. Sriyani dan S. A. Lindawati. 2016. Tingkat Cemaran Mikroba Daging Babi Bali dan Daging Babi Landrace. Journal of Tropical Animal Science. 4 3):673-684.

Prihandani, S.S., M. Poeloengan, S.M. Noor dan Andriani. 2015. Uji Daya Antibakteri Bawang Putih Allium sativum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella Thyphimurium dan Pseudomonas aeruginosa Dalam Meningkatkan Keamanan Pangan. Informatika Pertanian. 24 1):53-58.

Semadi, A.N., I.B.D.U. Dauh dan N.M.I.S. Utami. 2008. Tingkat Cemaran Bakteri Coliform, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus Pada Daging Babi Studi Kasus Rumah Potong Hewan Sanggaran dan Pasar Badung, Bali). Jurnal Agrotekno. 14 2):51-55.

Siagian, H. P. 1999. Manajemen Ternak Babi. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siregar, U.R. 2018. Analisa Bakteri Coliform Metode Most Probable Number MPN) Pada Air Minum Isi Ulang di Jalan Anwar Idris Tanjungbalai. Skripsi. Medan : Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.

Situmorang, E. S. P. 2021. Perbandingan Ekstrak Bawang Putih dan Lama Masa Simpan Terhadap Fillet Ikan Bandeng. Skripsi. Medan : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sosiawan, I.G.A.M., K.K. Agustina dan I.K. Suada. 2021. Kualitas Daging Babi yang Diistirahatkan Sebelum Disembelih Lebih Baik dalam Konsistensi, Warna, pH, Daya Ikat Air dan Kadar Air. Indonesia Medicus Veterinus. 10 4):589-598.

Steel, R.G. dan J.H. Torrie. 2010. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ke-5. PT. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suantika, R., L. Suryaningsih dan J. Gumilar. 2017. Pengaruh Lama Perendaman dengan Menggunakan   Sari   Jahe

Terhadap Kualitas Fisik Daya Ikat Air, Keempukan dan pH) Daging Domba. Jurnal Ilmu Ternak. 17 2):67-72.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suwardana, I.W., dan I.B.N. Swacita. 2004. Petunjuk Laboratorium. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Suyatno dan Dasir. 2018. Karakteristik Kimia, Fisika dan Indrawi Surimi Ikan Mujair Oreochromis mossambicus L.) dengan Jenis dan Waktu Penyimpanan Dingin. Edible : Jurnal Penelitian Ilmu

dan Teknologi Pangan. 7 1):1-11.

Syifa, N., S. H. Bintari dan D. Mustikaningtyas. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Bawang Putih Allium sativum Linn.) Sebagai Antibakteri Pada Ikan Bandeng Chanos chanos Forsk.) Segar. Unnes Journal of Life Science. 2 2):71-77.

Wahyuni, D., F. Yosi dan G. Muslim. 2019. Kualitas Sensoris Daging Kambing yang Dimarinasi Menggunakan Larutan Mentimun Cuccumis sativus L.). Jurnal Peternakan Sriwijaya. 8 1):14-20.

Wakhidah L. dan M.A. Anggarani. 2021. Analisis Senyawa Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bawang Putih Allium sativum L.) Probolinggo. Unesa Journal of Chemistry. 10 3):356-366.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM press, Malang.

Wiryawan K.G., S. Suharti dan M Bintang. 2005. Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Salmonella typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respons Imun Ayam Pedaging. Media Peternakan. 28 2):52-62.

Zahro, S.F., K.A. Fitriah, S.A. Prakoso dan L. Purnamasari. 2021. Pengaruh Pelayuan terhadap Daya Simpan dan Keempukan Daging. Jurnal Peternakan Indonesia. 23 3):235-239.

422