Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Regine Dian Prativi dkk / Itepa 12 (1) 2023 168-180

ISSN : 2527-8010 (Online)

Karakteristik Tepung Premiks Berbahan Terigu dan Tepung Millet (Panicum miliaceum L.) Kecambah-Fermentasi pada Pembuatan Bolu Kukus

Characteristics of Premix Flour Made from Wheat Flour and Millet Flour (Panicum miliaceum L.) Germination-Fermentation in Steamed Cake Making

Regine Dian Prativi1), I Desak Putu Kartika Pratiwi1), Ni Made Yusa1)

1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Desak Putu Kartika Pratiwi, email: [email protected]

Abstract

Millet flour produced through the germination-fermentation method has emerged as a potential substitute for wheat flour. This study aimed to assess the qualities of steamed cake premix flour derived from a blend of wheat flour and GF millet flour. The primary objective was to identify the optimal ratio of wheat flour to GF millet flour, yielding steamed cakes with superior sensory attributes. Employing a Complete Randomized Design, the research incorporated five different ratios: 100% wheat flour, 85% wheat flour and 15% GF millet flour, 70% wheat flour and 30% GF millet flour, 55% wheat flour and 45% GF millet flour, and 40% wheat flour and 60% GF millet flour. Each ratio treatment was replicated three times, resulting in a total of 15 experimental units. The data obtained were analyzed by analysis of variance, if the treatment had a significant effect, then followed by Duncan Multiple Range Test. The result showed that the ratio between wheat flour and GF millet flour had a significant effect on ash content, fat content, and crude fiber for the premix flour, also had significant effect on swelling power, color intensity (scoring test), softness texture (scoring test), sandy texture (scoring test), texture (hedonic test), and overall acceptance for the steamed cake. The ratio 70:30 of wheat flour and GF millet flour had the best characteristics with moisture content 7.65%, ash content 1.08%, protein content 7.07%, fat content 3.04%, carbohydrate content 81.16%, crude fiber 3.29%, swelling power 153.48%, with sensory characteristics of steamed cake are lighted colors, soft and sandy texture, hedonic for color, aroma, texture, taste, overall acceptance is liked.

Keyword: Germination-Fermentation millet flour, wheat flour, steamed cake, premix flour

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir, permintaan makanan siap saji mengalami peningkatan yang sigifikan di Asia Tenggara termasuk Indonesia, Thailand, dan Vietnam (Company Report, 2016 dalam Diniyah et al., 2019). Produk tepung premiks termasuk ke dalam produk siap saji karena dapat mempersingkat waktu produksi suatu produk pangan. Tepung premiks

merupakan gabungan dari beberapa komponen bahan kering termasuk tepung, gula, essence bubuk, dan bahan kering lainnya. Komponen yang berwujud cair tidak ditambahkan dalam campuran tepung premiks. Tepung premiks memiliki keunggulan yaitu efisien efektif, dapat mempermudah proses pengolahan produk, ekonomis, dan tidak bulky (Santoso, 2009 dalam Diniyah et al., 2019). Tepung

premiks yang sudah beredar dipasaran ada tepung premiks donat, brownies, es krim, muffin, dan pancake (Pondan, 2021). Berdasarkan produk tepung premiks yang sudah beredar dipasaran, produk sejenis cake cocok untuk diolah dalam bentuk tepung premiks.

Bahan baku tepung premik dapat menggunakan campuran dari beberapa jenis tepung yang berbeda, dengan tujuan mensubstitusi komponen tertentu (Diniyah et al., 2019). Tepung premiks dengan penggunaan tepung lainnya diluar terigu, telah diteliti pada pengolahan produk pangan, seperti produk green tea cookies, pancake dan kue basah. Beberapa jenis tepung yang telah digunakan dalam tepung premiks yaitu MOCAF, tepung kacang merah, maizena (Diniyah et al., 2019, Aini et al., 2020; Hakiki dan Afifah, 2019). Penggunaan tepung lainnya dapat menjadi alternatif dalam rangka diversifikasi olahan menggunakan tepung premiks seperti tepung millet.

Tepung millet memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat menjadi tepung alternatif pengganti terigu. Tepung millet terbuat dari proso millet dengan perlakuan pra proses perkecambahan dilanjutkan dengan fermentasi, kemudian dikeringkan dan dihaluskan disebut tepung millet kecambah-fermentasi (tepung millet KF) (Pratiwi dan Sughita, 2019). Tepung millet KF memiliki kandungan pati 67,1%, kadar

air 12,36%, kadar abu 1,45%, karbohidrat total 81,8%, kapasitas penyerapan air 172,85%, kapasitas penyerapan minyak 107,73%, swelling power 10,11 g/g, indeks kelarutan dalam air 44,1%, serta serat pangan 12,55% (bk) (Dewi et al., 2018; Mahendra et al., 2019; Pratiwi dan Sugitha, 2020). Tepung millet KF telah dimanfaatkan pada pembuatan biskuit MPASI, mie kering, flakes, dan donat (Pratiwi dan Hapsari, 2019; Atmaja dan Sari, 2017; Dewi et al., 2018; Yuliana et al., 2021). Berdasarkan hal tersebut, tepung millet KF dapat digunakan dalam pembuatan bolu kukus.

Bolu kukus merupakan kudapan manis yang berbahan dasar terigu dengan bahan tambahan telur dan gula (Trianita, 2016). Pemanfaatan tepung lain sebagai pengganti terigu pada pembuatan bolu kukus telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Menurut Datunsolong (2018), bolu kukus dengan perbandingan tepung pisang groho dan terigu 50:50 menghasilkan tingkat kesukaan rasa,aroma, tekstur terbaik dengan total karbohidrat sebesar 18,37%. Dewi (2016) melaporkan bolu kukus tepung beras merah dan terigu sebesar 60:40 memiliki nilai sensoris yang sama dengan bolu kukus 100% terigu. Merujuk pada hal tersebut, pada pengolahan bolu kukus dapat menggunakan tepung lainnya diluar terigu dengan kandungan karbohidrat tinggi, seperti tepung millet KF.

Perbandingan terigu dan tepung millet KF harus tepat untuk menghasilkan bolu kukus dengan karakteristik sensoris yang disukai. Penggunaan tepung millet KF terlalu tinggi akan menurunkan penerimaan sensoris dari bolu kukus, dikarenakan tepung millet KF memiliki karakteristik yang berbeda dari terigu serta memiliki kandungan serat pangan yang tinggi. Penggunaan tepung millet KF yang terlalu rendah, tidak akan meningkatkan kandungan serat dari bolu kukus. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh perbandingan terigu dan tepung millet KF terhadap karakteristik tepung premiks bolu kukus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan terigu dan tepung millet KF terhadap karakteristik tepung premiks bolu kukus, serta mendapatkan perbandingan terigu dan tepung millet KF yang tepat sehingga menghasilkan bolu kukus dengan karakteristik sensoris terbaik.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung premiks adalah proso millet yang diperoleh dari pasar burung Sanglah Denpasar, terigu (Cakra Kembar), gula pasir (Gulaku), baking powder (Koepoe-Koepoe), vanilli bubuk (Koepoe-Koepoe) yang didapatkan dari Toko Kurnia, Jimbaran. Bahan tambahan yang digunakan

untuk pembuatan bolu kukus ada telur, margarin (Filma), dan emulsifier SP (Koepoe-Koepoe) yang didapatkan dari Toko Kurnia Jimbaran. Bahan kimia untuk analisis meliputi aquades, H2SO4 (Merck), NaOH (Merck), HCL (Merck), heksan (Merck), alkohol 95%, tablet kjedahl, asam borat (Merck), indikator PP.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan antara lain: mixer (Miyako), oven, stoples kaca, kompor, neraca bahan, neraca analitik (OHAUS), mesh, loyang/cetakan (16cm x 10cm x 3cm), penggaris, baskom, panci, sendok, pisau, desikator, cawan porselin, tanur, extractor soxhlet, destilator, labu kjeldahl, erlenmeyer (Pyrex), waterbath, kertas saring, kertas saring whattman No. 42, gelas ukur (Pyrex), gelas beker (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex). Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan terigu dengan tepung millet yang terdiri dari 5 taraf yaitu: P0 (100%:0%), P1 (85%:15%), P2 (70%:30%), P3 (55%:45%), P4 (40%:60%). Masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam dengan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) Statistics 25 pada selang kepercayaan 95%, apabila perlakuan perbandingan terigu dengan tepung millet berpengaruh terhadap parameter yang

Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Regine Dian Prativi dkk / Itepa 12 (1) 2023 168-180 diamati maka akan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Harsojuwono et al., 2021) Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Tepung Millet Kecambah-Fermentasi

Tepung millet KF akan dibuat menggunakan pra-proses kecambah-terfermentasi. Sebanyak 500g biji millet dicuci dengan air hingga bersih, kemudian direndam selama 12 jam. Setelah 12 jam, biji millet ditiriskan dan diletakkan pada wadah yang ditutupi kain basah dan dikecambahkan selama 36 jam (1,5 hari). Selama proses perkecambahan berlangsung, biji millet disiram dengan air sebanyak 50ml secara merata setiap 12 jam sekali. Biji millet yang telah berkecambah kemudian dicuci dan diletakkan pada wadah steril (stoples kaca) dan direndam aquades steril dengan rasio 1:2 (b/v) dalam keadaan tertutup. Fermentasi spontan dilakukan selama 24 jam, setelah itu ditiriskan dan dikeringkan menggunakan oven suhu 50oC selama 8 jam. Setelah kering kecambah proso millet terfermentasi digiling menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh (Mahendra et al., 2018).

Pengolahan Tepung Premiks Bolu Kukus

Pembuatan tepung premiks bolu kukus mengacu pada penelitian Trianita (2016) yang dimodifikasi. Terigu dan tepung millet KF sesuai perlakuan dicampurkan bersamaan dengan bahan

tepung premiks lainnya yaitu gula 30 g, baking powder 1 g, vanilli bubuk 0,5 g. Pada masing-masing perlakuan semua bahan dicampur, kemudian digiling menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh agar mendapatkan ukuran tepung yang halus dan homogen.

Pengolahan Bolu Kukus

Tepung premiks pada masing-masing perlakuan disiapkan dan disisihkan. Selanjutnya, disiapkan telur sebanyak 50 g dan SP sebanyak 10 g, dikocok dengan mixer kecepatan tinggi selama 10 menit sampai warna menjadi putih dan kaku. Kemudian adonan telur dicampur ke dalam tepung premiks untuk setiap perlakuan sedikit demi sedikit dan diaduk sampai merata. Selanjutnya, kedalam adonan ditambahkan margarin cair sebanyak 10 g. Adonan yang sudah teraduk rata, dipindahkan ke dalam loyang ukuran 17 x 6,5 x 4 yang telah diolesi margarin sebelumnya. Pengolesan margarin bertujuan untuk memudahkan proses pengeluaran bolu kukus saat sudah matang. Adonan dikukus menggunakan pengukus di atas kompor dengan suhu 100oC selama 20 menit. Bolu kukus yang sudah matang dikeluarkan dari loyang dan didiamkan 10 menit. Bolu kukus dipotong dan siap dihidangkan (Trianita, 2016 yang dimodifikasi).

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi kadar air dengan

menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dengan metode pengabuan (Faridah et al., 2008), kadar lemak menggunakan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein menggunakan metode mikro-kjeldhal (Sudarmadji et al., 1997)., kadar karbohidrat menggunakan metode analisis karbohidrat by different (Farida et al.,2008), serat kasar tepung premiks dengan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1997),dilanjutkan dengan analisis bolu kukus yang meliputi daya kembang dengan metode pengukuran tinggi adonan sebelum dan sesudah pengukusan (Saepudin, 2017), uji sensoris menggunakan uji hedonik dengan 6 skala kriteria hedonik

(Lim, 2011) dan uji skoring (Soekarto, 1985). Pengujian hedonik meliputi warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan bolu kukus. Pengujian skoring meliputi tekstur (kelembutan dan berpasir), intensitas kecerahan warna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Tepung Premiks Bolu Kukus

Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein tepung premiks bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai rata-rata kadar lemak, kadar karbohidrat, dan serat kasar tepung premiks bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein tepung premiks bolu kukus

Perlakuan

Terigu : Tepung millet KF

Kadar air

(%)

Kadar abu

(%)

Kadar protein (%)

P0 (100:0)

7,28±0,77

0,97±0,04e

8,26±2,31

P1 (85:15)

7,26±0,39

1,05±0,09d

7,61±1,81

P2 (70:30)

7,65±1,04

1,08±0,09c

7,07±0,96

P3 (55:45)

8,05±0,96

1,20±0,035b

6,90±0,83

P4 (40:60)

9,53±1,30

1,36±0,09a

6,19±1,31

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0.05 .

Kadar air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air. Kadar air tepung premiks berkisar antara 7,28 sampai 9,53 (Tabel 1). Berdasarkan SNI 01 44761998:3 yang mengacu pada spesifikasi

tepung bumbu menjelaskan bahwa syarat mutu tepung bumbu yaitu kadar air maksimal 12%, sehingga keseluruhan taraf perlakuan memenuhi persyaratan SNI. Kadar air tepung mempengaruhi masa simpan. Jumlah kadar air yang melebihi standar maksimum merupakan media yang baik bagi pertumbuhan jamur, bakteri dan serangga yang dapat merusak tepung.

Standar maksimal kadar air tepung adalah 14,5% (Hartanto, 2012). Tepung premiks bolu kukus dengan perbandingan terigu dan tepung millet KF masih dibawah batas maksimum standar, sehingga berpotensi memiliki masa simpan yang lama.

Kadar abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu tepung premiks meningkat seiring ditambahkannya tepung millet KF. Nilai rata-rata kadar abuterbesar ada pada perlakuan P4 yaitu 1,36%, sedangkan nilai terkecil ada pada perlakuan P0 yaitu 0,97%. Terjadi peningkatan kadar abu tepung premiks yang berbeda nyata dari setiap level perlakuan akibat peningkatan jumlah proporsi tepung millet KF yang digunakan, hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan nilai kadar abu dari kedua jenis tepung. Terigu memiliki kadar abu sebesar 1,00% (Izawrdy, 2017) sedangkan kadarabu tepung millet KF (hasil analisis bahan baku) sebesar 1,69%. Kadar abu tepung millet KF lebih besar dari kadar abu terigu hal ini diduga karena tepung millet KF memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi daripada terigu sehingga akan mempengaruhi kadar abu dari tepung premiks. Kandugan mineral pada tepung millet KF adalah 1,45% (Mahendra et al., 2019). Mineral yang terkandung di dalam

proso millet ada magnesium, kalium, kalsium, zat besi, zinc, dan fosfor (Habiyaremye et al., 2017).

Kadar protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar protein. Kadar protein tepung premiks berkisar antara 6,19% sampai 8,26% (Tabel 1). Kadar protein tepung tergolong rendah jika berada dibawah 11%. Kadar protein tepung premiks tergolong rendah hal ini dikarenakan tepung millet KF memiliki kandungan protein 5,65%. Tepung yang memiliki protein rendah baik untuk dipergunakan dalam pembuatan cake atau bolu (Al-Dmoor, 2013), hal ini dikarenakan pengembangan dari cake atau bolu tidak hanya karena diakibatkan peranan dari tepung yang digunakan saja, tetapi juga peranan dari telur yang digunakan (Trianita,2016).

Kadar lemak

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak. Pada Tabel 2 ditunjukan bahwa nilai rata-rata kadar lemak tepung premiks meningkat seiring ditambahkannya tepung millet KF. Nilai rata-rata kadar lemak terbesar pada perlakuan P4 yaitu 3,84% yang berbeda nyata dengan perlakuan P3, sedangkan nilaiterkecil pada perlakuan P0

yaitu 2,02% yang berbeda nyata dengan perlakuan P1. Nilai kadar lemak yang meningkat disebabkan karena adanya perbedaan kadar lemak dari kedua jenis tepung yang digunakan. Terigu memiliki kadar lemak sebesar 1,0% (Izawrdy, 2017) sedangkan kadar lemak tepung millet KF

sebesar 5,56% (berdasarkan hasil analisis bahan baku). Kadar lemak terigu lebih kecil dari kadar lemak tepung millet KF, halini yang menyebabkan nilai rata-rata kadar lemak tepung premiks bolu kukus meningkat seiring ditambahkannya tepung millet KF.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar lemak, kadar karbohidrat dan serat kasar tepung premiks

bolu kukus

Perlakuan

Terigu : Tepung millet KF

Kadar lemak (%)

Kadar karbohidrat (%)

Serat kasar (%)

P0 (100:0)

2,02±0,05e

81,47±3,37

1,81±0,14d

P1 (85:15)

2,48±0,08d

81,60±0,53

2,74±0,24c

P2 (70:30)

3,04±0,02c

81.16±0,53

3,29±0,10b

P3 (55:45)

3,44±0,13b

80,42±1,89

3,50±0,12b

P4 (40:60)

3,84±0,08a

79,07±2,97

4,69±0,22a

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0.05).

Karbohidrat

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat tepung premiks berkisar antara 79,07% sampai 81,47% (Tabel 2). Berdasarkan analisis ragam, tepung premiks bolu kukus dari setiap level perlakuan memiliki kandungan karbohidrat yang sama, hal ini diduga karena millet dangandum merupakan bahan pangan yang tergolong serealia, dengan kandungan karbohidrat mencapai 70-80%.Nuwan et al., melaporkan bahwa millet mengandung karbohidrat 73%, sedangkan Alamo et al., 2008 melaporkan bahwa gandum memiliki kadar karbohidrat mencapai 80%.

Serat kasar

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap serat kasar. Pada Tabel 2 ditunjukan bahwa nilai rata-rata serat kasar tepung premiks meningkat seiring ditambahkannya tepung millet KF. Nilai rata-rata seratkasar terbesar ada pada perlakuan P4 yaitu 4,69% yang berbeda nyata dengan perlakuan P3, sedangkan nilai terkecil ada pada perlakuan P0 yaitu 1,81% yang berbeda nyata dengan perlakuan P1. Nilai serat kasar yang meningkat disebabkan karena adanya perbedaan serat kasar pada bahan. Terigu memiliki serat kasar sebesar 0,3% (Izwardy, 2017) sedangkan serat kasar tepung millet

KF sebesar 9,35%. Serat kasar terigu lebih kecil dari serat kasar tepung millet KF, hal ini yang menyebabkan nilai rata-rata serat kasar tepung premiks bolu kukus meningkat seiring ditambahkannya tepung millet KF.

Hasil Analisis Bolu Kukus

Daya kembang Bolu Kukus

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF dalam tepung premiks bolu kukus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya kembang bolu kukus. Pada Tabel 3 ditunjukan bahwa nilai rata-rata daya kembang tepung premiks menurun seiring ditambahkannya tepung millet KF. Nilai rata-rata daya kembang terbesar ada pada perlakuan P0 yaitu 204,05% yang berbeda nyata dengan perlakuan P1, sedangkan nilai terkecil ada pada perlakuan P4 yaitu 127,42% yang berbeda nyata dengan perlakuan P3.

Daya kembang bolu kukus

berhubungan dengan bahan yang mengandung CO2 dan gluten. Pada tepung premiks bolu kukus terdapat baking powder dan terigu. Baking powder bekerja memproduksi gelembung CO2 (Resepkoki, 2017). Terigu mengandung protein khas yang disebut gluten. Gluten berfungsi merangkap CO2 pada adonan sehingga menyebabkan adonan mengembang (Wipradnyadewi, et al., 2016). Semakin banyak tepung millet KF yang ditambahkan ke dalam tepung premiks bolu kukus, semakin menurunnilai daya kembang dari bolu kukus yang dihasilkan akibat menurunnya kandungan gluten dari adonan. Hal ini sesuai dengan penelitian Wipradnyadewi, et al. (2016) yang menyatakan bahwa nilai daya kembang yang menurun tersebut terjadi karena berkurangnya jumlah gluten pada adonan bolu kukus yang terbuat dari ubi jalar kuning kukus dan terigu.

Tabel 3. Nilai rata-rata daya kembang bolu kukus dari tepung premiks perbandingan terigu dan tepung milet KF

Perlakuan (Terigu : Tepung millet KF

Daya Kembang (%

P0 (100:0

204,05 ± 3,36a

P1 (85:15

168,08 ± 1,40b

P2 (70:30

153,48 ± 2,34c

P3 (55:45

139,07 ± 2,12d

P4 (40:60

127,42 ± 3,32e

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0,05).

Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, rasa, tekstur, dan penilaian keseluruhan bolu kukus tepung premiks premiks perbandingan terigu dan tepung milet KF

Perlakuan (Terigu : Tepung millet KF

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Penerimaan Keseluruhan

P0 (100:0)

5,10±1,21

4,30±1,22

4,75±0,97

4,75±1,02ab

4,75±0,85abc

P1 (85:15)

5,25±0,85

5,05±1,05

5,20±0,83

5,50±1,10a

5,30±0,57a

P2 (70:30)

4,65±0,93

4,95±0,89

5,00±0,65

4,90±1,02ab

4,90±0,55ab

P3 (55:45)

4,35±1,14

4,85±1,09

4,45±1,00

4,15±1,31b

4,20±1,15c

P4 (40:60)

4,65±1,09

5,05±1,19

4,80±0,83

4,45±1,36b

4,70±1,08bc

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0.05 . Skala hedonik: 1 (Tidak Suka ; 2 (Agak Tidak Suka ; 3 (Biasa ; 4 (Agak Suka ; 5 (Suka ; 6 (Sangat Suka .

Warna

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna dari bolu kukus. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 4,35 sampai 5,25 (Tabel 4). Penambahan tepung millet KF tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hedonik warna bolu kukus pada setiap perlakuan tepung premiks, keseluruhan panelis memberikan nilai rata-rata suka terhadap warna dari bolu kukus.Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF berpengaruh nyata(P<0,05) terhadap tingkat kecerahan warna dari bolu kukus. Nilai rata-rata intensitas kecerahan warna yang diberikan panelis berkisar antara 1,40 sampai 2,65 dengan kriteria gelap hingga cerah (Tabel 5). Perlakuan P0 memiliki tingkat kecerahan tertinggi dengan kriteria cerah dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 akan tetapi berbeda nyata dengan perlakukan P2 dengan kriteria agak

cerah. Semakin banyak proporsi tepung millet KF yang ditambahkan, maka warna bolu kukus menjadi semakin gelap dikarenakan tepung millet KF memiliki warna lebih gelap dibanding terigu. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliana (2020) yang menyatakan bahwa tepung millet KF memiliki warna lebih kusam dan gelap dibandingkan dengan terigu karena tepung millet KF mengandung senyawa tanin.

Aroma

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma dari bolu kukus. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 4,30 sampai 5,05 (Tabel 4). Peningkatan proporsi tepung millet KF pada tepung premiks tidak berpengaruh terhadap kesukaan aroma, keseluruhan panelis memberikan nilai suka terhadap aroma dari bolu kukus yang dihasilkan. Aroma bolu kukus didominasi oleh vanili bubuk dari formulasi tepung premiks, sehingga tidak memiliki aroma yang spesifik.

Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring tekstur kelembutan, tekstur berpasir, dan intensitas kecerahan warna bolu kukus tepung premiks

Perlakuan                             Nilai rata-rata Uji Skoring

(Terigu : Tepung millet KF

Kecerahan Warna

Tekstur (kelembutan

Tekstur (berpasir

P0 (100:0)

2,65±0,75 a

2,60±0,82 a

1,10±0,30 b

P1 (85:15)

2,55±0,51 a

2,85±0,88 a

1,15±0,37 b

P2 (70:30)

1,80±0,62 b

2,30±1,22 ab

1,90±0,64 a

P3 (55:45)

1,40±0,50 b

1,85±0,99 b

2,40±0,50 a

P4 (40:60)

1,70±0,73 b

1,90±1,12 b

2,35±0,49 a

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0,05 .

Kriteria Skoring:

Intesitas Warna : 1 (Gelap ; 2 (Agak Cerah ; 3 (Cerah .

Tekstur (kelembutan : 1 (Tidak Lembut ; 2 (Lembut ; 3 (Sangat Lembut .

Tekstur (berpasir : 1 (Tidak Berpasir ; 2 (Berpasir ; 3 (Sangat Berpasir .

Aroma

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma dari bolu kukus. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 4,30 sampai 5,05 (Tabel 4). Peningkatan proporsi tepung millet KF pada tepung premiks tidak berpengaruh terhadap kesukaan aroma bolu kukus, keseluruhan panelis memberikan nilai rerata suka terhadap aroma dari bolu kukus yang dihasilkan. Aroma bolu kukus didominasi oleh vanili bubuk yang ada pada formulasi tepung premiks, sehingga bolu kukus tidak memiliki aroma yang spesifik.

Rasa

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF tidak berpengaruhnyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa dari bolu

kukus. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 4,45 sampai 5,20 (Tabel 4). Penambahan tepung millet KF tidak memberikan pengaruh nyata terhadap uji hedonik rasa bolu kukus pada setiap perlakuan tepung premiks, keseluruhan panelis memberikan nilai rerata suka terhadap aroma dari bolu kukus yang dihasilkan. Rasa bolu kukus didominasi oleh gula dan vanili bubuk yang ada pada formulasi tepung premiks, serta margarin yang ada pada adonan bolu kukus.

Tekstur

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur dari bolu kukus. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 4,15 sampai5,5 dengan kriteria agak suka hingga suka (Tabel 4). Tingkat kesukaan tekstur pada perlakuan P0 tidak berbeda nyata

dengan perlakuan P1 dan P2 yaitu berada pada kriteria suka, dan berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P3 yaitu pada kriteria agak suka.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat tekstur kelembutan dari bolu kukus. Nilai rata-rata intensitas tekstur kelembutan yang diberikan panelis berkisar antara 1,85 sampai 2,85 dengan kriteria tidak lembut hingga sangat lembut (Tabel 5). Perlakuan P1 memiliki tingkat tekstur kelembutan tertinggi dengan kriteria sangat lembut dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 akan tetapi berbeda nyata dengan perlakukan P2 dengan kriteria lembut. Semakin banyak proporsi tepung millet KF yang ditambahkan, maka tekstur bolu kukus menjadi semakin tidaklembut.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat tekstur berpasir dari bolu kukus. Nilai rata-rata intensitas tekstur berpasir yang diberikan panelis berkisar antara 1,10 sampai 2,40 dengan kriteria tidak berpasir hingga sangat berpasir (Tabel 5). Perlakuan P3 memiliki tingkat tekstur berpasir tertinggi dengan kriteria berpasir dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P4 akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P1 dengan kriteria tidak berpasir. Semakin banyak proporsi tepung millet KF yang ditambahkan, maka tekstur bolu kukus

menjadi semakin berpasir.

Peningkatan proporsi tepung millet KF menyebabkan tekstur semakin berpasir dan semakin tidak lembut, hal ini dikarenakan tingkat kehalusan dari tepung millet KF lebih besar dari pada terigu. Tepung millet KF yang digunakan dalam pembuatan bolu kukus memiliki tingkat kehalusan 60 mesh, sedangkan terigu memiliki tingkat kehalusan 70 mesh (Hartanto, 2012). Tepung millet KF memliki karakteristik yang berbeda dari terigu, dikarenakan dalam proses pembuatannya, tidak terjadi proses penghilangan kulit biji dan aleuron millet sehingga tepung millet KF terasa lebih kasar namun tinggi akan serat (Pratiwi dan Sughita, 2020).

Penerimaan keseluruhan

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet KF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kesukaan penerimaan keseluruhan dari bolu kukus. Berdasarkan Tabel 4, nilai reratahedonik berkisar antara 4,2 sampai 5,3 dengan kriteria agak suka hingga suka. Peningkatan proporsi tepung millet KF pada tepung premiks memberikan pengaruh yang nyata terhadap hedonik penerimaan keseluruhan bolu kukus. Penerimaan keseluruhan bolu kukus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur.

KESIMPULAN

Perbandingan terigu dan tepung millet KF berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu, kadar lemak, serat kasar tepung premiks bolu kukus serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya kembang, tingkat kecerahan warna, intensitas tekstur berpasir, intensitas tekstur kelembutan, hedonik tekstur, penerimaan keseluruhan bolu kukus yang dihasilkan. Tepung premiks yang terbuat dari perbandingan terigu dan tepung millet KF 70%:30% dapat menghasilkan karakteristik tepung premiks bolu kukus terbaik dengan kadar air 7,65%, kadar abu 1,08%, kadar protein 7,07%, kadar lemak 3,04%, kadar karbohidrat 81,16%, serat kasar 3,29%, daya kembang bolu kukus 153,48%, dengan sensoris warna cerah dan disukai, tekstur lembut, berpasir dan disukai, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan disukai. Semakin tinggi penambahan tepung millet KF mampu meningkatkan kadar serat dari tepung premiks tetapi bolu kukus yang dihasilkan memiliki tingkat pengembangan yang rendah disebabkan karena tingginya serat pada tepung millet KF mengurangi pengembangan bolu kukus akibat adonan yang lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N.N., R.M. Putri, Sarmin, I.Widiyono, S. Indrajulianto, C.M. Airin, O.P. Astirin dan S.S. Rahayu. 2020.Inovasi tepung premiks pancake mocaf instant dan pancake “gama pantelo” di Dusun Gebang, DesaKemiri, Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul.

Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 5(3 :751-756.

Alamo, A.G., P.P.D. Ayala, M.W.A. Verstegen, L.A.D. Hartog, dan M.J. Villamide. Variability in wheat:

factors affecting its nutritional value. World’s Poultry Science Journal, 64: 20-39.

Al-Dmoor,   H.M. 2013. Cake flour:

functionality and quality (review . European Scientific Journal. 9(3 :166-180.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Washington: Association of Official Analytical Chemist.

Atmaja, R.P. dan R.Y. Sari. 2017. Pembuatan tepung millet terfermentasi dan pemanfaatannya dalam produkmie kering. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 10(2 :115-122.

Badan Pusat Statistik. 2019. Impor biji gandum dan meslin menurut negara asal utama 2010-2019.            www.bps.go.id:

https://www.bps.go.id/statictable/2019/02 /14/2016/impor-biji-gandum-dan-meslin-menurut-negara-asal-utama-2010-2019.html. Diakses: 15 Oktober 2020.

Dewi, P.D., A. Wijanarka dan N. Febriana. 2016. Pengaruh variasi pencampuran tepung beras merah (Oryza nivara dan tepung terigu terhadap sifat fisik, organoleptik, dan kadar antosianin bolu kukus. Jurnal Medika Respati, 11(3 :32-43.

Dewi, I.G.A.A.S., I.G.A. Ekawati dan I.D.P.K. Pratiwi. 2018. Pengaruh lama perkecambahan millet (Panicum milliaceum terhadap karakteristik flakes. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 7(4 :175-183.

Diniyah, N., F. Wahyu dan A. Subagio. 2019. Karakteristik tepung premiks berbahan mocaf (modified cassava flour dan maizena pada pembuatan cookies green tea. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 7(3 :25-36.

Farida, A. dan S.B. Widjanarko. 2014. Penambahan tepung porang pada pembuatan mi dengan substitusi tepung mocaf (Modified Cassava Flour . Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 22(1 :98-105.

Faridah, D.N., F. Kusnandar, D. Herawati, H.D. Kusumaningrum dan N. Wulandari. 2008. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Habiyaremye, C., J.B. Matanguihan, J.D. Guedes, G.M. Ganjyal, M.R. Whiteman, K.K. Kidwell, dan K.M. Murphy. 2017. Proso millet (Panicum miliaceum L. and its potential for cultivation in the pacific northwest, u.s.: a review. Frontiers in Plant Science. 7(1961 : 1-17.

Hakiki, N.N. dan C.A.N. Afifah. 2019. Penganekaragaman kue basah tradisional berbasis tepung premix. E- Journal Tata Boga, 8(1 :99-109.

Harsojuwono, B.A., I.W. Arnata, G.A.K.D Puspawati dan I.D.P.K. Pratiwi. 2021. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasinya. Intelegensia Media. Malang.

Hartanto, E.S. 2012. Kajian penerapan SNI produk tepung terigu sebagai bahan makanan. Jurnal Standardisasi,12(2 :164-172.

Izwardy D. 2017. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Lim, J. 2011. Hedonic scaling: a review of methods and theory. Food Quality and Preference, 22:733-747.

Mahendra, P.E.D., N.L.A. Yusasrini dan I.D.P.K. Pratiwi. 2019. Pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan tanin dan sifat fungsional tepung proso millet. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 8(4 :354-367.

Nuwan, V.G.S.I., E.R.H.S.S Ediriweera, dan R.K.R Wasana. 2016. Medicinal and nutritional value of

Panicum miliaceum L. (Meneri : a review. National Research Symposium 2016: 14.

Pondan.                             2020.

https://pondan.com/en/article/steamed-brownies-vs-baked-brownies-which-is-tastier/. Diaksestanggal: 7 Januari 2021.

Pratiwi, I.D.P.K. dan N.M.I. Hapsari. 2019. Nilai protein, β-karoten dan sensoris biskuit bayi dari tepung ubi jalar kuning, tepung kecambah kacang hijau, dan tepung millet terfermentasi. Media Ilmiah Teknologi Pangan, 6(1 :66-75.

Pratiwi, I.D.P.K. dan I.M. Sugitha. 2020. Kandungan tanin dan serat pangan dari tepung kecambah millet dan tepung kecambah millet terfermentasi. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO, 5(1 :34-38.

Resepkoki. 2017.  https://resepkoki.id/apa-

bedanya-baking-powder-single-acting-double-acting/. Diakses tanggal: 24 Juni 2021.

Saepudin, L. 2017. Pengaruh perbandingan substitusi tepung sukun dan tepung terigu dalam pembuatan roti manis. Journal Agroscience. 7(1 : 227-243.

Santosa, D.D.S. 2009. Pemanfaatan tepung premiks berbahan dasar mutan sorgum zh-30 untuk industri pembuatan adonan mie kering. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 5(1 :1-21.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara,

Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Trianita, A.P. 2016. Karakteristik Bolu Kukus yang Dibuat dengan Menggunakan Freeze Dried   Egg.   Skripsi S1. Tidak

dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Wipradnyadewi, P.A.S.,   2016. Kajian

perbandigan tepung ubi jalar kuning (Ipomoea batatas dan tepung terigu terhadap karakteristik bolu kukus. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. 1(1 : 32-36.

Yuliana. 2020. Variasi Perbandingan Terigu dan Tepung Millet (Panicum milliaceum Terhadap KarakteristikDonat. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Universitas Udayana. Bali.

180